Dengan napas terengah Kanaya berlari menyusuri koridor rumah sakit, hatinya tak tenang setelah mendapat kabar dari tetangganya jika neneknya ditemukan pingsan di dalam rumah.
Tidak ada kata yang bisa mewakili perasaannya saat ini, selain perasaan cemas. Sejak kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah insiden kecelakaan saat dirinya berumur 5 tahun, Nek Surti lah satu-satunya keluarga yang ia miliki, yang memberinya kasih sayang menggantikan peran kedua orang tuanya.
Dalam keterbatasan hidup, Nek Surti masih berusaha memberikan pendidikan terbaik bagi cucunya, meski hanya sampai gadis itu lulus SMA.
"Bu, bagaimana keadaan nenek saya? Dia baik-baik saja, kan?" tanya Kanaya kepada seorang tetangga yang membawa neneknya ke rumah sakit.
"Belum ada dokter yang keluar yang memberi penjelasan," jawab si tetangga.
Tepat pada saat itulah, seorang dokter dan perawat keluar dari ruang IGD.
"Dokter, bagaimana keadaan nenek saya?" tanya Kanaya, dia yang sudah tidak sabar ingin mengetahui keadaan Sang Nenek datang menghampiri dokter tersebut.
"Mari ikut ke ruangan saya, ada hal penting yang harus dibicarakan kepada Anda!" Sang Dokter membawa Kanaya ke ruangannya.
Dari name tag yang terpasang di dada sebelah kanan, dokter itu bernama dr. Wisnu. Sp.JT.
"Silakan duduk!" dokter Wisnu mempersilakan Kanaya untuk duduk di bangku kosong yang ada di depannya.
"Dok, apa kondisi nenekku memprihatinkan?" tanya Kanaya rasanya ia sudah tidak sabar ingin mengetahui tentang kondisi sang nenek yang sebenarnya.
"Penyakit jantung nenekmu sudah sangat parah, ia harus secepatnya menjalani operasi," jelas dokter Wisnu.
"Apa biaya untuk operasi itu mahal, Dok?" tanya Kanaya ingin tahu. Selama ini dia hanya tahu jika biaya operasi jantung itu mahal, tetapi kisaran pastinya ia tidak mengetahuinya.
"Sekitar 250 juta dan kemungkinan bisa lebih dari itu," jawab dokter Wisnu.
"Bisakah nenekku mendapatkan perawatan disini terlebih dahulu sampai aku bisa mengumpulkan semua biayanya, Dok?" tanya Kanaya lagi.
"Maaf, Naya. Setidaknya untuk bisa mendapatkan perawatan kamu harus bisa membayar minimal sepuluh persen dari total kemungkinan biaya yang dibutuhkan."
"Tidak bisakah rumah sakit sedikit memberi kelonggaran?"
"Itu sudah peraturan dari rumah sakit ini," jawab dr. Wisnu.
"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan sekarang? Uang yang ku kumpulkan baru sepuluh juta, masih jauh dari total uang muka yang harus dibayarkan." Kanaya tidak tahu harus mencari pinjaman kemana. Tidak ada orang yang mau memberinya pinjaman karena mereka hanya orang miskin, yang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari saja kesulitan.
Setelah lulus dari SMA, Kanaya sudah mulai bekerja siang dan malam untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan Sang Nenek. Siang dan malam, dia selalu berusaha untuk bisa mengumpulkan uang demi kesembuhan orang yang sudah membesarkannya tersebut.
"Nak Naya, untuk biaya pengobatan beberapa hari kedepan saya masih bisa membantu, tapi untuk selanjutnya Nak Naya harus berusaha sendiri," ujar Dokter Wisnu.
"Terima kasih banyak, Dok. Saya akan berusaha untuk mendapatkan uang itu secepatnya," ucap Kanaya. Dia pun berpamitan kepada Sang Dokter.
Sebelum pergi untuk mencari pinjaman, Naya melihat keadaan neneknya terlebih dulu. Nek Rusti terlihat sangat lemah dengan wajah pucat. Wanita yang sudah berumur lebih dari setengah abad itu masih terbaring di atas brankar. Kanaya duduk di kursi kosong yang ada di samping kanan brankar.
"Nek, Nenek harus kuat ya demi Naya. Naya tidak memiliki siapa pun di dunia selain Nenek," ucap Kanaya sambil menggenggam tangan yang sudah keriput itu. "Naya akan lakukan apa pun untuk bisa membuat Nenek sembuh. Jadi, bertahan ya, Nek."
"Naya…," panggil Nek Rusti dengan suara lemah. "Maafin nenek karena nenek sudah membuatmu susah."
"Tidak, Nek. Nenek tidak pernah membuat Naya susah. Justru Naya yang harua minta maaf sama Nenek karena Naya masih belum bisa memberikan perawatan yang terbaik untuk Nenek. Tapi, Naya janji, Naya akan melakukan apa pun demi Nenek. Naya akan berusaha semampu Naya untuk bisa memberikan pengobatan terbaik untuk Nenek. Jadi, Nenek harus kuat ya. Nenek harus bertahan demi Naya," balas Naya panjang lebar. Sesekali ia menghapus air mata yang menganak di kedua pipinya.
"Nenek pasti akan bertahan demi kamu, Sayang. Tapi, berjanjilah, kamu tidak boleh melakukan sesuatu yang melanggar agama. Apa pun yang akan kamu usahakan selama itu halal, nenek ridho," lanjut Nek Rusti.
"Pasti, Nek. Pasti Naya akan selalu mengingat semua pesan Nenek," jawab Kanaya.
Hanya satu jam Kanaya berada di ruang rawat neneknya, ia harus segera pergi untuk mendapatkan biaya pengobatan dan perawatan sang nenek. Setelah memastikan Nek Rusti sudah tertidur, barulah Kanaya keluar dari kamar tersebut, tidak lupa ia menitipkan sang nenek kepada perawat yang bertugas.
Tidak ada tempat yang bisa Kanaya datangi untuk dimintai pertolongan selain ke tempat Mona, pemilik bar tempat Kanaya mencari tambahan penghasilan selama ini.
"Ada apa kamu mencariku?" tanya Mona, wanita berumur 45 tahun yang hobi memakai pakaian minim bahan.
"Saya… saya mau pinjam uang sama Mbak Mona," jawab Kanaya agak ragu. Dia sangat hapal watak dari bosnya itu, wanita itu tidak akan mudah meminjamkan uang kepada siapa pun tanpa ada jaminan.
"Berapa?"
"250 juta."
"Apa?!" teriak Mona tidak percaya. "Gila kamu!"
"Saya mohon, Mbak. Saya benar-benar butuh uang itu sekarang. Saya rela melakukan apa pun asal Mbak Mona mau meminjamkan uang itu!" pinta Kanaya. Dia benar-benar sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya agar ia bisa mendapatkan uang dalam waktu singkat selain meminjam kepada wanita pemilik bar tersebut.
Mona memindai tubuh Kanaya dari atas hingga bawah.
"Tapi, bukan dengan cara menjual tubuhku," tambah Kanaya.
"Padahal cuma itu cara yang paling cepat agar kamu bisa dapetin duit," kata Mona.
"Apa pun akan saya lakukan kecuali menjual tubuhku, Mbak. Saya mohon, Mbak Mona! Tolong bantu saya!" pinta Kanaya dengan bersungguh-sungguh.
Sekali lagi Mona menatap Kanaya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Sepertinya kamu cocok," ujar Mona.
"Cocok? Cocok untuk apa, Mbak?" tanya Kanaya bingung.
"Kamu ingin mendapatkan uang, kan?" bukannya menjawab Mona malah balik bertanya.
"Iya."
"Kalau begitu ikut aku!" suruh Mona.
"Ta-tapi, kemana?"
"Sudah ikut saja!" jawab Mona.
Wanita berambut sebahu dengan baju seksi itu membawa Kanaya pergi meninggalkan bar dengan mengendarai mobil sport berwarna merah.
Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 30 menit, mobil itu pun berhenti di depan sebuah rumah megah dengan desain Eropa modern. Mona berbicara dengan petugas keamanan rumah tersebut, beberapa menit kemudian ia dan Kanaya dipersilakan untuk masuk ke dalam rumah.
"Maaf, Mbak. Kenapa kita kesini?" bisik Kanaya di telinga Mona.
"Sudah, kamu ikut saja. Kamu butuh uang cepet, kan? Tempat ini bisa memberikan solusi itu," jawab Mona. Meski tidak tahu maksud dari jawaban Mona, Kanaya akhirnya mengikuti wanita itu masuk ke dalam rumah.
"Bagaimana apa gadis ini sesuai dengan kriteria Anda Nyonya Tjandra?" tanya Mona ketika seorang wanita yang baru saja menuruni anak tangga melihat ke arahnya.
Wanita yang dipanggil dengan sebutan Nyonya Tjandra itu ikut memindai tubuh Kanaya.
"Boleh juga. Tapi, dia sudah pasti subur, kan?" tanya wanita itu.
"Tentu saja Nyonya, dia wanita yang sangat-sangat subur," jawab Mona meyakinkan.
"Siapa namamu?" pertanyaan itu ditujukan kepada Kanaya.
"Nama saya Kanaya. Anda bisa memanggil saya Naya," jawab Kanaya.
"Mona sudah memberitahu kamu tentang pekerjaan yang harus kamu lakukan, kan?"
"Maaf, Nyonya Tjandra saya belum sempat memberitahunya." Justru Mona yang menjawab pertanyaan dari Nyonya Tjandra itu.
"Kalau begitu saya akan bertanya langsung kepadamu. Maukah kamu menjadi ibu pengganti untuk saya dan suami saya?"
Pertanyaan itu tentu saja membuat Kanaya terkesiap.
"Bagaimana? Apa kamu setuju?" Wanita yang dipanggil Nyonya Tjandra itu kembali bertanya.
"Bisa Anda jelaskan maksud dari pertanyaan Anda barusan?" Kanaya ingin memastikan jika dirinya tidak salah menafsirkan. Menjadi ibu pengganti bukankah artinya ia harus melahirkan anak untuk pasangan Nyonya Tjandra dan suaminya.
"Aku yakin kamu adalah wanita cerdas, kamu bisa mengerti maksudku," jawab wanita yang dipanggil Nyonya Tjandra itu dengan angkuh.
"Maaf, saya tidak bisa," tolak Kanaya.
"Naya, menjadi ibu pengganti bukanlah pekerjaan yang sulit dan itu tidak membutuhkan waktu yang lama. Cuma setahun Naya, setahun. Kamu bayangkan saja dalam waktu satu tahun kamu bisa mendapatkan bayaran 1 miliar. Kamu bisa gunakan uang itu untuk membiayai operasi jantung nenekmu dan sisanya bisa kamu gunakan untuk modal usaha. Pikirkan baik-baik sebelum kamu memberikan keputusan," bujuk Mona.
Kanaya ingin sekali menolak tawaran tersebut karena mengingat pesan neneknya yang melarang untuk menjual kehormatan. Tetapi, bayang-bayang wajah Sang Nenek yang terbaring lemah dengan wajah pucat di rumah sakit, membuatnya ragu untuk meninggalkan tempat itu. Dia membutuhkan uang itu secepatnya untuk menyelamatkan sang nenek.
"Nay, ayolah! Berpikirlah secara rasional!" suruh Mona.
Kanaya menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan, lalu memejamkan mata sebentar. Setelah itu ia kembali membuka matanya.
"Aku setuju, tapi aku juga memiliki syarat," jawab Kanaya.
"Syarat? Berani sekali wanita murahan sepertimu mengajukan syarat," suara bariton seorang pria dari arah pintu membuat ketiga wanita yang ada di ruangan tersebut menoleh ke arahnya.
"Mas Yuga," wanita yang tadi dipanggil Nyonya Tjandra itu berjalan mendekati laki-laki yang baru saja datang tersebut.
"Mas, Mas yang sabar ya. Dengarkan dulu syarat yang ingin dia ajukan."
"Tapi, Zi. Kenapa kita harus mendengarkan syarat darinya. Kita akan membayarnya mahal, jadi dia tidak berhak memberikan syarat apa pun kepada kita," jawab Yuga. Dia tidak terima jika wanita murahan yang akan menjadi ibu pengganti berani mengajukan syarat kepadanya.
"Mas, kita dengarkan dulu ya? Jika syaratnya tidak masuk akal, kita bisa menolaknya. Oke," bujuk Zielin.
"Baiklah, terserah kamu," jawab Yuga.
"Katakan apa syarat yang ingin kamu ajukan!" suruh Zielin.
"Aku bersedia hamil dan memberikan anak kepada kalian asal Anda bersedia menyuruh suami Anda menikahi saya."
Sekarang tidak hanya Yuga yang memberikan tatapan tajam kepada Kanaya, Zielin pun kini melakukan hal yang sama.
"Berani sekali kamu meminta syarat itu!" sentak Zielin.
"Tuan Yuga, Nyonya, memangnya kalian ingin anak yang akan menjadi anak kalian nanti lahir dalam hubungan yang tidak halal?" tanya Kanaya.
"Apa maksudmu?" kini gikiran Yuga yang bertanya.
"Tuan Yuga, Anda pasti menginginkan anak yang kelak akan bisa mendoakan Anda bukan? Memakai nama Anda di belakang namanya? Dan semua itu hanya bisa Anda dapatkan jika kita melakukannya dalam ikatan yang halal," jelas Kanaya. "Nyonya, Tuan, saya tidak minta dinikahi secara resmi, saya hanya meminta dinikahi secara siri, asal itu sah menurut agama saya tidak akan menuntut apa pun lagi selain bayaran yang akan kita sepakati di awal," lanjutnya.
"Jangan mimpi! Aku tidak sudi memiliki madu wanita murahan sepertimu," tolak Zielin.
"Kalau begitu maaf, aku juga tidak bisa menjadi ibu pengganti untuk anak kalian," ujar Kanaya.
"Nay, pikirkan sekali lagi. Ini satu-satunya jalan agar kamu bisa mendapatkan biaya operasi untuk nenekmu!" Mona berusaha membujuk Kanaya agar merubah keputusannya.
"Maaf, Mbak. Saya tidak bisa," jawab Kanaya.
"Zi, ucapannya benar. Aku juga tidak mau memiliki anak diluar pernikahan. Lebih baik kita biarkan papa menghibahkan hartanya kepada yayasan sosial. Lagian, tanpa harta dari papa, aku juga masih mampu untuk memberikanmu hidup yang layak," ucap Yuga.
"Aku tahu, Mas, kamu mampu. Tapi, aku tidak rela jika harta papamu itu dihibahkan untuk yayasan sosial, kamu yang lebih berhak atas harta itu, Mas."
"Tapi, kita tidak bisa memenuhi syarat yang papa ajukan. Kita belum bisa memiliki momongan," jawab Yuga.
"Ini salahku, seandainya aku tidak mengalami kecelakaan waktu itu, aku pasti bisa hamil sekarang. Tapi, saat ini dokter belum memberiku izin untuk bisa hamil dengan alasan kesehatan. Maafkan aku ya, Mas," ucap Zielin penuh penyesalan.
"Itu bukan salahmu, Sayang." Yuga memberikan pelukan hangat kepada Zielin.
"Pak Yuga, Nyonya, saya mohon diri. Permisi!" pamit Kanaya.
"Nay, kamu nggak mau memikirkannya sekali lagi?" Mona tak pantang menyerah, ia masih berusaha untuk membujuk Kanaya.
"Maaf, Mbak. Aku nggak bisa," jawab Kanaya. "Aku akan mencari jalan lain untuk mendapatkan biaya operasi nenek. Misal aku harus menjual organ tubuhku pun aku rela."
Mona hanya bisa mendengkus kesal karena dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Dasar cewek bodoh!" umpatnya.
Kanaya melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan rumah mewah tersebut. Namun, dia kembali menghentikan langkahnya saat Zielin mengucapkan sesuatu.
"Baiklah, aku setuju dengan syarat yang kamu ajukan. Suamiku akan menikahimu secara siri. Tapi, ingat! Pernikahan itu harus kamu rahasiakan dari siapa pun. Mengerti!" ucap Zielin.
"Nyonya yakin?" tanya Kanaya.
"Zi, kamu yakin?" tanya Yuga.
"Aku yakin. Bagaimana pun harta papa tidak boleh dihibahkan ke yayasan karena aku tidak akan rela," jelas Zielin. "Hanya itu, kan syarat yang kamu ajukan?" tanya Zielin kepada Kanaya.
"Satu lagi, aku ingin suami Anda memberiku mahar 40 juta."
"Gila kamu!" sentak Zielin.
"Nyonya boleh memotongnya dari bayaran 1 miliar yang akan Nyonya berikan kepada saya nantinya," jawab Kanaya.
"Baiklah kalau begitu aku setuju. Tapi, ingat kamu hanya diberi waktu dua bulan. Jika dalam dua bulan kamu tidak bisa memberikan keturunan kepada kami, maka kontrak batal! Bagaimana? Apa kamu setuju?" tanya Zielin.
Kanaya diam sebentar, setelah itu ia pun menjawab, "Baiklah. Aku setuju."
"Kalau begitu persiapkan dirimu! Setelah surat kontrak pernikahan selesai dibuat, maka prosesi pernikahanmu dan suamiku akan segera digelar."
"Baik, Nyonya," jawab Kanaya. Kanaya merasa lega karena akhirnya ia bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi sang nenek.
***
Selang beberapa hari Zielin dan Yuga kembali menyuruh Kanaya datang ke rumah mereka meminta Kanaya untuk menandatangani Kontrak Pernikahan sebelum acara akad itu dimulai. Beberapa poin penting yang ada di dalam Kontrak Pernikahan itu adalah:
Mereka harus merahasiakan pernikahan mereka dari siapa pun.
Kontrak pernikahan hanya berlakau setahun.
Tidak ada harta gono-gini
Setelah bercerai, Kanaya tidak berhak atas anaknya.
Jika dalam 2 bulan, Kanaya tidak berhasil mengandung anak Yuga maka keduanya harus bercerai dan semua kesepakatan berakhir.
"Bagaimana? Apa kamu keberatan dengan isi kontrak itu?" tanya Zielin untuk memastikan.
"Aku setuju dengan semua isi dalam kontrak itu. Tapi, untuk mahar pernikahan yang sudah diberikan, boleh kah saya tidak mengembalikannya? Angga saja itu sebagai bayaran karena saya telah melayani suami Anda selama dua bulan," jawab Kanaya.
"Baiklah, tidak masalah," jawab Zielin mengiyakan.
"Saya terima nikah dan kawinya Kanaya binti Syarif almarhum dengan uang sebesar 40 juta rupiah dibayar tunai." Dengan satu tarikan napas Yuga Tjandra selesai mengucapkan kalimat ijab.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya Sang Penghulu.
"Sah," jawab dua orang saksi yang tak lain adalah istri pertama Yuga-Zielin dan Mona-pemilik bar tempat Kanaya bekerja.
Usai memberikan wejangan dan doa untuk kedua mempelai, penghulu itu pun segera meninggalkan kediaman Yuga Tjandra.
"Mas Yuga sudah memenuhi janjinya untuk menikahi kamu secara siri, sekarang giliran kamu yang harus menandatangani surat perjanjian ini!" Zielin meletakkan sebuah map berisi kontrak pernikahan di depan Kanaya.
Kanaya mengambil map yang ada di hadapannya, sebelum menandatangani kontrak pernikahan tersebut, ia memastikan terlebih dulu jika semua yang tertera di sana sudah sesuai dengan kesepakatan.
"Buruan tanda tangan! Kamu jangan khawatir semua sudah sesuai dengan kesepakatan kita sebelumnya!" suruh Zielin, dia tidak sabar untuk melihat Kanaya menandatangani kontrak pernikahan itu. Zielin tidak mau jika Kanaya akan berubah pikiran nantinya.
"Mbak, kenapa di sini ada batas waktu kapan paling lambat aku harus hamil?" tanya Kanaya saat ia melihat ada satu pasal yang mengharuskan ia hamil satu sampai dua bulan setelah pernikahan, jika sampai batas yang sudah ditentukan tersebut Kanaya belum juga mengandung anak dari Yuga, maka mereka harus bercerai dan semua perjanjian batal.
"Hei, tentu saja harus ada batas waktu. Aku nggak mau ya Mas Yuga bertahan terlalu lama dengan wanita yang tidak bisa memberinya keturunan. Seenggaknya jika dalam dua bulan itu kamu tidak juga bisa memberikan kami anak, maka kami masih bisa mencari rahim lain yang mau mengandung anaknya Mas Yuga," jawab Zielin. "Dan ingat jika hal itu terjadi, maka kamu tidak akan mendapatkan apa pun dari kami selain mahar pernikahanmu tadi. Mengerti!" lanjut Zielin dengan tatapan nyalang.
"Iya, Mbak, saya mengerti," jawab Kanaya. Gadis berusia 21 tahun tersebut akhirnya menandatangani kontrak pernikahan yang ada di hadapannya.
"Dan ini buat kamu, Mona. Ingat! Kalau sampai rahasia ini bocor, kamu adalah orang pertama yang aku cari!" Zielin memberi peringatan kepada Mona Lisa.
Wanita pemilik bar berusia lebih dari tiga puluh tahun itu mengangguk, dia mencium amplop coklat berisi uang yang diberikan oleh istri dari Yuga Tjandra. "Jangan khawatir semua rahasia aman," jawab wanita itu meyakinkan.
"Sudah sekarang, kamu pergi sana!" usir Zielin.
"Naya, gua pamit ya. Baik-baik lo jadi istri Pak Yuga, jangan buat masalah! Soal nenek lo, lo nggak usah khawatir, gua akan jaga dia sampai lo bisa datang menjenguknya," ujar Mona Lisa sebelum wanita itu meninggalkan kediaman Yuga Tjandra.
"Iya, Mbak Mona. Terima kasih sebelumnya," jawab Kanaya.
"Pak Yuga, Mbak Zi, saya pamit ya. Senang bisa bekerjasama dengan kalian," pamit Mona.
Zielin mengibaskan jemarinya sebagai kode agar wanita kemayu tersebut segera keluar dari rumahnya.. Tanpa banyak bicara lagi, Mona pun segera keluar dari kediaman Yuga Tjandra.
"Dan kamu pergi ke kamarmu sana! Nanti Mas Yuga akan menyusulmu!" Zielin menyuruh Kanaya untuk pergi ke kamar yang sudah disiapkan sebelumnya.
"Baik, Mbak," jawab Kanaya. Wanita yang baru saja menyandang istri siri dari Yuga itu pun pergi ke kamar yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
"Sayang, kenapa kita harus menyewa rahim pengganti sih? Kenapa kita tidak melakukan bayi tabung atau apa pun itu untuk memiliki anak?" tanya Yuga, dia benar-benar tidak mengerti dengan pemikiran istrinya.
"Mas, Mas ingat, kan, kata dokter, aku belum boleh hamil dua sampai tiga tahun ke depan karena kecelakaan waktu itu. Sementara papa kamu mengancam akan menghibahkan hartanya ke yayasan sosial jika dalam waktu satu tahun ini kita tidak memiliki anak. Jadi, hanya cara ini yang bisa kita lakukan," jawab Zielin.
Wanita mana pun pasti tidak akan rela menyerahkan suaminya kepada wanita lain, sama halnya dengan Zielin. Jika bukan demi harta warisan Sang Mertua, pantang baginya untuk berbagi suami.
Yuga menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Sama halnya dengan Zielin-Sang Istri, Yuga pun tidak rela jika harta ayahnya harus dihibahkan ke yayasan sosial.
"Mas hanya harus bertahan dengan wanita itu selama satu tahun. Jadi bersabarlah!" Zielin mengalungkan kedua tangan di leher suaminya, menempelkan bibir berwarna merah menyala itu di atas bibir sensual milik Sang Suami. Dia menyesap bibir itu dengan rakus, saling mengeksplor isi di dalamnya. Lenguhan keluar dari bibir tipis Zielin, wanita itu segera mendorong tubuh suaminya sebelum mereka melakukan hal yang lebih jauh.
"Kenapa berhenti, Sayang?" protes Yuga.
"Mas, tugas Mas sekarang adalah membuat wanita kampungan itu secepatnya hamil. Jika Mas melakukan itu bersamaku sekarang, bagaimana Mas bisa membuatnya segera hamil," jawab Zielin.
"Menyebalkan! Semua ini gara-gara papa, kenapa sih dia harus memberikan syarat konyol seperti itu?" keluh Yuga.
"Sudah, Mas. Sabar saja! Ini kan cuma sementara, semuanya akan kembali seperti semula setelah wanita itu melahirkan anak untuk kita," ujar Zielin. Wanita itu mengusap bibir suaminya yang basah menggunakan ibu jari. "Sana pergi ke kamar wanita itu dan selesaikan tugas kamu! Ingat ya, Mas. Saat melakukan itu, Mas tidak boleh menggunakan perasaan, aku nggak mau Mas jatuh cinta sama dia!" suruh Zielin. Ia juga mengingatkan suaminya agar tidak melakukannya dengan hati.
"Tidak, akan. Aku tidak akan pernah jatuh cinta dengan wanita kampungan itu. Apalagi aku tahu kalau dia hanya wanita murahan yang rela melakukan apa pun demi mendapatkan uang," jawab Yuga. "Tapi, Sayang kenapa kita harus menyewa wanita dari bar sih? Kenapa kita tidak mencari wanita baik-baik untuk dijadikan ibu pengganti?" tanya Yuga, dia penasaran alasan istrinya yang lebih memilih wanita dari bar untuk dijadikan ibu pengganti bagi anak mereka.
"Mas, pikir deh memang ada wanita baik-baik yang mau dinikahi hanya untuk dijadikan ibu pengganti?" tanya Zielin.
Yuga menggeleng. Perkataan Zielin benar, tidak akan ada wanita yang rela dinikahi dan dijadikan ibu pengganti demi uang, selain wanita yang baru saja dinikahinya tadi.
"Makanya, Mas harus bisa secepatnya membuat wanita itu hamil. Jadi, kita bisa segera mengusir wanita itu dari sini dan mendapatkan harta papa," ujar Zielin.
Sekali lagi Yuga menghela napasnya. "Andai saja papa tidak memberikan syarat itu," keluh Yuga.
"Sudah. Sana temui wanita itu!" suruh Zielin. Dia mendorong suaminya untuk segera pergi dari hadapannya dan dengan terpaksa Yuga pun akhirnya meninggal istrinya di sana.
zielin mengambil ponsel dari dalam saku dan menghubungi seseorang. "Kita ketemu di tempat biasa. See you, Sayang." Setelah mengatakan itu kepada seseorang di ujung sana Zielin pun segera mengakhiri panggilannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!