NovelToon NovelToon

Chasing My Wife'S Lost Love, (Mengejar Kehilangan Cinta Istriku.)

Permulaan

Amara terpaksa menikah dengan orang yang selalu menolak cintanya, hanya karena sebuah kesalah fahaman saja.

Sedangkan Darandra yang semula ingin menjadikan Amara sebagai istri Sirrinya hanya karena ia ingin mempunyai anak dari Amara karena hanya Amaralah yang bisa membuat bisa melakukan hubungan mantap-mantap.

Namun sayang semua itu membuatnya berubah, di saat kedua orang tuanya mengusirnya, dan mengambil semua fasilitas kemewahan yang ia miliki.

Bukannya kebahagiaan yang di alami Amara, namun, di sinilah ia belajar tumbuh sebagai wanita dewasa, dan berkembang dari sebelumnya, la terus berjuang melawan rasa cintanya yang semakin lama semakin mendalam, namun di saat bersamaan Darandra membuatnya terus saja terluka di saat la berjuang sendiri untuk melawan penyakit yang menggerogoti ingatannya.

Dan, di saat Darandra sadar dengan rasa dan perasaannya, semuanya sudah terlambat, ingin menangisi dan menyesalinya pun tak ada guna lagi. Dan Tinggal lah ia hidup dengan penyesalan, yang membuatnya menjadi Kaku dan dingin tidak tersentuh.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Sekarang lelaki mana lagi yang ingin kau goda? Dan ke mana saja kau keseharian ini,? Apa kau tidak lihat sekarang sudah jam berapa,?" Baru saja Amara menutup pintu Namun, dia sudah di berondong oleh berbagai pertanyaan dari Darandra yang membuatnya langsung melonjak kaget, namun ia berusaha untuk biasa saja.

"Maafkan Aku tapi besok saja dibahasnya, sekarang ini aku lagi capek dan mengantuk kau tahu sendiri kan, kalau aku baru saja keluar dari rumah sakit, sedang besok aku sudah harus masuk bekerja," kemudian Amara memilih berlalu dari hadapan Darandra karena ia tak ingin berdebat lagi.

"Kau bilang baru keluar dari rumah sakit?," Darandra menatap sinis.

"Oh... hebat sekali setelah melakukan sandiwara kebohongan kau pulang dengan lelaki yang sudah menikah, bahkan kau diantar sudah larut, saat aku ingin bertanya kau mengatakan kalau dirimu capek dan mengantuk.?"

Deg.

Amara yang sempat terkejut kalau Darandra ternyata telah mengetahui kebohongannya, namun karena Amara yang tak ingin berdebat memilih Acuh, dan memilih terus melangkah masuk ke dalam rumah, namun tangannya tiba-tiba ditarik membuat langkah kakinya tertahan.

"Apa sekarang ini kau sudah mulai mengaturku,? mulai membangkang? Mulai tidak mau mendengarku,? dan berani-berani nya kau mengacuhkanku apa kau lupa posisi mu sekarang ini aku bisa membuatmu..."

"Kau akan membuatku menjadi apa,? apa kau akan mengusirku, atau kau akan menceraikan ku,? jika ya, maka lakukan sekarang aku tidak takut karena itu yang sedang aku tunggu karena aku muak, aku sudah muak denganmu brengsek...!" teriak Amara membuat kalimat Damara menggantung dan betapa terkejutnya ia saat mendapati Amara yang membalas ucapannya dengan tatapan sengit, karena emosinya yang membara. Namun tetap saja Darandra orang yang tidak peka, dengan perasaan istrinya itu, mungkin memang dia seperti itu karena mengingat saat di luar negeri pun Darandra tak pernah menjalin cinta dengan seorang wanita mana pun, dan hanya Tasya lah wanita pertama yang la pacari, sedangkan Amara yang dari dulu terus mengikutinya bahkan mengejar-ngejarnya itu la anggap hanya wanita manja dan selalu membuat onar, namun seiring berjalannya waktu melihat Amara dekat dengan Pria lain membuat Darandra ingin memilikinya walaupun ia sendiri belum mengetahui dengan jelas tentang perasaannya yang selalu pasang surut itu.

Darandra yang awalnya ingin menikahi Amara karena hanya ingin mendapatkan keturunan kini la berubah fikiran semenjak kedua orang tuanya mengusirnya hanya karena sebuah kesalah fahaman yang la ciptakan sendiri.

Kini la tak ingin lagi memikirkan masalah Anak yang ia fikirkan adalah bagaimana ia bisa mengambil alih rumah sakit Emergency miliknya itu, yang kini telah di ambil alih oleh sahabatnya, Arya kakak dari Tasya.

la pun terpaksa membuka sebuah clinik yang ia beri nama yang sama dengan rumahnya sakitnya itu, sambil terus mencari jalan agar ia bisa kembali mendapatkan rumah sakitnya.

"Ulang sekali lagi ucapanmu itu, kau memanggilku apa? brengsek,? lalu kau itu apa,? wanita murahan yang bisa di goda lelaki manapun dan kau begitu bebas menggoda lelaki manapun," geram Darandra mencengkram pergelangan tangan Amara hingga membuatnya meringis kesakitan.

"Lepaskan tanganku,! kau membuatku sakit brengsek...kau itu brengsek...aku membencimu," Teriak Amara kembali tanpa rasa gentar, karena menurutnya Darandra lah yang salah, la selalu membuat Amara terbakar cemburu dengan apa yang di lihatnya tadi siang di Clinik, itu lah yang membuatnya kabur dari sana, dan memilih menenangkan hatinya dari pada ke rumah yang akan membuat otaknya jadi buntu.

Pulang dari rumah sakit ia memilih terdampar di tepi Danau, Beruntung ada Jhony yang datang untuk mengurangi rasa sesak di dada nya, setelah pulang ke Rumah la berharap segera dapat merebahkan diri karena telah berhasil membuang sesaknya walau hanya sedikit.

Namun lelaki itu sepertinya ingin terus mencari ribut dengannya.

Dan benar saja Darandra yang terbakar emosi menarik kembali tangan Amara dan menyeretnya masuk ke kamar mandi dan menyiram tubuh Amara dengan air, karena emosinya yang membuncah, teriakan dan jeritan Amara seakan membuatnya telinganya tuli.

"Sekarang lekas pakai bajumu dan cepat layani aku, !" mendengar apa yang dikatakan Darandra membuat Amara bergeming sedang kan Darandra beranjak pergi meninggalkan nya.

'Ck, kemana dia kenapa lama sekali?'

Lama menunggu Amara yang tak keluar-keluar membuat Darandra berdecak kesal, la pun memilih pergi untuk memanggilnya lagi.

"Amara...Amara...kenapa kau...,?" Ucapannya tertahan di saat melihat sosok tubuh yang terbaring tertutup selimut.

Perlahan Darandra mendekatinya lalu menyingkap selimut yang di pakai Amara untuk menutupi seluruh tubuhnya itu.

"Amara apa kau sudah tertidur,? atau kau masih terjaga,?" tetap saja tak ada jawaban.

Perlahan Darandra memperhatikan wajah yang ada di depan itu.

"Kenapa kau selalu seperti ini Amara kau selalu membantahku dan kenapa kau tega berbohong padaku, bukankah kau tahu dari dulu aku tak suka kau pergi dengan Pria lain karena kau istriku Amara kau adalah milikku, selamanya akan jadi milikku."

Darandra memilih makan sendiri malam ini padahal tadi ia sudah merencanakan kalau malam ini akan makan bersama Amara hingga ia pun harus memesan makanan kesukaan istrinya itu.

Sedangkan di dalam kamar Amara terus saja menangis mengingat kelakuan dan perlakuan Darandra kepadanya sungguh sangat jauh berbeda dengan apa yang di lihatnya, dengan perlakuan Darandra kepada Tasya sungguh jauh berbeda.

'Apa sedikit pun tak ada rasa di hatimu untukku Kak,? sebelum aku melupakanmu, melupakan semuanya aku berharap kau sudah mencintaiku,' lirih Amara menangisi kisah cintanya yang sangat tragis itu.

'Tidak, aku harus kuat, tidak boleh cengeng, aku pasti bisa bangkit, dan menikmati waktu yang tersisa.' Amara yang benar-benar merasa lelah pun tertidur dengan pulas.

Apa yang kau lakukan

Pagi.

"Bagaimana keadaanmu, Apakah baik-baik saja,?" tanya Darandra pada Amara namun tanpa ingin melihatnya karena tangannya sedang sibuk berbalas pesan dan ntah dengan siapa.

"Hm..." hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Amara.

"Jawaban macam apa itu,? dan apa tidak sebaiknya kau keluar Saja dari Cafe itu dan bantu aku di klinik karena aku akan kerepotan, dari pada aku menggaji orang lebih baik aku menggajimu bagaimana,?" tawar Darandra

"Tidak, aku tidak bisa aku juga kerja di cafe karena sudah berjanji sama Kak Renata, aku akan selalu menjaganya," tolak Amara memberikan alasan.

"Terserah kamu saja," setelah berkata seperti itu Darandra pun segera keluar dan meninggalkan Amara sendiri.

"Apa kau tidak sarapan dulu? aku sudah bangun memasak pagi-pagi untukmu,"

"Kau tidak perlu repot-repot, aku bisa sarapan di klinik, lagi pula Tasya juga selalu membawakan makanan yang lezat untukku,"

"Ya sudah, kalau begitu biar aku makan sendiri saja," Darandra memang sengaja berkata seperti itu dia ingin melihat ekspresi wajah dari Amara namun ekspresi yang ditunjukkan Amara biasa-biasa saja membuat Darandra semakin kesal, Darandra pun segera keluar dari halaman rumah kontrakannya tersebut menggunakan mobil miliknya, yang ia beli dari hasil tabungannya yang tersisa.

"Kakak, tunggu dulu! Apa aku boleh ikut,? kita kan searah,?" teriak Amara karena Darandra sudah lumayan jauh.

"Kamu naik taxi saja, kasihan Tasya dia sudah lama menungguku di klinik," Timpal Darandra tanpa ingin menoleh, karena kini la tengah masuk di mobil lalu pergi meninggalkan Amara begitu saja, Amara pun mengepalkan ke dua tangannya saat mengetahui suaminya itu pergi hanya untuk menemui yang menurut Amara lstri suaminya itu.

PIN PIN PIN.....

Terdengar suara Klakson mobil Sport berwarna merah yang tiba-tiba saja terpakir di depan Rumah kontrakan sederhananya itu.

"Jhony...,?" kejut Amara saat mengetahui siapa pemilik mobil itu, Iya dia adalah Jhony.

"Amara aku ke sini untuk menjemputmu, Apa kau ingin ikut denganku? Aku akan mengantarmu ke tempat kerja," Ajaknya

"Waow...Kebetulan sekali kau datang pagi-pagi tapi Kok, kamu tahu aja sih kalau aku sedang butuh kendaraan,?" Tanyanya binggung.

"Iya... tahulah, Bukankah semalam kita sudah Janjian kalau aku akan menjemputmu pagi-pagi sekali,"

"Oh,, iya kah? Masak sih? kok aku bisa sampai lupa," Amara menepuk jidatnya sambil nyengir kuda.

"Tunggu aku,! aku tidak jadi sarapan di sini kita sarapan di Cafe saja," Amara pun berlari masuk dengan begitu riang dan sumringahnya, hingga begitu ia ingin berbalik.

Bugh.

"K-kau,, kau kenapa? kenapa kau mengagetkanku,? dan untuk apa juga kau ikut masuk bukankah tadi kau sudah pergi,?" Tanyanya pada Darandra yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya itu.

"Minggir, beri aku jalan aku mau keluar,!" Tanpa ingin mendengar jawaban Darandra Amara memilih untuk segera pergi karena takut Jhony akan menunggunya lebih lama lagi, la pun berjalan ke luar namun sudah tidak mendapatkan siapapun di sana.

"Di mana Jhony,? apa kau mengusirnya,?" tanya Amara berbalik menatap Darandra sambil mendelik tajam.

"Ya, aku menyuruhnya pergi, kenapa,? kenapa kau tak pernah mau mendengarku Amara,? aku tidak suka kau bertemu dengan Pria lain di belakangku, kau menelponnya setelah aku pergi untung saja aku belum jauh," ucap Darandra kesal.

"Kau melarangku seolah aku adalah istri yang paling kau cintai, aku menganggapmu cemburu, tapi ya sudahlah aku mau berangkat aku akan naik taxi, kau pergilah mungkin Tasya sudah lama menunggumu," ucapnya datar Amara pun berbalik namun tangannya kembali di tarik membuatnya limbung dan membentur dada bidang itu.

Deg.

"Kenapa kau suka sekali memancing emosiku Amara,? kau sudah berbohong sekarang apa lagi yang ingin kau lakukan dengan lelaki yang bukan suamimu itu,? apa kau ingin melakukan ini di belakangku,?" Darandra menarik pinggang Amara hingga ia pun bisa ******* bibir yang begitu menggodanya itu.

"Lepaskan aku, apa yang kau lakukan,? apa kau sudah gila? aku mau bekerja dan buang fikiran burukmu itu tentangku," Amara mencoba untuk mendorong tubuh Darandra agar menjauh dan melepaskannya, namun perbuatan nya itu malah bembuat Darandra memeluknya semakin erat.

"Aku ingin lihat sampai di mana kau menolakku,!" kini Darandra mengunci kedua tangan Amara di atas kepalanya.

"Apa yang akan kau lakukan padaku,? lepas kan aku, aku mau bekerja," cicit Amara berusaha berontak namun sia-sia saja.

"Lepas...." suaranya hilang dalam tautan yang di berikan Darandra, namun tetap saja ia terus berusaha menolak tanpa ingin membalasnya, hingga sebuah tangan menelusup masuk di balik Bajunya dan mengelus dengan lembut ke dua gundukan miliknya hingga menegang.

Amara berusaha menggigit bibirnya agar tidak terbuai dengan permainan Darandra, namun Amara salah, Darandra yang begitu lihai terus saja memberikan sentuhan di setiap titik sensitifnya, dan tanpa dia sadari dirinya dan Darandra hanya memakai dalaman segi tiga saja ntah kapan Darandra merobek pakaian miliknya.

"Sampai kapan kau akan menolakku, kau tau aku tidak suka penolakan, aku ingin mendengar suara lembutmu memanggilku dengan des..ahanmu itu," bisik Darandra lembut di telinga Amara.

Melihat Amara yang hanya diam tanpa ada jawaban membuat Darandra, semakin kesal kini la kembali memberikan tautannya yang lebih panas sedangkan tangan yang satunya membelai lembut sesuatu yang sudah lembab di bawah sana, sedang lidahnya kembali menyapu gundukan kenyal yang menantang itu membuat Amara kini meliuk-liukkan tubuhnya seperti seorang penari erotis.

Darandra tersenyum miring melihat istrinya kini terbuai dengan permainan panasnya itu, ia pun kini mengangkat tubuh Amara ala bridal style, karena tadi mereka melakukannya sambil berdiri di ruang makan.

kini Darandra membaringkan tubuh Amara di atas kasur empuk miliknya, setelah itu ia pun mengungkung tubuh Amara dan kembali melakukan Aksinya.

"Akh...Kak, Andra Aku Akh..." suara itu akhirnya keluar juga di saat Darandra terus saja menggelitikkan lidahnya di bawah sana, bahkan ia sesekali memberikan sesapannya membuat Amara merasakan sesuatu yang dahsyat datang menghantam tubuhnya.

Dengan cepat Darandra mengatur posisi tubuhnya agar bisa melakukan serangan terakhirnya saat menyadari kalau sang istri sudah takluk oleh serangan demi serangan yang terus di lancarkannya itu.

Dengan gerakan pelan tapi pasti ia mengarah kan Rudalnya untuk memasuki gua pertahanan terakhir Amara, dengan gerakan lembut ia terus memberikan hentakan demi hentakan, yang membangun kembali sesuatu yang ada dalam diri Amara, hingga ia tak mampu lagi untuk menahan gejolak yang terus menghantam tubuhnya bertubi-tubi dan entah sudah berapa kali Darandra menyemprotkan bibit unggulnya di dalam hingga membuat Amara terkulai lemah masih dengan nafas yang memburu, bersama ambruknya tubuh Damara tepat di sampingnya, Darandra pun memeluk tubuh penuh peluh itu dengan posesif.

Kau itu egois.

Setelah selesai melakukan aktivitas yang selalu membuatnya panas, Darandra meraih botol obat dan mengambilnya beberapa butir lalu memasukkannya ke dalam mulut Amara.

"Minumlah karena aku sudah mengeluarkan nya beberapa kali di dalam, aku tidak ingin kau hamil," mendengar semua itu hati yang Amara begitu tercabik-cabik namun apalah dayanya Ia hanya bisa menurut saja.

"Apakah kau benar-benar tidak menginginkan seorang anak dariku,?" tanya Amara kembali walaupun sudah pasti ia tahu jawabannya seperti apa, namun ia harus tetap ingin meyakinkan dirinya Apakah Darandra menginginkannya atau tidak.

"Bisa tidak, kau tidak mempertanyakan hal ini lagi? jika kamu sudah tahu jawabannya seperti apa," ucap Darandra datar.

"Baiklah, aku hanya ingin memastikan saja jika pendirianmu masih tetap sama atau sudah berubah, aku akan memaklumkannya, sekarang lepaskan pelukanmu dari tubuhku,! Aku ingin segera membersihkan diri, Aku tidak mau Kak Renata nanti mencariku,"

"Apa perlu aku membantumu,?" tanya Darandra.

"Aku rasa Aku masih bisa melakukan sendiri." Tolaknya.

Dengan langkah gontai ia memasuki kamar mandi untuk segera menyucikan tubuhnya, tapi bukannya mandi Amara menumpahkan segala kesedihannya di dalam sana.

Setelah puas menangis dan selesai membersihkan diri, kini ia pun melangkah keluar untuk segera bersiap-bersiap.

"Sebaiknya hari ini kau tidak usah keluar dulu, aku belum selesai menghukummu jadi kau akan masuk bekerja besok karena aku sudah mengirim pesan buat Renata untuk izinmu sehari karena kau harus istirahat total,"

"Apa,? kau,?" Amara yang kesal hanya bisa mengerang sambil mengepalkan ke dua tangannya saat mendengar kata-kata Darandra, yang terdengar begitu santai itu.

"Hei...aku kira kau akan menyukai permainan ku," bisik Darandra lembut di telinga Amara.

"Dan kau tidak boleh menolaknya, jika tidak ingin aku buat tidak bisa berjalan, tugasmu adalah hanya menurut tanpa membantah, mengerti, sekarang Kemarilah," Darandra menarik pinggang Amara hingga membuat tubuh mereka kembali saling menyentuh.

"Hari ini aku akan mengurung mu agar lelaki itu tidak menemuimu, berani-beraninya dia mengirim pesan untuk mengajakmu bertemu di luar dasar lelaki kurang ajar."

Darandra terus saja mengumpat dalam hati.

Karena tadi disaat Amara mandi Darandra tidak sengaja melihat pesan masuk di layar handphone milik Amara, walau ia tidak bisa membukanya namun di situ terlihat jelas siapa pengirim pesan dan juga kata-kata nya yang mengajak Amara keluar.

la terus mencoba mencari akal bagaimana caranya agar Amara tidak bisa keluar dan tidak bertemu.

"Lepaskan aku, kenapa kau hanya terus memelukku,?" tanya Amara binggung dengan tingkah suaminya yang terus memeluknya dengan posesif, Dan sontak itu membuat Darandra segera tersadar dari lamunannya.

"Oh... jadi kau sekarang sudah tidak sabar ya menunggu sentuhanku,?" ucapnya sambil tersenyum devil.

"Tit-tidak,! maksudku bukan seperti itu, a-aku upm_" suara Amara tenggelam dalam tautan bibir suaminya itu, tautan yang semula biasa saja kini jadi lebih menuntut di saat Darandra membuka handuk yang membelit tubuh Amara dan membuannya Tak tentu arah, sedang tangannya kini tak tinggal diam menyentuh setiap titik sensitif sang istri, membuat Amara kembali tak berdaya untuk menolaknya.

"Aku ingin melakukan dengan gaya berdiri apa kau mau mencobanya,?" ucap Darandra di sela-sela permainannya, Amara hanya bisa mengangguk karena tak mampu lagi ia berkata-kata, saat tubuhnya menerima setiap serangan yang seolah tak bisa membuatnya berkutik itu.

"Aku ingin kau memanggilku sayang mulai hari ini, hanya disaat kita bercinta saja, dan aku ingin bertanya padamu apa kau begitu sangat mencinta ku,?"

"Kenapa kau menanyakan hal itu,?" ucap Amara balik bertanya saat Darandra menjeda permainannya.

"Aku hanya ingin sebuah jawaban bukan sebuah pertanyaan,"

"Kau, itu egois, aku membencimu, kau menyiksaku dengan perasaanku sendiri sedang kau, kau tak pernah mencintaiku."

Amara meraih selimut dan menutup tubuhnya ia benar-benar marah hari ini ia pun segera berbaring.

"Ck, hei... kau belum selesai aku hukum, seharusnya aku yang marah kenapa jadi kau yang marah padaku,?" Darandra tak ingin mengalah ia juga masuk ke dalam selimut dan memeluk istrinya itu dari melakang, meski awalnya menolak Amara kembali terbuai dengan remasan dan sentuhan lembut di ke dua gundukannya itu, bahkan kini ia merasakan sesuatu yang menegang mencari celahnya hingga berhasil menerobosnya.

"Ahk..."

"Bagaimana apa kau menyukainya,?" Amara kembali mengaguk walau ia sangat merasa malu setiap kali di tanya seperti itu.

"Jika kau menyukainya maka kau hanya boleh mencintaiku, dan panggil aku sayang di saat kita bercinta."

"S-sayang a-aku ahk...aku mau keluar"

"Baiklah,, aku akan membantumu tapi ucapkan kau mencintaiku,"

"Iya aku mencintaimu sangat-sangat mencintaimu," blus perasaan lega kini terasa saat sesuatu yang ingin membuncah yang sempat tertahan saat Darandra dengan sengaja menghentikan permainannya membuat Amara merasa tersiksa.

Darandra pun tersenyum puas dengan ucapan cinta dan panggilan sayang dari istrinya itu, walau ia sendiri belum mengatakan cinta sama sekali pada Amara, namun cukup membuatnya tenang saat mengetahui kalau Amara masih begitu sangat mencintainya.

Sangat egois sekali bukan, saat Ia menginginkan Amara untuk terus Mencintainya, namun dirinya Memilih tetap bungkam tak pernah ingin mengatakan kalau ia mencintai Amara, hal itu terkadang membuat Amara putus asa, namun ia tak ada pilihan lain selain memilih untuk tetap bertahan hingga Akhir yang menentukan, Ia akan benar-benar melupakan semua rasa cintanya, dan mungkin juga rasa sakitnya pada Darandra.

la ingin bertahan hingga Akhirnya, la benar-benar melupakan orang yang sangat ia cintai dan sekaligus orang yang selalu memberinya luka, luka yang tak berdarah namun cukup membuatnya terus merasakan sakitnya yang teramat dalam.

"lzinkan aku memelukmu seperti ini," pinta Amara menyembunyikan wajahnya di tempat kesukaannya itu yaitu di ketiak suaminya.

"Kau kenapa, apa kau sedang sakit?," tanya Darandra heran, karena ini kali pertamanya Amara memeluk suaminya itu dengan posesif, apa lagi saat ini dia merasakan kalau tubuh Amara bergetar karena mungkin saat ini ia sedang menangis, Darandra yang merasa khawatir, mengurai pelukan Amara, dan benar saja ia melihat mata indah itu basah, Darandra mengusap lembut air mata yang tersisa di sudut mata wanitanya itu.

"Katakan padaku kenapa kau menangis apa kau marah padaku, atau kau membenciku,? kau jangan seperti ini kau membuatku khawatir saja, inilah yang tidak aku sukai dari wanita yang lemah dan cengeng, kau tahu Tasya tak pernah cengeng di depanku bahkan dia tak pernah manja, itulah yang membuatku sangat mencintainya tapi semenjak kau..."

"Lepaskan aku, aku mau makan, kau membuatku lapar," ucap Amara beranjak ke kamar mandi, ia merasa kesal di saat ia ingin meluapkan emosinya lewat tangisan, lagi-lagi lelaki itu menyebut nama wanita lain yang selama ini di anggap madunya oleh Amara.

"Hei...aku belum selesai bicara...!" teriak Darandra.

'Padahal aku mau bilang semenjak bersamamu aku tidak bisa melihatmu menangis, tapi apa yang harus aku lakukan kalau kau tau cara membuat wanita berhenti untuk menangis, ada banyak hal yang belum bisa aku katakan padamu Amara.' Monolog Darandra dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!