Mata biru tua bercampur biru muda yang sangat menawan dan indah, bercampur dengan warna rambut yang serasi juga dengannya. Menambah kesan yang kuat namun lembut.
Guys, ini wajahnya Adriana, ya, guys. Ini tidak ada hubungannya dengan anime atau apa pun itu. Tetap happy reading, ya, guys.
Jadi Author bakal kasih gambarnya di eps pemberitahuan. Bye, bye🤣.
Adriana Alaqua, gadis yang tumbuh di keluarga yang cukup mampu, dan bisa di bilang keluarganya adalah keluarga bangsawan.
Di mata orang- orang yang melihat atau mengenal keluarga Adriana dari luar pasti akan berkata, 'keluarga Adriana sangat baik dan ramah'.
Namun, di sisi lain, sebenarnya mereka adalah keluarga tak berperasaan yang suka mengurung Adriana di dalam gudang. Menyiksanya sampai puas, seperti orang yang kerasukan.
Walau hanya satu kesalahan kecil saja, mereka mengurung Adriana selama sekiranya 4 atau 5 jam dan tidak memberinya makan. Sungguh ironi sekali, dapat di bilang keluarga Adriana adalah keluarga yang cukup psikopat.
Nama Adriana yang berarti kegelapan, dan Alaqua yang berarti manis mengartikan bahwa. masa lalu ataupun masa depan Adriana hanya akan di kelilingi oleh kegelapan abadi yang sangat manis.
Bahkan dalam namanya tidak ada nama marga keluarga. Nama itu juga bukan di berikan tanpa sebab, ayah dan ibu Adriana melakukan sebuah hubungan saat ayah Adriana mabuk.
Wanita yang melahirkan Adriana pun di hukum mati padahal itu bukan kesalahannya sama sekali. Tapi sebelum tiada, ibu Adriana meminta satu hal kepada ayah Adriana untuk merawat anak mereka dengan baik.
Walaupun dengan hati kesal dan geram mendengar permintaan itu, Ayah Adriana menyetujui permintaan ibu kandung Adriana itu. Setelah hal itu, ternyata mereka mengingkari janjinya, Adriana malah di perlakukan lebih buruk dari pada hewan.
"Huh, anak dan ibu sama- sama menyusahkan saja!" Hardik ibu tiri Adriana itu.
"Ma, maafkan saya, sa, saya-"
Plak, satu tangan menampar pipi Adriana, Adriana tersentak dan hanya memegang bekas tamparan itu yang kini mulai memerah sambil menahan tangis.
"Benar- benar tidak berguna! Seharusnya kau pergi saja dari sini atau mati saja sana!" Teriak wanita itu.
Kata- kata wanita itu malah membuat pencerahan bagi Adriana. Adriana pun sedikit tersenyum di sela- sela kesedihannya itu. Wanita di depan Adriana masih geram dan kesal tapi tak di hiraukan oleh Adriana.
"Benar juga! Kenapa aku tidak memikirkannya dari dulu?!" Batin Adriana.
Malam harinya, Adriana memanfaatkan waktu yang sunyi dan sepi itu untuk melarikan diri. Tentu saja sebelum melarikan diri Adriana sudah menyiapkan peralatan dan apa yang ia butuhkan.
Adriana juga sudah memastikan lokasi kemana ia pergi setelah kabur dari 'Neraka' itu. Setelah di rasa perbekalannya cukup, Adriana pergi ke sebelah selatan dari rumahnya.
Di sebelah selatan rumahnya ada kota bernama Reala. Tanpa Adriana sadari, ada orang yang mengamati Adriana dari jendela lantai tiga. Orang itu tersenyum senang sambil membawa segelas wine di tangannya.
"Huh, kenapa dia tidak lari sejak awal? Kalau begini kan bagus." Orang itu tak lain adalah ibu tiri Adriana yang sedang tersenyum bahagia.
[Malam hari pukul 23:33, Reala]
"Akhirnya, setelah sekian lama aku bisa keluar dari tempat busuk itu! Lihat saja, aku akan membuat kalian menyesal!" Ujar Adriana dalam hati sambil tersenyum bangga.
Adriana pun melihat sekeliling mencari tempat untuk tidur. Saat berada di depan sebuah toko roti Adriana melihat kertas yang mencari seorang pegawai entah laki- laki atau perempuan.
Adriana mengetuk pintu toko itu, setelah itu ada seseorang bertubuh besar yang membuka pintu. Jika itu orang lain maka kemungkinan besar dia akan berteriak lalu melarikan diri.
Tapi berbeda jika lawannya adalah Adriana, orang yang sudah merasakan penderitaan dari orang tua dan saudara tirinya. Bagi Adriana ini belum lah menakutkan.
Laki- laki itu tersentak saat yang ia bukakan pintu adalah seorang gadis kecil. Laki- laki di depan Adriana itu mengamati Adriana dengan seksama.
"Apa kau yang mengetuk pintu ku tadi?" Tanya pria itu sedikit menunduk.
"Benar, aku yang mengetuk pintu mu tadi. Karena aku membaca poster kalau kau butuh pegawai." Ujar Adriana dengan wajah datar.
"Jadi kau ingin menjadi pegawai ku? Dan kau tidak takut padaku?" Tanya pria itu memastikan.
"Tidak sama sekali, Pak." Jawab Adriana menatap pria itu dengan serius.
Pria itu masih menatap Adriana menilai seberapa kuat dan berani Adriana untuk bekerja di toko rotinya. Adriana masih diam dan kadang mendengus bosan.
"Baiklah! Kau di terima!" Ujar pria di depannya itu menampilkan senyum yang cukup mengerikan.
"Terima kasih." Balas Adriana singkat.
Pria itupun mengajak Adriana masuk ke toko itu menjelaskan sekaligus mengetes Adriana. Adriana tidak menghiraukan itu dan mengamati dengan sangat serius.
Sampai di depan sebuah ruangan tempat Adriana bekerja, yaitu tempat membuat kue. Pria itu menunjuk seperti menyuruh Adriana menunjukkan kebolehannya dalam memasak.
20 menit kemudian, kue buatan Adriana selesai dan ia persembahkan kepada pria itu. Satu gigitan, dan itu membuat pria di depan Adriana melayang- layang.
"Huwa! Ini enak! Aku memang tidak salah memilih koki baru!" Ujar pria itu memeluk Adriana cukup kuat.
Adriana pun terkejut, dadanya mulai terasa sesak karena eratnya pelukan dari pria bertubuh besar itu.
"Te, terima kasih, tapi tolong lepaskan pelukanmu, sakit." Ujar Adriana berusaha membebaskan diri.
Pria itu tersentak dan langsung melepaskan pelukannya, "Maaf, tadi aku terlalu senang, tolong maafkan kesalahanku tadi." Ujar pria itu.
Adriana sempat terkejut lantaran ini pertama kalinya dia mendapat permintaan maaf dan pujian setelah banyak menderita dan meminta maaf padahal ia tidak melakukan kesalahan apapun di 'Neraka' itu dulu.
"Ti, tidak masalah, jadi, em, kapan aku bisa bekerja?" Tanya Adriana sedikit gugup.
"Besok, besok kau boleh mulai bekerja."
"Se, selain itu, apa kau punya tempat menginap?"
"Ah, kau baru di kota Reala ini ya? Pantas saja, mari, kau bisa tidur di rumahku sampai kau menemukan tempat untuk menginap."
"Te, terima kasih."
"Tidak perlu berterima kasih, oh ya, namaku Nikle, panggil saja aku Paman Nik!"
"Ba, baiklah."
Sesuai perkataan Paman Nik, Adriana tidur di rumahnya. Rumah Paman Nik cukup besar dan tempat tidurnya juga empuk. Adriana merasa dia akan betah di rumah Paman Nik.
"Paman Nik, terima kasih ya!" Ujar ku tersenyum senang.
Paman Nik cuma membalasnya dengan senyuman juga, "Anggaplah seperti rumahmu sendiri ya?" Ujar Paman Nik mengelus kepalaku dengan lembut.
"Iya!" Jawabku dengan antusias.
"Cepatlah tidur, besok akan aku kenalakan dengan yang lainnya."
"Paman Nik, mimpi indah ya."
"Kau juga."
BERSAMBUNG~
Sekedar pemberitahuan, pas Adriana dateng, tokonya itu kosong dan hanya ada Paman Nik di sana sendrian doang.
Keesokan harinya, sesuai yang di sepakati, Adriana mulai bekerja di toko kue itu. Memang awalnya Adriana agak sedikit gugup, tapi pada akhirnya Adriana dapat berdiri dan melangkah dengan percaya diri.
Saat melihat para pekerjanya, ternyata para pekerja itu tidak terlalu buruk. Adriana bahkan terkejut saat pertama kali melihatnya. Kenapa? Karena...
"Apa? Kenapa bos memperkejakan gadis kecil seperti dia?!"
"Benar! Dia itu terlalu imut, lembut, manis, masa anak seperti ini di suruh bekerja keras?!"
"Iya bos, kita kan tidak sekekurangan itu!"
"Ya tuhan bos, apa kau punya hati?!"
"Bos~"
Para pekerja itu menjadi gaduh setelah Adriana masuk. Bahkan sekarang, ada yang memegang kaki dan mencengkram baju Paman Nik tanpa rasa takut sedikit pun.
"Astaga, ternyata tidak seseram yang aku bayangkan." Batin gadis itu dengan tersenyum paksa.
Para pekerja masih berada di posisinya, bertengkar seperti itu hanya untuk, Adriana(?). Bahkan Adriana masih membeku di tempatnya mencerna apa yang terjadi.
"Bos, kenapa kau setega itu?"
"Cukup!"
Paman Nik mengamuk seperti hulk, membuat beberapa pekerjanya terlempar. Untung para pekerja itu tidak terluka serius. Yah, walaupun ada yang sampai sedikit menangis karena kesakitan.
"Apa kau pikir aku ini orang yang bodoh?" Para pekerja mengengguk.
"Ya! Bos adalah orang yang bodoh karena membuat seorang gadis kecil bekerja keras!"
"Astaga, orang ini tidak takut mati apa?" Batin Adriana yang sedari tadi melihat kejadian itu.
Paman Nik hanya menghela napas berat lalu melihat ke arah Adriana. Adriana pun sempat meloncat kaget, tanpa peringatan tiba tiba Paman Nik mendekati Adriana lalu menepuk pundaknya.
"Aku memperkejakan gadis kecil ini, karena aku mengakui kemampuannya!" Ujar Paman Nik dengan yakin dan tegas.
"Tapi, bos, gadis sekecil itu-"
"Tenang saja, aku tidak akan membuat anak ini terlalu bekerja keras." Ujar Paman Nik sambil tersemyum ke Adriana.
Adriana pun mengangguk paham, lalu Adriana tersenyum ke arah semuanya dengan imutnya. Membuat para pekerja itu tersenyum gembira seperti berada di atas awan saat melihat senyum manis Adriana.
"Oh ya, kamu bilang namamu Adriana kan? Perkenalkan ini Rian, orang yang akan membantumu memasak." Ujar Paman Nik menunjuk orang bernama Rian itu.
"Halo Adriana." Ucap pria bernama Rian itu tersenyum manis.
"Ah, jadi orang yang tidak takut mati itu namanya Rian? Tapi kenapa, namanya ada di salah satu huruf namaku ya?" Batin Adriana.
Alasan kenapa nama Rian dan Adriana hampir sama nanti akan ada penjelasannya di chapter Kebenaran.
"Namaku Adriana senang berkenalan denganmu." Ujar Adriana membalas senyum Rian.
Itulah awal perkenalan Adriana dengan para pekerja di toko milik Paman Nik itu. Satu Minggu telah berlalu, tak terasa sekarang seberapa bahagianya hidup Adriana.
Lepas dari bayang- bayang yang mengganggunya, benar benar membuat Adriana bebas.
Suasana Kota Reala itu memang sangat berisik tapi entah kenapa itu membuat Adriana merasa bahwa dia tidak sendirian di dunia yang kejam ini.
"Hei, tolong bersihkan meja nomor Tiga." Ujar Rian menyuruh salah satu pekerja yang sedikit memiliki waktu senggang.
"Aku saja." Ujar Adriana mengajukan diri.
"Oh, baiklah, tolong, ya, Adriana."
"Baik, kakak Rian."
Adriana pun keluar dari dapur membersihkan meja nomor tiga itu. Saat membersihkan meja, Adriana tidak sengaja mendengar pembicaraan dua ibu- ibu di meja seberang.
Ibu- ibu itu membicarakan tentang sekolah penyihir dan kesatria yang sebentar lagi akan memulai jadwal pendaftarannya.
"Apa kau tahu? Sekolah Kesatria Knight terhebat Reala akan segera mengadakan ujian masuknya?"
"Maksudmu sekolah kesatria Knight yang hebat itu?"
"Sekolah kesatria Knight?" Batin Adriana yang mendengar hal itu.
"Iya, aku bermaksud untuk mendaftarkan anak ku kesana. Bagaimana dengan anak mu?"
"Ah, kalau aku sih, lebih memilih sekolah penyihir, Witch."
"Sayang sekali, padahal aku pikir anak ku dan anak mu bisa bersekolah di sekolah yang sama."
"Hahaha, maaf ya."
Adriana sempat terpikir untuk masuk ke salah satu sekolah itu. Tapi dia tahu kalau itu mungkin hanya khayalan biasa saja, tapi ia tetap ingin mencobanya.
Jam bekerja pun selesai, toko roti itu di tutup dan Adriana pulang bersama Paman Nik. Tentu saja karena Adriana menginap di rumah Paman Nik.
Di tengah perjalanan malam itu, Paman Nik terus menatap Adriana sedikit sayu. Adriana pun menatap paman berbadan besar berambut orange dengan mata merah itu.
"Paman, ada apa?"
"Adriana, apa kau mau masuk ke sekolah sekolah itu?"
Adriana mengangkat satu alisnya setelah itu membalikkan wajah terus berpikir. Paman berbadan kekar di samping Adriana masih setia menunggu jawaban.
"Iya paman, tapi itu mungkin hanya khayalan ku semata saja."
"Kalau begitu, bagaimana jika aku membantumu?"
Dengan cepat Adriana menatap paman berambut orange itu. Paman Nik tersenyum lembut, tahu kalau Adriana memang sangat menginginkannya.
"Sungguh?" Mata Adriana berbinar- binar.
"Iya, lagi pula aku juga sudah menganggap mu sebagai anak paman sendiri."
"Terima kasih paman!"
Adriana memeluk Paman Nik sangat erat dengan senyum manis terukir di wajahnya. Paman Nik hanya mengelus kepala Adriana dengan lembut lalu berlutut menyesuaikan tubuhnya dengan tubuh Adriana.
"Tidak perlu sungkan, belajarlah yang tekun, ya. Jangan kecewakan aku." Ujar Paman Nik menepuk pundak Adriana.
"Iya, aku pasti tidak akan mengecewakan paman!" Ujar Adriana dengan bersemangat.
Senyum terukir di wajah keduanya, tapi selang beberapa lama senyum di wajah Paman Nik mulai menghilang entah kenapa.
Dengan cepat Paman Nik berdiri lalu menggangdeng tangan Adriana menyisakan berjuta tanda tanya di kepala Adriana.
Sampai di rumah, Adriana duduk di sofa terus mengamati gerak- gerik Paman Nik yang terlihat sedih. Hati Adriana seperti tersayat saat melihat wajah Paman Nik yang sedih itu.
"Paman, ada apa? Kenapa Paman sangat sedih?" Tanya Adriana khawatir.
"Hm? Tidak apa- apa." Ujar Paman Nik lalu masuk ke kamar.
"Ini mungkin tidak sopan, tapi rasa penasaran semakin menghantui ku!" Batin Adriana.
Karena penasaran bercampur khawatir, Adriana membuka pintu kamar Paman Nik dan tidak mengetuk pintu terlebih dahulu. Terlihat wajah sedih terlukis di wajah Paman Nik saat ini.
"Kenapa kau diam saja di sana? Ayo kemari." Ujar Paman Nik yang sepertinya sudah mengetahui kedatangan Adriana dari tadi.
Adriana pun mulai ragu- ragu untuk masuk tapi pada akhirnya Adriana pun masuk ke dalam kamar Paman Nik dengan raut wajah sedikit ketakutan.
"Ma, maaf, aku tidak bermaksud lancang tapi-"
"Tidak apa apa." Ujar Paman Nik tersenyum menyembunyikan kesedihannya.
"Paman, jika ada masalah, aku mohon beritahu aku sekarang juga."
Paman terdiam sebentar, "I, ini mungkin agak sedikit egois tapi, bisakah, bisakah kau jangan memanggilku Paman?"
"Ya?" Adriana sedikit kebingungan akan perkataan Paman Nik itu.
"Maksudku, pa, panggil aku ayah!" Ucap laki- laki berambut orange itu sedikit malu malu.
Adriana terkejut dan terlihat dengan jelas menahan tertawanya. Walau sudah di tahan pun Adriana malah tertawa terbahak bahak. Membuat laki laki itu mulai gelagapan dan pipinya tambah merona.
"Cuma itu saja?" Laki laki itu mengangguk.
"Baiklah kalau begitu, ayah!" Adriana tersenyum sangat menawan membuat jantung laki- laki yang di panggil ayah itu berdegup kencang.
BERSAMBUNG~
Laki laki itu segera memeluk erat Adriana dengan sangat erat. Membuat Adriana tidak dapat bernapas untuk ke dua kalinya. Tapi kali ini, Adriana tidak menghentikannya dan malah membalas pelukan hangat itu.
"Baiklah, kalau begitu, mulai hari ini, kamu adalah anak ku!" Ujar laki laki itu dengan sangat bersemangat.
"Iya, Ayah Nik!"
"Akhirnya, AKHIRNYA AKU PUNYA ANAK! DENGARLAH AKU SELURUH DUNIA!" Teriak Ayah Nik sangat keras sampai membangunkan para tetangga.
"Astaga, kalau aku jadi tetangganya aku pasti akan menutup pintu rapat rapat." Batin Adriana sambil menyuruh 'ayah' nya itu tutup mulut.
Pagi harinya pukul 05:46 seorang laki laki terus tersenyum senang di sepanjamg jalan, menebar tanda tanya di mata semua orang termasuk pekerjanya. Siapa lagi kalau bukan 'ayah' baru Adriana.
Tapi sepertinya, Adriana tidam memikirkan hal iti sama sekali. Dia malah ikutan tersenyum di sepanjang perjalanan. Saat sampai di toko, brak, laki laki itu membuka pintu dengan cukup keras.
Membuat para pekerja di sana terkejut, laki laki itu tidak berhenti tersenyum. Membuat beberapa orang bergidik ngeri bahkan ada yang sampai merinding ketakutan.
Kunci toko rotinya itu ada 2 satu di tangan ayahnya Adriana satunya lagi di pegang Rian. Terus Rian duluan berangkat jadi semuanya udah siap- siap di sana.
"Hei, bos, kenapa kau terus tersenyum? Ada berita bahagian apa?" Tanya Rian satu satunya orang yang tidak takut di pukul ataupun mati.
"Ekhem, hari ini aku perkenalkan dengan bangga, anakku, Adriana Alaqua!" Sambil mendorong Adriana untuk maju.
Orang orang masih terdiam mencerna perkataan Bos gila mereka itu. Sampai saat mereka mengerti.
"Ha?!"
Semuanya berteriak terkejut sampai ada yang tidak sengaja menjatuhkan loyang yang habis di cuci. Prang, membuat orang orang yang sempat membeku kembali sadar.
"A, apa? Anak?" Tanya Rian terkejut.
"Benar!" Jawab ayah Adriana itu dengan tegas dan yakin.
"Bos, apa kau sedang demam?" Tanya Rian sambil mengecek suhu badan Ayah Nik.
"Hei, apa kau pikir aku ini sudah gila?"
"Tentu saja, memangnya Adriana menyetujuinya?"
"Astaga, kaka Rian, kau benar benar cari mati ya." Batin Adriana mengalihkan pandangan.
Ayah Nik mulai mengepalkan tangan bersiap memukul Rian dengan satu tangannya. Beruntung, sebelum tangan itu meluncur Adriana sempat memghentikannya.
Jika tidak, maka wajah tampan Rian akan hancur saat itu juga. Rian pun mengambil langkah seribu dan berdiri di belakang meja dapur, jaraknya dengan Ayah Adriana sekarang sekitar 1 meter.
"Ayah, sudahlah, jangan buang buang waktu dan tenaga kita. Baiklah semuanya, mari kita mulai bekerja!"
Adriana memunculkan aura kemandirian dan aura yang membuat semua orang takjub. Ayah Adriana menarik baju Adriana dengan sikap seperti seekor anak anjing.
"Adriana, tadi ayah di bilang gila karena mengaku ngaku kamu adalah anak ku. Sekarang kau harus membantuku." Ujar Ayah Adriana melebarkan matanya penuh harapan.
Ayah Nik ini beda dari ayah- ayah lainnya, biasanya anak yang akan ngadu. Tapi, gara- gara dia baru pertama kali punya anak, jadi agak lebay gitu.
"Haha, iya, kamu memang ayahku, ayahku yang terbaik!" Ujar Adriana menepuk nepuk pundak ayahnya itu.
Para pekerja terkejut setengah mati, dan ayah Adriana itu menampilkan senyum kemenangan dan mengangkat alisnya seperti berkata, 'Benarkan apa yang aku katakan?'
"Ja, jadi itu, benar?" Tanya Ria sedikit tergagap gagap karena tidak percaya.
Adriana mengangguk, di tempat itu Rian membatu dan hampir pingsan setelah mendengar kabar itu.
"Hah, kenapa? Kenapa?" Ucap Rian dengan unsur lebay lebay gitu.
"Hump, memangnya kenapa? Mulai sekarang, jangan dekat dekat dengan putriku paham?!" Ujar Ayah Adriana dengan tatapan mengerikan.
"Huh." Rian cuma mendengus sebal dengan wajah cemberut.
Adriana pun cuma menganggap hal itu sebagai angin dan melanjutkan pekerjaannya sebagai koki kecil di toko roti itu.
Walaupun terlihat kalem dan pendiam tapi, di belakangnya ternyata sangat. Ya, malam harinya di kamar Adriana yang di terangi sinar rembulan yang indah.
"Wah, malu banget!" Adriana berguling guling di kasurnya lalu tiba tiba berdiri, "kira kira ayah mendengarnya tidak, ya? Tau lah bodo!" Adriana kembali melanjutkan guling gulingnya tadi.
Setelah di rasa cukup puas guling gulingnya, Adriana pun duduk lalu berpikir serius mengenai sekolah yang akan ia pilih nanti. Walaupun sekolah Knight ataupun Witch tidak meminta biaya masuk.
Untunglah kedua sekolah itu cuma mementingkan kemampuan orang itu. Tapi, pelatihan dan ujian masuknya cukup ketat.
"Aku, aku juga tidak mungkin datang ke sekolah itu dengan wajah perempuan! Tidak, tidak boleh, kemungkinan juga, Lea akan masuk ke salah satu sekolah itu."
Lea adalah nama saudara tiri Adriana dan ia sangat membenci Adriana. Dia bahkan juga ikut dalam serta dalam rangka menyiksa Adriana mental maupun fisik.
Adriana menghela napas berat dan membenamkan wajahnya dalam bantal dengan wajah cemberut.
"Ah, aku tahu, pakai cara itu saja!" Tiba tiba sebuah ide muncul di kepala Adriana.
Keesokan harinya, Adriana sengaja menyuruh ayahnya itu pergi duluan lantaran Adriana ingin melakukan sesuatu. Ayah Adriana pun menyetujuinya dan pergi berangkat kerja duluan.
Saat berjalan keluar dari rumahnya, setiap orang terutama para gadis melihatnya dengan tatapan takjub. Ada yang melongo ada yang menjatuhkan barang, bahkan ada yang sampai pingsan.
Benar benar membuat mereka terkejut, sepanjamg jalan gadis gadis itu diam diam mengikuti Adriana. Adriana pun berbalik sambil tersenyum lalu melanjutkan perjalanannya.
"Siapa laki laki tampan itu?"
"Astaga dia tampan sekali!"
"Astaga jodohku, kenapa kamu keluar? Jadi banyak yang naksir kan."
"Kepedean mbak, siapa juga jodoh mbak?" Batin Adriana sedikit tersenyum geli.
Tapi senyuman itu malah membuat orang orang semakin menyukai Adriana dan bertambah banyak. Adriana pun terlejut saat melihat banyak rombongan yang mengikutinya.
"Astaga! Apa ini adalah ide buruk?" Batin Adriana mulai waspada.
Adriana pun berlari sampai ke toko roti milik ayahnya. Adriana lalu membuka pintu cukup kencang dan mengagetkan semua orang yang ada di sana.
Adriana melihat ke belakang, ternyata mereka masih mengejar Adriana. Dengan cepat Adriana masuk ke ruang dapur dan menutup pintunya sedikit terengah engah.
"Huft, hampir saja!"
Sring, tiba tiba ada yang mengarahkan pedang ke dekat leher Adriana. Adriana menelan salivanya bergidik ngeri melihat sikap yang tidak pernah ia lihat dari ayah tersayangnya itu.
"Siapa kau? Apa kau pencuri?!"
Pria itu semakin mendekatkan pedangnya ke arah leher Adriana. Tapi Adriana hanya diam saja karena masih ketakutan. Kesal menunggu jawaban, ayah Adriana itu menggoreskan sedikit pedangnya dan membuat luka di leher Adriana.
Walau tidak terlalu dalam dan cenderung hanya luka ringan. Tapi itu adalah sesuatu yang terlihat sangat menyeramkan bagi Adriana.
"Aw, sakit!" Batin Adriana meringis kesakitan.
"Jawab aku, siapa kamu?!" Ayah Adriana mengeluarkan aura seram.
"Ayah, ini aku, Adriana!" Ujar Adriana membiat ayahnya itu melompat terkejut begitupun yang lainnya.
BERSAMBUNG~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!