NovelToon NovelToon

My Arrogant Big Boss

Episode 1

prolog:

LANGIT hari ini sangat  cerah dengan gumpalan awan putih menghiasi birunya langit. Di tanah pemakaman umum, seorang wanita berpakaian serba hitam melangkah menyusuri kuburan yang tertata rapi sambil membawa dua ikat bunga mawar putih ditangan. Tiba-tiba dia berhenti, ternyata dia sudah sampai. Dua makam besar di depan, tanah cokelat ditumbuhi rumput hijau dengan bunga layu diatasnya. Lama sekali dia tidak berkunjung, karena kesibukan pekerjaan juga masalah yang tak habis-habisnya datang mengacaukan pikirannya. Sekarang semuanya sudah terselesaikan. Dia berjongkok.

"Ayah... Ibu, lihat. Aku membawakan bunga kesukaan kalian! Kalian pasti sangat senang,"Dia bergumam sendiri. Dua ikat bunga mawar putih itu diletakkan dimasing-masing kuburan.

"Maaf, aku jarang mengunjungi kalian."Dia mengusap batu nisan, rindu satu kata yang menggambarkan keadaan saat ini. Dia merindukan dua sosok jagoan hebat di hidupnya yang telah berpulang 15 tahun lalu. Memori kebersamaan mereka melintas di otaknya, tangis dan tawa itulah yang paling dia rindukan. Hanya kenangan mereka yang bisa dia ingat.

"Ayah... Ibu, kalian sedang apa sekarang. Kalian pasti sangat bahagia di sana."Tatapannya menjadi sendu. Tapi dia berusaha tegar untuk tidak larut dalam kesedihan, mereka tidak menginginkan anaknya menjadi sangat cengeng.

"Kalian pasti sangat senang mengetahui aku bukan lagi anak kecil yang cengeng. Aku sudah tumbuh dewasa dan menjadi sangat kuat. Itu semua berkat kalian, terimakasih.. telah mengajarkan pentingnya arti hidup padaku."

Dia tidak seperti dulu lagi, apabila datang berkunjung pasti ketakutan dan menangis.  Karena kecelakaan itu terjadi didepan matanya sendiri yang membuatnya trauma, apalagi saat itu usia baru delapan tahun. Sejak hari itu dia menjadi anak yatim-piatu dan tinggal bersama kakeknya.

Sudah hampir tiga puluh menit dia bersimpuh di samping makan kedua orangtuanya. Mengajak mereka mengobrol, menceritakan kehidupannya kini.

"Kalian tidak perlu khawatir lagi, aku sudah memiliki kehidupan yang bahagia. Banyak sekali orang-orang baik di sekelilingku, ayah.. ibu. Mereka sangat menyayangi ku."ujarnya.

Cuaca memang tidak ada yang bisa memprediksi, tadi cerah sekarang langit tampak mendung. Matahari tertutupi seakan-akan dimakan oleh awan hitam. Tes! Tes! Tes! Bulir air hujan turun dari langit membasahi tanah pemakaman.

"Ayo, kita pulang. Sebentar lagi hujan akan semakin deras."Seorang lelaki tampan menyentuh bahunya.

Wanita itu mengangguk.

"Ayah, ibu, aku sayang kalian."Dia kembali mengusap batu nisan, lalu mulai bangkit.

"Ayo."Lelaki itu mengulurkan tangan. Si wanita tersenyum.

"Ayah.. ibu, lihat. Aku sangat bahagia sekarang. Aku memiliki seseorang yang sangat berharga di hidupku. Kami pasangan serasi, bukan. Dia orang kedua yang ingin membuat aku bahagia. Aku sangat senang disampingnya, dia memberiku keamanan hingga membuat aku lupa akan kesedihan. Dia segalanya bagiku, dia duniaku. Aku ingin merajut cinta dan kasih sayang bersamanya. Semoga kalian merestui keputusanku."

Mereka mulai melangkah dengan bergandengan tangan meninggalkan tanah pemakaman.

...****************...

...💜happy reading💜...

“Aaaaaa! Gawat! Gawat!”

Pintu kamar dibuka kasar oleh seorang wanita. Perempuan yang kira-kira berusia 22 tahun berjalan terburu-buru menuruni tangga ketika melihat jarum jam yang menunjukkan pukul 07:00 waktu setempat. Pasalnya pagi ini Rara Raditya atau Ara ada panggilan interview kerja di salah satu perusahaan ternama setelah beberapa bulan menganggur di rumah. Dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan berharga ini.

“Ada apa, Ra?"

Bahkan pertanyaan yang terlontar dari mulut seorang lelaki tua yang duduk dekat jendela membaca koran-menikmati semilir angin pagi yang masuk melalui celah jendela tidak direspon olehnya. Wanita berkacamata dengan rambut dikepang sibuk mencari sepasang high heels yang akan dikenakan untuk wawancara.

“Jangan buru-buru nanti nggak kelihatan sepatunya,"Celoteh lelaki tua yang tak lain adalah Kakeknya Ara, Rachmat Raditya itulah namanya. Lelaki yang sudah berusia setengah abad lebih itu memiliki kebiasaan unik, sebelum meminum tehnya dia terlebih dahulu menghirup aromanya. Baginya aroma teh membuat suasana hati dan pikirannya menjadi lebih tenang.

“Ahh! Semakin hari teh ini memiliki rasa yang berbeda-beda.”

Ara sontak menoleh. Kalimat kakek dimaksudkan untuknya yang terlihat berbeda pagi ini.

“Memberikan sesuatu yang berbeda itu jauh lebih baik daripada harus berkutat yang itu-itu saja. Bener gak, kek?”

“Ahahaha... Kau ini sudah pandai membuat kata-kata.”Kakek terbahak.

Ara kemudian berjalan menghampiri. “Siapa dulu gurunya, kalo bukan si jenius tua yang imut.”

Kakek terkekeh.

“Aku serius, kakek adalah guru hebat yang aku punya. Selain hebat kakek juga sangat bijaksana.”

“Sudahlah, jangan memuji kakek mulu nggak ada uang receh.”

“Yang besar juga gak apa-apa, kek?”Ara tertawa renyah.

“Hahaha... Kau ini. Ngomong-ngomong pagi ini cucu kakek mau kemana? Pakaian rapi, pakai high heels juga nggak biasanya.”Kakek melihat dari atas sampai bawah.

“Tapi aku cantik kan?”

Kakek mengangguk. “Cantik. Bahkan sangat cantik.”

Wajah Ara memerah di 'tembak' seperti itu. Dia tersipu malu. “Kakek, ih, aku jadi malu.”

“Kakek tidak berbohong, kau sangat cantik. Bahkan...”Tatapan kakek menjadi sendu.

“Bahkan, apa kakek?”

Kakek tersadar. Dia tersenyum lembut. “Tidak apa-apa. Sudah berangkat sana, nanti terlambat.”

Ara mengangguk. “Baiklah. Doakan Ara, semoga tidak ada halangan dan berhasil lulus tes.”

“Kakek selalu mendoakan mu.”

Ara mencium punggung tangan kakek. Sehabis itu, dia mulai berjalan keluar rumah. Sepasang mata kakek belum lepas memandang Ara yang berjalan di depan rumah dan melambaikan tangan kepadanya. Kakek tersenyum senang, sesuatu yang hilang dari sosok Ara perlahan-lahan mulai kembali lagi.

“Kalian jangan khawatir, dia tidak seperti dulu lagi.”Kakek bergumam sendiri.

-0oo0-

“Duh, jangan sampai telat, nih!”Gumam Ara. Dia sangat menyesal waktu malam tidur di atas jam sebelas padahal sudah menyetel alarm tapi tetap saja Ara masih kesiangan mungkin saking ngantuknya.

Untung saja jarak antara jalan raya dengan rumahnya tidak terlalu jauh hanya membutuhkan 10 menit untuk sampai. Saat tengah menunggu bus angkutan umum di halte, sebuah mobil berhenti didepannya. Ara refleks melihat. Mobil berwarna merah atapnya terbuka tampak sengaja berhenti di sana. Ada dua orang berbeda jenis kelamin di dalamnya, Sepertinya mereka sepasang kekasih.

Awalnya Ara tidak menyadari sosok lelaki dalam mobil namun saat dia lihat secara saksama, Ara tertegun. Lelaki yang berduaan dengan seorang wanita di mobil itu adalah mantannya saat masih kuliah dulu, namanya Redy Alamsyah Gibran, cowok populer di kampus. Ara sangat senang saat Redy mengutarakan perasaannya di depan semua orang, Ara yang naif menerimanya tanpa berpikir panjang lagi.

Satu tahun pacaran, mereka tidak pernah pergi berkencan seperti pasangan pada umumnya. Hal itu menjadi bumerang di hidup Ara. Hingga suatu hari sahabat Ara melihat Redy berkencan dengan teman satu kuliah dan wanita itu adalah orang yang membenci Ara. Ara marah lalu menanyakan mengapa Redy memperlakukan dirinya seperti ini.

Dengan enteng Redy menjawab ‘Hubungan ini tidak nyata, jangan terlalu berharap. Lagipula aku mau berpacaran denganmu karena sebuah permainan saja tidak lebih. So, jangan lupa diri! Kau ini wanita jelek siapa yang mau!’ucapnya kasar.

Ara yang kesal menampar Wajah Redy lalu memutus hubungan. Dia menangis sepanjang jalan ternyata orang yang Ara banggakan berbuat tega dengan mengatakan hubungan mereka hanya sebuah lelucon belaka.

Hati Ara perih mengingat kejadian itu. Dia sempat menyimpan dendam. Namun Ara tersadar. Redy tidak sepenuhnya bersalah dalam kejadian itu, dia juga sama salahnya karena terlalu terbawa suasana. Seharusnya Ara mengartikan sikap Redy padanya. Lelaki populer yang tidak mengenalnya sama sekali datang dan menembaknya di depan umum, tidak akan jauh dari kata taruhan ataupun lelucon semata. Ara menghela nafas.

“Ada apa sayang? Kenapa kita berhenti di sini? Kau mengenal wanita itu?”

Redy tersenyum smirk. “Sepertinya.”

“Kau mengenalnya dimana? Wanita jelek seperti itu apa kau yakin tidak salah mengenal orang?”Cibir si wanita mengejek penampilan Ara.

Ara tidak memperdulikan.

“Kau cemburu?”

Si wanita mencebikkan bibir. Redy tersenyum. “Jangan cemburu, dia hanya orang yang aku kenal saat kuliah dulu. Orang yang mengaku-ngaku sebagai pacarku di depan semua orang.”Redy melihat sejenak pada Ara.

“Benarkan? Memalukan sekali. Lagipula siapa yang menginginkan wanita jelek seperti dia, walaupun ada yang suka pasti mata lelaki itu katarak.”

Redy terbahak. “Kau semakin membuatku menyukaimu.”

Tanpa malu mereka berciuman didepan umum. Minus akhlak. Ara ingin muntah melihat kelakuan mereka. Cih! Wanita itu belum tahu saja siapa lelaki yang dicintainya ini. Selain playboy dia juga terkenal penambur benih. Untung aja Ara segera sadar.

“Kalian berdua jika ingin bermesraan jangan di tempat umum, memalukan sekali.”Celutuk Ara, mengingatkan.

Si wanita melotot tersinggung. “Bilang saja kau iri melihat kemesraan kami, benar 'kan?”

Ara mendengus. “Ck! Kau terlalu percaya diri. Untuk apa aku iri pada kalian minus akhlak.”

Redy tertegun. Sejak kapan Ara fasih dalam menyinggung orang. Dia benar-benar sudah berubah bukan wanita yang lemah lagi. Ternyata benar wanita akan berubah setelah disakiti.

“Kau!”

“Aku tidak salah bicara 'kan. Kalian minim akhlak.”Cibir Ara.

“Aku hampir kaget melihat kau bermulut pedas sekarang.”Sahut Redy menyunggingkan senyum aneh.

“Sayang...”

“Tenang saja. Aku tidak akan mengambil lelakimu itu. Dia tidak jauh berbeda dengan sampah bagiku. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah mengaku-ngaku sebagai pacarmu, mengerti!"Kalimat itu spontan keluar dari hati Ara yang terdalam. Dia pun tak bisa mengontrolnya lagi. Namun setelah mengatakan itu hatinya menjadi sedikit lega. Bus yang Ara tunggu sudah tiba. Tanpa banyak pikir panjang lagi Ara langsung naik bus. Mengoceh dengan mereka membuat Ara sedikit gerah.

Wajah Redy meregang. Tiba-tiba tangannya terkepal kuat. Ara sangat jahat membandingkan dia dengan sampah memang siapa dirinya mengatakan itu? Sialan. Redy melampiaskan emosi dengan memukul setir mobil. Si wanita sampai terlonjat kaget melihat yang dilakukan Redy.

“Lihat saja nanti wanita ******.”

“Sayang...”

Karena masih dalam suasana hati yang buruk. Redy melemparkan tatapan tajam. Wanita ini lama-lama banyak bicara, membuatnya tambah muak.

“Turun.”

“What?”

“Aku bilang turun! Apa kau tuli?!”Bentak Redy murka.

“Why? Tujuan kita masih jauh dari sini. Mengapa aku harus turun?”

“Berisik! Kau ini membuatku jengkel. Cepat turun sebelum aku tendang!”

Si wanita mendengus. Mengambil tasnya lalu turun dan membanting pintu mobil kasar. Mobil Redy langsung melesat pergi meninggalkan wanitanya di tengah jalan.

“Arghh! Ada apa dengan lelaki itu. Dia tega menurunkan aku disini! Semua ini karena wanita jelek itu! Menyebalkan!”Si wanita tak henti-hentinya menghentakkan kaki di aspal. Dia kesal sekali dengan tindakan Redy padanya.

Episode 2

SAMUDRA GROUP, namanya membuat sanubari bergetar seketika. Perusahaan besar yang konon katanya sang pemilik hanya membutuhkan waktu lima tahun untuk membuatnya berjaya sampai detik ini. Perusahaan terbaik dari sepuluh perusahaan di Asia dengan bangunannya modern, bertingkat-tingkat yang pasti pencakar langit. Di usia yang masih muda perusahaan ini sudah memiliki cabang dimana-mana, hebat bukan. Menjadi bagian dari perusahaan ini merupakan anugerah luar biasa. Bahkan yang santer terdengar, dari ribuan orang yang layak melakukan interview hanya beberapa orang saja termasuk dirinya.

Tapi, mereka harus menjalani seleksi ketat lainnya dan yang terpilih pasti satu atau dua orang beruntung saja. Itulah yang membuat Ara nervous.

Jantung Ara berdebar-debar sejak pertama menginjakkan kaki disini. Sekujur tubuhnya terasa dingin. Ara menarik nafas mencoba untuk tidak panik dia harus tenang. Yang membuat Ara panik begitu melihat orang yang habis interview keluar dengan menangis, teriak-teriak tidak jelas, dan marah-marah. Sebenarnya apa yang ditanyakan oleh mereka?

“Rara Raditya, silahkan masuk!”

Deg! Namanya dipanggil. Ara kembali menarik nafas dalam-dalam. Baiklah, dia bergumam. Ara mulai melangkah sepanjang mata memandang banyak sekali Pandang mata menyorot tidak suka. Ara tidak peduli.

Ada tiga orang yang mewawancarai. Satu perempuan dan dua laki-laki.

“Silahkan duduk.”

“Terimakasih.”

Salah satu dari mereka membaca surat lamaran kerja milik Ara. Matanya terbelalak kaget melihat nama universitas yang tercantum di surat lamaran kerja Ara. Yang membuat mereka tambah kaget lagi, nilai akreditas Ara diatas rata-rata bahkan segudang prestasi diborong olehnya. Paket lengkap.  Demi terlihat profesional mereka kembali pada mode wajah serius.

“Kami cukup terpukau melihat skill academic yang kau miliki. Kau sangat berpotensi dan cocok dengan kriteria pekerja yang kami cari. Hanya saja, itu semua tidaklah cukup.”Ara menjadi tegang.

“Kami mencari pekerjaan paket lengkap mulai dari skill, wajah dan juga penampilan. Kau mungkin menang jika berdasarkan skill. Akan tetapi.. kau mengerti kan maksud kami apa?”

Ara mengangguk. Penampilannya tidak terlalu menarik dan dia juga tidak terlalu cantik. Ara tidak memusingkan semua itu, setiap perusahaan memiliki kriteria pekerja masing-masing. Sekarang hanya keberuntungan yang Ara harapkan.

“Kau jangan berkecil hati. Kau beruntung kami menyukaimu saat pertama kali bertemu. Kami akan memberi kesempatan kepadamu dengan syarat kau menjawab pertanyaan dari kami, bagaimana?”

Tentu saja Ara setuju. Itu yang diharapkan. “Terimakasih. Aku tidak akan mengecewakan kalian.”

“Aku menyukai percaya dirimu.”

“Apa kau siap?”

Ara mengangguk.

“Baiklah, ayo kita mulai. Seandainya kau sudah diterima bekerja di sini, disaat perusahaan mewajibkan setiap staf atau karyawan untuk menghadiri rapat umum,  tiba-tiba kau mendapat telepon dari keluargamu yang mengatakan salah satu keluargamu mengalami kecelakaan. Pertanyaannya adalah apa yang akan kau lakukan, tetap mengikuti rapat atau berlari menemui keluargamu yang kecelakaan?”

Ara tertegun. Pertanyaannya ini sangatlah sulit diantara keduanya dia harus memilih salah satu. Ara harus konsentrasi dan memberikan jawaban yang memuaskan dan tepat.

Si wanita yang mengajukan pertanyaan tersenyum tipis. Tidak banyak orang bisa memberikan jawaban yang memuaskan. Mereka terlalu memikirkan emosi semata.

“Menurutmu dia akan memilih apa?”bisik lelaki yang memakai dasi biru garis-garis kepada lelaki di sebelahnya yang tampak berpikir.

“Aku tidak yakin. Pertanyaan yang Rissa lontarkan itu sulit.”

“Benar juga. Rissa memang pantas disebut staf profesional.”

“Sudah jangan berisik. Kita lihat saja apa yang dia pilih.”

Lima menit telah berlalu dan Ara masih belum menjawab pertanyaan tersebut.

“Kau menyerah?”

“Aku tidak memilih keduanya.”

“Jelaskan!”

“Itu hanya perumpamaan saja. Walaupun aku memilih salah satunya menurutku itu tidak adil. Kedua-duanya sangat penting bagiku. Akan tetapi, demi keprofesionalan selaku karyawan disini aku akan mementingkan pekerjaan.”

Mereka terdiam. Raut wajah mereka sama sekali tak terbaca membuatnya sempat menerka-nerka tanggapan mereka. Ara tidak berharap banyak karena keputusan berada di tangan mereka. Setelah larut dalam diam. Wanita yang mengajukan pertanyaan akhirnya membuka suara. Hal itu membuat Ara berdebar-debar.

"So, setelah kami pikir-pikir kami memutuskan..."Rissa menjeda kalimatnya. Ara tambah deg-degan campur aduk.

"... Selamat kau diterima!"Rissa dan rekannya berdiri, lalu mengulurkan tangan.

Ara kaget. Anggota badannya bergetar secara alami. "Aku... Aku diterima..?"

Mereka mengangguk.

Aaaaaaa! Ingin rasanya Ara berteriak saking kagetnya. Dia lantas menjabat tangan mereka. Akhirnya mimpi Ara untuk bergabung disini terwujud.

-0oo0-

"Kakek, aku pulang."

Ara masuk rumah. Meletakkan sepatu ke rak sepatu. Sepasang matanya ia edarkan ke sekeliling rumah, tapi tidak mendapati sosok kakek. Mungkin kakek berada di kamar makanya nggak jawab ucapan Ara. Lantas dia berjalan untuk mencarinya. Derap langkah Ara berhenti di depan pintu kamar kakek.

Tokk! Tokk! Tokk! Ara mengetuk pintunya.

"Kek? Kakek? Ada di dalam, ya?"Akan tetapi tidak ada sahutan dari dalam. Ia mengerutkan kening, biasanya kakek selalu menjawab. Pasti orang tua itu sedang tidur. Ara mengangguk pelan. "Kakek nggak jawab, aku masuk nih. Masuk ya..? Yaudahlh masuk."

Saat sudah dibuka pintunya Ara tidak melihat kakek di kamar, kamar itu kosong melompong kayak kartu rekening Ara sekarang.

"Ke mana perginya kakek? Di kamar nggak ada. Ah...!"

Ara langsung keluar. Kini dia berjalan menuju halaman belakang dan sialnya kakek tidak ada, begitu juga di ruang lainnya. Ara menggaruk pipi, bingung mencari kakek. Tiba-tiba matanya melotot sempurna.

"Jangan-jangan.. kakek keluar rumah dan tersesat..?! Akh!"

Ara menepuk dahi. Kakeknya ini kalo sudah pergi keluar rumah dan berjalan-jalan di sekitar pasti tidak balik lagi dikarenakan penyakit pikun yang sudah menjamur mengingat usianya sudah tua yang akibatnya lupa jalan pulang. Nah, sekarang Ara harus mencarinya dan tidak ingin sesuatu terjadi padanya.

Ara keliling sekitar kompleks. Kadangkala dia bertanya pada orang yang ditemuinya siapa tahu saja melihat kakek.

"Maaf, Tante, lihat kakek aku tidak?"

"Pak Rachmat? Tante nggak liat tuh. Emang nggak bilang mau pergi kemana?"ujar wanita paruh baya itu.

"Nah, justru itu! Ara nggak tau soalnya Ara baru pulang."keluh Ara.

"Oh, begitu ya."

"Ya, sudah, Tante aku mau cari kakek dulu. Terimakasih."

"Iya, iya, kalo Tante melihat kakekmu nanti Tante kasih tau kamu."

"Makasih, Tante!"

Wanita paruh baya itu menatap punggung Ara yang semakin menjauh. Dia tersenyum perlahan-lahan menggelengkan kepala pelan, lalu pergi. Komplek tempat tinggalnya ini banyak sekali gang bisa membuat orang kebingungan. Bahkan orang lama pun kadang kali suka tersesat, dia cemas kakek tersesat. Syukur-syukur bertemu orang baik yang mau mengantarkan kakek. Ara berhenti. Nafasnya terengah-engah. Dia menghirup udara guna menetralkan nafasnya.

"Udah sejauh ini masih juga belum bertemu kakek. Sebenarnya kakek dimana sih. Semoga saja kakek baik-baik saja."

Ara menengok ke arah barat. Ia berkerut kening. Tujuan meter didepan ada lelaki tua sedang duduk di kursi taman melihat kearah lain. Bola mata Ara melebar sempurna.

"Sepertinya itu kakek! KAKEKKK!"

Ara berlari menghampiri lelaki tua tersebut dan langsung memegang bahunya. Dia menoleh. Ternyata benar lelaki tua itu adalah Kakeknya.

"Kakek sedang apa disini? Aku dari tadi nyariin Kakek. Kakek tau seberapa khawatirnya aku mengetahui kakek tidak ada di rumah. Aku sampai keliling dan bertanya kepada orang-orang, aku takut kakek kenapa-kenapa,"ucap Ara cemas. Menatap kakek dari atas sampai bawah.

Kakek terkekeh. "Kakek baik-baik saja jangan khawatir."

Ara mendengus. "Bagaimana aku tidak khawatir, kakek pergi dari rumah tanpa mengabari aku. Untungnya aku pulang cepat."

Kakek terbengong melihat Ara mengomelinya.

"Pokoknya aku nggak mau tahu lagi kakek pergi dari rumah tanpa memberi tahu aku.. aku takut terjadi sesuatu sama kakek. Nanti kakek diculik gimana coba? Terus penculiknya minta tebusan gimana? Kan aku pusing sendiri nantinya."Oceh Ara panjang lebar ditambah ekspresi menggemaskan membuat siapa saja mungkin akan tertawa melihatnya.

"Iya, iya, Ara memang terbaik. Lihatlah kakek baik-baik saja kan? Tidak ada yang terluka sama sekali."ujar kakek meyakinkan Ara.

"Pokoknya Ara marah."Ara merajuk.

Kakek menggeleng sambil tersenyum lembut. Lalu mengelus rambut Ara dan berucap; "Kakek minta maaf, jangan marah lagi ya?"

Ara mengerucutkan bibir. Apabila kakeknya sudah membujuknya dia tidak bisa apa-apa selain tidak marah lagi.

"Kali ini Ara maafin kakek, tapi lain kali jangan harap."

"Baiklah, baiklah."

Saking sibuk mengomeli kakek Ara sampai tidak sadar ada orang lain yang berdiri tepat di sebelah Kakek yang sedari diam-diam tertawa pelan melihat cara dia memarahi kakek seperti seorang ibu mengetahui anaknya main hujan-hujanan. Lelaki jangkung itu berdehem. Mereka tergugah. Ara menyipitkan mata. Pemuda ganteng darimana ini? Tampaknya usianya masih muda. Pakaian rapi, jam tangan mahal, serta gesture wibawa tampaknya orang ini bukan sembarang orang. Jika Ara tidak salah menduga dia pasti seorang pengusaha atau selebritis. Ara mengangguk-angguk pelan. Inilah kelebihan Ara menilai sesuatu begitu melihatnya.

"Kau siapa?"

Kakek menengahi. "Oh ya, Ara, kakek sampai lupa memberitahumu siapa pemuda ini. Habisnya kau tidak memberikan kakek kesempatan untuk bicara sih."

Ara mendelik. "Itu salah kakek."

"Sudahlah. Nak Arkan, ini Ara, cucu kakek."kakek memperkenalkan Ara kepada lelaki yang bernama Arkan ini. Lelaki itu tersenyum tipis. "Untunglah kakek bertemu nak Arkan yang baik ini. Jika tidak, mungkin beda ceritanya."

"Ah, kakek tidak perlu memuji. Aku kebetulan lewat saja."

Ara memberi tatapan intensif. Dari cara dia bicara dan tertawa? Umm, sangat mencurigakan. Aku harus berhati-hati.

"Ahahaha, nak Arkan terlalu merendah. Memang benar nak Arkan ini pemuda yang sangat baik dan juga tampan benar tidak Ara?"Kakek menoleh ke arah Ara.

Ara tertegun. Nah! Nah! Ada apa ini. Kenapa harus meminta jawaban padanya. Semua orang yang melihat juga pasti akan mengatakan dia tampan, tampan dan ganteng. Kakek menyenggol lengan Ara lalu tertawa garing.

"Ah, iya.. tampan."

"Hahaha, kakek dan nona Ara bisa saja memujinya. Tapi terimakasih lho."

Ara terdiam sambil membatin sedangkan kakek sudah seperti penjilat saja dengan mengangkat-ngangkatnya menggunakan pujian super pupuk.

"O...ya, kakek tadi aku membelikan mu minum."Pemuda ini memberikan kantong berisi minuman.

"Ah! Tidak perlu repot-repot. Tapi nak Arkan sudah membelikannya sudah sepatutnya kakek menerimanya."Sahut kakek tidak tahu malu. Saat hendak mengambil bungkusan minuman tersebut tiba-tiba suara Ara terdengar.

"Tunggu dulu. Minuman apa ini?!"Ara merebutnya dan langsung mengeceknya. Minuman dengan pemanis buatan.

"Ara!"

"Tidak boleh. Kakek tidak boleh meminum minuman dengan pemanis buatan karena tidak baik untuk kesehatannya. Tolong ambil lagi."Ara menyerahkan. Pemuda itu terdiam.

"Ah, maaf, aku tidak tahu."

"Ara jangan terlalu kasar."ucap Kakek menegurnya tapi sayang Ara tidak menggubrisnya.

"Aku akan membawa kakek pulang, terimakasih kasih kau sudah menjaganya. Selamat tinggal."Kata Ara berterimakasih. "Ayo, kakek."

"Nak Arkan jangan diambil hati perkataan Ara barusan ya. Dia sebenarnya wanita baik, itu semua karena terlalu khawatir padaku."Kakek Memberi pengertian kepada sang pemuda.

"Tidak apa-apa. Wajah nona Ara mengatakan itu. Aku yang terlalu gegabah."

"Kau lelaki baik. Ya sudah, kami pulang. Selamat tinggal."

Arkan mengangguk. Kakek segera menyusul Ara tiga meter didepan.

"Apa yang kakek bicarakan?"

"Bukan apa-apa."ucap Kakek dingin.

"Mengapa ucapan kakek terdengar seperti sedang marah padaku?"gumam Ara. Dia menghela nafas, mengejar langkah kakek lalu menuntunnya meskipun kakek kadang menolak.

Sementara pemuda itu belum mengalihkan pandangan matanya pada mereka berdua. Tiba-tiba dia tersenyum aneh.

"Menarik."

Episode 3

Kring.... Kring....

Alarm berbunyi nyaring, menandakan pergantian antara zona nyaman ke zona aktivitas. Membangunkan semua mahkluk yang berada di bumi.

"Hoamm"Ara membuka matanya. ia sengaja memasang alarm sepagi ini, dikarenakan hari ini hari dimana ia akan memulai masuk dunia kerja.

Ara bangkit dari kasur, lalu mengikat sembarang rambutnya. Dia melangkah mendekati jendela kamar dan dibukanya. Ara Menghirup udara pagi yang segar dan sejuk.

"Kenikmatan dunia"

Setelah itu Ara berlalu meninggalkan kamar dan kini ia berada di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Dan saat masakan Ara matang, Ara menyajikannya di meja makan. kakek menghampiri dimana Ara berada, diperhatikannya gadis itu seraya menyunggikan senyuman tipis.

Jika dilihat-lihat Ara semakin mirip saja dengan sang ibu. Mulai dari wajah dan ketelatenannya dalam mengerjakan sesuatu.

"Selamat pagi, kakek"sapa Ara dengan tersenyum.

"Ayo kakek, duduklah ... Ara mau pergi mandi dulu"pinta Ara seraya menarik kursi dan mempersilahkan kakek untuk duduk. Kakek pun dengan senang hati mengiyakan Ara dan langsung mendudukkan tubuhnya di kursi tersebut.

"Kakek sarapan duluan saja dan ini obatnya, jangan lupa di minum seusai makan. Oke!"

"Iya cucuku tersayang."dilihatnya macam-macam bentuk obat yang membuat kakek meneguk ludahnya sendiri dan menggidik ngeri.

Hampir setiap waktu ia harus meminum jenis obat-obatan dari dokter. Kakek sudah lelah, tetapi semangat yang diberikan Ara membuat kakek yakin penyakitnya akan segera sembuh.

"Awas saja kalau Ara lihat obatnya belum di minum."sahut Ara dengan tegas, dan berlalu meninggalkan meja makan.

Beberapa saat kemudian, Ara turun dengan pakaian rapi. Penampilannya kali ini membuat Ara terlihat dewasa dan juga cantik. Dia duduk di kursi makan untuk sarapan sedangkan kakek duduk di ruang tamu membaca koran pagi ini.

"Kakek obatnya sudah diminum?"

Kakek menoleh. "Jangan khawatir, udah kok."

"Oh ya?"

"Ya sudah kalo nggak percaya, jangan tanya."

"Percaya kok."ucap Ara sembari memasukkan sesendok makan ke mulut.

Kakek hanya memutar bola mata jengah lalu menatap koran lagi.

Seusai sarapan, Ara pamit kepada kakek. Sebenarnya Ara telah berbohong kepada kakek soal bekerja di mana. Karena Ara tahu jika ia berkata jujur akan bekerja di perusahaan SG pastinya kakek akan melarangnya. Ia juga tidak tahu alasan kakek melarang bekerja di perusahaan tersebut padahal gaji disana sangat besar dan menggiurkan. Karena Ara sangat membutuhkan uang, makanya Ara menerima tawaran bekerja disana, terlebih lagi itu adalah rekomendasi para dosen. Sayang bukan, jika Ara menyia-nyiakan kesempatan itu. Urusan dengan kakek nanti dia akan memikirkannya.

 Pagi ini Ara pergi dengan ojek online jika ia menunggu bus atau angkutan umum lainnya kemungkinan Ara akan datang terlambat. Hari pertama kerja tidak boleh membuat kesalahan ralat seterusnya karena perusahaan ini tidak menerima toleransi. Itulah yang membuat Ara tertantang bekerja di sini.

Sesampainya...

"Terima kasih mbak, jangan lupa kasih bintang lima."teriak sang driver ojek online.

"Oke."

Ara menghela nafas lega. Untung saja masih banyak waktu. Ia pun mulai melangkahkan kakinya dengan wajah seceria mungkin dan terus mengembangkan senyumnya. Entah mengapa energi disini membuat suasana hati Ara seperti damai. Sepertinya bukan itu deh, energi yang membuatnya bersemangat adalah gajinya, hahaha!

Sebuah mobil berwarna hitam mengkilap berjalan memasuki area perkantoran, entah Ara yang terlalu bersemangat atau lengah sampai tidak menyadari kedatangan mobil tersebut. Ara terkejut! Untung saja kakinya cepat mengerem saat mobil itu melihat di depannya. Jantung Ara berdegup kencang. Angin yang dibawa mobil itu membuat rambutnya beriap-riap terbawa angin.

Astagfirullah! Ngagetin aja ...

Kini tatapannya tertuju kepada mobil yang hampir menabraknya berhenti di parkiran VVIP. Pintunya terbuka, seorang lelaki berwajah ganteng dengan setelah jas warna biru Dongker turun dari mobil. Tubuhnya yang tinggi semampai membuat siapa saja dapat berdecak kagum. Wajahnya datar tanpa ekspresi berjalan dengan menenteng tas kerja hendak memasuki lobby utama perusahaan.

Hmm ... Kayaknya pemilik mobil itu adalah orang penting ...?

Biarpun penting tapi cara dia bawa mobil hampir mencelakai ku! Hmm, aku harus memberi pelajaran padanya supaya tidak mengulangi perbuatannya lagi.

Ara yang memiliki sifat gigih dan ulet, tidak pernah kompromi terhadap siapapun tidak akan membiarkan orang itu lolos begitu saja dari pandangannya. Jangan kira karena Ara berkacamata bulat dia akan membiarkannya pergi begitu saja. Kalian salah, Ara bukan wanita lemah seperti dalam novel CEO mendominasi.

Mau kabur ya?!

Jangan mimpi!

Baru saja Ara mengangkat kaki seseorang dari belakang memegang bahunya. Ara tersentak dan langsung memutar balik badan dengan ancang-ancang mau memakinya karena sudah membuat lelaki itu kabur dari jangkauan matanya.

"Siapa sih ...!"

"Hai?"sapa orang ini, lembut.

Ya Amstrong!

Manis banget senyumnya.

Jadi insecure ...

Wanita berkulit putih dengan bulu mata yang menantang angkuh dunia ini menggelirkan matanya menatap bingung Ara yang tampak terkesiap dengan mulut sedikit terbuka. Perempuan ini tertawa. Tawanya begitu lembut dan elegan.

"Staf baru ya?"

Ara! Jangan seperti orang bodoh, ayo bangun. Inget image! IMAGE! IMAGE ARA!

Ara menepuk-nepuk pipi, menyadari wanita ini menatapnya Ara segera seserius mungkin dan bersikap seperti semula.

"Ya..."ucapnya canggung.

"Oh ya, kenalin namaku Safira Abigail Clancy karyawan lama di perusahaan ini di bagian divisi pemasaran. Panggil aku Fira,"Ara membalas uluran tangan wanita bernama Safira. "Rara Raditya or Ara."

"Oh ternyata kamu Ara, berarti kamu beruntung sekali bertemu denganku. Iya, kita satu divisi lho. Ya sudah, ayo kita masuk."

"Hmm, baiklah."

Ara mengikuti langkah wanita cantik didepannya ini. Dari belakang ia menyadari bentuk tubuh Fira terlihat seperti gitar Spanyol dan memesona. Ara langsung membandingkan dengan bentuk tubuhnya, rata dan tepos.

Kalah cantik

Kalah seksi

Kalah bohay

Triple K, Ara mengusap wajah. Terima nasib itu lebih baik daripada menangisi nasib. Hmm, tunggu Ara kaya. Seluruh skincare bakal dia beli.

Tidak cuma cantik gadis ini juga sangat ramah, hal itu sangat terasa sekali oleh Ara walaupun baru bertemu untuk pertama kalinya obrolan mereka tetap nyambung dan asyik diajak bicara. Dengan begini Ara merasa tidak canggung lagi dan tidak merasa sendirian.

"Ara, boleh aku bertanya kepadamu?"

"Ya? Boleh saja."

"Semoga saja kau nyaman ya dengan pertanyaan ku ini, hehehe."Ara mengerutkan kening. "Alasanmu bekerja disini, apa?"

Melihat Ara hanya diam begitu mendengar pertanyaannya yang mungkin saja tidak rasional dan tidak penting. Fira menjadi tidak enak.

"Tidak usah dijawab kalo gak mau jawab, aku nggak maksa kok, cuma mau tau aja, hehehehe ...."

"Alasan bekerja disini ya? Pertama karena gajinya, kedua karena rekomendasi para dosen di kampusku. Dan yang ketiga ..."Ara menjeda kalimatnya. Fira kelihatan penasaran. "Karena alasan yang pertama, habisnya gajinya sih besar banget siapa sih yang nggak tergoda."

"Itu saja?"

Ara mengangguk. Memangnya apa lagi?

"Sepertinya kau pecinta uang ya?"

Astagfirullah, ketauan.

Jadi malu ...

Tatapan Fira beralih menatap ke depan dengan ekspresi datar.

"Kebanyakan wanita yang bekerja disini bukan hanya sekadar bekerja saja melainkan berlomba-lomba mendekati sang Presdir untuk menaikkan status sosial mereka. Mereka bahkan tampil cantik dan menawan demi menarik perhatiannya ..."

Memangnya seganteng itu kah Presdir perusahaan ini? Sampai banyak wanita berlomba-lomba mendapatkannya.

"... Pertama melihatmu kupikir kau juga salah satu dari mereka."ucap Fira menoleh pada Ara tidak percaya.

"Aku???"ujar Ara menunjuk dirinya. "Hmm, bagaimana mungkin aku memiliki niat konyol seperti itu, tidaklah. Aku kesini jelas-jelas mau bekerja bukan cari muka sama tuh Presdir. Emang seganteng itu kah sampai banyak wanita mengejarnya."

Fira sontak mendelik tajam. Dari sekian banyak wanita baru kali ini ia mendengar ucapan seperti itu yang mempertanyakan ketampanan sang Presdir. Sepertinya nih cewek belum bangun, hmm. Biarlah, biar dia tahu sendiri nantinya.

"Lalu, bagaimana dengan dirimu? Apakah kau salah satu dari mereka? Bekerja disini dengan misi ingin mendekati Presdir?"

Fira tertegun mendengar pertanyaan gadis disampingnya ini, terlihat cupu namun sangat berterus-terang.

"Eng ... Aku ..."

"Tidak perlu dijawab, aku sudah tahu jawabannya."ucap Ara, datar.

Fira tertawa garing, yang Ara pikir benar adanya. Ia salah satu dari mereka, hanya saja Fira tidak seperti mereka yang menonjolkan perasaannya sedangkan ia hanya bisa memendam perasaan.

Lift berhenti dilantai enam dimana divisi pemasaran ditempatkan. Mereka keluar dari lift. Biarlah Fira yang jalan duluan untuk membimbingnya menuju tempat dimana dia akan bekerja.

"Aku lupa memberi tahumu apa saja yang harus diperhatikan di perusahaan ini. Dengar baik-baik ya."

Ara mengangguk.

Perusahaan ternama dan terbaik di Asia ini juga memiliki beberapa peraturan yang wajib dipatuhi oleh setiap staf yang terikat kerja dengan perusahaan ini. Antara lain adalah ....

Pertama, Presdir tidak mau mendengar para stafnya bergosip.

Okelah, masih bisa dimaklumi. Aku juga tidak suka bergosip.

Kedua, jika Presdir mengatakan kau salah, maka kau benar-benar salah.

Lumayanlah. Bos adalah maha benar dan bawahan maha kena imbas.

Yang ketiga, jika berani melanggar peraturan diatas maka konsekuensinya harus ditanggung sendiri alias dalam kata lain dipecat dari perusahaan dengan tidak hormat. Keluar dari Samudera Group berarti keluar dari dunia pekerjaan.

Apa-apaan ini?! Keluar dari Samudera Group berarti keluar dari dunia pekerjaan?! Gila! Aku yakin yang menulis peraturan ini orang gila. Itu namanya egois dong.

"Sejauh ini belum ada yang melanggarnya."Ucap Fira menoleh. Raut wajah Ara terlihat tidak senang. "Jangan dipikirkan. Lagipula Presdir sekarang sedang tidak ada di negara ini, dia sedang ada bisnis di luar negeri. Aku dengar dia bakal pulang tahun depan."

"Terus kenapa para wanita itu berlomba-lomba mendekati Presdir padahal orangnya saja tidak ada?"tanya Ara, bingung.

"Kantor ini luas, banyak sekali para staf laki-laki berwajah tampan tapi yang lebih menonjol yaitu sang Presdir."ungkap Fira.

Ara mengangguk-angguk kepala. Benar juga, lelaki tampan di dunia ini bukan cuma satu. Tapi Ara juga pernah mendengar selentingan kabar katanya kalo mau cari cowok ganteng dan cewek cantik ya disini tempatnya. Para stafnya memiliki visual sempurna semua.

Dan Ara menyetujuinya setelah melihat orang-orang di dalam ruangan ini, mereka semua tampan dan cantik.

Kedatangan Ara dan Fira tampaknya tidak disadari oleh mereka yang sibuk bekerja dengan wajah serius. Ara tersenyum manis, dia akan menjadi bagian dari mereka.

"Guys! Perhatikan sebentar."seru Fira bertepuk tangan membuat semuanya lantas mengalihkan perhatiannya.

"Ada apa, Fira? Kau tidak melihat kami sedang sibuk bekerja?"

"Kali ini kita kedatangan teman baru, namanya Rara Raditya."ucap Fira menarik Ara.

"Hai, namaku Rara Raditya panggil saja Ara, aku staf baru dari divisi ini mohon bimbingannya."ucap Ara memperkenalkan diri.

"Hai, Ara! Senang bertemu denganmu. Semoga betah ya divisi ini, semoga kita akan menjadi rekan baik."

Mereka menyapa Ara dengan berbagai macam tanggapan. Setelahnya, mereka kembali melanjutkan bekerja. Ara tersenyum kecut, kedatangannya tidak tepat waktu mereka tidak antusias sama sekali.

"Tidak apa-apa, mereka semua baik kok. Jangan diambil hati, mereka sedang sibuk."kata Fira setelah menyadari ekspresi sedih yang terlihat di mimik wajah Ara.

Ara mengangguk lirih.

"Macan tutul datang ! Kembali ke tempat masing-masing."ucap seseorang pria yang masuk dengan tergesa-gesa.

Sontak Fira dan karyawan lain langsung berhamburan dan kembali ke tempat masing-masing. Suasana ruangan tampak tenang.

Tidak berselang lama terdengar derap kaki mendekat. Ara menoleh, gadis muda berperawakan bak model kenamaan berjalan modis membawa sesuatu ditangan. Pakaian yang dia kenakan sedikit seksi dan ketat hingga menampakkan lekukan tubuhnya. Caranya menatap menunjukkan betapa angkuh dan sombongnya sosok ini. Hmm, orang pertama yang harus aku hindari, gumam Ara.

"Baru kali ini aku melihat perusahaan menerima kriteria karyawan seperti dia, dekil dan cupu. Apa yang Rissa lihat darinya?"gumam Lyana mencibir penampilan Ara yang berbeda dari yang lain.

Ara tersenyum saat Lyana menghampirinya. Senyumin aja dulu.

"Ini ID card milikmu. Dengar baik-baik ya, jangan sampai tidak dibawa kalo nggak mau kena masalah. Dan ya, berhubung kau staf baru divisi ini aku memberi tugas kepadamu."

Lyana yang memegang jabatan sebagai supervisor memberi setumpuk berkas yang harus dikerjakan olehnya.

"Satu lagi, jangan pernah berfikir mau cari perhatian sama Presdir atau pun manager. Ini bukan untukmu saja tapi untuk kalian semua. Kalian tidak pantas!"

Kami tidak pantas? Kau pikir kau juga pantas.

Mereka menunduk patuh meski dalam hati melontarkan sumpah serapah.

Lagipula siapa yang mau merayu presdir??? Kepedean banget Tante.

Sehabis itu, Lyana melengos pergi meninggalkan ruangan.

-0oo0-

"Aku heran sekali dengan Lyana, wajahnya cantik tapi hatinya sangat kejam. Dia seperti paling hebat saja diantara kita semua. Huh, semoga saja dia tidak akan mendapatkan pasangan!"ujar Fira ada kemarahan dibalik kalimatnya.

Ara yang berjalan di sampingnya sempat menoleh sebentar yang setelahnya melihat lagi ke depan. Di sepanjang lorong kantor Fira tidak henti-hentinya mengoceh tentang Lyana si cewek ember itu, sepertinya wanita itu banyak tidak disukai oleh orang-orang kantor karena sifat arogansinya. Hanya saja mereka semua cuma bisa membicarakan di belakang, sebab tidak ada yang berani menegurnya.

"Lama-lama aku bisa stress menghadapi wanita seperti dia! Ingin sekali aku cabik-cabik wajahnya, menjengkelkan sekali!"kata Fira, dengan ekspresi khasnya.

"Kenapa tidak kau cabik-cabik wajahnya saat dia masih ada?"sahut Ara, menoleh. Fira menggaruk tengkuknya, nyengir kuda hingga memperlihatkan sederetan gigi putih. "Nggak berani?" Ara kembali berucap lagi, "Kalo cuma bergosip dibelakang terus nggak berani menegurnya, lebih baik tidak usah bicara."

"Yang kau katakan memang benar, Ara. Kami hanya bisa mengomel dibelakang doang, habisnya jabatan Lyana diatas kita semua."kata Fira.

"...."

Fira menghela nafas. Dia kembali bersuara tat kala melihat gadis disampingnya ini berhenti padahal belum sampai lift. "Ada apa?"

Ara mengepalkan tangan dengan sepasang mata terpentang tajam ke depan, melihat itu lantas Fira mengikuti arah pandang matanya. Tidak jauh di depan mereka seorang pria berdiri dekat lift menunggu lift itu terbuka. Baru saja ia hendak membuka mulut, Ara sudah melengos.

"Ara?"

Tanpa basa-basi Ara menarik tangan pria itu.

"Oh ternyata kamu laki-laki yang bawa mobil arrogant itu ya! Bagus sekali kita bertemu jadi aku bisa memberi pelajaran padamu."ujar Ara.

Lelaki itu mengerutkan kening. "Tunggu dulu, apa kita saling kenal?"

Ara mendengus. "Aku? Mengenal dirimu? Mana mungkinlah aku kenal orang arrogant sepertimu ini."

"Lepas."ucap lelaki ini.

"Tidak mau."sahut Ara tidak ingin kalah. Jika ia melepaskan tangan lelaki ini bisa saja kan dia tiba-tiba kabur.

Fira menghentikan langkah. Matanya terbelalak kaget.

Ya ampun! Bukankah pria itu Manager Lendra, apa yang sedang Ara lakukan. Aish! Staf baru ini...

"Tidak mau lepas tangan juga!"Ara meneguk saliva nya kasar. Wajah lelaki ini kenapa bisa menakutkan sekali dengan suara yang terdengar marah dan dingin. Ara pun melepaskan tangannya dari tangan lelaki ini.

"Ngg... apa kau tau apa sudah kau perbuat padaku, gara-gara bawa mobil sembarangan kau hampir saja menabrak ku!"kata Ara.

"Oh, terus?"Ucapnya dengan ekspresi datar. "Kau ingin aku bertanggung jawab padamu gitu?"

"Tidak perlu sampai begitu. Aku mau kau meminta maaf kepadaku itu saja dan aku bakal melupakan kejadian itu."sahut Ara dengan nada rendah.

"Meminta maaf? Apa aku mengenalmu?"ucap si lelaki menyeringai.

Sialan! Udah syukur aku tidak membawanya ke jalur hukum dan hanya menagih permintaan maafnya saja. Tapi dia masih saja bersikap sombong.

Lift pun terbuka, lelaki ini mulai bergerak masuk lift hanya saja cekatan lengan Ara menghentikan langkahnya, lantas ia mendelik tajam. Ara buru-buru melepaskan tangannya.

"Jangan kabur, kau belum meminta maaf padaku."pekik Ara, tajam.

"Selamat siang manager? Hehehe ... Maaf ya soal ini, dia karyawan baru jadinya sedikit lancang, semoga anda tidak memperhitungkan."Fira menarik gadis itu ke belakang tubuhnya. Sementara ia meredakan suasana panas saat ini dengan senyuman walaupun super canggung apalagi tatapan lelaki itu membuatnya mati gaya.

"Fira? Apa yang kau lakukan?"

Fira sontak melemparkan tatapan intimidasi membuat Ara bergidik ngeri. "Ayo Ara, minta maaf kepada manager Lendra."

"Untuk apa?!"kata Ara sambil bersidekap.

Astagfirullah, nih anak belum tau aja siapa orang yang sedang dihadapinya.

Melihat Ara yang acuh tak acuh Fira pun segera menarik tubuhnya paksa, memegang kepala lalu memaksanya membungkukkan kepala.

"Fira!"

"Diam!"bisiknya.

Masih melakukan hal serupa padanya membuat Ara berdecak kesal bisa-bisa lehernya patah jika terus begini. Sementara Fira terus melancarkan jurus permintaan maaf dengan wajah dibuat-buat. Manager Lendra menyipitkan mata. Berurusan dengan mereka membuang waktu, pikirnya. Dia pun melenggang masuk lift.

"Sampai jumpa manajer, semoga harimu menyenangkan."teriak Fira saat detik-detik lift tertutup. Ia pun menjauhkan tangannya dari kepala Ara. Sedangkan Ara memekik kecil sambil memegangi tengkuknya yang hampir patah.

"Mengapa kau menahan aku? Jadi kabur kan orang arrogant itu."cicit Ara, heran.

Bukan penyesalan yang Fira berikan melainkan tatapan tajam yang mengintimidasi itu membuat nyali Ara menciut.

"K-kenapa?"

"Pakai nanya lagi!"Fira sontak menjitak kepalanya. "Kau ini cari masalah di hari pertama kerjamu ya! Apa kau tahu siapa orang yang kau marahi barusan?"Ara menggeleng. "Bodoh! Dia itu adalah manager kenamaan perusahaan."

"Lalu apa masalahnya jika dia seorang manajer? Yang dia lakukan itu sangat keterlaluan tahu,"ucap Ara dengan wajah polos tanpa beban.

Fira mendesah. "Bodoh jangan dipelihara cantik! Untung saja kau bertemu denganku, jika tidak aku yakin hari pertamamu bekerja akan menjadi hari terakhirmu bekerja di sini tau!"

"Emang seberat itu konsekuensinya?"tanya Ara.

"Tentu saja. Selain menjabat sebagai manajer kenamaan perusahaan, dia juga adik kandung pimpinan tau. Perusahaan tidak akan ikut campur jika kau dipecat olehnya meskipun kau sangat pintar tahu."Ara mengangguk samar. "Kau beruntung dia tidak memperhitungkan permasalahan ini dengan serius, aku cuma taku nantinya kau ..."

Ara menoleh saat Fira menjeda kalimatnya.

"Kau apa?"

"Sudahlah. Jangan dipikirkan."Fira melengos masuk lift saat sudah terbuka. Ara menggaruk kepalanya lalu ikut masuk ke dalamnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!