NovelToon NovelToon

Sang Pelakor

Jatuh Sakit

"Kamu cantik sekali hari ini Mam?" puji seorang lelaki muda pada wanita yang usianya di atas lelaki tersebut.

"Ah kamu dasar gombal mulu. Masak aku yang usianya sudah empat puluh tahun kamu bilang cantik. Tentu cantik istrimu lah kan dia masih muda di bawah tiga puluh tahun" ucap wanita itu.

"Ah, istriku sama kamu kalah atuh Mam. Beneran cantik kamu jauh deh. Suerr..

Kamu tanya saja sama semut di atas pohon jambu pasti dia akan jawab yang sama kayak aku. Bikin aku berdesir lihat body Mam yang putih mulus bening dan pasti dalamnya singset" ucap sang lelaki.

"Kamu karyawan suamiku yang baru pindah dari Jakarta itu kan? Nama kamu Revan ya?" tanya sang wanita.

"Iya Mam, aku Revan pindahan dari kantor Jakarta ke cabang Bandung. Baru dua hari ini saya pindah ke sini" jawab Revan.

Dretttt...drettt...

Tiba-tiba ponsel sang istri bosnya itu berdering dan tertera nama suaminya maka ia pamit pada karyawannya untuk mengangkat telepon.

"Maaf ya Aa Rian telepon. Aku angkat dulu di sana" ucap wanita itu sambil menujuk arah luar pabrik tehnya yang areanya cukup sepi dan Revan hanya menganggukkan kepala saja sambil melihat dari kejauhan kemolekan tubuh istri majikannya itu.

🍁🍁🍁

Di Jakarta seorang ibu rumah tangga biasa bernama Jessy yang berusia dua puluh lima tahun tengah cemas menunggu hasil pemeriksaan darah anaknya yang bernama Gisella di sebuah klinik tak jauh dari rumahnya.

Sudah tiga hari ini Gisella putrinya yang berusia lima tahun demam tinggi disertai batuk pilek. Ia pikir cukup minum obat warung biasa maka akan sembuh seperti sedia kala. Akan tetapi hingga tiga hari demamnya juga belum turun makin tinggi.

Beruntung kembaran Gisella yaitu Graham tidak ikutan sakit. Keduanya adalah anak kembar tidak identik. Graham lahir terlebih dahulu lalu Gisella hadir ke dunia tiga menit kemudian. Jessy hanya berdua dengan Gisella ke klinik karena Graham bersama kakek neneknya di rumah.

"Pasien atas nama Gisella?" teriak petugas kesehatan.

Jessy yang mendengar nama anaknya dipanggil langsung bergegas menuju loket.

"Iya mbak, saya ibunya Gisella" ucap Jessy.

"Silahkan masuk Bu, nanti dokter menjelaskan" ucap petugas kesehatan.

Dengan menggendong Gisella sambil memeluknya, tangannya bergetar meraih handle pintu ruangan sang dokter jaga. Bibir dan hatinya terus melafalkan doa agar sang anak baik-baik saja.

Ceklek...pintu pun ia buka dan dokter mempersilahkan Jessy untuk duduk terlebih dahulu. Raut wajah Jessy yang tegang dan cemas sudah dapat ditangkap oleh dokter tersebut.

"Begini Bu, hasil laboratorium anak Ibu terkena DBD dan harus di opname di rumah sakit agar segera dilakukan penanganan terbaik untuk pencegahan serta keselamatan Gisella" ucap sang dokter.

Jessy pun langsung lemas dan air matanya menetes layaknya ibu pada umumnya mendengar hasil diagnosa yang buruk pada anaknya. Terlebih mendengar kata opname dan rumah sakit. Untuk berangkat ke klinik saja dia harus memecah celengan ayam milik anaknya karena suaminya belum mengirimkan uang padanya dan ia juga tak punya simpanan apapun.

Kehidupannya berada serba pas-pas an. Kini hanya suaminya yang bekerja dan ia tinggal bersama kedua anaknya di rumah mertuanya. Kedua mertuanya susah cukup tua. Dahulu sebelum punya si kembar, ia berkerja sebagai SPG toko di sebuah Mall. Namun sejak anak mereka lahir, sang suami menyuruhnya berhenti bekerja agar fokus menjadi ibu rumah tangga saja sambil menjaga orang tua suaminya.

"Apa bisa rawat jalan saja dok di rumah? Maaf jika opname di rumah sakit, kami tak punya cukup uang" ucap Jessy lirih.

"Suami ibu ke mana? Coba dibicarakan dengan suaminya nanti siapa tahu ada solusi terbaik untuk Gisella karena penanganan DBD yang terlambat maka nyawa menjadi taruhannya"

"Sementara saya beri obat dan surat rujukan ke rumah sakit. Nanti segera ibu pertimbangkan saran saya tadi demi kebaikan Gisella" ucap dokter.

"Baiklah terima kasih dok, saya permisi" ucap Jessy seraya melangkahkan kakinya pergi dari ruangan dokter tersebut.

Dengan langkah gontai ia berjalan ke parkiran menuju motornya dengan tetap memeluk Gisella erat.

"Mam, apa Gisel akan mati?" ucap Gisella lirih dengan nada sendu.

Mendengar sepenggal kalimat yang keluar dari bibir putrinya itu, membuat hati Jessy makin tak karuan. Air matanya menetes seketika walau Gisella tak melihatnya karena ia memeluk erat sang mommy.

"Aku harus bagaimana ya Tuhan?" ucap Jessy dalam hati.

🍁🍁🍁

Di tunggu Like, Komen, Bunga dan Kopinya 🧁🧁

Playboy Kelas Teri

"Eh Van kamu tadi ngobrol apa sama Nyonya bos?" tanya Agus.

"Ngobrol biasa aja Gus, gak ada yang spesial kok. Emang kenapa sih?" tanya Revan pada teman kerjanya sedikit sewot.

"Ya gak apa-apa cuma kamu kan pindahan anak baru dari Jakarta ke sini. Yang aku denger kamu di pindah ke Bandung karena bertengkar dengan rekan kerjamu di sana gegara kamu gangguin istrinya ya? Apa benar itu?" tanya Agus.

"Itu fitnah Gus, aku hanya dijebak sama dia biar aku gak naik pangkat kan dia sainganku di sana. Alhasil bos mutasi aku deh ke sini. Tapi ya gak apa-apa di sini hawanya sejuk beda dengan di Jakarta panas" ucap Revan.

"Oh begitu ceritanya. Syukurlah jika kamu memang yang ingin pindah ke sini. Hanya saja jangan coba-coba deketin Nyonya bos karena orangnya susah di deketin. Malah sering galak sama kita. Maklum suka rungsing tak jelas mungkin jarang dibelai sama lakinya" ucap Agus sambil cekikikan.

"Emang Pak Rian jarang pulang ke Bandung? Kan Jakarta-Bandung dekat apalagi seorang bos kan mudah tinggal beli tiket pesawat atau kereta cepat" ucap Revan.

"Iya Van, Pak Rian itu pulang kampung ke sini lima atau enam bulan sekali. Alasannya pekerjaan di Jakarta cukup banyak maklum usahanya sedang berkembang dan ingin memasarkan produk tehnya juga ke luar Jawa. Dulu Nyonya bos ikut tinggal di Jakarta saat awal merintis usaha mereka. Namun ketika anak-anak mereka sudah besar jadinya Nyonya bos kembali tinggal di Bandung saja sama kedua mertuanya di sini" ucap Agus.

"Rumah bos kok sepi ya? Orang tua Pak Rian sama anak-anaknya ke mana?" tanya Revan sambil melihat rumah majikannya dari kejauhan.

"Anak laki-laki Pak Rian yang nomor satu kuliah di Jogjakarta sedangkan anak perempuannya sekolah di sini masih SD dan tinggal bersama Nyonya bos dan mertuanya walau beda paviliun saja. Ngomong-ngomong kamu di sini jadi ngekos di mana Van?" tanya Agus.

"Ada Kang, tak jauh dari sini kok cuma naik motor saja lima belas menit saja dari pabrik" ucap Revan.

"Sudah sore aku pulang dulu ya Van dicari istri soalnya kambingku mau melahirkan. Jangan lupa kunci semuanya dan serahin kunci ke Nyonya bos" ucap Agus seraya menepuk pundak Revan dan berpamitan pulang.

Jam sudah menunjukkan pukul enam sore dan langit mulai gelap. Seluruh pintu pabrik sudah ia tutup karena karyawan sudah pulang sejak jam empat sore tadi. Di pabrik tak banyak pekerja karena ini area perkebunan jadi lebih banyak pekerja adalah butuh pemetik teh yang banyak bekerja di kebun langsung.

Pabrik di Bandung pun hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan teh saja karena untuk pengolahan, pengemasan hingga produk jadi berada di Jakarta dekat dengan kantor pusat. Ketika akan berbalik badan setelah menutup gerbang utama pabrik, Revan dikejutkan dengan sang Nyonya bos yang bernama Imelda biasa dipanggil Imel.

Tadi pagi sang nyonya bos berpakaian cukup rapi karena datang ke pabrik saat jam kerja. Namun alangkah terkejutnya saat ini dengan mulut menganga Revan menatap istri bosnya yang kini ada di hadapannya dengan berpakaian daster motif bunga-bunga cantik. Akan tetapi masalahnya bukan sembarang daster seperti yang biasa istrinya pakai di rumah. Istri bosnya itu tengah memakai daster motif bunga dengan warna dasar kain yang putih tipis dengan tali spagheti di bahu kanan kiri tipis tanpa penutup kedua lengan atasnya.

Secara otomatis mata lelaki yang memandangnya tentu akan berdesir bahkan bisa menimbulkan gejolak hawa panas di dalamnya. Revan mendadak menelan salivanya karena jelas sekali bahwa wanita di hadapannya ini sedang tak memakai kain penutup untuk menyangga buah semangkanya yang berwarna merah jambu itu.

"Eh Mam Imel ngagetin saya saja, ini kuncinya. Saya pamit pulang dulu" ucap Revan seraya menyerahkan kunci pabrik pada istri bosnya itu.

"Kamu sudah mau pulang? Apa gak mampir makan dulu di rumah, kan kamu anak kos. Apa ada orang yang menyiapkan makanmu di kosan?" tanya Imel.

"Pucuk di cinta ulam pun tiba. Tak baik menolak rejeki kan sekalian hemat uang maklum belum gajian" ucap Revan dalam hati.

"Apa tak masalah Mam saya makan di rumahnya, takutnya nanti jadi bahan gosip tak enak di sini kan ada mertua dan anak Mam Imel" ucap Revan.

"Tak apa kok, di rumah hanya saya sendiri saat ini karena mertua saya sedang pergi keluar kota dan putri saya baru saja berangkat bimbel sama teman-temannya di rumah guru mereka di desa seberang. Nanti jam sembilan malam baru pulang biasanya" ucap Imel.

"Wah, kita hanya berdua saja nih Mam di rumah? Apa Mam gak takut sama saya kan saya lelaki normal lho" ucap Revan menggoda.

"Ah kamu dasar suka ngerayu dan godain wanita mulu. Yuk masuk sudah malam juga dan aku sudah lapar" ucap Imel.

"Iya Mam let's go keburu nanti Mam yang ganti aku makan, ups" ucap Revan keceplosan seraya menutup mulutnya. Imel yang mendengar ucapan Revan hanya bisa tersenyum penuh makna dan hanya dirinya yang tahu.

Pesona Berondong Playboy

Revan dan Imel pun akhirnya masuk ke dalam rumah yang tampak sepi bahkan malam itu yang kebetulan menjelang akhir pekan bertepatan pada hari Jumat, salah satu pembantu Imel meminta ijin datang ke hajatan di kampung sebelah dan akan pulang malam sedangkan yang satunya sengaja disuruh Imel menemani putrinya bimbel. Alhasil kini hanya ada Revan dan Imel yang tengah bersantap malam.

Saat denting sendok garpu beradu dengan piring dan mangkuk pun mata jelalatan Revan tak lepas dari wanita di depannya ini. Walau usia diantara keduanya berjarak 10 tahun di mana Imel lebih tua daripada Revan namun bila kucing diberi ikan pasti tak akan menolak.

Revan sampai berusaha menelan masakan Imel yang memang rasanya enak namun buah semangka yang membusung di depannya yang berada dibalik gaun tidur putih tipis yang dipakai Imel tentu lebih menarik minatnya.

"Gimana masakan aku Van?" tanya Imel dengan matanya yang terus melihat Revan di depannya. Pria ini begitu tampan, gagah karena usianya lebih muda dari dirinya maupun suaminya. Usia Revan masih tiga puluh tahun (30 tahun) sedangkan Imel berusia empat puluh tahun (40 tahun) dan Rian suami Imel berusia empat puluh delapan tahun (48 tahun).

"Ehm, enak Mam Imel. Anda pinter masak juga ya ternyata" ucap Revan dengan senyum khas playboynya.

"Istrimu di rumah juga pasti sama saja pinter masak ya? Semua wanita dominan jago masak dan jago yang lain juga pastinya untuk menyenangkan suaminya" ucap Imel sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya.

"Istriku bisa masak cuma masih kalah jauh sama Mam Imel, lebih enak dan variatif masakannya Mam Imel bikin nagih nih" ucap Revan menggoda.

"Dasar tukang gombal, lanjutin gih makannya" ucap Imel dengan penuh senyum.

Revan yang melihat ada sisa nasi di ujung bibir Imel langsung jiwa playboynya semakin terbuka dengan sigap mengambil tisu di depannya dan membersihkan mulut Imel tersebut dan sontak hal itu membuat Imel terkejut dan ada suatu desiran hangat dalam dirinya. Perhatian kecil yang jarang ia dapatkan dari suaminya kala mereka bersantap bersama.

"Maaf Mam Imel tadi ada sisa nasi jadi saya bersihkan. Maaf jika dirasa kurang sopan. Kebetulan saya pecinta kebersihan jadi melihat hal tadi tangan saya jadi gatal" ucap Revan sambil sedikit tertawa dan senyum ala iklan pasta gigi merk terkenal yang suka nongol di TV.

"Ah, gak apa-apa kok. Makasih ya kamu mau makan malam masakan buatanku yang biasa ini, hanya makanan rumahan saja bukan makanan restoran" ucap Imel serasa kini jantungnya berdetak kencang akibat sentuhan Revan tadi yang masih membekas. Padahal hanya sentuhan singkat saja yang hanya sepersekian detik namun sudah membuatnya berdesir hebat.

Imel telah lama tak dapat sentuhan dari suaminya sehingga terkena ujung jari Revan sedikit tadi sudah seperti tersengat aliran listrik sekian juta voltase.

Setelah selesai bersantap malam akhirnya Revan pamit pulang karena jam sudah mendekati sang putri Imel dan pembantunya akan pulang ke rumah. Ia tak mau nanti ada salah paham lebih lanjut karena ia juga belum mengenal keseharian keluarga Bosnya.

"Revan tunggu" panggil Imel ketika Revan hendak memakai helm dan akan menyalakan gas motornya maka ia hentikan saat terdengar suara Imel memanggilnya.

"Iya Mam Imel, ada apa?" tanya Revan.

"Nomor ponsel kamu berapa? Biar mudah kita komunikasi. Kamu kan anak baru di sini mungkin belum paham daerah sini jadi sewaktu-waktu aku siap membantu dengan senang hati" tanya Imel.

Lalu mereka berdua saling bertukar nomor ponsel. Setelah Revan pulang, Imel membereskan meja makan dan tak lama putrinya pulang bersama pembantunya.

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam dan Imel belum bisa tidur karena kepikiran terus akan pesona brondong tampan yang kabarnya di kenal playboy tapi Imel yakin Revan pemuda yang baik namun memang tipe yang ceria dan mudah bergaul pikiran positif dari seorang Imel begitu.

Akhirnya setelah beberapa saat menatap ponselnya, Imel memberanikan diri untuk mengirim pesan via aplikasi chatting dengan Revan dan gayung bersambut mereka saling bertanya satu sama lain mulai dari sedang apa bahkan hingga berujung keduanya saling curhat masalah rumah tangga mereka masing-masing.

Awalnya saling bertukar pesan via chat lalu diubah ke mode telepon untuk lebih enak berbincang lebih dekat. Putri Imel sudah tidur dengan kedua pembantunya hingga mereka leluasa di kamar utama Imel dengan kondisi pintu tertutup dan cukup jauh dari kamar putri dan pembantunya itu untuk bertelepon ria.

Ketika Revan tengah sibuk berteleponan dengan Imel, di kota yang berbeda Jessy kesusahan menghubungi suaminya. Jessy berusaha berpikiran positif antara suaminya sudah tertidur apa sinyal di sana yang sedang tak bersahabat sehingga susah menghubungi suaminya. Akhirnya niat tersebut ia tunda besok untuk menghubungi Revan guna membicarakan tentang kondisi kesehatan Gisella.

Di saat Jessy resah akan kondisi putrinya dan suami yang tak bisa ia hubungi justru berbanding terbalik dengan Revan dan Imel yang asyik berbincang via telepon bahkan keduanya tak sadar sudah mengobrol hingga pukul dua dini hari baru keduanya pamit tidur dan menutup teleponnya.

Jessy tengah mengompres dahi Gisella yang demam tinggi dan putrinya terus mengingau memanggil nama Papanya.

"Mas Revan kamu kemana? Mengapa perasaanku tak enak begini. Ada apa ini ya Tuhan. Semoga Mas Revan baik-baik saja di sana" ucap Jessy penuh cemas sambil berdoa dalam hatinya.

🍁🍁🍁

Istri orang tampak menggoda

*Suami orang tampak rupawan dan gagah

Rumput milik tetangga akan selalu tampak hijau dan segar bila Rumput rumah sendiri tak pernah di pelihara dengan baik agar tampak menarik*.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!