Mobil sport hitam melaju membelah
kemacetan ibukota di pagi hari. Suara riuh piuh di ibukota melengkapi suasana
ketika manusia memulai aktivitas masing masing.
Terlihat kendaraan roda dua dan
roda empat berlomba lomba membunyikan klakson mereka ketika pendar lampu lalu
lintas berubah.
"Shittt" Umpat seorang
pria gagah kesal melihat kendaraan roda dua menyalip pas dari depan mobilnya.
Terdengar gesekan ban dengan aspal tanda jika pria itu menginjak rem tiba tiba.
Derap langkah gagah perkasa
disertai aroma maskulin bertebaran di sekitar lobby. Dua pengawal juga berjalan
di belakang pemuda tersebut. Melepas kacamata hitamnya pemuda itu duduk di
kursi kebesaran miliknya.
selang beberapa menit datang
seorang wanita dengan raut wajah ketakutan. Dia enggan membuka suara ketika
melihat lawan bicaranya masih membelakanginya.
"Kau hanya berdiri disitu
tanpa berniat menjelaskan semua ini ! "
Byar! lembaran kertas kertas
terlempar berterbangan hingga kertas malang itu mendarat pas di depan kaki
wanita tersebut.
"Ma...maafkan aku Tuan
Marco! "
"Tutup mulut mu !! jangan
menyebut namaku dengan bibir iblis mu ! " Tampak Marco mendudukkan
bokongnya dengan kasar di sofa yang tidak jauh dari wanita itu berdiri.
"Kau mencoba bermain main
denganku? sudah bosan hidup? " Senyum tipis menyeringai dengan tatapan
membunuh. Tidak bisa ku bayangkan atau ku ibaratkan mirip siapa kira kira wajah
seram nya ini ya.
"Tidak tuan ! maafkan saya
dan suami saya, Ini semua di luar dugaan saya Tuan maafkan saya !''
Marco memandang jijik wanita yang
sedang berlutut di hadapannya itu. Bukan sekali atau dua kali dia seperti ini
namun sudah berkali kali. Jika bukan karena adab mungkin marco sudah menendang
wanita ini keluar dari ruangannya.
''Maafkan saya tuan. Sa...saya
akan mengganti semua kerugian perusahaan. Berikan saya waktu tuan. saya mohon
belas kasihan tuan untuk saya dan juga keluarga saya. ampuni saya tuan saya
mohon''.
Wanita itu terus memohon dengan
kedua tangan terkatup, pasrah melupakan harga diri. Uang perusahaan tidak
tanggung tanggung jumlahnya yang harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya itu tapi kepercayaan seorang Marco sudah ternodai.
''Kau tau uang dengan jumlah itu
bagiku tidak berarti.Tapi aku benci PENGHIANATAN!!!!'' BLARRR kertas kertas
memenuhi udara satu persatu mendarat dengan dramatis bergabung dengan kaumnya yang
sudah duluan tiarap di lantai. Kini lantai itu bagaikan gudang pabrik kertas
yang belum di sortir. Serakan dimana mana.
''Keluar!''
Satu jam setelahnya, kini marco
sudah kembali duduk di bangku kebesarannya. Seorang OB terlihat sedang membersihkan kertas kertas yang berserak di lantai. Untuk pertama kalinya dia membersihkan ruangan itu ketika penghuninya di dalam. Biasanya dia akan membersihkan ruangan itu ketika pagi hari sebelum Marco datang, atau sore setelah penghuni pulang. Saat dia membersihkan ruangan itu pun harus tetap di dampingi atasannya agar semua berjalan dengan baik tanpa ada kesalahan seujung rambut.
Ketukan jari diatas meja semakin membuat aura menegang. Petugas kebersihan tersebut dengan susah payah menjaga konsentrasi dengan baik agar tidak melakukan kesalahan.
Terlihat tangan kanan Marco memijit dahi sedangkan kiri mengetuk ngetuk meja seperti sedang memikirkan sesuatu, matanya terpejam. Namun walaupun begitu petugas kebersihan itu merasa jika dia seperti ingin di eksekusi.
Lantai terlihat sudah bersih. Petugas kebersihan menundukkan kepala lalu membawa peralatannya keluar.
''Permisi tuan''.
Selang beberapa lama setelah kepergian OB tersebut Marco akhirnya membuka mata.
''Sita semua aset Mahalini jangan
sisakan apapun tanpa terkecuali '' Ucap Marco dingin tapi intonasinya penuh
penekanan.
''Kami sudah mengumpulkan semua
data aset Mahalini tuan. Tapi satu per empat pun dari dana perusahaan yang
hangus sama sekali tidak tertutupi'' Ucap Gerald asisten pribadinya.
Terlihat Marco terkekeh dengan
penuh ejekan. ''Kalau begitu jadikan saja dia budak dirumahku''. Ucap Marco
sinis. Hitung hitung otaknya tidak berguna setidaknya ada tubuhnya yang bermanfaat. Sayang juga kalau dibuang percuma. Sampah saja bisa di daur ulang agar bermanfaat. Tapi masalahnya wanita itu lebih dari sampah Dimata Marco, tidak mau ambil pusing dia tetap pada pendiriannya menjadikan wanita itu budak.
Marco pun segera melanjutkan
agenda agenda penting yang harus dia selesaikan. Semenjak kepindahan kedua
orangtuanya ke luar negeri 11 tahun lalu, Marco memegang penuh perusaahan. Kejadian memilukan
yang dialami keluarganya membuat dia harus berdiri di perusahaan walau usianya
pada waktu itu masih tergolong muda. Timbal balik dari kejadian tersebut
menciptakan kepribadian Marco yang dulunya hanya remaja dingin turunan ayahnya
menjadi seorang anak penuh dendam,emosi serta mudah meledak ledak. Juga hal itu membuat pria 30 tahun itu keras tanpa
belas kasih sama sekali.
Tumbuh di lingkungan yang penuh luka dan liku membuat Marco menjadi pria yang terlatih menata keadaan, membaca pikiran orang, dan juga menyusun strategi untuk bertahan dan mendapatkan keadilan.
Terkadang dia tidak segan lalu tangan sama bawahan
yang tidak becus ketika dia sedang emosi.
Hal tersebut membuat dirinya
sangat di takuti oleh para bawahan ataupun jajarannya. Pantang salah, itu adalah motto dalam hidupnya. Dia akan rela mengorbankan dana besar untuk hasil yang memuaskan. Iya rela bekerja keras untuk hasil yang lebih baik. Tidak heran jika perusahaan yang dia pimpin Sekarang menjadi perusahaan maju yang berkompeten dan juga memiliki daya saing yang prestisius.
Sore hari setelah selesai berjibaku dengan pekerjaan nya, dia segera pulang kerumah. Malam gelap menyambut kepulangannya ke rumah megah di komplek perumahan elit di ibu kota. Rumah itu berada di ujung, dengan model rumah mengikuti desain rumah Eropa yang ikonik. Luas rumah itu hampir tiga kalinya dari ukuran awal nya.
''selamat malam tuan" Seorang pria paruh baya yang menjadi kepala asisten dirumahnya terlihat enggan berbicara. "Maaf tuan, Mahalini digantikan oleh anaknya. '' Kedua alis Marco bertautan. Gerald yang berada tepat di belakang Marco akhirnya buka suara dan menjelaskan. ''Mahalini dilarikan kerumah sakit saat mengetahui semua
asetnya disita, suaminya juga meninggalkannya karena tidak mau kena imbas, dia drop maka dari itu Dia mengirim anaknya sebagai gantinya"
ucap Gerald sambil dengan hati hati menerima jas yang diberikan Marco.
''Dasar
pengecut''. Seringai tipis itu masih terlihat penuh ejekan.
Saat mereka hendak sama sama
melangkah ke ruangan kerja, saat itu juga seorang gadis remaja mendekat.
Tampilan lusuh dengan rambut kucir satu. Badannya kurus seperti tidak terawat.
Meremas kedua tangan dia mencoba menegakkan kepala. ''Tuan ini sudah malam
apakah saya sudah bisa pulang''.
Marco melirik Gerald sejenak.
''Ger?'' seolah tau arti tatapan tuannya akhirnya Gerald membuka suara. ''Iya
tuan dia anak Mahalini yang saya maksud''.
Marco tersenyum menyeringai. Dia
berlalu begitu saja. Kau pikir bisa lari dari penghianatan mu ini dengan
mengirimkan anakmu yang menyedihkan ini. Aku mengenalmu bertahun tahun, apa
kau pikir aku semudah itu menerima anakmu sebagai gantimu, lalu kau anak dengan ganteng santai cuci tangan.
''Pulanglah nona, besok jangan
lupa tanggungjawabmu'' Ucap Gerald sembari menatap kosong anak remaja
tersebut. Wajah polos menyedihkan yang menjadi korban keegoisan ibunya.
Gadis itu menutup pelan pintu rumah besar itu dengan hati hati. Kemudian dia mengambil sendal miliknya yang dia letakkan tadi di sudut terasa sebelum masuk.
Gadis itu setengah berlari membawa tote kain miliknya yang dia sandang di bahu. Dia harus berjalan jauh agar sampai di pinggiran jalan yang di lalui angkutan umum. Setelah turun dari angkot dia membeli ayam kentacky yang di jual di pinggiran jalan. Dia memang menyukai menu yang satu ini. Dia kemudian berjalan menelusuri lorong demi lorong agar tiba di rumah sempit tempat dia dan ibunya tinggal.
Sesampainya di rumah dia terkejut ternyata Mahalini ada dirumahnya. ''Kau sudah pulang?'' Wanita paruh baya yang terlihat masih segar itu sedang duduk di sofa sambil memangku kakinya. ''Sudah tante''
''Apa kamu bekerja dengan benar di rumah tuan Marco tadi?'' Mahalini masih tetap dalam posisinya melipat tangan di dada dengan gaya angkuhnya.
''Iya tante saya bekerja sesuai instruksi mu''
''Baguslah mulai hari ini kau akan bekerja di rumah tuan Marco. Ingat jangan sesekali membuat kesalahan kalau kau masih ingin hidup dan juga ibu mu. Kau tau kan tuan Marco itu seperti apa''
''Tapi tante.....''
''Tidak ada tapi tapian. Tante tidak bisa lagi kerja memenuhi kebutuhan mu dan juga ibumu. Di Sana kau akan mendapat upah yang lebih baik, dan seterusnya ibu mu akan menjadi tanggung jawabmu. Kau harus tau diri, selama ini om Haris dan tante sudah menanggung biaya berobat ibu mu dan juga kau telah menempati rumah ini dengan cuma cuma. Jadi kau kerja menggantikan tante itu tidak ada apa apanya''.
Gadis itu menunduk dalam. Dia seperti kena jepit dengan dahan kata kata menyakitkan yang memang benar adanya.
''Sana temui ibu mu''.
Gadis itu tidak menjawab apa apa lagi. Dia segera ke dapur menemui ibunya. Dan ternyata ibunya sedang menyiapkan makan malam. Gadis itu mengernyit heran tidak biasanya ibu memasak. ''Ini untuk makan malam tante mu. tante akan tinggal disini jadi jaga sikap mu. makanlah mana yang bisa kau makan setelah tante mu selesai''.
Setelah selesai Mandi gadis itu pergi ke dapur, dan ternyata sisa makanan yang tertinggal hanya kuah sayur dan nasi putih, Gadis itu menatap sebentar kemudian memakan nasi bersama ayam kentucky yang dia beli tadi. Setelah selesai makan dia segera membereskan dapur. Dan ternyata Mahalini juga datang ke dapur.
''Satu hal lagi ingat apa yang aku katakan tadi siang kan! jika siapapun bertanya padamu katakan kau anakku, Tuan Marco tidak sembarang menerima orang bekerja dengannya. Tuan Marco mau memberikan mu kesempatan bekerja itu karena mereka mengira kau anakku, jadi pertahankan identitas mu sebagai anakku''. Ucap Mahalini tegas penuh penekanan.
Tanpa sengaja dia mengikat gadis remaja yang tidak tau apa apa dengan masalah besar. Mahalini sendiri tau jika setelah ini gadis yang sedang dihadapannya ini tidak akan bisa lepas dari seorang Tuan Marco. Namun dia tidak punya pilihan lain. Dia juga tidak akan mau jadi babu kan, maka dari itu dia mengorbankan gadis polos yang lugu yang tidak punya pendidikan sebagai tumbal keserakahannya.
Bersambung.....
.
Gabriela Isler adalah Seorang gadis remaja yang masih berusia belia yakni 16 tahun. Ayahnya meninggal dengan tragis, dan satu lagi adik laki lakinya yang sampai sekarang jasadnya belum ditemukan.
Gadis itu menghabiskan waktu untuk bekerja keras karena selain menanggung hidupnya dia juga menanggung hidup ibunya yang sakit depresi akibat kejadian masa lalu yang menimpa keluarganya.
Tidak bisa melanjutkan jenjang sekolah membuatnya kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Dia hanya bekerja sebagai karyawan toko di pasar tradisional yang pasti upahnya minim.Namun itu bisa membiayai hidupnya dan ibunya yang sederhana.
Selain itu dia adalah gadis lugu yang tidak mengerti apa apa. Tidak lulus SMP membuatnya memang tertinggal dari segala bidang. Tak jarang di toko dia sering di marahi karyawan lain akibat salah mengembalikan uang dan mengakibatkan mereka sering nombok. Belajar dari hal itu kawan kawannya sering menempatkannya di gudang untuk sortir barang masuk. Walau pekerjaan itu berat namun dia senang hati mengerjakannya. Tidak pernah mengeluh atau bersungut sungut.
Hari baru membuatnya harus bekerja sebagai pelayan lebih tepatnya budak di rumah seorang pria dingin yang akan membawanya ke neraka kehidupan. Akibat kesalahan tantenya sendiri dia harus menanggung semua risiko beratnya hidup.
Mahalini adalah wanita 40 tahun yang bekerja di bawah naungan seorang pria penguasa, Akibat mata gelap uang dan jabatan dia harus ditendang dari perusahaan karena membocorkan data perusahaan yang mengakibatkan perusahaan rugi besar. Tidak mau jadi budak maka dia membodohi Gabriela keponakannya sendiri yang tidak tau apa apa untuk menggantikannya bekerja jadi budak Marco Adicipta.
Marco Adicipta sendiri adalah seorang Konglomerat handal yang juga menjadi pria kolektif rahasia yang sampai saat ini identitas nya masih tersembunyi. Namun beberapa orang kepercayaannya mengetahui sepak terjang pria gagah perkasa tersebut. Iya menjadi pria yang terlatih dan tidak mengenal takut semenjak tragedi yang menghancurkan keluarganya. Ayah dan ibunya yaitu Aditia dan reva yang memutuskan pindah keluar negeri dan sampai saat ini lokasi akuratnya masih di rahasiakan.
Dengan sedikit asupan sarapan pagi Gabriella yang kerap disapa Geby berjalan kaki menuju rumah kediaman tuan Marco. Gadis itu tidak tahu menahu soal pekerjaan yang dia jalani sekarang. Mendengar upahnya akan dibayar lebih besar dalam hati merasa bersyukur padahal gadis itu tidak tau di depan sudah ada pintu neraka. Entahlah pintu neraka itu punya pintu keluar atau tidak. Kisah baru akan dimulai pagi ini ketika Geby sudah tiba di kediaman rumah tuan Marco. Gadis malang itu melepas sendalnya di sana sudah ada Haris kepala pelayan menyambutnya.
''Selamat pagi nona silahkan naik ke lantai 2 sudah ditunggu tuan Marco'' ucap haris sambil menunjukkan tangga menuju lantai 2. Gadis itu terlihat biasa saja menaiki tangga. ''silahkan nona masuklah'' Gerrad yang juga menunggu kedatangan gadis itu membuka pintu.
Geby masuk penampakan pertama yang dia lihat adalah tuan Marco yang duduk dengan tatapan dan seringai dingin yang menelusup kedalam jiwanya. Sedikit banyaknya Mahalini sudah menjelaskan siapa lelaki ini. Hawa dingin mulai terasa. ''Pagi tuan saya diarahkan pak haris ke....''
''Kau anak Mahalini ?'' Gadis itu mengangguk dalam merasa bersalah telah berbohong.
Pria itu melemparkan sebuah map mendarat pas di ujung meja. Geby yang melihat itu tidak tau harus ngapain. Dia bodoh atau polos gak taulah. Marco sendiri sudah memberikan kode agar gadis itu membukanya namun tetap saja dia tidak paham.
''Buka dan bacalah nona'' Akhirnya Gerald membuka suara karena dia tau gadis yang didepannya ini tidak paham dengan maksud tuan Marco.
Dengan tangan gemetar Geby membuka lembaran surat itu dan membaca jumlah dana yang harus diganti olehnya angka berjejer rapi. Geby sendiri tidak tau cara membaca angka itu yang pasti itu bukan uang yang sedikit.
Walau gemetar gadis itu berusaha bertanya. "Apa maksudnya ini tuan"
"Itu utang ibu mu dan kau harus menggantinya" Ucap Marco sama sekali tidak merasa bersalah membebankan ini kepada remaja lusuh tak berdaya. Marco tau Gabriela tidak akan mampu membayarnya.
"Tapi saya tidak punya uang sebanyak ini tuan " Tatapan teduh Gabriela seolah memohon untuk memberikan dia kelonggaran namun Marco tidak selemah itu tertipu dengan tatapan wanita. Dulu Mahalini juga memohon dengan keadaan seperti ini namun ujungnya dia tetap jadi seorang penghianat.
''Berikan semua sisa tenaga dan hidupmu untuk mengganti apa yang sudah diperbuat ibu mu". Tatapan setajam silet itu masih terlihat mengiris penuh ancaman. Marco pada akhirnya mengambil selembar surat dari lacinya dan menyerahkan ke depan Geby.
"Tanda tangan jika kau setuju jika tidak kau dan keluarga mu jangan harap bisa bernafas satu jam lagi. Kau dan ibumu jangan harap selamat dariku"
Deg
Tatapan Gabriela dan Marco bertemu. Geby bisa melihat jika Marco mengucapkan kalimat sarkas itu serius.
Gadis itu masih membaca satu persatu aturan-aturan yang harus dipatuhi sebagai pelayan pribadi Marco. Walau tidak semuanya paham dia mencoba untuk pura-pura mengerti.
Dan pintu gerbang neraka pun mulai terbuka lebar ketika Geby membubuhkan tanda tangan diatas kertas itu. Seluruh hidup Geby akan terikat kontrak seumur hidup dengan tuan Marco. Dan hebatnya kontrak itu batal hanya atas persetujuan tuan Marco. Bisa dilihat dari segi sisi bahwa disini Tuan Marco diuntungkan.
Gabriela hanya pasrah ketika dia harus terikat kontrak mematikan dengan lelaki yang tidak memiliki ampun ini. Gadis malang yang tidak mengerti apa apa harus mengorbankan dirinya untuk keluarga. Sakit rasanya ketika kita diberikan pilihan tapi tidak bisa memilih.
"Apa aku sudah bisa mulai bekerja ? " Geby menghapus air matanya saat bertemu dengan pak Haris.
"Ini standard yang harus nona pelajari pada saat melayani tuan Marco. Karen anda 80 persen bertugas untuk melayani tuan dan 20 persen lagi bantu bantu di rumah ini. Kamar anda ada di sebelah kiri di sana juga ada beberapa pakaian silahkan jika mau digunakan itu bekas pemakaian pelayan sebelumnya yang sudah resign dan saya jamin itu layak di pakai" Pak haris selanjutnya memberikan informasi detail pekerjaan Geby.
"Pak apa saya harus nginap disini? ibu saya sakit saya juga harus mengurusnya "
"Untuk hal itu saya tidak tahu menahu nona, saya hanya dapat perintah untuk menginstruksikan detail pekerjaan nona " pak haris menyelipkan pena kedalam saku setelah selesai memberikan cek list di setiap poin poin utama tugas Geby.
Geby sudah berada di dalam kamarnya mengganti pakaian. Ucapan pak Haris tadi menjelaskan jika dia tidak bisa pulang. Wajib menginap di sana. Walau terus memikirkan ibunya namun dia tidak berdaya walau hanya bernegosiasi tempat tinggal dengan penghuni rumah ini. Dari sini saja sudah terlihat titik neraka yang menyala-nyala sedang menyambutnya.
Dia bergabung dengan beberapa pekerja sedang bersiap untuk menyiapkan makan malam. Geby yang tidak terbiasa dengan hal yang berkaitan dengan orang kaya hanya bisa bengong tidak tau mau pegang apa.
"Apa mata mu buta ? Kau melihat kami repot tapi kau hanya memandangi kami ? " Salah seorang senior yang sudah bekerja 5 tahun sedang menyerang dengan kata kata tajam nya.
Geby langsung mendekati wastafel dan mencuci peralatan memasak yang sudah digunakan tadi. Hanya itu yang bisa dia kerjakan karena sejujurnya dia tidak begitu paham dengan manu menu orang kaya.
Prang! serpihan piring keramik berceceran di lantai. Hal itu sontak membuat pekerja lainnya langsung menoleh dan menusuk tulang dada Geby dengan tatapan tajam menghujam penuh anak panah yang menancap membuat luka memar yang tidak terhitung jumlahnya.
"Apa yang kau lakukan ! " Salah seorang senior menarik tangan Geby dengan tatapan membunuh.
"Maafkan saya kak... saya tidak sengaja" Geby memohon dengan tatapan teduhnya. "Maafkan saya, saya akan membersihkannya " Geby buru buru mengambil sekop dan sapu. Dan membersihkan lantai. Serpihan kaca kecil sepertinya menggores ujung jarinya namun dia tetap menahan sakit dia tau dia yang salah.
"Ikut saya! kau perlu training yang benar! " Tidak punya belas kasih senior yang galak menarik paksa lengan baju Geby dan membawanya menghadap ke ruangan pak Haris. "Dia memecahkan piring pak" adu senior itu. "Benar benar tidak punya kemampuan, hanya mencuci piring saja tidak becus" senior itu masih menggebu gebu sambil menghempaskan Gaby yang tertunduk ketakutan.
"Apa yang kamu lakukan? tidak perlu menghakimi orang lain apa pekerjaan mu sudah lebih baik ? " Pak Haris menatap tajam pelayan senior yang dianggapnya berlebihan.
"Tuan Marco akan marah besar jika dia tau soal..... "
"Tutup mulut mu dan kembalilah bekerja! " intonasi pak Haris penuh penekanan.
"Fokuslah bekerja. Semua pekerja itu tidak ada yang langsung pintar, butuh proses. Jangan melakukan kesalahan-kesalahan yang akan merugikan dirimu "
"Baik pak maafkan saya" . Geby masih menunduk dalam, dia lelah sepertinya.
"Sebentar lagi tuan Marco akan pulang jadi bersiaplah untuk melayani nya " Namun ternyata ucapan pak Haris membuat gadis remaja itu ketakutan, terlihat dia gemetar sambil menyentuh kancing bajunya.
"Melayaninya di meja makan, membantu melepas sepatu dan juga jika tuan Marco membutuhkan sesuatu nona, bukan yang lain lain " Ucap Haris sedikit tergelitik melihat gadis malang di depannya ini.
"Ba....baik pak " Percakapan mereka berhenti saat pak Haris melihat jam di tangannya. "Ingat nona fokuslah bekerja ".
Marco sudah duduk di atas sofa. Dia melirik gadis yang berdiri di sebelahnya, lalu menunjuk kakinya. "Buka sepatuku apa kau bodoh! "
Geram sendiri karena gadis di depannya ini sepertinya otaknya tidak mencair menerima kode etik profesi yang sudah ditanda tangani. Melayani tuan Marco.
Gadis itu berjongkok dan membuka sepatu kerja Marco kemudian menyimpannya dengan hati hati. Dia mengambil sendal rumahan dan meletakkannya di samping kaki Marco. Pria kurang ajar itu tersenyum tipis kemudian menyeringai. Setelah itu dia berlalu ke kamar mandi.
Setelah itu apa lagi ya..
Buka sepatu ganti menjadi sendal. Ambil baju dan letakkan di atas meja setelah itu keluar ...
Tapi masalahnya dimana lemarinya.
Sekilas langkah langkah melayani Tuan Marco setelah pulang kerja yang dia dapat dari Pak Haris tadi.
Gadis itu mencari cari dimana lemari berada, hingga akhirnya dia melihat pintu. Ternyata begini hidupnya para sultan, ruang baju aja terpisah dari tempat tidur.
Membuka lemari kemudian memilih baju santai Marco. Meskipun gadis itu bingung baju yang mana yang harus diambil sakin banyaknya jumlah potongan baju di lemari.
Ini lemari baju atau stok baju yang mau di jual?
Geby keluar setelah selesai meletakkan baju di atas tempat tidur. Satu menit , dua menit, tiga menit. Lima menit kemudian terdengar suara Marco dari dalam walk in closet. "Kemari kau ! " Marco masih mengenakan handuk melilit di pinggangnya mempertontonkan perut kotak kotak yang dihiasi tato sangar dan kesannya terlihat mengerikan.
Wanita menunduk meremas jarinya. "I...Iya tuan ada apa " .
"Kau mau menyiksaku? Menyuruhku olah raga setelah lelah bekerja?" Marco melempar baju yang disiapkan gadis itu mendarat pas di wajah polosnya. "Maaf tuan sa..say tidak tau "
"Apa kau bodoh! otak mu dimana "
Kau kan punya tangan, ambil saja sendiri apa susahnya.
Gadis itu membuka lemari pakaian kemudian mengambil sebuah kaos. Memperlihatkan kepada Marco. Sepertinya Marco tidak suka. Ganti lagi, ganti lagi , lagi dan lagi.
"Sana belajar! dasar tidak berguna" Marco menepis gadis itu kemudian dia mengambil pakaiannya sendiri.
"Kau mau melihatku ganti baju ! " Ucapnya dengan nada penuh sindiran untuk mengusir gadis itu dari walk in closet.
Gadis itu tersadar kemudian buru buru keluar karena panik dia tidak sengaja menutup pintu dengan keras. Marco tersentak kaget. "Dasar wanita gila ".
Di meja makan Marco bak dewa Yunani yang dilayani oleh pelayan setia di sampingnya. Geby membuka piring dan mengisi dengan nasi dan lauk. Gadis itu berdiri setia mendampingi tuannya sampai selesai makan. Tidak sampai disitu sang Raja penguasa benar benar menguji kemampuan gadis malang yang berdiri di belakangnya. "Aku mau minum " Buru buru Geby mengisi air putih ke dalam gelas memberikannya dengan hati hati sambil beberapa kali menelan ludah sejujurnya dia pun kelaparan dari tadi.
Gadis itu merebahkan dirinya diatas tempat tidur. Tenaganya benar benar terkuras melayani Dewa Yunani kuno yang semakin menjadi jadi.
Hari ini pekerjaannya cukup berat dari Marco pulang kerja hingga tidur semua serba dilayani. Gila ya. Padahal sebelumnya juga tidak seperti ini. Pria penguasa itu benar benar memaksimalkan fungsi Gabriela sebagai pelayan berkedok budak.
*apa seterusnya seperti ini ya. semoga aku kuat.
Ibu gimana kabar ibu ya*.
Gadis itu bahkan tidak punya waktu untuk memegang ponsel. Hingga dia lupa bertanya apakah ibunya sudah makan atau belum. Hari ini benar benar neraka buatnya.
Bersambung...
Pagi hari Marco bangun dari tidurnya. Dia menanggalkan
pakaiannya begitu saja kemudian dia masuk kedalam kamar mandi. Dan pada saat
itu juga Geby masuk dan melihat pakaian yang berserak di lantai. Gadis itu memungutnya
dan memasukkan ke dalam keranjang ng kotor. Setelah itu dia masuk ke dalam walk
in closet untuk mengambil seragam Marco sesuai dengan instruksi pak Haris.
Marco tergelak kecil melihat pakaiannya sudah tersedia dan dia
menyukai setelan itu, dia tau jika geby yang memilihkannya. Gadis itu sudah
menunggu di dekat pintu sambil memegang sepatu Marco dan sekali lagi Marco
tergelak kecil.
Ternyata menyenangkan juga.
Marco menuruni anak tangga di ikuti Geby yang mengekor di
belakangnya. Gadis itu masih gemetar sambil mengeratkan jemarinya. Mempersiapkan
diri untuk segala kemungkinan buruk yang
mungkin terjadi karena pria sialan yang berjalan di depannya ini memang betul
betul menjengkelkan.
“Silahkan tuan”
Marco benar benar menikmati sarapan pagi tanpa memikirkan
Geby yang berdiri di belakangnya. Setelah selesai sarapan, Gerald melihat jam
yang menempel di tangannya. “Kita berangkat tuan”.
Marco berjalan diikuti Geby dibelakang sambil menenteng tas
kerja Marco. Pria itu masuk ke dalam mobil dan bergeser ke pinggir memberikan
sedikit ruang. Geby memberikan tas kerja kepada pemiliknya namun Marco tidak
menerimanya. Tas itu masih menggantung di udara, gadis itu bingung. “GER! Apa
kau tidak bisa mencairkan sedikit otaknya biar pintar”.
“Masuklah nona”.
“Maaf kenapa saya harus ikut?” gadis itu benar benar
merutuki kebodohannya masih bertanya. “Tidak mau iku?’’ Marco sudah memasang
wajah serius yang memang sudah tercipta dari sononya, namun intonasinya cukup
menggambarkan kalau dia tidak senang dengan pertanyaan gadis itu.
“maaf tuan saya ikut” Gadis itu buru buru masuk dan
mendudukkan bokongnya di kursi, kemudian menutup pintu melirik laki laki gila
di sampingnya.
“Keluar!” kan mulai lagi. Ah gak tau maunya apa.
Gadis itu terkejut sekaligus takut, sampai detik ini dia
belum punya keberanian untuk menatap wajah Marco. Sambil gemetar dia sudah menyentuh
kursi mobil bersiap untuk keluar.
“Ichh!!” Marco menarik lengan baju geby agar duduk Kembali, geram sendiri melihat gadis disampingnya ini. Bodoh apa bagaimana. Udah dilihat orang marah bukannya membujuk malah menghindar.
"Kau tau kan tugas mu sebagai apa" Gertak Marco masih kesal.
"Iya tuan saya tau" Gadis itu mengeratkan pegangannya pada handle tas kerja Marco yang dia pangku.
"Apa ! "
"Melayani tuan dan juga patuh dengan semua yang tuan katakan" ucapnya terbata.
"Lalu kenapa masih menolak masuk tadi" Gerald melirik kaca spion mobil. memastikan jika yang bicara itu adalah tuannya. biasanya Marco hanya bicara poin nya saja.
"Maaf tu.... "
Marco mencekal rahang gadis itu dengan keras. "Jangan main main denganku, sudah kubilang sisa hidupmu dan ibu mu ada di tanganku" melihat gadis itu ketakutan dan gemetaran Marco malah menyukainya.
"iya tuan maafkan saya". Gadis itu hanya bisa menahan air matanya. Pertemuannya dengan Marco benar benar menjungkir balikkan kehidupan yang dia jalani selama ini. Yang dia jalani benar benar neraka kehidupan yang mungkin akan membakar hidup dengan tidak ada henti hentinya.
Sepanjang perjalanan dia membisu, tidak ada percakapan baik antara Marco dan asistennya Gerald. Sesekali asistennya itu melirik suasana di belakang.
Sesampainya di parkiran kantor, Gerald meminta Geby untuk merapikan penampilan terlebih dahulu di dalam mobil. Rambut Geby memang berantakan mungkin akibat tadi tergesa gesa. "Sempurnakan penampilan anda terlebih dahulu nona".
Gerald dan Marco berjalan beriringan, sementara Geby mengekor dibelakang sambil menenteng tas kerja Marco.
Di kantor Gerald memberitahu bahwa hari ini mereka akan mengunjungi proyek di luar kota. "Agenda hari ini banyak tuan, termasuk rapat untuk membahas pengembangan kontruksi bangunan yang terkendala di kota A"
"Siapa yang menyuruhmu duduk" Ucap marco dengan nada rendahnya. Pria itu menjentikkan jarinya meminta gadis itu mendekat. "Kau lihat itu? penuh debu sekarang bersihkan ,jangan biarkan tenagamu menganggur ibumu punya hutang berlimpah padaku" Marco menunjuk dinding kaca ruangannya.
Gadis itu menurut dia mendekati kaca dan membersihkan secara perlahan, Sinar matahari yang terik membuatnya sedikit kewalahan. Marco sengaja membuka vertical blend agar cahaya masuk, namun itu membuat gadis itu kepanasan.
Selang beberapa saat kemudian Marco sudah menutup map terakhirnya melihat gerald masuk itu tandanya sebentar lagi mereka akan berangkat meninjau proyek baru. Gerald melihat apa yang dilakukan gadis itu. Ada rasa tidak tega. Dia juga memiliki adik perempuan. Biar bagaimana pun Gabriela adalah gadis korban keegoisan keluarga. "Dia juga ikut,biar tenaganya berguna" ucap Marco berdiri.
"Ikutlah dengan kami nona!" Buru buru gadis itu berdiri sambil membersihkan tangannya dengan tissue. Gerald sendiri langsung menyambar tas kerja Marco namun Marco melarangnya "Untuk apa dia ada ? untuk itu kan".
Jam menunjukkan pukul 13.00,Geby merasa perutnya mulai mengisap. Bagaimana tidak dia bahkan melewatkan sarapan pagi akibat keinginan Marco yang tiba tiba ingin dia ikut. Gadis itu menatap punggung dua orang yang hebat yang sedang sibuk berbicara dengan manager konstruksi. Mereka sedang berada di lapangan pengembangan proyek yang mungkin akan dijadikan Mall. panas terik bercampur lapar bersatu menyerang .
aku lapar
Karena tidak tahan gadis itu merogoh kantong rok nya, beruntung dia masih memiliki sisa uang yang entah cukup atau tidak untuk membeli makan.
Dia mengedarkan pandangannya mencari tempat menjual nasi atau sejenisnya. Beruntung dia melihat kantin yang tidak begitu jauh. Kantin itu terlihat ramai oleh pekerja yang sedang istirahat. Gadis itu memilih mi instan yang di kemas dalam cup serta sebotol minuman segar karena hanya dua makanan itu yang sanggup dibeli untuk sisa uangnya.
Setelah ibu kantin menyiramnya dengan air panas, gadis itu pergi ke belakang kantin yang tidak ada orang. Tadi dia sempat melirik Marco dan Gerald masih sibuk bicara.
Setidaknya perutku bisa terganjal
Gabriella benar benar mengandaskan makanan yang dipegangnya. Masih kurang tapi perutnya sudah lebih baik. Tidak mengisap seperti tadi.
Sementara itu Manager yang sudah selesai memperlihatkan hasil yang mulai rambung. Memilih untuk mengajak Marco dan asisten setianya makan siang di sebuah ruangan.
"Kemana gadis itu?" tanya Marco. Gerald panik sendiri.
"Apa dia melarikan diri sama seperti ibunya" tatapan kemarahan Marco tidak bisa di tutupi. Rahang tegas itu mengeras bersamaan dengan air muka yang mulai berapi api. Panas terik bercampur emosi.
"Hubungi Danri! SURUH CARI ANAK ITU SAMPAI KETEMU! JANGAN MIMPI BISA LEPAS DARIKU!" Prang. Besi melayang hampir saja mengenai kepala manager yang juga mulai gemetar. Dia pun bingung siapa gadis yang dimaksud.
Namun dia juga tidak berani bertanya.
Manager memberikan instruksi lewat walkie talkie elektrik yang langsung diterima secara bersamaan dengan semua security yang tersebar di lokasi pembangunan. Kehebohan secara mendadak.
"Tuan tenangkan diri anda, nona gabriela tidak akan mungkin se nekat itu". Gerald memilih membawa Marco kedalam ruangan.
"DASAR BAJINGAN!!" Marco mengumpat kasar. Barang barang yang tadinya berada pada tempatnya sudah hancur berserak dimana mana. "Kau tidak lihat wajahnya yang menyedihkan jika di depanku ? persis dengan Ibunya yang ****** itu memohon".
Beberapa menit kemudian kepala security tampak datang membawa seorang gadis. Marco yang melihat itu langsung berdiri dengan tatapan membunuhnya. berkas berkas yang berada di atas meja langsung memenuhi udara. "Tenangkan diri anda tuan" melihat kemarahan Marco bukan lagi hal tabu baginya.
"Beraninya kau lari" Marco sudah tidak bisa menahan diri. "kemari kau!" Marco betul betul menyeret gadis itu kedalam sebuah ruangan mesin. "Aku benar benar akan menunjukkan padamu sisa hidup yang ku maksud".
Gadis itu berusaha melepaskan diri. "Ampuni saya tuan! Saya mohon! saya tidak lari!!"
Marco terus menyeret Geby yang malang. Tenaga gadis itu sudah pasti kalah telak dibanding Marco.
"AMPUNI SAYA! SAYA TIDAK LARI TUAN !" Geby histeris melihat mesin yang lift yang sedang bekerja.
"SAYA TIDAK LARI TUAN! SAYA HANYA CARI MAKAN SAYA TIDAK MAKAN DARI PAGI!!!!" mendengar itu hati Gerald teriris. Dia akhirnya berusaha menghentikan Marco yang sudah di gelapkan kemarahan.
"Ampuni saya tuan !!!" Marco sudah melepaskan tangannya dari gadis itu. "Maafkan saya tuan tadi saya kelaparan" dengan suara tersengal pilu dia berlutut di kaki Marco. "ampuni saya jangan bunuh saya. saya tidak akan lari dari anda tuan" deru nafas memburu bercampur air mata. Bola mata teduh milik gabriela sudah redup dengan kesedihan. "Jangan habisi saya tuan, saya mohon" mata gadis itu masih memandang ngeri mesin yang sedang bekerja. Jika sja marco benar benar menjatuhkannya tadi maka dipastikan tubuh gadis itu bakal menjadi bahan pelicin untuk mesin tersebut.
"Saya kelaparan tadi... maafkan saya" ucap gadis itu terisak isak memohon di bawah kaki Marco sambil menggenggam botol air minum yang terlihat tinggal setengah.
"Bangunlah nona" Gerald membantu Geby bangun.
Melihat botol air yang di pegang gadis itu ada rasa yang tergelitik di hati Marco. Mungkin benar dia tadi gadis itu sedang makan.
Mereka sudah berada di meja makan. Gerakan tangan Marco mengusir semua penghuni ruangan VIP yang di sediakan gedung untuk tamu terhormat mereka.
Gadis itu duduk berhadapan dengan Marco.
"Silahkan dimakan nona" ucap Gerald karena melihat gadis malang di depannya ini sepertinya masih dihantui rasa takut. Gadis itu menunduk tidak berani menatap sajian makan siang di depannya.
"Ba... baik tuan" Gadis itu mulai memakan sajian itu dengan lahap.
Marco yang melihat itu seperti timbul rasa bersalah. Gadis itu terlihat memang seperti orang yang tidak makan setahun. Bahkan gadis itu belum mencuci tangan namun setengah makanan di piringnya sudah kandas.
Marco hanya bisa tertegun dan rasa bersalah itu benar benar hadir. Terbukti dia menggeser beberapa menu ke hadapan gadis itu.
ternyata dia masih punya belas kasih ya.
Kenapa tidak bilang kau belum makan sejak pagi ?
Dasar gadis bodoh.
"Makanlah tuan ini sudah lewat dari jam makan siang" Ucap Gerald sambil mendekatkan menu ke depan Tuannya yang sibuk memperhatikan setiap gerakan gadis itu.
Mereka makan siang bersama sesekali Marco melirik gadis itu lagi. Sisa air mata masih membekas di pipinya. Dan itu membuat dirinya merasa tidak nyaman. Rasa kasihan bergulung dengan rasa bersalah
Dasar gadis bodoh
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!