NovelToon NovelToon

Love Me Mr. Arrogant

Kisah Hidup Neng Fatimah

Hari ini Neng Fatimah, yang akrab di sapa dengan Fatimah baru saja pulang setelah tadi pagi habis sholat subuh, dia pergi ke pasar untuk jadi kuli panggul. Yah, sejah dua tahun dia kerja sebagai kuli panggul di pasar dari jam lima pagi sampai jam enam pagi. Setiap hari, pendapatannya pun tak menentu. Kadang lima ribu, tujuh ribu, sepuluh ribu, lima belas ribu, dua puluh ribu. Dan jika ada orang baik, bisa dapat lima puluh ribu.

Sebelum pulang, dia akan membeli beras, sayuran dan bumbu dapur. Dari pasar ke rumah cuma tiga puluh menit jika di tempuh dengan jalan kaki, tapi karena sepanjang jalan, Fatimah berlari, jadi dua puluh menit, ia sudah sampai di rumah.

Sesampai di rumah, ia akan menaruh belanjaannya ke dapur dan menaruh uangnya di kamarnya, ia menyembunyikan uangnya agar tidak ketahuan oleh ayah tirinya. Ayah tiri yang menikahi ibunya sejak lima tahun yang lalu. Awalnya Fatimah berfikir ayah tirinya itu adalah orang baik, yang akan melindungi dirinya dan sang ibu. Namun siapa sangka, jika ayah tirinya itu hanya akan jadi benalu dalam kehidupan mereka. Namun nasi sudah jadi bubur, Ayah tirinya sudah terlanjur masuk ke dalam hidup Fatimah dan ibunya sehingga mereka hanya bisa pasrah saat mendapatkan siksaan dari ayah tirinya.

Dan dua tahun lalu saat Fatimah baru lulus SMA, tepat ketika umurnya delapan belas tahun, Ibunya jatuh di kamar mandi hingga menyebabkan struk. Ibunya lumpuh bahkan untuk bicara saja, ia merasa kesulitan. Dan sejak saat itu, Fatimah merasa langit seperti runtuh. Ia yang tadinya mau merantau pun jadi gak tega meninggalkan ibunya sendirian di rumah itu, terlebih tinggal bersama ayah tirinya yang begitu jahat.

Fatimah sudah meminta tolong ke keluarga besarnya dan kepada tetangga serta RT, RW. Namun mereka tidak mempercayainya karena mereka berfikir bahwa ayah tirinya itu orang baik dan sering kali datang ke masjid serta berangkat kerja dari pagi sampai malam.

Padahal tanpa mereka ketahui, jika di dalam rumah, Ayah tirinya itu kerap menyiksa Fatimah dan Ibunya. Rumah Fatimah emang agak jauh dari tetangga, sehingga apa yang terjadi di rumah itu, tidak ada yang mengetahuinya.

Ayah tiri Fatimah emang bekerja, tapi uangnya habis buat judi, bahkan untuk makan dan yang lainnya, tak jarang Ayah tirinya itu meminta uang pada Fatimah. Padahal Fatimah kerja buat pengobatan Ibunya.  Ia ingin ibunya sembuh dan bisa kembali seperti sedia kala. Sayangnya, Ayahnya itu selalu saja mencuri uang Fatimah di kamarnya saat Fatimah pergi ke pasar. Atau saat Fatimah berangkat buat jualan kue keliling.

Pernah Fatimah ingin membawa Ibunya kabur dari sana, namun ibunya gak mau meninggalkan rumah itu, karena rumah itu adalah rumah dari mendiang suaminya yang dulu, yang merupakan ayah kandung Fatimah.

Ayah kandung Fatimah sendiri meninggal saat Fatimah lulus SD. Lalu setelah itu, Fatimah hanya hidup berdua dengan Ibunya. Selama hidup berdua itulah, Ibunya Fatimah yang bekerja sebagai buruh cuci. Pendapatannya gak seberapa hanya cukup untuk makan, sedangkan untuk sekolah Fatimah, tak jarang Ibunya ngutang sana sini, hingga akhirnya tutup lubang,gali lobang. HIngga tiga tahun kemudian, saat Fatimah lulus SMP, Ayah tirinya itu datang melamar Ibunya Fatimah dengan menjanjikan banyak hal. Ibunya Fatimah yang sudah lelah hidup dalam kemiskinan dan lelah jadi buru cuci, belum lagi hutang yang banyak sana sini, akhirnya memilih untuk menerima Ayah tirinya jadi suaminya.

Dan sejak saat itu, ekonomi mereka emang berubah. Fatimah dan Ibunya hidup bahagia, Ibunya pun tak perlu lagi kerja jadi buruh cuci. Namun itu hanya beberapa bulan saja, karena setelah itu, Ayah tirinya mulai menampakkan watak aslinya, ia tak lagi memberikan uang gajinya dan mulai membentak sang Ibu.

Lama kelamaan, Ayah tirinya mulai menyiksa Ibunya, dan Fatimah yang gak tega melihat Ibunya kerap di siksa, mulai berontak dan membalas perlakuan Ayah tirinya, namun karena kalah tenaga, akhirnya Fatimah pun ikut di siksa olehnya.

Dan sejak saat itulah Fatimah seperti hidup di neraka. Ibunya akhirnya bekerja keras lagi menjadi tukang buruh cuci, jualan gorengan, kue keliling agar bisa menyekolahkan Fatimah. Ibunya berharap agar kelak Fatimah bisa menjadi orang sukses setelah lulus SMA. Tapi sayangnya, saat kelulusan Fatimah. Ibunya malah jatuh di kamar mandi dan struk.

Dan kini dua tahun sudah, Ibunya berada di atas ranjang. Dan sesekali, Fatimah akan membawa Ibunya ke luar rumah jika ada waktu dan tidak lelah.

Selama dua tahun itu, banyak kesakitan yang Fatimah dapatkan. Dan itu di sebabkan oleh Ayah tirinya. Ingin kabur, tapi Ibunya gak mau dengan alasan dia gak mau pergi dari rumah mendiang suaminya dulu. Tapi bertahan pun juga sebenarnya Fatimah sudah gak sanggup lagi. Ingin kabur sendiri, tapi Fatimah gak tega sama Ibunya. Akhirnya Fatimah pun  memutuskan untuk bertahan di sana, demi sang Ibu.

Fatimah rela mendapatkan siksaan dari sang Ayah tiri asal Ibunya gak kenapa-napa.

Setelah pulang dari pasar dan menaruh belanjanya di dapur, Fatimah pasti akan pergi ke kamar Ibunya. Memandikannya, membersihkan kotorannya dan mengganti bajunya dengan yang bersih. Setelah itu, Fatimah akan mencuci baju miliknya, milik ayah tirinya dan milik ibunya.

Setelah selesai dan ibunya sudah duduk manis di kursi, barulah Fatimah akan memasak.

Sambil memasak, Fatimah akan menyapu, dan melakukan pekerjaan lainnya.

Selesai masak, biasanya Ayah tirinya itu akan bangun dan memakan semuanya yang ada di meja. Untuk itu, Fatimah kadang menyisakan sedikit, ia menyembunyikannya agar bisa di makan olehnya dan sang Ibu.

Setelah ayah tirinya berangkat kerja, barulah Fatimah akan menyuapi Ibunya. Selesai menyuapi Ibunya, Fatimah akan makan agar ia bisa kua menjalani hari-harinya, dan lanjut Fatimah akan cuci piring, bersihin dapur dan membuat gorengan serta kue untuk ia jual keliling kampung seperti yang Ibunya lakukan dulu saat masih sehat.

Fatimah jualan dari jam sembilan sampai jam dua belas siang. Setelah itu, Fatimah akan pulang dan memasak lagi buat dirinya dan sang Ibu. Lalu mengganti popoknya sang Ibu. Lanjut mandi, sholat lalu istirahat bentar. Setelah selesai, Fatimah lanjut jual gorengan dan kue lagi sampai jam empat sore. Setelah itu, ia akan bersih-bersih rumah sampai jam lima.

Jam lima, Fatimah akan memandikan ibunya lagi dan mengganti popok serta bajunya. Lalu ia akan mandi, sholat Maghrib mengaji sampai sholat Isya'. Lanjut, Fatimah akan masak makan malam buat ibunya dan buat Ayah tirinya juga, karena jika ia pulang, tidak ada makanan. Pasti Fatimah akan kena pukulan dan tendangannya lagi.

Ya, seperti itulah hari-hari Fatimah. Penuh perjuangan.

Kadang Fatimah berandai-andai, andai Ayahnya masih hidup, pasti ia dan Ibunya hidup bahagia. Karena ayahnya itu pekerja keras dan memanjakan dirinya dan sang Ibu.

Sayangnya orang baik itu kadang umurnya pendek.

Kadang Fatimah juga berandai, andai Ibunya tidak menikah dengan Ayah tirinya, mungkin hidupnya tidak akan menderita seperti ini. Ia tidak akan mendapatkan siksaan dari Ayah tirinya dan mungkin Ibunya baik-baik saja.

Namun semua itu hanya andai, karena kenyataannya, semua sudah terjadi dan inilah garis hidup yang harus ia jalani. Hidup yang penuh dengan ujian. Namun ia berharap kelak Tuhan berbaik hati, memberikan sedikit kebahagiaan untuknya dan untuk sang Ibu.

Derita Fatimah dan Sang Ibu

Hari Minggu, Ayah tirinya itu libur kerja. Biasanya ia akan pergi keluyuran entah kemana. Namun hari ini, ia bahkan tidak pergi kemana-mana dan juga tidak menyiksa dirinya dan sang Ibu seperti biasa. Tak ada teriakan, tak ada pukulan dan tak ada tendangan lagi ke tubuhnya.

Akan tetapi, entah kenapa firasat Fatimah saat ini merasa tidak enak, terlebih tadi malam ia mimpi buruk. Dan itu membuat dirinya merasa gelisah dari pagi. Namun Fatimah berusaha untuk tidak menampakkannya, ia tetap bekerja ke pasar jadi kuli panggul, memandikan Ibunya, memasak, menyuapi Ibunya dan membersihkan rumah.

Hanya saja, saat FAtimah ingin membuat adonan untuk membuat gorengan dan kue yang biasanya ia jual. Ayah tirinya itu meminta Fatimah untuk mandi dan memakai baju bagus. Dari sini, firasat Fatimah semakin buruk. Ia tak tau apa yang kini telah di rencanakan oleh Ayahnya. Ia takut, Ayahnya akan membawa dirinya ke tempat yang jauh dan memisahkan dirinya dengan sang Ibu.

Jadi, Fatimah menolak untuk mandi dan memakai baju yang bagus. Namun melihat Fatimah yang tidak menuruti keinginannya, Ayah Tirinya pun langsung menampar Fatimah dan menjambak rambutnya dengan keras hingga membuat Fatimah kesakitan. Namun FAtimah tetap kekeh tidak ingin mandi dan pakai baju bagus, ia gak mau meninggalkan sang Ibu.

Ayah tirinya yang mulai putus asa, pun langsung mendorong Fatimah dan menendang perut Fatimah dan punggung FAtimah dengan keras. Sang Ibu yang melihatnya pun hanya bisa diam dan menangis. Karena ia gak bisa membantu karena tubuhnya yang tidak bisa bergerak bahkan saat ia berusaha menggerakkan tangannya pun juga tidak bisa. Jadi yang bisa dilakukan sang Ibu hanya bisa menangis dan memohon pertolongan Tuhan.

Fatimah hanya bisa melindungi kepalanya takut jika Ayahnya akan melakukan sesuatu pada kepalanya, bagaimanapun bagian kepala itu sangatlah penting. Andai Fatimah tidak ingat akan Ibunya, ia bahkan rela jika di bunuh sama Ayah tirinya saat ini, karena ia juga sudah lelah hidup seperti ini.

Namun memikirkan sang Ibu, membuat Fatimah harus bertahan, ia ingin melawan tapi tidak bisa. Ayah tirinya kalau sudah mengamuk, seakan lupa segalanya.

Melihat Fatimah yang sudah mulai batuk darah, Ayah tirinya pun tak lagi menendangnya. Namun ia mengambil pisau dan ingin membunuh sang Ibu. Melihat hal itu, Fatimah pun memohon pada sang Ayah tiri.

Ayah tirinya yang melihat Fatimah menyerah pada akhirnya tersenyum senang. Lalu Ayah tirinya menyuruh Fatimah untuk mandi dan pakai baju bagus. Fatimah pun menurutinya, dengan susah payah, ia berdiri untuk membersihkan tubuhnya dan memakai bajunya yang jauh lebih layak karena baju yang lain kebanyakan warnanya sudah memudar dan robek sana sini.

Setelah Fatimah selesai mandi dan pakai baju bagus. Barulah Ayah tirinya menyeret Fatimah pergi keluar. Awalnya Fatimah ingin berontak, namun karena Ayah tirinya mengancam akan membunuh Ibunya, akhirnya Fatimah hanya bisa diam. Bagaimanapun saat ini yang ia punya adalah sang Ibu. Sedangkan keluarga besarnya sudah tak ada yang peduli, apalagi tetangganya. Mereka seakan tak peduli jika Fatimah dan Sang Ibu itu mati.

Mungkin karena merek hidup miskin, sehingga banyak tetangga dan keluarga yang menjauhinya karena takut di hutangi. Padahal Fatimah sudah berusaha keras hidup dengan hasil jerih payahnya tanpa menyusahkan orang lain, namun tetap saja FAtimah dan sang Ibu tidak di pedulikan sama mereka.

Ayah tirinya menyeret Fatimah dan meminta Fatimah untuk naik ke atas jok sepeda motor. Ingin rasanya menolak, hatinya masih berat meninggalkan sang Ibu, terlebih ia gak tau mau di bawa kemana. Namun lagi dan lagi, jika ia sampai berontak, maka nyawa sang Ibu yang jadi taruhannya.

Sepanjang jalan, Fatimah hanya bisa menangis dalam diam. Di dalam hati, ia menyebut nama Tuhan berkali-kali, ia berharap Tuhan mau menolongnya, ia berharap akan ada keajaiban yang mau membantu dirinya keluar dari semua masalah ini. Ia hanya ingin hidup tenang bersama sang Ibu, namun kenapa Tuhan seolah ingin terus menguji kesabarannya.

Padahal Fatimah sudah lelah, lelah menghadapi kehidupan yang menyakitkan ini.

Kekejaman Seorang Ayah Tiri

Ayah tirinya membawa Fatimah memasuki sebuah hutan, jujur Fatimah semakin ketakutan, bahkan air  mata pun membanjiri pipinya. Namun ia masih tidak mengeluarkan suaranya, ia berusaha meredam suaranya sendiri dengan menutup mulutnya agar tidak membuat ayah tirinya semakin murka.

Ingin rasanya ia melompat dan lari secepat mungkin memasuki hutan, namun ia tidak punya keberanian akan hal itu. Lagi dan lagi, ia memikirkan Ibunya yang ada di rumah. Ia takut jika dirinya kabur, itu akan memancing kemarahan sang Ayah tiri lalu membunuh Ibunya. Fatimah gak mau itu terjadi.

Jadi ia hanya mengucap istighfar berkali-kali, mencoba untuk menenangkan hatinya yang kini sedang bergemuruh.

Cukup lama mereka melewati hutan hingga akhirnya ada dua mobil di sana yang berhenti. Fatimah ingin berlari ke arah mereka dan meminta tolong. Namun baru aja Fatimah akan lari ke mereka, ia dikejutkan dengan kenyataan yang menyakitkan. Ternyata orang itu kenal dengan Ayah tirinya. Dan harapan Fatimah yang tadi ada pun kini langsung lenyap seketika.

"Kenapa datang terlambat?" tanya seorang pria tampan dengan wajah datarnya.

"Maaf, Tuan. Tadi masih ada urusan sebentar," jawab Ayah tirinya itu dengan ketakutan.

"Apa ini wanita yang kamu bicarakan kemaren?" tanyanya lagi sambil menatap Fatimah dengan tatapan tajam. Fatimah yang ditatap seperti itupun, hanya bisa menunduk ketakutan.

"Iya, Tuan," sahut Ayah tirinya.

"Baiklah, aku setuju. Rio, kasihkan uangnya!" Pemuda pria itu berteriak memanggil seseorang. Mendengar kata uang, Fatimah langsung mengerti, jika ia tengah di jual oleh ayahnya.

"Yah, aku mohon, tolong jangan jual aku!" Fatimah bersimpuh di kaki sang Ayah tiri. Sayangnya Ayah tirinya itu malah menendangnya hingga ia jatuh. Lalu setelah itu, sang Ayah tiri mengambil uang dari tangan seseorang laki-laki yang memakai jas hitam. Ayah tirinya mengecek uang itu, dan setelahnya ia pun tersenyum puas.

"Mulai hari ini, saya serahkan Fatimah pada Anda, Tuan." ucap sang Ayah tiri dengan senyum bahagianya.

"Yah, tolong jangan jual aku. Aku mohon. Jika aku pergi, siapa yang akan mengurus Ibu, yang yang akan memandikan Ibu, menggantikan popoknya, menyuapi Ibu makan. Aku mohon, Yah. Aku janji, aku akan kerja lebih keras lagi dan aku akan memberikan semua uangku buat Ayah. Tapi tolong jangan jual aku." Fatimah masih terus memohon, namun sayangnya sang Ayah tiri tidak memperdulikannya. Ia malah memeluk uang itu dengan sangat erat.

"Rio, bawa wanita ini masuk ke dalam mobil," tuturnya memberikan perintah sambil berjalan memasuki mobil. Sedangkan Fatimah, ia yang di pegang oleh Rio pun berusaha berontak, namun tubuhnya yang sudah lemah karena tadi mendapatkan pukulan dari sang Ayah tiri saat masih berada di rumah, membuat FAtimah tak berdaya. Ia hanya menatap wajah sang Ayah tiri yang masih tersenyum sambil memeluk sang Ayah.

Fatimah sangat kecewa padanya. Ia tak menyangka jika sang Ayah Tiri, sudah menjualnya kepada orang lain. Andai Tuhan bisa mendengar jeritannya. Fatimah cuma memohon, agar Tuhan memberikan karma yang pedih kepada Ayah tirinya karena dia penyebab dirinya dan sang Ibu menderita.

Fatimah di seret untuk masuk ke dalam mobil. Fatimah yang sudah merasa tubuhnya sakit semua pun, pada akhirnya hanya bisa diam menurut. Ia masuk ke dalam mobil yang berada di belakangnya. Sedangkan pemuda tampan tadi, ia masuk ke mobil yang ada di depan. Jadi, mereka tidak satu mobil.

Lalu setelah itu, mobil pun mulai berjalan meninggalkan hutan. Sedangkan sang Ayah tiri, ia juga pulang sambil menggenggam erat tas yang berisi uang lima ratus juta itu.

"Ibu aku akan pergi jauh, aku tidak lagi bisa merawat Ibu. Entah apa yang akan terjadi ke depannya. Aku tidak bisa membayangkan Ibu di atas ranjang tanpa bisa berbuat apa-apa," gumam Fatimah dalam hati. Ia menangis dalam diam.

"Tuhan, aku tau Engkau tidak pernah tidur. Engkau melihat segala penderitaan yang sudah aku dan Ibuku alami. Selama ini, aku pun tidak mengeluh atas apa yang terjadi. Tapi saat ini, untuk pertama kalinya, aku memohon, tolong selamatkan Ibuku, Tuhan." Fatimah berdoa dalam hati, ia berharap pertolongan Tuhan datang pada Ibunya. Dan jika Tuhan mengizinkan, ia ingin suatu saat nanti, ia bisa bertemu lagi dengan sang Ibu dengan keadaan yang lebih baik.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!