NovelToon NovelToon

My Love From The Blue Sea

Pantai Duyung

"Hey, Tolol. Mana ayam goreng ku?"

"Susu coklat ku mana?"

"Ahh … lambat! Dasar anak pembawa sial?!"

"Iya sebentar! Susu coklat dan ayam gorengnya sudah siap."

Ziya berlari kecil seraya membawa segelas susu coklat dan sepiring ayam goreng. Sudah menjadi kebiasaan bagi gadis itu di hina dan di caci oleh saudara tiri juga ibu tirinya di istana milik ayah kandungnya sendiri.

Hatinya sudah kebal dan tak merasakan kesedihan apapun dengan lontaran kalimat keji yang keluar dari dari mulut tiga manusia hina itu : Ibu tiri dan dua saudara tirinya.

Setiap harinya Ziya dijadikan pembantu oleh mereka bertiga. Bila tidak ada ayah kandung Zia di rumah. Walaupun sang ayah berdiam diri di rumah, dia juga tak mendapatkan kasih sayang. Ayahnya murka padanya dikarenakan Ziya, istrinya — ibu Zia meninggal.

"Lama amat sih!" umpat Melisa kakak tiri Ziya, perbedaan umur mereka hanya tiga tahun.

"Maaf, Kak." Ziya mengucapkan kata maaf seperti biasanya.

"Ma, aku minta uang jajan lebih, karena hari ini aku bakal pergi ke Pantai Duyung bareng anak-anak kampus dan beberapa panitia kampus!" pinta Melisa santai terdengar oleh telinga Ziya yang sedang sarapan di dapur.

Sang ibu tiri pun mengeluarkan kartu ATM Platinum dari balik silikon ponselnya lalu ia berikan pada Melisa.

"Nah."

"Wahh … makasih mama," pekik Melisa mengecup pipi ibunya.

Ziya menyuap nasinya ke dalam mulut diiringi oleh air mata yang turun membasahi pipinya.

Sakit hatinya karena bertahun-tahun mendapatkan perlakuan tak adil dari keluarga barunya.

"Sampai kapan aku diperlakukan begini?" tanyanya pada diri sendiri.

*

*

"Dahulu kala, bumi ini tidak hanya di huni oleh manusia saja, melainkan ada ras peri yang tinggal di hutan, ras duyung tinggal di lautan. Dan ras iblis tinggal bersama dengan manusia. Seiring berjalannya waktu, ras iblis berubah menjadi tamak dan ingin menguasai dunia. Mereka menindas para manusia dan membunuh para peri."

"Ras duyung pun tahu bahwa mereka akan menjadi target kebejatan iblis selanjutnya. Hingga mereka melakukan ritual pemanggil Dewa lautan, saat para iblis tiba di kerajaan Duyung. Mereka (iblis) di sambut oleh kemarahan Dewa lautan karena sudah melanggar janji suci untuk tidak berbuat kejahatan di muka bumi."

"Alhasil sebagian dari mereka di bantai oleh Dewa lautan. Sebagian lainnya berhasil kabur dan memilih bersembunyi dari kehidupan manusia. Para iblis lemah mereka menyembunyikan jati diri mereka agar tak tampak dari penglihatan manusia."

"Karena kejadian itu, manusia sangat membenci iblis dan menghormati ras Duyung."

Para mahasiswa mendengar cerita dari salah satu dosen pembimbing. Mereka tidak percaya sama sekali akan apa yang di ceritakan oleh dosen mereka.

"Pak, bukankah cerita bapak itu mitos? Kalaupun benar adanya, kenapa tidak ada Duyung yang berjemur di tepi pantai?" tanya salah satu mahasiswa.

"Ya?! Mana boleh Duyung berjemur, nanti kalau dia terpapar sinar matahari, bisa-bisa dia berubah bentuk jadi ikan asin," canda mahasiswa lainnya membuat mereka semua tertawa lepas.

Tak terkecuali para dosen. Sedangkan seorang kakek tua penjaga pantai tak sengaja mendengar candaan anak muda itu hanya mampu mengelus dada.

Wajahnya berubah pucat pasi.

"Hey anak muda! Jaga ucapan mu, alangkah baiknya kamu berbicara yang baik-baik saja selama di sini. Jangan sampai makhluk yang kamu jadikan lawakan itu murka?!" tegas kakek tua itu dengan suara seraknya.

Sontak saja mereka semua terkejut mendengar suara serak sang kakek yang tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka.

Setelah mengatakan hal itu sang kakek pun pergi meninggalkan para mahasiswa yang kebingungan.

"Kamu sih, Alvin! Jangan asal ngomong!" tegur sang dosen.

"Ya maaf, Pak. Lagian apa yang saya bilang juga bener, 'kan? Duyung itu cuma mitos, sampai sekarang tidak ada berita tentang kemunculan duyung di daratan kalau memang mereka ada?" elak Alvin berusaha membela diri.

"Kamu, saya dan kita semua di sini memang menganggap cerita tentang Duyung itu mitos. Tapi, bagi sebagian pribumi percaya bahwa duyung itu memang ada. Bahkan, dulu ada kisah seekor duyung naik ke daratan dan berubah menjadi manusia demi hidup bersama dengan cinta pertamanya (manusia)."

"Namun, kisah cinta antara duyung dan manusia itu berakhir tragis."

Sang dosen menjelaskan membuat para mahasiswa merasa tertarik dengan kisah percintaan dua ras itu.

"Kenapa berakhir tragis, Pak? Memang apa yang terjadi?" tanya Ziya yang merupakan salah satu mahasiswa di sana.

Ziya sangat menyukai cerita dongeng putri duyung. Dia banyak mengoleksi berbagai novel romansa yang berbau duyung.

"Saya tidak tahu! Karena dalam sejarah tidak diceritakan dengan jelas. Tapi, semenjak saat itu, ras Duyung dan manusia tidak lagi berkomunikasi. Mereka (Duyung) benar-benar menyembunyikan keberadaan mereka dari jangkauan manusia."

"Baik, karena hari sudah mulai sore dan langit pun sudah mulai mendung. Sebaiknya kita semua balik ke penginapan."

Mereka semua pun beranjak kembali ke penginapan. Terkecuali Melisa cs dan Ziya.

Diam-diam mereka membawa Ziya ke sebuah jembatan. Mereka membully Ziya dengan keji.

"Auhh sakit, Kak!" ringis Ziya berusaha melindungi kepala nya dari amukan lima wanita gila itu.

"Hiks … apa salahku, Kak? Kenapa kalian jahat sekali padaku?" tanya Ziya di sela-sela tangisnya.

"Kamu tidak salah, tapi kehadiran mu di muka bumi ini adalah kesalahan?!" umpat Melisa lalu mendorong tubuh Ziya kasar hingga jatuh ke dalam air.

Ziya sama sekali tak bisa berenang dia melambaikan tangan ke atas dan berusaha melompat ke permukaan, namun tak bisa.

Uhuk uhuk.

"To-tolong?!" teriak Ziya seraya terbatuk-batuk membuat teman-teman Melisa ketakutan.

"Mel, dia tidak bisa berenang, kalau mati bagaimana?" tanya Dora pada Melisa.

"Kalau mati tinggal kuburin! Apa susahnya. Ayuk kita balik ke penginapan?" ajak Melisa santai tanpa merasa bersalah.

"Lalu Ziya bagaimana?" tanya Cerry pada Melisa.

"Biarin aja, siapa tahu nanti ada duyung yang mau nolong dia seperti di drama Korea, ha ha!" tawanya membuat para temannya pun tertawa lepas.

Mereka pergi meninggalkan Ziya yang sudah tenggelam.

Ziya menelan banyak air laut, nafasnya tercekat. Dadanya kerasa sesak dan pandangannya buram.

"Siapapun tolong aku! Tolong … kalau memang Duyung itu ada, Dewa. Tolong kirim salah satu di antara mereka untuk menolongku!"

Ziya berdoa dalam hati.

Samar-samar Ziya melihat sosok pria tampan berenang ke arahnya. Namun, pria itu bukanlah manusia.

Duyung?

*

*

*

Jangan lupa untuk like komentar vote dan beri rating 5 yah kakak 😊😊🥰🥰

Salem Aneuk Nanggroe Aceh

Pertemuan Pertama

Tiga ribu tahun berlalu pasca pertempuran iblis dan Dewa lautan. Sejak saat itu para Duyung sudah mulai menyembunyikan jati diri dari jangkau manusia. Mereka tinggal di kedalaman lautan Pantai Duyung. Sampai saat ini tidak ada satupun manusia yang berhasil menemukan tempat mereka.

Dikarenakan barier pelindung yang di buat oleh Dewa lautan. Semua itu dilakukan, karena sifat manusia tak jauh beda dari iblis. Penuh hasrat dan ambisi untuk menguasai dunia. Dewa lautan tidak ingin ras Duyung di basmi hanya demi hasrat duniawi para manusia.

Namun, sisi gelap ras duyung adalah hukum rimba yang berlaku. Di mana yang lemah akan ditindas oleh yang kuat. Lalu yang lemah akan menindas Duyung yang paling lemah.

Tak peduli pangkat dan jabatan. Karena kelemahan merupakan lambang kesialan.

Saat ini para Duyung di dasar lautan sedang belajar memanggil hewan penjaga mereka. Setiap Duyung saat berumur 50 tahun harus memiliki hewan penjaga masing-masing. Guna melindungi mereka kelak dari musuh.

Pangeran ke-3 dari Pantai Siluman mendapatkan Hewan penjaga Hiu.

Pangeran ke-5 dari Pantai Duyung mendapatkan Hewan penjaga buaya putih.

"Yeah! Akhirnya aku punya hewan peliharaan!"

"Uhuyy … aku dapat buaya putih."

Para raja yang hadir di sana merasa senang dan bangga pada putra mereka. Terkecuali Raja Jionard – Pantai Duyung. Dia menatap tajam putarnya bernama Zeo — Pangeran ke-3 yang sudah berumur 79 tahun, tetapi sampai sekarang belum bisa memanggil hewan penjaganya.

Zeo mengepalkan tangan erat, Duyung Jantan itu merasa sangat gugup. Setiap satu dekade dia pasti mengikuti upacara pemanggilan hewan penjaga. Namun, sudah berkali-kali ia coba tak kunjung ia dapatkan hewan penjaga.

"Zeo majulah! Masuk ke dalam gelembung hitam, lalu kerahkan semua tenaga dan kekuatan mu untuk memanggil hewan penjaga mu!" tegas master sihir .

Bisik-bisik para duyung pun terdengar oleh telinga Zeo. Banyak dari mereka menghujat dan menghina Zeo, karena sudah beranjak dewasa, namun belum memiliki hewan penjaga.

'Oh Dewi Fortuna tolonglah aku,' batin Zeo berdoa.

Dia segera berenang ke dalam gelembung hitam. Zeo merasakan kesakitan di bagian pelipis nya. Tepat di bagian tato naga bertanduk.

"Ahh … kenapa kepala ku selalu sakit setiap kali aku ingin memanggil hewan penjaga?" tanyanya seraya memegang pelipisnya.

Samar-samar Zeo mendengar suara makhluk mengaum. Suara itu berasal dari dalam kepalanya.

Tak tahan akan rasa sakit itu membuat Zeo segera keluar dari gelembung hitam. Setelah berhasil keluar, rasa sakit itu langsung hilang.

"Hey, lihatlah! Dia tidak berhasil memanggil hewan penjaganya!"

"Lagi dan lagi dia gagal."

"Ahh … Dewi Fortuna memang sangat adil dalam memberi peran bagi para duyung. Lihatlah dia! Dia selalu gagal dalam ujian, kalau saja bukan karena jabatannya sebagai seorang pangeran. Pasti dia akan mati dibunuh oleh duyung yang lebih kuat darinya!"

"Ha ha, kau benar."

Zeo menundukkan wajahnya tak berani memandangi para duyung yang hadir untuk menonton. Dia telah mempermalukan kerajaan Duyung untuk kesekian kalinya.

Raja jionard yang merupakan ayah dari Zeo pun merasa sangat malu. Di antara 17 anaknya, hanya Zeo yang tak bisa memanggil hewan penjaga.

Pangeran pertama dari kerajaan Duyung pun tertawa melihatnya. Dia melemparkan bola es ke arah Zeo.

"Dasar lemah!" teriak pangeran pertama. Melihat hal itu para saudara Zeo pun langsung berlomba-lomba menyerang Zeo dengan bola-bola sihir mereka.

Tidak ada yang menegur dan melarang. Seolah saat ini mereka sedang melihat pertunjukan menarik. Tak sedikit orang yang ikut tertawa melihat Zeo terluka.

Kepala Zeo terpental ke samping, aroma anyir tercium oleh indera penciuman. Cairan berwarna merah kehitaman keluar dari pelipisnya. Anehnya darah tersebut sama sekali tidak bercampur dengan air.

Darah Seo masih menempel di pelipisnya dan perlahan terhisap oleh tato naga di pelipisnya. Tanpa ia sadari tato berwarna hitam itu berubah menjadi merah.

Hanya satu ekor duyung tua yang memperhatikan hal itu. Matanya menyipit dan lama kelamaan melebar seperti orang yang sedang terkejut.

'Tidak mungkin," gumamnya pelan.

"Lucky, apa kau merasakan nya juga?" tanya duyung tua itu pada hewan penjaganya menggunakan telepati.

"Iya, aku juga merasakan kehadirannya! Tidak salah lagi, hawa ini adalah milik Na–akkk!" Hewan penjaganya yang bernama lucky itu tiba-tiba merasa kesakitan.

Ular putih itu segera mengecilkan tubuhnya dan melingkar di lengan duyung tua itu.

"Kau kenapa?" tanyanya penasaran pada sang ular.

"Lebih baik kita pergi dari sini sekarang dan jangan pernah berbuat jahat pada anak itu! Atau kau dan aku akan celaka?!" ajak lucky panik membuat pria tua itu segera pergi dari sana.

Zeo memilih pergi dari sana. Hatinya dipenuhi amarah. Dia mengumpat takdir hidupnya mengapa harus dilahirkan bila hanya menjadi bahan ejekan dan bullyan dari kaum nya.

"Aku benci mereka semua!" desis Zeo berenang menuju permukaan laut ; tempat dirinya duduk merenung sekarang diri.

Namun, saat hampir tiba di permukaan, Zeo melihat sosok gadis manusia tenggelam. Bergegas tanpa pikir panjang ia menolong gadis itu.

Zeo memeluk pinggang Ziya lalu meletakkan tangan kanannya di dada Ziya. Dia mengalirkan sihirnya untuk mengeluarkan air laut yang masuk ke dalam paru-paru Ziya.

"Ternyata dia juga menderita. Sama sepertiku," gumam Zeo pelan saat merasakan emosi Ziya.

*

*

Bersambung.

Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak.

Salem Aneuk Nanggroe Aceh 🥰🥰😊

Duyung Itu Benar Ada?

Hari sudah mulai gelap. Awan putih yang tadinya menaungi makhluk hidup di bumi. Kini berganti dengan awan hitam pekat, tiada bintang yang menemani malam, karena telah didahului oleh hujan deras. Bahkan, purnama pun takkan tampak disebabkan hujan deras turun.

Seorang gadis cantik tidur terlentang di atas pasir putih. Perlahan pemilik bulu mata lentik itu terbuka, ketika merasakan tetesan air hujan mengenai wajahnya. Nyawanya yang belum terkumpul seolah-olah dipaksa untuk bersatu oleh keterkejutan nya. Dia melihat ke sekelilingnya dan ternyata dia selamat.

Selamat dari kematian.

Bagaimana bisa? Bukankah tadi dirinya sudah berada di ambang kematian. Dia tenggelam dalam air laut, karena ulah saudara tirinya.

"Ak-aku masih hidup? Hiks … aku masih hidup!" Ziya merasa tak percaya. Perasaan senang sekaligus bersyukur bercampur menjadi satu.

Dia meneteskan air matanya menandakan dirinya sangat bahagia. Tak mengapa tubuhnya basah diguyur hujan. Hal terpenting yang wajib ia syukuri adalah dia masih di beri nafas untuk melanjutkan hidupnya.

"Tapi, bagaimana bisa aku selamat yah? Dan kenapa aku bisa ada di sini?"

Ziya berusaha mengingat apa yang sudah terjadi sebelumnya. Siapa yang telah menyelamatkan dirinya? Ataukah ombak yang membawanya ke tepi pantai?

Mata Ziya terbuka lebar saat ingatannya samar-samar kembali. Dia mengingat sosok makhluk yang berenang mencoba menolong nya.

"Tidak mungkin? Mustahil. Makhluk itu cuma dongeng. Kalaupun ada mereka tidak akan mungkin menampakkan diri di hadapan manusia!"

Ziya meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang diingat nya itu salah. Tidak mungkin dirinya di tolong oleh sosok Duyung. Logikanya menolak akan hal itu.

"Tidak mungkin! Bisa jadi itu hanya halusinasiku saja karena seharian mendengar Pak Derrick cerita tentang Duyung! Itu hanya mitos."

"Aku selamat mungkin karena dibawa ombak ke tepian!"

Ziya terus berusaha menepis segala pikirannya yang mengatakan bahwa dirinya di selamatkan oleh seekor duyung. Walau hatinya berusaha percaya, namun logika nya menolak.

Tak sengaja Ziya melihat sisik ikan. Bentuknya lebih besar daripada sisik ikan yang pernah ia lihat. Lebih mengkilap dan indah warna nya.

"Sisik apa ini?" tanyanya pada diri sendiri.

Sepuluh menit Ziya berdebat dengan isi pikirannya sendiri. Dia pun beranjak kembali ke penginapan. Hari sudah malam dan hujan turun deras. Dia memasukkan sisik ikan itu ke dalam kantong celana jins nya.

"Lebih baik mulai sekarang aku menjauh dan tidak mencari gara-gara dengan Melisa. Karena dia sangat nekat! Bisa-bisa aku mati konyol nanti!"

Ziya berkata pada dirinya sendiri. Setelah dua belas menit berjalan kaki dari tempatnya berada tadi, akhirnya dia tiba di tempat penginapan.

Suasana sepi memenuhi pandangan nya. Tidak seorangpun yang berada di sana, sepertinya hari sudah malam dan dia sudah lama hilang.

Saat masuk ke dalam penginapan, tak sengaja dia berpapasan dengan Pak Derrick – Dosen yang memberikan materi tentang Duyung tempo hari.

"Eh, kamu dari mana saja Ziya? Dan kenapa tubuhmu basah kuyup?" tanya Pak Derrick terkejut.

Ziya menelan ludahnya kasar. Dia tidak tahu harus menjawab apa? Karena tak mungkin baginya menjelaskan yang sebenarnya, karena pasti dia akan diburu oleh Melisa juga teman-temannya.

"Eum … ta-tadi saya main hujan, Pak. He he iya mandi hujan!" bohong Ziya seraya tertawa kecil membuat Pak Derrick menghela nafas berat.

"Kamu ini! Seperti anak kecil saja. Kalau kamu sakit gimana ikut serta dalam permainan tim besok, huh?" tanya Pak Derrick dengan nada kesal membuat Ziya menggigit bibirnya.

"Maaf, Pak," cicit Ziya pelan.

"Ya sudah, lebih baik kamu masuk kamar, mandi dan tidur! Besok kita harus bangun pagi-pagi sekali untuk olahraga bersama!" tegas Pak Derrick membuat Ziya menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih, Pak."

Ziya dan Pak Derrick pun berjalan dengan arah yang berlawanan. Hingga Ziya berbalik dan memanggil pria dewasa itu.

"Pak," panggil Ziya membuat Pak Derrick menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Ziya.

"Iya."

"Apa Duyung itu benar-benar ada? Maksud saya apakah mereka itu nyata dan masih hidup sampai saat ini?" tanya Zara serius melihat Pak Derrick dengan tatapan yang tak kalah serius.

"Bagi kita cerita tentang Duyung itu hanyalah mitos atau dongeng pengantar tidur anak-anak kecil. Tetapi, bagi leluhur kita, keberadaan mereka (Duyung) itu benar ada! Namun, saya sendiri tidak pernah melihat mereka ada!" jelas pria itu datar membuat Ziya manggut-manggut.

Gadis itu membungkuk sedikit kepalanya dan mengucapkan terima kasih pada pak Derrick.

"Terima kasih, Pak."

Keduanya pun kembali melangkah ke arah yang berbeda. Ziya mengernyitkan dahinya, dia teringat dengan sisik ikan dalam sakunya lalu mengambilnya. Kemudian Ziya berbalik ingin menunjukkan kepada sang dosen.

"Pak …"

Bersambung.

Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰😊

Salem Aneuk Nanggroe Aceh 🤩🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!