Sava POV
Bagaimana rasanya jika belahan jiwamu tiba-tiba meninggalkan dirimu untuk selamanya.
Bagaimana rasanya jika separuh hidup mu di bawa pergi oleh seseorang yang telah pergi untuk selamanya.
Kamu pasti akan merasa sangat kehilangan. Seperti, kau kehilangan semangat hidup dan kehilangan semangat tujuan.
Itulah yang terjadi pada diriku.
Aku kehilangan seseorang yang sangat aku cintai. Aku kehilangan separuh hidupku.
Dia adalah orang yang membuat aku bisa memaknai hidup ini haruslah tetap dan terus berjalan meskipun banyak sekali ujian dan rintangan yang harus kita jalani.
Aku, Georgia Savana, kini aku telah menjadi seorang ibu dari anak laki laki yang baru saja aku lahirkan..
Tepat di saat aku melahirkan putra ku, pada hari itu. Suami ku, Emieer Sadiq telah menghembuskan nafasnya untuk yang terakhir kali.
☘️☘️Tentang Emieer☘️☘️
Emieer adalah seorang pemuda sederhana yang telah membuat aku jatuh hati saat pertama kali aku melihatnya.
Kala itu aku sedang berada di sebuah Hotel berbintang untuk merayakan ulang tahun salah satu teman ku.
Semalaman suntuk aku dan beberapa temen asik berparty di sebuah kamar hotel.
Sekitar jam satu malam, kami baru membubarkan diri dan keluar dari kamar hotel.
Karena baterei ponsel ku habis, ku datangi petugas resepsionis untuk minta bantuan di pesankan taksi dan aku menumpang untuk mengisi daya ponsel ku.
Temen temen ku yang lain sudah berkumpul di lobby hotel menunggu pesanan taksi mereka datang.
Setelah beberapa saat menunggu, pesanan taksi mereka pun telah datang.
Karena lokasi rumah ku dan rumah mereka lain arah. Aku pun memutuskan untuk pulang dengan mengunakan taksi yang lain.
Dan sekarang, hanya tinggal aku sendiri di lobby hotel menunggu taksi.
Sambil menunggu taksi nya datang. Aku berjalan menuju sebuah papan lukisan yang tergantung di dinding Lobby hotel.
Lukisan lukisan itu sangat indah. Ku amati beberapa lukisan Abstrak yang terpajang di dinding ruangan dengan teliti.
Aku adalah penikmat karya seni lukisan.
"Nona, pesanan taksi anda sudah datang." Sebuah suara maskulin terdengar merdu di panca pendengaran ku.
Dan suara itu cukup membuyarkan konsentrasi ku saat sedang asik mengamati lukisan.
"Iya, terimakasih" ucap ku, sambil menoleh ke arah suara yang terdengar hangat tersebut.
Entah ada dorongan apa, tiba tiba aku sangat terkesan dengan cara pandang pria berkulit putih yang berseragam bellboy hotel tersebut.
Pandangan mata ini tiba-tiba terkunci dan terfokus pada wajah pria tampan berkulit putih yang ada di hadapan ku.
Seorang pria beralis hitam tebal, berhidung mancung dan berjambang tipis di seputaran dagu.
Belum pernah aku terkesan sedemikian dalam terhadap seorang pria.
Bahkan, aku belum pernah sekalipun memindai seorang pria sedemikian takjubnya seperti saat in.
Sebagai seorang gadis 18 tahun yang punya orientasi normal.
Ini adalah kali pertama nya aku merasakan getaran-getaran aneh pada lawan jenis.
Aku sudah biasa terpesona dengan lawan jenis. Yang kadang membuat hati ku meleleh.Mengangumi fisik mereka dan wajah tampan mereka.
Tapi, di saat aku melihat pria ini. Rasanya sungguh berbeda.
Ada daya tarik sendiri seperti magnet. Dia sungguh membuat ku takjub.
"Maaf, taksi anda sudah menunggu di lobby" ucap pria itu lagi dengan ramah, menyandarkan aku dari lamunan.
"Oh....baik ... terimakasih."
Kini aku berjalan ke arah lobby, di mana sebuah taksi warna biru sudah menunggu.
Pria itu dengan sigap membukakan pintu mobil bagian penumpang untuk ku.
Kemudian aku masuk ke dalam mobil taksi dengan perasaan yang sudah campur aduk.
Perasaan berdebar, jantung yang berdetak lebih cepat tidak seperti biasanya.
Ada apa dengan diri ku. Kenapa aku begitu gugup dengannya.
Dengan pelan, pria itu menutup pintu mobil setelah aku sudah berada di dalam mobil.
Kemudian, ku buka sedikit kaca mobil untuk mengucapkan terimakasih padanya.
"Hati hati di jalan Nona." ucap Pria tersebut.
Mendengar perhatian kecil darinya sudah cukup membuat aku berkeringat dingin.
Perhatian kecil dari pria yang bahkan tidak aku kenal ini sudah membuat ku resah.
Bagaimana tidak. Jika hormon oksitosin telah melanda diri. Perasaan hangat itu kini menyelimuti diri ku.
Dan, aku berani bersumpah. Bahwa aku menyukai Pria ini.
Sepanjang perjalanan menuju rumah. Tak henti-hentinya aku mencoba untuk tetap mengingat wajah tampannya. Agar aku tidak kehilangan bayang bayang wajahnya yang rupawan dan sikapnya yang lembut.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Itulah awal-awal di saat aku pertama kali berjumpa dengan Emieer Sadiq.
Seorang pemuda sederhana yang telah membuat hidupku berubah.
Yang membuat aku menentang keluarga ku sendiri. Yang membuat aku menolak untuk dijodohkan.
Sehingga pada akhirnya aku diusir oleh papaku dari rumah besar.
Rumah yang sudah aku tinggali selama 18 belas tahun dengan penuh kemewahan dan kasih sayang.
Di saat keluarga ku mengusir diri ku. Pada saat itulah aku tau.
Ternyata aku bukanlah anak kandung dari seorang konglomerat Hasan Malik dan Hannah Malik.
Ternyata aku hanyalah anak angkat mereka.
Setelah pengusiran itu terjadi. Datanglah aku pada Emieer. Karena hanya pada dia lah aku mengantungkan hidup.
Aku putus sekolah dan aku sudah seperti menjadi seorang gelandangan.
Emieer benar-benar seorang pria yang bertanggung-jawab.
Aku pergi mendatangi tempat kosnya setelah kini diri ku tidak punya tempat tinggal. Sebelum hal ini terjadi. Kami telah jadian dan menjalin hubungan secara tertutup.
Ketika aku di usir dari rumah. Emieer merasa harus bertanggung jawab. Karena ia pikir, karena dirinyalah aku berani menentang keluarga.
Tidak berhenti sampai sana. Emieer juga mengambil keputusan untuk menikahi diri ku.
Hal itu ia lakukan karena ia tidak ingin di nilai buruk orang tetangga kost karena telah menyimpan ku di tempat kostnya.
"Kita harus menikah Sava. Tidak mungkin aku menampung mu di sini sedang kita tidak punya status hubungan yang sah. Aku akan bertanggung jawab untuk menghidupi mu." ucap nya kala itu.
Dan akhirnya aku pun mau untuk dia nikahi. Meskipun aku masih sangat muda dan sebenarnya juga belum siap untuk menikah.
Tapi aku bisa apa. Selain menurut dengannya.
Emieer POV
(Satu Yang Tahun Lalu)
Apakah begini rasanya sekarat.
Aku bisa apa.
Aku sudah berjuang untuk berusaha tetap hidup.
Tapi sayang nya, aku hanya pelaku pemeran kehidupan.
Dan sang pemberi kehidupan, sepertinya sudah menentukan batas akhir hidup ku hanya sampe di sini.
Maafkan aku Sava.
Telinga ku tidak tuli, walau kini mata ku sudah buta untuk melihat dunia.
Raga ku boleh diam saja, tapi ruh ku belum sepenuhnya meningalkan raga ku.
Sejak tadi aku bisa mendengar para dokter dan para perawat itu sibuk berargumen tentang kondisi ku.
Dan berbagai alat bantu yang kini menempel di tubuh ku juga sepertinya sudah tidak ada manfaatnya lagi. Aku bisa apa.
Ada satu hal yang ingin aku dengar sebelum diri ini benar benar pergi.
Aku ingin mendengar putra ku menangis.
Sava, aku merasakan kehadiran mu sejak tadi. Hati ku teramat sedih dan sakit Sava. Saat aku harus meninggalkan mu sendirian bersama putra kita.
Maaf kan aku sayang, aku bener benar minta maaf. Karena tidak bisa menemanimu lebih lama.
Untuk kesekian menit. Aku tidak mendengar apapun selain bunyi ventilator yang mungkin sebentar lagi akan berdenging melengking. Sebuah tanda jika aku benar-benar sudah mati.
Sava, datang lah pada ku sayang. Mendekatlah pada ku untuk yang terakhir kali.
Izinkan aku merasakan hangat nya kulit mu. Setelah ini aku akan mati rasa sayang.
Aku sudah tidak bisa merasakan lagi hangat nya tubuh mu dan lembutnya kulit mu.
Aku sangat ingin bersentuhan dengan putra ku untuk pertama dan mungkin untuk yang terakhir kali saat ini.
Walau hanya dengan bersentuhan dengan nya, aku sudah senang bisa menyapanya anak ku.
Cepat Sava, waktu ku sudah tidak banyak.
Nafas ini hanya sisa di pangkal tenggorokan ku saja. Bahkan sekarang kaki ku sudah mulai dingin.
KU MOHON..........
Tiba tiba ku rasakan sesuatu yang hangat berada di samping ku. Sesuatu yang bisa ku rasakan pergerakan nya.
Apa itu?
"Emieer sayang, bagaimana keadaan mu. Aku datang." Sebuah suara yang familiar aku bisa mendengarnya. Itu Sava, pekik ku.
Tapi aku hanya bisa mendengarnya, tanpa bisa membalas sapaannya.
Bicaralah Sava, bicaralah terus, aku ingin mendengar suara mu.
Luapkan semua beban mu, luapkan semua kemarahan mu, luapkan kekesalan mu pada ku. Aku tau kau marah pada ku.
"Emieer, aku datang membawa anak kita. Dia sudah lahir siang tadi. Dia sehat, lucu dan menggemaskan. Wajah nya sangat mirip dengan mu. Ku letakkan dia di sisi mu Emieer."
Aku bisa merasakan pergerakan lemah bayi ku. Kulit nya yang menempel pada kulit ku terasa hangat kontras dengan kulit ku yang semakin mendingin.
Tubuh ini rasa nya benar benar terkoyak. Aku bisa merasakan jari jari mungil nya bergeliat.
Dan di lain sentuhan, aku merasakan jari jemari Sava terpaut pada jari jemari ku. Sava merekatkan jari jemari bayi kami bersamaan.
Sejenak aku merasakan ketiga tangan kami bersatu.
Tangan ku, tangan Sava dan tangan bayi kami saling bertautan.
Walau aku tak bisa membalas sentuhan itu, aku bisa merasakan kehangatan telapak tangan mereka. Aku merasa bahagia.
Aku ingin sekali memeluk mereka detik ini juga. Tapi aku tak bedaya. Karena aku sudah tak ada kekuatan lagi.
Aku bahagia Sava, aku senang, aku lega, aku iklas sekarang.
Terimakasih telah memberikan kesempatan untuk bersama moments ini.
Jika aku harus pergi meninggalkan kalian sekarang. Aku sudah pasrah.
"Emieer, apa kau benar bener tak bisa bertahan lagi?"
Aku mendengar suara Sava bergetar. Sepertinya dia sedang terisak.
Jangan menangis sayang, jangan meneteskan air mata. Kau bisa hidup tanpa ku, kau kuat tanpa diri ku.
"Emieer, ini anak mu. Aku letakan di sisi mu, smoga kau bisa merasakan kehadirannya."
"Tangan mu mulai dingin Emieer." Ku dengar Sava makin terisak. Kini tangan ku terangkat, dia sepertinya melekatkan telapak tangan ku yang bertautan dengan tangan nya ke pipi nya.
Walau kini aku sedang sekarat dan nafas ku hanya tinggal di ujung pangkal tenggorokan.
Aku masih bisa menikmati sentuhan mu Sava. Sebisa mungkin aku berusaha menggerakkan tangan ku yang ada di pipi nya sekarang. Sekedar menyampaikan salam perpisahan kami.
Sava, aku minta maaf pada mu. Aku tidak lagi bisa menjaga mu.
Tapi aku yakin. Kelak, saat anak kita sudah besar. Dia yang akan menjadi pelindung mu. Anak itu akan membuat mu kuat.
Dia akan jadi penyemangat mu. Membuat mu semangat dalam kehidupan yang kau jalani.
Aku doa kan kebahagiaan untuk mu sayang.
Dan aku rela, jika kelak engkau menemukan cinta yang lain selain aku. Maka berbahagialah bersamanya.
"Emieer, jika kau memang harus pergi meninggalkan aku dan anak mu sekarang, aku iklas. Pergilah dengan tenang sayang. Aku mencintaimu, selalu, selamanya." Dan bisa ku rasakan, ciuman lembut bibir Sava, kini menempel pada bibir ku.
Terimakasih atas cinta mu selama ni sayang. Aku titip anak kita.
Selamat tinggal, aku mencintaimu Savanah.
Aku akan menjaga mu dari alam lain. Sekali lagi aku minta maaf.
(Dan, bunyi lengkingan suara ventilator berdenging nyaring)
🍁🍁🍁🍁🍁
Sava POV
Tak lama setelah aku menciumnya. Suara lengkingan ventilator yang menjadi menyokong oksigen pada Emieer berdengung keras.
Dan aku tau, apa artinya itu.
"Selamat jalan Emieer." Ku cium sekali lagi dengan dalam bibir nya.
Menyesap sekali lagi dan terakhir kali nya bibir nya yang masih terasa hangat itu. Yang masih ada sisa sisa hembusan nafas nya. Lalu aku juga mengecup keningnya dengan kecupan penuh rasa kehilangan.
Dan aku bersumpah, aku melihat air mata dari sudut mata Emieer yang kini sudah terpejam untuk selama.
Bersamaan dengan itu. Bayi kami menangis dengan sangat keras. Bahkan sekeras-kerasnya.
Beberapa perawat kini menghampiri ruangan keramat ini. Ruangan di mana menjadi tempat perpisahan paling menyakitkan antara aku dan suami ku Emieer.
Seorang perawat menghampiri ku, dia memenangkan aku. Karena aku terlihat syok.
Seorang perawat meraih bayi ku yang masih tergelak di sisi Emieer. Yang kini sudah tak bernyawa.
Dan salah seorang lagi melepaskan satu persatu alat alat medis yang menghiasi tubuh Emieer.
"Jadi hanya cukup sekian dia bersama ku. Baiklah Emieer, pergilah." Guman ku dengan suasana hati yang sudah hancur.
"Selamat jalan belahan jiwa ku"
Author POV
( Dua bulan setelah Emieer meningal)
Hawa pagi kala itu terasa sangat dingin menusuk kulit.
Gerimis tipis masih menguyur hampir di seluruh wilayah Jakarta.
Beberapa titik genangan bekas air hujan yang semalam turun pun belum juga mengering.
Rintik-rintik gerimis terlihat menggoyangkan dedaunan dan bebungaan.
Jalanan nampak masih lengang dan terlihat basah. Kabut pagi seperti engan mau pergi.
Membuat suasana pagi kala itu tampak dingin, lengan dan sunyi.
Aroma pagi yang segar, sejuk, dan begitu terasa menenangkan.
Udara basah dan cuaca yang masih mendung nampak masih menguasai angkasa.
Di suasana pagi yang hening serta masih berkabut dan sunyi itu. Tak membuat seorang wanita muda yang cantik untuk tetap betah terlelap di rajang hangat nya.
Bahkan sepagi itu dia sudah bersiap akan meninggalkan rumah kost nya untuk pergi bekerja.
🍁🍁🍁🍁
Seorang wanita muda tampak keluar dari sebuah rumah kost kost an dengan mendekap seorang bayi di rengkuhan nya.
Di pundak kiri nya, wanita itu tampak menenteng dua tas yang seperti nya tas kerja dan tas perlengkapan bayi.
Dengan sedikit tergesa, dia mengunci rumah nya.
Kemudian dia membenarkan rengkuhannya pada bayi yang ada di gendongannya.
Sedangkan tangan yang lain ia gunakan untuk memegangi payung guna melindungi diri dan bayinya dari gerimis tipis kala itu.
Berjalan agak tergesa, wanita yang mengenakan rok span selutut dan atasan kemeja putih serta balutan blazer warna hitam itu terlihat sedikit mempercepat gerak kaki nya.
Sambil terus memeluk bayi yang ia gendong, wanita itu nampak bersemangat.
Gulungan blazer berlapis jaket cokelat yang dia gulung di area lengan menampakan dua lengannya putihnya terekspos.
Kulit putih bersih, rambut yang tergerai panjang menjuntai menutupi punggung. Kaki jenjang yang mulus serta perawakan tinggi sekitar 165 meter semakin membuat wanita itu terlihat elegan.
Dengan mempercepat langkah nya, wanita muda itu sesekali memeluk erat bayi nya untuk memberikan sang bayi kehangatan.
Walau masih muda, ia nampak sudah sangat lihai mengedong bayinya.
Wanita muda itu bernama Georgia Savanah Almeera.
Gadis muda 19 tahun yang sudah menjadi seorang ibu dari seorang bayi laki laki berumur 2 bulan. Yang ia beri nama Zeeyan Emieer Shadiq.
Tidak perlu waktu yang lama. Sava, pangilan wanita muda itu kini telah sampe di sebuah rumah kecil sederhana.
Rumah itu terletak di pinggir jalan setapak berjarak 60 meter dari sisi jalan raya.
Sava mengetuk pintu rumah sederhana yang cat nya nampak hampir pudar termakan waktu.
Tak lama, seorang wanita paruh baya sekitar 63 tahun membuka kan pintu.
"Bik, titip Zee ya!" Ucap Sava yang masih memeluk erat bayi nya dalam dekapan.
"Ia tenang saja, aku akan menjaga nya." Jawab seorang wanita paruh baya yang seperti seorang pengasuh.
"Hati hati di jalan Sava. Cuaca sedang tidak bagus."
Ucap wanita tua memperingatkan Sava. Kemudian ia meraih baby Zee dari gendongan Sava.
"Iya Bik, sepertinya cuaca memang sedang tidak bagus. Semua keperluan Zee seperti biasa sudah ada di tas ya Bik!" Imbuh Sava.
Sava kemudian menyerah kan bayi nya pada Bik Inah. Lalu ia juga menyerahkan tas bayi yang berisikan berbagai macam kebutuhan untuk baby Zee. Mulai dari ASI yang sudah ia pompa dari sumbernya langsung yang kemudian ia taruh di botol botol kaca sebagai wadah ASI pompa an nya.
Sava juga membawakan beberapa setel pakaian, pempes, alat mandi, serta selimut untuk baby Zee.
Setelah menitipkan bayi nya pada seorang perempuan tua yang bernama Bik Inah.
Sava kini melanjutkan langkahnya menuju halte bus.
Dengan menggunakan moda transportasi itu lah Sava pergi dan pulang bekerja.
Sava bekerja di sebuah hotel berbintang di pusat kota.
Ia bekerja sebagai petugas kebersihan kamar hotel atau istilah di sebut Housekeeping.
Apapun yang menjadi pekerjaan Sava ia sangat bersemangat dan bersyukur.
Bagaimanapun ia harus bekerja dan menghasilkan uang demi memenuhi kebutuhan diri nya serta membeli kebutuhan bayi laki laki nya Zeeyan.
Siapa lagi yang bertanggung jawab atas semua kebutuhan diri nya dan juga putranya yang baru berumur 2 bulan itu, kalau bukan diri nya sendiri.
Kembali ke rumah besar minta maaf lalu meminta belas kasihan Papa nya, tidak ada di benak Sava.
Sejak meninggalkan rumah mewah yang ia tinggali 18 tahun penuh cinta dan kehangatan. Sava tak ingin lagi kembali ke rumah itu.
Dan dia tidak ingin minta di belas kasihani.
Hidup yang keras sudah mengajarkan Sava banyak hal.
Sebenarnya ia sempat depresi beberapa hari setelah kematian sang suami.
Kematian sang suami yang begitu tiba tiba sangat memukul psikis nya dan membuat nya takut.
Terbiasa hidup bersama seorang pria hangat penuh cinta dan kasih sayang membuat Sava tergantung pada pria itu.
Sava sudah sangat nyaman dan terbiasa hidup bersama lelaki yang sangat ia cintai itu. Lelaki yang selalu ada di sisi nya. Lelaki penuh kehangatan yang menjaganya dengan baik, serta membuat Sava terlindungi dan bahagia. Walau ia hidup dalam kesederhanaan.
Tetapi sebuah kenyataan harus Sava terima. Sang suami meninggal kan diri nya dengan sang buah hati. Bahkan sang suami belum sempat melihat buah hati mereka pada saat itu.
Di saat kehidupan mereka terasa sempurna dengan kehadiran seorang anak. Sava dan Emieer (suami Sava) begitu bahagia saat itu.
Tapi, takdir berkata lain. Sang suami, Emieer telah pergi untuk selamanya dengan cepat.
Siapa yang bisa menghindari takdir. Tak ada seorangpun yang bisa menghindari takdir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!