NovelToon NovelToon

Pernikahan Di Atas Kertas Mewah

Surat Perjanjian Nikah

Lusia Mu  melihat jam tangannya, dia sudah menunggu tiga jam. Orang asing yang sebentar lagi akan menjadi suaminya, belum muncul.

Lusia melihat ke layar ponsel miliknya. Tidak ada satu pesan pun dari pria itu, selain pesan sebelumnya, Lusia membuka kembali pesan masuk, dan membacanya dalam hatinya,

Tunggulah, aku akan datang tepat waktu.

Lusia mencibir ke ponselnya, lalu menggerutu, "Kau membuatku menunggu, dan tidak datang. Kesan pertamamu sudah sangat buruk."

Sudah mendekati pukul dua belas malam. Restoran akan segera tutup. Merasa pria itu telah melanggar janji. Lusia merasa jengah, tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Lusia bangun berdiri menuju meja kasir, dan bersiap membayar bill.

Baru saja Lusia berdiri di meja kasir, tiba-tiba satu bayangan hitam datang dan berdiri di belakangnya, dan menyebut namanya, "Lusia Mu ?"

Lusia berbalik, menghadap pria ramping yang  tinggi sekitar dua puluh lima centimeter darinya,  dia memiliki wajah tampan alami , dengan rahang keras dan fiturnya sangat indah, sorot matanya setajam elang menatap Lusia, namun memar di wajahnya, langsung menjatuhkan nilainya di mata Lusia, Erald terkesan terlahir menjadi pria pembuat onar, "Erald Liu?"

Pria bernama Erald Liu mengangguk, Lusia mulai sedikit salah tingkah, mengingat pria ini adalah calon suaminya. Sebentar lagi, dia dan Erald dalam waktu tiga hari akan menjadi suami istri di atas kertas, tetapi mereka baru saling mengenal hari ini. Hal ini terlihat konyol. Baru mengenal satu hari, dan menikah tiga hari kemudian.

Sepertinya dia tidak selembut bayanganku, pikir Lusia dalam hatinya, ketika sepasang matanya menangkap aura penampilan pria ini, hanyalah pria pembuat onar dan terkesan sangat buruk.

Lusia  awalnya menolak pernikahan ini. Karena dia dan Erald, dua orang yang saling tidak mengenal, bahkan tidak pernah bertemu. Namun ayahnya terus pergi mengemis agar Lusia menyetujui pernikahan ini. Disebutkan bahwa pernikahan ini hanya sebagian ikatan konspirasi antar dua perusahaan besar yang berkolaborasi bahwa untuk menarik banyak investor dan sebagai pengikat tidak akan saling mengkhianati, dalam kurun waktu tiga tahun selama proyek multiyears berlangsung, yang sebentar lagi akan di dimulai, setelah hari pernikahan mereka.

Mempertimbangkan hanya untuk menjadi pion jaminan untuk kolaborasi hubungan bisnis, Lusia memutuskan membuat surat perjanjian pernikahan dengan Erald Liu.

"Apa kau ingin berbicara sesuatu?" tanya Erald tiba dan tanpa persetujuan, langsung memegang pergelangan tangan Lusia, dan satu tangan lainnya melingkar di pinggang Lusia, menuntun gadis itu pergi begitu saja mengikuti dirinya, dan meninggalkan beberapa lembar uang di meja kasir.

Lusia bersiap akan protes akan sikap pria ini, menyentuh dirinya tanpa persetujuan dirinya. Namun tiga hari lagi, dia dan Erald akan mengikat janji di Altar, sangat konyol jika merebutkan hal ini. Tetapi tetap saja Erald , adalah orang asing  bagi Lusia. Hal ini membuat Lusia, bingung untuk memulai untuk bersikap menjaga jarak.

Lusia tanpa sadar telah mengikuti Erald  masuk dalam mobilnya, bau asap rokok dan anggur tercium sangat keras dan ketat, hal ini membuat Lusia merasa sangat jijik dalam satu penampilan Erald, yang baru dia ketahui.

Tidak tahan, Lusia membuka mulut langsung menembak hal buruk pria yang kini telah duduk di posisi driver dalam satu kalimat,dengan nada yang sangat hati-hati, "Apa kamu perokok dan juga suka minum-minum?"

Erald memicingkan mata, suaranya sedikit tinggi, "Jika iya, kenapa?"

Lusia mendongakan kepalanya, mata setajam elang pria itu terlihat seakan bersiap jatuh menindas buruannya, dalam hitungan tiga detik, Lusia tidak berani untuk mengkritik kebiasaan Erald, "Tidak apa-apa, hanya bertanya saja."

Melihat satu tatapan penakut, Erald malas  mengejar, "Apa yang ingin kau bicarakan?"

Lusia mengedipkan matanya , mendadak blank mendengar satu kalimat tinggi pria itu, tepatnya terdengar menghardiknya. Setelah begitu lama Lusia terdiam, dia baru sadar akan surat perjanjian yang dia siapkan, dengan sedikit gugup dia berkata, "A-aku mem-persiapkan kontrak di antara ki-kita."

Erald mengerutkan dahi, mengambil map yang disodorkan padanya, membuka perlahan satu demi satu lembar surat perjanjian dan memulai membacanya. Bibir pria itu sedikit miring ketika membaca satu demi satu syarat yang di ajukan Lusia selama menjalani pernikahan kelak.

Selesai membacanya, Erald pergi menatap Lusia lebih dekat. Sebenarnya, dia sudah berada di restoran dari tiga jam yang lalu, namun dia memutuskan untuk bersembunyi,  dia ingin melihat seberapa lama gadis  ini akan menunggunya? di luar dugaan, gadis ini menunggu dirinya hingga jam batas restoran akan tutup. Jika dihitung hal seperti ini, gadis ini dinilai sangat sabar dan setia menunggu.

Selama tiga jam, dia hanya pergi menilai penampilan Lusia dari kejauhan. Lusia terlihat cantik, penampilan tampak cela, lembut dan indah dengan warna rambut cokelat sedikit terang   yang tergerai dengan ujungnya di buat sedikit ikal dan jatuh mencapai bahunya, kulit putih bersinar, fitur lima indera sangat sempurna dan terawat, dan ketika dilihat dari lebih dekat, diam-diam Erald telah memuji kecantikan calon istrinya. Cukup bersabar untuk tiga hari ke depan. Setelah itu, Lusia Mu adalah istrinya, miliknya.

"Apa ada yang membuatmu keberatan?" suara Lusia terdengar sangat merdu dan memiliki magnet yang memikat Erald. Erald berhenti melihat pada Lusia, kembali pada surat yang dia pegang.

Erald menganggukan kepala, matanya terlihat jelas menebali kalimat point nomor tiga- Tidak melakukan hubungan suami istri, jika kedua belah pihak tidak memiliki perasaan yang sama, yakni saling menyukai.

Lusia duduk gelisah di kursinya, dia tidak berani menatap mata Erald lagi. Mata pria itu terlihat tidak suka di dikte. Erald dalam satu penampilan bukan pria lembut. Lusia tidak yakin bisa melakukan negosiasi dengan calon suaminya.

Erald seakan tau kegelisahan Lusia, tapi ia tidak akan pernah menyetujui point nomor tiga, "Untuk nomor tiga, aku tidak yakin bisa menahan diri...."

Deg!!

Erald sengaja menggantung kalimatnya, ketika melihat wajah Lusia berubah terlihat lebih dingin dan putih, setakut itu kah dia? hal ini malah terlihat sangat menarik di matanya yang menyimpan banyak misteri. Erald mengguncang kembali dengan kalimatnya, "Aku bisa melakukan hal yang lain, hanya nomor tiga kita coret."

Deg!!

Lusia bersiap akan protes, namun isi mulutnya tidak bisa lolos begitu mudah, bibirnya cukup bergetar, takut pria ini akan naik pitam padanya. Erald melirik dengan ujung matanya, menangkap ketakutan gadis itu, namun tetap mencoret point  nomor tiga, dan menandatangani perjanjian, dan mulai menarik kesimpulan isi perjanjian terlihat sangat berani dan menyindirnya, "Yang melanggar perjanjian harus membayar denda sangat besar, kau bertaruh menjual perusahaan milik ayahmu. Tulisanmu sangat berani, tapi aku yakin kau tidak seberani tulisanmu."

Lusia bingung sebentar, apa dia harus menentang, tapi hubungan suami istri, adalah keharusan dalam pernikahan. Untuk apa menikah, jika hal itu tidak terjadi. Lusia pasrah dan hanya menambahkan, "Hanya dalam tiga tahun, jika kita bersepakat untuk cerai, maka dua perusahan tidak boleh saling merugikan, dan menerima aset sama rata. Aku akan memberikan salinannya besok padamu."

Erald melirik sekilas kembali pada kertas perjanjian ya g barusan dia bubuhi dengan tanda tangannya, namun baginya hal ini, bukanlah kontrak yang sah. Kontrak resminya, hanya ada berhubungan langsung dengan David Mu.

"Aset sama rata?"  lanjut Erald  dengan senyum sinis di akhir kalimatnya, raut wajahnya terlihat tidak setenang sebelumnya  dan hanya memberi komentar selanjutnya, "Aku hanya akan memberikan pada orang yang tidak serakah."

"Egh...." Lusia tercekat sebentar akan protes. Siapa yang rakus harta? dia membayar hal ini dengan hidupnya, apalagi dia masih seorang yang polos, dan tidak pernah bersentuhan dengan pria, karena dia dari kecil hingga dewasa, hidup dan tinggal di Asrama Putri, dan kini dia  menggadaikan masa mudanya untuk perjanjian kerjasama perusahaan ayahnya, yang tidak seharusnya dirinya terlibat. Hidupnya juga taruhan yang tidak seharusnya bisa di jual dan di beli.

Erald tersenyum miring menatap Lusia, dan seakan menilai barang yang telah dia beli.

"Tidak apa sih, jika kau murni dan pantas mendapatkanya, tetapi jika tidak..., jangan pernah berharap bisa keluar dari neraka Erald Liu," lanjut Erald yang kemudian meletakan kembali surat perjanjian pernikahannya di pangkuan kaki Lusia yang sedang menyilang, rok gadis itu sedikit naik ke atas, paha gadis itu terlihat tanpa sengaja oleh Erald.

Erald menelan ludah. Karena dia begitu cepat, untuk tidak menahan diri. Biasanya dia memiliki pengendalian tinggi terhadap wanita-wanita yang penampilannya lebih terbuka, bahkan telanjang. Tapi menghadapi calon istrinya, dia merasa kehilangan kemudi atas dirinya sendiri. Membuang matanya ke luar jendela dan hanya bertanya lagi, "Apa kau tak semurni seperti yang aku bayangkan?"

Lusia mengangkat kepalanya, "Kau tenang saja, aku tidak pernah berhubungan dengan siapapun. Kau laki-laki pertama yang pernah duduk sedekat ini, selain ayahku."

Kejutan. Erald tanpa sadar lebih sangat berminat kali ini. Mata Erald berlari cepat ke  bibir Lusia yang terasa sangat polos. Tidak pernah ada orang yang menjajah. Berarti Erald akan menjadi penjajah pertama.

***

9/9/2020

Sangat buruk

"Kau memiliki proporsi tubuh yang ... ck ...ck ... ck ...," ujar Erald dan dilanjutkan  dengan decak lidah panjang, dan sepasang bola mata yang terlihat menilai, seakan memberi  pujian namun juga rasa tidak senonoh akan gadis yang baru dia temui.

Lusia tercengang sebentar, seakan telah bertemu pria sekaligus calon suami yang memiliki pikiran kotor. Dia segera membalik posisi duduknya, mencoba menghalangi pandangan pria itu padanya, dan hanya memperlihatkan punggungnya, dan dalam diam, dia menelan emosinya, perlahan serasa bidikan mata menyusur lurus sepanjang tulang ekornya, merasakan tatapan Erald terlihat menilai seluruh tubuhnya lagi.

"Matamu tolong dijaga!" gertak Lusia dalam ketakutannya. Perlahan hatinya menyesal telah menyetujui pernikahan dengan pria yang ternyata hanyalah pria mata keranjang.

Erald terkekeh sebentar, seakan gertakan Lusia hanyalah gigitan semut di ujung telinganya.  Lusia membalik tubuhnya, sorot matanya yang lembut perlahan terlihat berubah seketika, sepasang mata itu terlihat tajam menyiratkan keberanian sekaligus kemarahan, lalu satu telapak tangan mungilnya yang terlihat kurus naik ke udara, akan pergi menampar.

Deg!

Namun, ketika kelopak mata pria itu terangkat, memperlihat sepasang mata yang  sangat menakutkan, membuat Lusia jatuh ke habitat alaminya, dia bukanlah seseorang yang gampang ditindas. Namun, sorot mata pria itu terlihat lebih tepat seperti seorang pembunuh dalam kegelapan, dan itu mengingatkannya pada masalalunya. Masa lalu hitam yang pernah menegurnya, membuat karakter hari ini sangatlah berbeda dengan masalalu.

Aku bukanlah Lusia yang dulu. Aku gadis yang baik dan lembut, teguh Lusia dalam hati berusaha menenangkan dirinya terhadap emosinya hari ini, dia telah lahir baru dengan karakter yang diinginkan dan di senangi oleh siapapun. Untuk pertama kalinya, dalam tiga tahun berlalu, Lusia telah kehilangan pengendalian dirinya, seakan dirinya telah kembali ke habitat alaminya, gadis manja yang suka membuat onar sekaligus menindas orang lain.

Telapak tangan yang naik ke udara, terlihat turun  dan mengepalkan tangannya ketat dalam diam. Ada rasa benci bercampur muak  sekaligus dalam satu kejutan perkenalan pertama mereka, hanya dengan melihat sepasang mata pria yang mampu mengintimidasi dalam beberapa detik, membuat dirinya seperti siput yang kembali masuk dalam cangkangnya.

Pria ini ternyata sangatlah buruk! nilai Lusia marah dalam hatinya, dan dia perlahan erat mengepal emosinya dalam tangannya, namun satu bayangan gelap muncul dalam pikirannya. Selintasnya dia hanya wanita paruh baya yang tersenyum lembut yang datang menegurnya, Jadilah wanita yang lembut, jangan suka membuat masalah lagi.

Mata Erald turun menyipit  ketika tanpa sengaja intuisinya sebagai pria yang selalu waspada, merasakan amarah Lusia yang membara kini seperti telah tersiram air. Mata indah dengan sorot tajam itu turun memindai  tangan Lusia yang terkepal ketat, bahkan buku-buku tangan gadis itu yang  masih terlihat sisa-sisa getar emosi.

Erald memasang wajah joker, terlihat tidak peduli dan dingin, dan telapak tangannya yang besar turun dan mengambil tangan Lusia yang masih terkepal kuat, getaran tangan gadis itu terasa menusuk-nusuk daging kulit Erald, namun juga sangat terasa  lembut dan halus dalam genggaman,  dan selanjutnya bibir pria itu membuka mulutnya untuk menyindirnya, "Sepasang mata ini akan melihat segala hal di balik pakaian yang kau kenakan, mengapa kau harus marah?"

Lusia tercekat akan kalimat itu, akan berkata sesuatu, namun pria itu lebih dulu mencemooh status hubungan mereka kelak, "Kau adalah istriku, dan aku adalah suamimu."

Selesai kalimat itu, buku-buku tangan Lusia yang terkepal kuat, mulai mengendor, dan barulah Ethan melepas tangan gadis itu, dan menurunkan jendela mobil, dan barulah dia mengambil sebatang rokok.

"Jangan merokok di dekatku," tegur Lusia ketika pemantik api yang menyala terlihat akan membakar ujung batang rokok tersebut.

"Aku sudah menurunkan jendela, dan asap akan pergi keluar, bukan pergi ke paru-parumu," sahut Erald yang kemudian membakar ujung batang rokok, dan mulai menyesapnya perlahan , dan menghembuskan asapnya keluar jendela.

Mendengar satu kalimat panjang pria itu, membuat Lusia melongo dan menelan kembali amarahnya,  sekaligus merasa konyol akan jawaban pria itu, namun juga terdengar masuk akal.

Pria ini pandai membuat kata, aku akan menikah dengan pria seburuk ini. Terdengar menyedihkan.

Lusia kembali memindai kertas perjanjian dalam tangannya, dan dia menghembuskan napasnya ketika sepasang matanya tidak bisa jauh dari poin nomor tiga yang telah dicoret pria itu.

Haruskah aku pergi menawar-nawar dengannya?

"Apakah kita sudah sepakat?" tanya Erald ketika melihat Lusia hanya mematung menatap kertas perjanjian, tepatnya pada poin nomor tiga yang telah di coret.

"Egh! Hal ini ...." Telunjuk dengan kuku lentik dengan cat kuku bewarna merah muda redup itu mengetuk-ngetuk kertas, tepat pada poin nomor tiga.

"Jika aku tidak menyukaimu, mungkin aku akan setuju tidak mencoret nomor tiga," jawab Erald akan maksud isyarat gadis itu.

Lusia mengedipkan matanya berkali-kali, dan bergindik ketika satu kalimat pengakuan pria itu dia pertanyakan, "Apakah kau menyukaiku?"

Erald berbalik dan kembali pada posisi yang berhadapan dengan Lusia, sepasang mata pria itu tajam dan penuh misteri, dan Lusia melongo akan tatapan pria yang terlihat buas, dan detik selanjutnya  hembusan asap terbang ke wajahnya, dengan sederet kalimat pria itu yang membuat telinga Lusia merah mendengarnya.

"Lebih tepatnya ... aku menyukai tubuhmu!"

Lusia tampak akan berkata sesuatu, namun karena asap rokok yang tanpa sengaja membuat dia bereaksi dan segera terbatuk.

"Asap rokok dalam satu menit, tidak akan membunuhmu. Namun dalam satu menit, kau akan mati, jika berani menolakku," ucap Erald terdengar mengancam dan menakutkan.

"Tolong, jangan menakutiku ...," pinta Lusia lirih, namun terlihat seperti air laut yang tenang.

"Tetapi, kau tidak terlihat takut padaku," sanggah Erald dengan aura intimidasi yang mengisi udara dalam mobil, siapapun yang melihat sepasang matanya, dipastikan serigalapun akan lari. Namun, calon istrinya terlihat tenang, bahkan hal ini terlihat di luar dugaannya.

"Karena ...,"— Lusia balas menatapnya, dan menurunkan suaranya setelah terlihat mempertimbangkan sesuatu dalam pikirannya— "Aku yakin tidak akan membuat satu kesalahan yang akan membuatmu marah padaku."

Erald terkekeh, satu telapak tangannya terlihat mematahkan puntung rokok, kemudian mematikan nyala puntung rokok dalam satu genggaman tangan, dan melemparnya kembali keluar jendela ketika api rokok itu telah padam.

"Bisakah kita mengujinya sekarang," tantang Erald.

Deg!

"Menguji apa?" tanya Lusia dengan satu alis naiknya, dan raut wajahnya terlihat mulai gelisah, kala pria itu malah mencondongkan tubuhnya mendekati Lusia. Karena pria itu bergerak begitu cepat, reaksi tenang Lusia buyar seketika, punggungnya segera mundur ke belakang menabrak pintu mobil. Melihat tubuh Lusia condong ke belakang, Erald lebih mencondongkan tubuhnya ke depan. Mendekat dan lebih dekat, dan dekat lagi.

(...)

Makasih yah 😘

Apa Kau Cindrella?

Menguji dengan hal seperti ini, ah ... pria ini pasti telah gila, geram batin Lusia.

"Tunggu!" cegah Lusia, dengan satu tangan memegang central lock pada pintu mobil.

Erald menjulingkan matanya ke atas, lalu tatapannya terlihat menyelidiki kembali, dan barulah terlihat gadis ini telah kehilangan ketenangannya.

"Naikan dulu jendela mobilnya," saran Lusia dengan jantungnya yang terlihat keram sebentar, dan lupa caranya berdetak. Pria ini dalam hitungan menit, benar-benar bisa membuat dirinya mati dalam sekejap.

"Jendela mobil?" Erald terlihat bingung sebentar, dan barulah dia menyadari maksud Lusia, dan segera meluruskan tubuhnya, dan menekan tombol menaikan kaca.

Namun di saat yang bersamaan, Lusia telah menarik central lock, dan pintu mobil terbuka, dan dengan cepat dia turun melesat keluar dari dalam mobil.

Sepasang mata Erald membulat ketika mendapati Lusia telah lari, dia hanya mengamati gadis itu tergesa-gesa  membawa langkahnya, bahkan dia tersungkur ketika tumit hak sepatunya patah. Melihat hal itu, Erald segera keluar dari mobilnya. Namun gadis itu seperti kijang melihat singa yang memburunya, dia segera bangkit berdiri, melepaskan sepatunya begitu saja, tidak peduli dengan salah satu kakinya yang terlanjang, yang sudah  tak mengenakan sepatu lagi, dan diapun terlihat tidak meringis sakit padahal kedua lututnya telah berdarah.

Kini,  langkahnya terlihat sangat tertatih-tatih, seharusnya sulit untuk  berjalan. Tetapi tidak sulit untuk gadis itu, dia terlihat lebih cepat membawa langkahnya dalam situasi pelariannya, walau harus berjalan dengan terpincang-pincang.

Erald tersenyum satu garis yang terlihat dingin, sambil bersandar di pintu mobilnya, dan dia kembali menyalakan sebatang rokok, seraya matanya terus mengawasi calon istrinya, yang telah mendapati Taxi yang kebetulan melintasi jalan raya, dan bibirnya terlihat bergerak menghapal nomor pelat taxi tersebut.

"Ketika malam itu datang, apa kau akan lari lagi?" tanya Erald seakan membayangkan apa yang akan terjadi pada malam pernikahan mereka, dia telah sengaja menakuti-nakuti calon istrinya di hari pertama mereka, dan memberikan gambaran buruk pada pandangan pertama.

Ketika Taxi itu mulai menghilang, barulah Erald menjantuhkan putung rokoknya ke tanah, dan menginjaknya dengan tumit sepatunya yang bergerak memutar, mematikan puntung rokok, sambil berkomentar pada dirinya sendiri, "sudah lama, aku tidak merokok, ah ... rasanya aktingku sangat buruk tadi."

Erald bersiap akan masuk ke dalam mobilnya, namun seakan teringat sesuatu, sepasang matanya lari ke sepatu Lusia yang di tinggalkan di tanah. Mengurungkan niatnya pergi, dengan langkah kaki panjangnya, pria itu menuju ke titik sepatu Lusia. Erald membungkuk, dan memungut sepatu wanita dengan hak tumit yang telah patah.

"Apa kau cinderella? membuat diriku harus pergi memungut sepatumu?" tanya Erald pada sepatu yang kini berada dalam genggaman tangannya.

Setelah memungut sepatu, Erald masuk ke dalam mobilnya. Awalnya dia berpikir akan kembali ke Mansion miliknya, namun dia berubah pikiran Mengubah arah mobilnya, berhenti di sebuah toko sepatu ternama yang telah jelas tertulis 'closed' di pintu kacanya.

Erald mengambil ponselnya, dan menghubungi seseorang, "minta seseorang untuk membuka tokonya. Nama  tokonya La Seira."

"Baik," sahut seseorang di seberang telepon, terdengar tidak ada keraguan kala dirinya mendapatkan perintah.

Tidak lebih dari lima menit, pintu kaca terbuka, seorang pria dengan pakaian tidur, dengan raut wajah gugup segera menghampiri mobil.

"Tuan muda Erald, selamat datang di toko kami," sapa pria itu segera dengan membungkukan tubuhnya.

Kaca mobil perlahan turun sedikit, dan Erald hanya memberikan sepatu tersebut pada pria yang terlihat menuduk hormat, tanpa berniat membalas sapaan pria itu, Erald hanya mengeluarkan perintah, "Carikan sepatu yang sama persis warna, merk, dan ukurannya."

"Dalam lima menit!" tambah Erald terdengar dingin.

Tidak mengulur waktu, pria berbadan gempal itu masuk ke dalam tokonya dan mulai membongkar seluruh persedian miliknya. Dia terlihat mengeluh sambil terus berteriak memerintah para karyawannya untuk segera memeriksa ketersedian sepatu tersebut.

Tiba-tiba seorang karyawan datang menemui pemilik toko setelah memeriksa ketersedian dari layar monitor yang memperlihatkan stock tersisa, "Tuan, sepatu itu edisi terbatas, dan telah sold."

Pemilik toko memukul keningnya, lalu mengacak rambutnya sendiri, sembari menghembuskan napasnya berat, teringat siapa berada di balik kemudi tadi, pria itu bisa membuatnya bangkrut dalam satu malam, jika tidak bisa memenuhi permintaannya.

Dengan langkai lunglai, pemilik toko keluar dari pintu tokonya, membawa tas berisi satu kotak berisikan sepatu terbaik, dan juga sepatu yang menjadi model pencariannya tadi. Pemilik toko  segera berlari menuju mobil, ketika sedikit jendela tampak turunx dan sepasang mata di balik jendela itu terlihat mengintimidasinya.

"Tuan, sepatu itu ...," ucap pria itu takut mengadu bahwa dia tidak memiliki sepatu tersisa, dan menyodorkan kembali sepatu yang menjadi model pencariannya. Erald mengulurkan tangannya mengambil sepatu tersebut.

"Tetapi, sepatu ini bisa menggantinya, ini adalah top brand  minggu ini." Pemilik toko menyodorkan kotak sepatu. Namun tangan Erald hanya menjatuhkan tas berisi kotak sepatu itu ke tanah. Kemudian, kaki Erald menginjak pedal gas bersamaan dengan jendela mobilnya yang tertutup rapat dengan cepat, meninggalkan pemilik toko yang terlihat shock dan muram.

Mobil Erald melaju sangat cepat, dan tanpa sengaja matanya menangkap toko serba ada. Terpikir akan sesuatu, Erald membawa mobilnya berhenti di toko serba ada tersebut, lalu kembali melaju lebih cepat menuju Mansion Tn. David Mu—Ayah Lusia.

Dalam lima belas menit, mobil Erald telah mencapai gerbang utama mansion keluarga Mu. Erald melirik ke ponselnya, mendapatkan informasi dari seseorang yang mengirimkan salinan URL track  yang menunjukan posisi taxi tersebut berdasarkan nomor pelat yang telah di hafal Erald tadi, dia melihat catatan track Taxi yang ditumpangi Lusia. Terlihat informasi, dalam lima menit lagi, Taxi itu akan mencapai kediaman keluarga MU.

Erald keluar dari dalam mobilnya, menimang-nimang sepatu yang telah diberi perekat dari toko serba ada tadi, dan sekali-kali matanya memindai dan memastikan bahwa lem sepatu itu merekat dengan sempurna.

Tak lama, sorot lampu panjang dari sebuah mobil Taxi datang, mengalihkan pikiran Erald sepenuhnya, kerena satu sosok gadis yang telah dia tunggu dari tadi. Kini, sosok itu terlihat turun dari taxi, dan kakinya masih tertatih-tatih berjalan, satu tangannya menenteng tasnya dan satu tangan lainnya menenteng sepatunya. Gadis itu berjalan menuju gerbang mansion rumahnya, dan sesampai pintu gerbang, dia segera memperlihatkan wajahnya pada layar monitor sebagai pemindai wajah pemilik rumah.

Tak lama, pintu gerbang perlahan terbuka lebar, bergeser otomatis ke samping kiri dan kanan. Baru saja dia akan melangkah kakinya melewati pintu pagar. Tiba-tiba saja tubuhnya terangkat ke udara, tubuhnya di dekap dalam gendongan dan ketika dia mendongakkan kepalanya melihat sosok pria yang menggendongnya. Pria itu adalah calon suaminya.

Erald Liu.

Lusia tercekat, apa yang akan dia katakan, seakan sulit dia ucapkan, dan pria itu malah mendahuluinya, dan berkata, "Aku merasa sangat kasihan pada calon istriku, yang lututnya terluka pada hari pertama bertemu. Aku harus memberi citra yang baik pada calon ayah mertuaku, oleh itu aku harus terlihat datang bertanggung jawab."

(...)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!