Chapter Terakhir
Dataran seribu bunga terkenal karena keindahannya. Mawar, melati, lavender, anggrek, hampir semua jenis bunga dapat ditemukan di tempat itu.
Lautan warna warni seluas mata memandang. Pemandangan bak surgawi, terlebih ketika matahari hampir terbenam, sungguh seperti pemandangan dunia lain.
Hal itu menyebabkan daratan seribu bunga di tetapkan menjadi salah satu tempat paling indah yang ada di dunia. Tak ada seorang pun di daratan ini yang dapat menampik fakta tersebut.
Sayangnya, kini tempat itu telah luluh lantak. Pemandangan bak surgawi itu berubah 180 derajat menjadi neraka. Hanya butuh waktu satu minggu, keindahan yang ada di tempat itu sirna dibakar api peperangan.
Di bawah kepemimpinan Raja Jurang Maut Chenyu, Suku Iblis hampir berhasil menguasai seluruh daratan. Satu-satunya penghalang bagi Suku Iblis untuk menguasai dunia adalah Sekte Jalan Surgawi.
Li Yao, Ketua Sekte sekaligus Pendiri Sekte Jalan Surgawi, membawa seluruh murid-murid terkuatnya untuk bertarung habis-habisan melawan Suku Iblis.
Di dataran seribu bunga, peperangan antara Suku Iblis dan Sekte Jalan Surgawi akhirnya mencapai puncak. Setelah perang selama tujuh hari tujuh malam, kini yang tersisa di tanah itu hanyalah Li Yao dan Chenyu.
Li Yao berdiri tegak melihat seorang pria tampan tinggi berambut putih. Pria itu adalah Chenyu, Raja Jurang Maut yang membawa malapetaka ke seluruh daratan.
Berbeda dengan Chenyu yang kelihatan berumur 20 puluhan, Li Yao adalah pria tua berwibawa dengan gurat wajah tegas dan dalam. Kelihatan sekali pada masa mudanya Li Yao adalah pria yang cukup tampan.
Meski tampak berbeda, mereka berdua memiliki satu kesamaan, yaitu tatapan mata. Mereka berdua memiliki tatapan sayu yang mencerminkan kesedihan dan kepedihan, terlebih ketika mereka melihat keadaan di sekitarnya.
Mayat bertebaran sampai menumpuk menjadi gunung, tanah di bawah kaki mereka hancur lebur, bekas pertempuran hebat terjadi dimana-mana, bunga layu terciprat darah dan tertindih mayat manusia.
Itu benar-benar pemandangan neraka.
"Jadi pada akhirnya hanya tersisa kita berdua," ucap Chenyu sinis.
Li Yao menggertakkan giginya lalu berteriak.
"DIAM!"
Tepat di hadapan Li Yao, Chenyu duduk bersila di atas tumpukan mayat murid-murid Sekte Jalan Surgawi. Penghinaan itu, bagaimana bisa Li Yao membiarkannya.
[Seni Jalan Surgawi Chapter Ketujuh - Keheningan di Jalan Berdarah]
Seluruh dunia mereka tiba-tiba menjadi gelap. Chenyu tak bisa melihat hal lain selain dirinya dan kegelapan. Ketika setetes darah membasuh rambut panjangnya, Chenyu lantas mengeluarkan seni beladirinya.
[Seni Iblis Neraka - Jeritan Dosa]
Jeritan itu menghancurkan dunia yang diciptakan oleh Li Yao. Dunia mereka kembali seperti sediakala. Kini mereka berdua telah bertukar posisi dan saling membelakangi. Hening lagi, langit sore kala itu cerah memancarkan sinarnya yang merah pekat.
Mendadak segaris sayatan muncul di dada Chenyu. Sayatan itu cukup dalam dan panjang, namun tidak cukup membahayakan nyawa Chenyu. Di saat yang bersamaan, tangan kiri Li Yao terpotong kemudian jatuh ke tanah.
Li Yao berbalik begitu juga Chenyu. Darah mengalir deras dari luka mereka, namun mereka mengabaikannya. Setelah bertarung selama seminggu, tenaga mereka banyak terkuras, baju mereka compang camping, dan tubuh mereka dipenuhi banyak luka.
Tangan kanan Li Yao semakin erat menggenggam pedang, sementara itu Chenyu dengan santai memegang tombaknya.
"Meski sudah berhasil mengoyak langit, kamu tetap tak akan bisa mengalahkanku. Aku berada di alam yang lebih tinggi daripadamu," ucap Chenyu dengan sombongnya.
"Lihatlah mayat murid-muridmu! Bukankah semua yang kamu lakukan sampai sekarang adalah sia-sia?" sambung Chenyu begitu melihat Li Yao tetap mengacungkan pedang kearahnya.
Sia-sia? Li Yao mengulang kalimat itu di dalam hatinya. Semua murid langsungnya sudah mati dalam pertempuran. Dari tempatnya berdiri, Li Yao bisa melihat jasad murid pertamanya, murid keempat, murid kelima, dan murid-murid dari muridnya.
Semuanya mati. Li Yao sadar bahwa dirinya sudah mencapai batas, sebentar lagi dirinya akan menyusul murid-muridnya. Untuk apa semua pengorbanan itu? Kenapa mereka harus bertarung sampai seperti itu?
Sebenarnya apa arti kehidupan yang telah Li Yao dijalani?
Semua kenangan masa lalunya seketika di putar, bagai gulungan film di dalam kepalanya. Li Yao kecil membuka pintu lalu merasakan kehangatan cahaya matahari untuk pertama kalinya.
Itu adalah titik balik dalam hidupnya yang sejak lahir terkurung di kegelapan. Li Yao memulai perjalanannya dengan tubuh kotor terciprat darah. Ia bertemu berbagai macam orang, mengunjungi berbagai tempat, dan melakukan perpisahan.
Di tengah perjalanan itu, Li Yao bertemu dengan guru kehidupan, teman, dan musuh. Li Yao juga berkultivasi lalu menciptakan seni beladiri. Hal itu membuat Li Yao dikenal sebagai orang gila, tidak mungkin seorang anak kecil menciptakan seni beladiri.
Tapi Li Yao berhasil.
Li Yao bahkan dinobatkan menjadi pendekar terkuat nomor 1 setelah berhasil mengoyak langit. Ia mengangkat murid lalu mendirikan Sekte Jalan Surgawi. Sekte yang ia dirikan dengan cepat bisa menjadi salah satu sekte terkuat di daratan.
Meski Li Yao sering membuat masalah, murid-muridnya selalu bisa mengurus masalah yang ia diperbuat. Li Yao benar-benar melimpahkan seluruh kehidupannya ke Sekte Jalan Surgawi.
Di saat yang membahagiakan itu, Suku Iblis muncul kemudian berperang melawan seluruh orang di daratan. Penderitaan terjadi dimana-mana. Sekte Jalan Surgawi sebagai benteng terakhir umat manusia bertarung melawan mereka sampai akhir.
"Sepertinya ini adalah akhir dari perjalananku," ungkap Li Yao setelah menghela napas.
Chenyu menyipitkan matanya, pria berambut putih itu merasakan perubahan pada diri Li Yao. Saat Li Yao menutup mata, Chenyu seketika melempar kuat tombaknya ke arah Li Yao.
[Seni Jalan Surgawi Chapter terakhir - Tidak Ada yang Abadi]
Li Yao membuka mata kemudian menebaskan pedangnya ke depan. Itu adalah serangan terakhir Li Yao setelah mendapat pencerahan dan menerima takdirnya.
Tebasan itu terkesan pelan di mata lawan namun sebenarnya sangat cepat. Mendadak tombak Chenyu terbelah menjadi dua. Semilir Angin berembus, mereka berdua masih berdiri saling berhadapan.
"Jadi beginilah akhir kita berdua," tutur Chenyu pelan seraya tersenyum kecut.
Li Yao diam, pedang di tangan kanannya jatuh ke tanah. Perlahan namun pasti, Li Yao merasakan tubuhnya berubah menjadi abu.
"Aku mengakuimu sebagai orang terkuat di dunia ini. Kamu boleh bangga, kamu telah berhasil membunuh diriku yang abadi ini," puji Chenyu sungguh-sungguh.
Li Yao masih diam.
"Walau begitu, di masa depan nanti kami pasti akan kembali merangkak naik. Kebencian kami tak akan mati bahkan jika kami musnah. Saat itu terjadi dan kamu sudah tidak ada, kami akan menikmati cahaya matahari dan menggiring kalian ke jurang neraka," ancam Chenyu dingin.
"Tidak ada yang abadi, itu adalah nama jurus yang barusan aku ciptakan," ungkap Li Yao.
Kelopak mata Chenyu naik usai mendengar kalimat itu. Beberapa saat kemudian, pria berambut putih itu lekas tertawa pelan lalu berbicara.
"Pada akhirnya aku juga kalah berdebat denganmu."
"Kamu jadi banyak bicara ketika mau mati," ujar Li Yao sedikit heran.
"Kamu jadi lebih pendiam ketika mau mati," balas Chenyu.
Setengah tubuh Li Yao sudah menghilang menjadi abu. Sebelum meninggalkan dunia, Chenyu sempat mengucapkan sesuatu kepada Li Yao.
"Jika punya kesempatan, aku ingin duduk dan bertukar cawan dengan dirimu."
Tubuh Li Yao lenyap. Di sisi lain tubuh Chenyu terbelah dua lalu berubah menjadi abu, sama seperti Li Yao. Di bawah lokasi Li Yao tadi berdiri, Chenyu sekilas melihat sebuah bunga lily putih kecil berhasil bertahan hidup.
"Seandainya aku lebih kuat, apa aku bisa menyelamatkan murid-muridku?"
Pertanyaan itu muncul di dalam pikiran Li Yao tatkala kematian menghampiri dirinya. Itu adalah satu-satunya penyesalan yang dimiliki oleh Li Yao.
Menyesal pun percuma, Li Yao tahu sekarang tak ada yang bisa ia perbuat. Masa lalu sudah ditulis dan tintanya sudah mengering. Li Yao menjalani hidupnya dengan luar biasa, seharusnya ia bangga dengan pencapaiannya.
Plak!!!
Sesuatu tiba-tiba memukul tubuh Li Yao. Li Yao terperanjat kemudian refleks membuka mata. Tepat di hadapannya, tiga orang anak tengah menatap Li Yao tanpa menyembunyikan kekesalannya.
"Bocah kurang ajar! Apa yang barusan kamu lakukan?" ujar Li Yao marah.
Seorang raja saja harus bersikap hormat kepada dirinya. Bahkan Chenyu mengakui Li Yao sebagai pendekar terkuat di seluruh daratan.
Bagaimana bisa bocah-bocah seperti mereka menatap Li Yao dengan tatapan kesal? Mereka seharusnya takut.
Bukannya takut, mendengar kata-kata Li Yao barusan malah membuat mereka semakin marah.
Ketiga bocah itu lantas menyerang Li Yao menggunakan tongkat di tangan mereka. Li Yao mengulurkan tangannya ke depan, mencoba menangkap ketiga tongkat yang mengayun menyerang dirinya.
"Eh?" Li Yao terkejut begitu melihat tangannya yang pendek dan kurus.
Ketiga tongkat itu lekas mendarat di tubuh Li Yao. Rasanya sakit sekali, terlebih ketika bocah-bocah itu memukulnya berulang kali. Li Yao mencoba menghadang serangan itu namun berakhir sia-sia.
"Budak sialan ini! Padahal baru sehari bekerja di rumah kami tapi sudah begitu berani!" ujar salah satu anak yang terlihat paling tua.
"Apa kamu meremehkan kami?" lanjut saudara-saudaranya.
"Pelayan tak tahu diri!"
Kesadaran Li Yao perlahan menghilang, ia akhirnya pingsan. Jujur saja, Li Yao tak pernah membayangkan bila dirinya akan dipukuli sedemikian rupa oleh bocah-bocah seperti mereka.
***
Di depan sungai, Li Yao termenung memandangi pantulan wajahnya. Itu adalah wajah seorang anak kecil berumur 8 tahun, bertubuh kurus, dan berpakaian lusuh.
"Apa ini reinkarnasi seperti yang ada di ajaran Buddha?" tanya Li Yao kepada dirinya sendiri di dalam hati.
Li Yao tak menganggap dirinya sedang bermimpi. Meskipun ia tidak bisa menyangkal pernah memikirkan itu, mengingat situasi yang terjadi kepadanya sangat tidak masuk akal. Li Yao yakin bahwa dirinya telah bereinkarnasi.
Setelah bangun Li Yao buru-buru memeriksa keadaan tubuhnya. Di dalam tubuh Li Yao hanya ada sedikit Qi, seperti anak biasa yang belum mulai berkultivasi. Pantas saja Li Yao tak bisa melawan ketiga bocah kurang ajar itu.
Li Yao memandang pantulan wajahnya di sungai itu dengan lebih teliti. Wajah anak kecil itu sangat mirip dengan wajahnya dulu. Li Yao pikir anak ini memang reinkarnasinya di masa depan.
Li Yao segera duduk bersila lalu menutup mata. Tidak peduli pada masa apapun, kekuatan adalah sesuatu yang diperlukan untuk bertahan hidup. Sebab itulah Li Yao memutuskan untuk secepatnya berkultivasi.
Selain karena ingin membalas dendam kepada ketiga bocah yang telah memukulinya. Li Yao juga ingin mendapatkan informasi mengenai keadaan dunianya sekarang.
[Seni Jalan Surgawi Chapter Pertama - Membuka Pintu lalu Merasakan Cahaya]
Seni Jalan Surgawi bukan hanya tentang beladiri, Seni Jalan Surgawi mencakup banyak hal seperti teknik kultivasi, teknik gerakan, dan ajaran hidup. Li Yao menciptakan Seni Jalan Surgawi berdasarkan perjalanan hidupnya.
Dimulai dari membuka pintu lalu merasakan kehangatan cahaya matahari. Seperti namanya, Chapter pertama Seni Jalan Surgawi merupakan teknik untuk membuka meridian dengan bantuan Qi yang berasal dari luar.
Teknik ini sangat sulit dan berbahaya, sebab bila gagal dapat menyebabkan kecatatan pada tubuh. Butuh tubuh yang kuat untuk membuka meridian, oleh karena itu kultivasi dimulai dengan menempa tubuh.
Begitulah yang orang biasa lakukan, namun Li Yao bukan orang biasa. Li Yao adalah jenius. Meski tahu membuka meridian dengan tubuh kurus dan lemah sangat berbahaya, Li Yao tetap berusaha melakukannya.
Setelah membuka meridian, Li Yao juga tidak terlambat untuk menempa tubuh.
Tenang dan damai, Li Yao sukses mencapai kondisi yang diinginkannya. Konsentrasinya meningkat drastis, kini seluruh indranya dapat merasakan Qi yang ada di sekelilingnya.
Seni Jalan Surgawi Chapter Pertama aktif. Qi di sekitarnya perlahan menyerap masuk ke dalam tubuh Li Yao. Li Yao dengan cermat dan hati-hati mulai membuka seluruh meridian yang ada di dalam tubuhnya.
Sekujur tubuh Li Yao terasa panas, seolah lava mengalir lewat pembuluh darahnya. Rasa sakitnya sangat tak tertahankan. Itulah akibat jika membuka meridian secara paksa dengan tubuh lemah.
Seraya menahan rasa sakit dan berkonsentrasi mengalirkan Qi dengan hati-hati, satu persatu meridian di dalam tubuh Li Yao terbuka.
Walau kedengaran mudah, sebenarnya apa yang dilakukan Li Yao hampir mustahil di lakukan oleh orang lain. Bahkan jika orang tersebut memakai teknik yang sama dengan teknik yang pakai oleh Li Yao.
Butuh waktu setengah jam untuk membuka seluruh meridian di dalam tubuhnya. Waktu Li Yao membuka mata, mendadak perutnya mengaum keras meminta makanan.
Tanpa pikir panjang Li Yao langsung memakan rumput di sekitarnya. Rasanya pahit dan asam, walau begitu Li Yao makan dengan cukup lahap.
Kenyang dengan rumput, Li Yao lekas meminum air sungai di hadapannya. Rasa lapar di perut Li Yao segera berkurang. Li Yao tiba-tiba mencium bau busuk yang berasal dari tubuhnya.
Seketika Li Yao merasa mual lalu memuntahkan cairan hitam. Bersama cairan itu, rumput yang barusan ia makan juga ikut dimuntahkan.
Kelaparan lagi-lagi menyerang. Biarpun begitu, Li Yao tahu tubuhnya sekarang sudah cocok untuk berkultivasi. Saat Li Yao sedang makan rumput seperti orang gila, ketiga bocah yang beberapa saat lalu memukulinya datang menghampirinya.
"Bau busuk apa ini?" tanya bocah yang paling muda sambil menutup hidung, begitu juga dengan kedua saudaranya.
"Pelayan itu! Bau busuk ini berasal dari pelayan itu!" jawab bocah lainnya.
"Hey, cepat mandi lalu bekerja! Setelah sadar kamu seharusnya langsung bekerja, kami bahkan repot-repot sampai mencarimu. Seharusnya aku menghukum kamu sekarang, tapi... Sial! bau sekali. Aku bahkan sampai tak mau mendekatimu sekarang," ucap bocah yang paling tua seraya menunjukkan wajah tersiksa.
"Pelayan ini pasti buang kotoran di celananya!" seru bocah yang paling muda.
"Dasar menjijikkan!" timpal bocah lainnya.
"Bocah kurang ajar!" ujar Li Yao pelan, ia naik pitam mendengar percakapan ketiga bocah di hadapannya.
"Kamu juga bocah!" seru bocah lainnya.
"Lihat pelayan ini! Apa dia tak jera dipukuli seperti tadi?" ucap bocah yang paling tua kepada saudaranya.
"Ayah pernah bilang ada banyak orang aneh di dunia ini. Pelayan itu pasti salah satunya, dia senang dipukuli karena itulah dia terus bersikap kurang ajar," jawab bocah yang paling muda sembari melangkah mundur.
Seolah Li Yao adalah sampah paling hina yang ada di dunia, ketiga bocah itu lekas memandang Li Yao dengan tatapan menjijikkan.
Li Yao dalam sekejap menghajar ketiga bocah yang mengejek dirinya. Ketiga bocah itu mencoba melawan dengan tongkat di tangan mereka, namun Li Yao mematahkannya lalu memukuli mereka sampai babak belur.
"Diam!" seru Li Yao dengan tatapan mengancam
Mereka mengindahkan ancaman Li Yao. Tangis mereka tidak berhenti, malah terdengar semakin kencang. Li Yao lantas menarik kerah bocah yang paling tua lalu memukuli wajahnya berulang kali.
"Aku bilang D-I-A-M!" ancam Li Yao, sukses membuat ketiga bersaudara itu berhenti menangis.
"A-ayahku sa-saja tak pernah menghukumku sampai seperti i-ini," protes bocah yang paling muda, bicaranya tersendat-sendat.
"Sekarang kalian tahu, kan? Bagaimana rasanya dipukul? Padahal kalian sering memukuli para pelayan sampai babak belur seperti ini," balas Li Yao kesal.
"Ta-tapi mereka hanya pelayan," ungkap bocah yang paling muda, kelihatan tak mau kalah.
"Sepertinya kamu minta dipukul lagi!" ucap Li Yao seraya mengepalkan tangan.
"Ma-maaf, aku bersumpah tak akan pernah memukuli pelayan!" Bocah yang paling muda itu bersumpah tanpa pikir panjang.
"Sekarang jawab pertanyaanku! Tahun berapa sekarang?" Li Yao memulai interogasinya.
Ketiga bocah itu saling memandang, merasa aneh dengan pertanyaan Li Yao. Bagaimana bisa ada orang yang tidak tahu sekarang tahun berapa? Mengabaikan keanehan itu, secepatnya bocah yang paling tua langsung menjawab.
"Tahun 100 kalender baru."
"Apa maksudmu?" Li Yao tidak mengerti, pertempurannya dengan Chenyu saja terjadi pada tahun 2222.
"Setelah Aliansi Surgawi mengalahkan Raja Jurang Maut, mereka menetapkan hari itu sebagai awal tahun kalender baru," jelas bocah yang paling muda, ia bingung kenapa harus menjelaskan informasi umum yang sudah diketahui oleh semua orang.
"Apa maksudmu?" ulang Li Yao seraya berjalan ke hadapan bocah yang paling muda. Sesungguhnya Li Yao paham dengan penjelasan bocah-bocah itu.
Jika asumsi Li Yao benar, Aliansi Surgawi pasti mengklaim bila mereka adalah orang yang berperang melawan Suku Iblis dan menyelamatkan dunia.
Itu tidak bisa dibiarkan. Sekte Jalan Surgawi mengorbankan banyak hal untuk menyelamatkan dunia, tetapi Aliansi Surgawi yang menikmati pengorbanan Sekte Jalan Surgawi.
Apa yang dilakukan ba*****n tua Aliansi Surgawi ketika Suku Iblis menyerang? Mereka bersembunyi dan hanya bergerak ketika melihat keuntungan.
Tanpa Li Yao sadari, hawa membunuh yang sangat kuat keluar dari dalam tubuhnya. Seketika bocah yang paling muda pingsan. Li Yao buru-buru menenangkan diri lalu menarik hawa membunuhnya.
Kedua bocah itu panik melihat adiknya pingsan, Li Yao berusaha menenangkan mereka.
"Tenang saja! Adik kalian hanya pingsan."
"Bagaimana keadaan Sekte Jalan Surgawi?" Li Yao melanjutkan interogasinya.
"Sekte Jalan Surgawi? Aku tak pernah mendengar sekte bernama itu," jawab bocah yang paling tua, bocah satunya lagi hanya mengangguk-angguk.
Kecemasan Li Yao semakin besar. Pertanyaan mengenai keadaan Sekte Jalan Sergawi berkecamuk di dalam pikirannya.
"Kalian tak mengenal Li Yao?"
"Bukankah Li Yao adalah namamu?"
Li Yao menghela napas lalu lanjut bertanya.
"Jadi dimana aku sekarang?"
"Desa Sungai Batu, dekat Biara Laut Putih Kekaisaran Timur."
Li Yao mengenal Biara Laut Putih. Biara Laut Putih adalah biara terbesar yang ada di kekaisaran timur dan dunia. Kekuatan biara tersebut setara dengan sekte tingkat atas.
Tidak melebihkan bila disebut, Biara Laut Putih adalah salah kekuatan terbesar yang ada di kekaisaran timur, selain Sekte Jalan Surgawi dan Sekte Seribu Pedang.
Sebenarnya Biara Laut Putih berlokasi tidak terlalu jauh dari Sekte Jalan Surgawi. Butuh waktu sebulan dari Biara tersebut untuk sampai ke Sekte Jalan Surgawi.
"Hey, sekarang lepas semua pakaianmu!" ucap Li Yao kepada bocah yang paling tua. Ia sudah selesai mengorek informasi dari mereka.
"A-apa?" Bocah itu kelihatan bingung.
"Cepat!" seru Li Yao kesal. Ia kesal dengan informasi yang diberikan oleh mereka.
Tanpa banyak tanya, bocah itu segera menanggalkan seluruh pakaian yang dikenakannya. Li Yao lantas mandi di sungai kemudian memakai pakaian itu. Tak lama Li Yao langsung pergi dari tempat itu.
Ketika Li Yao pergi, kedua bocah itu langsung menangis. Mereka lekas membawa tubuh adik mereka lalu mengadukan perbuatan Li Yao kepada ayahnya.
Ayah bocah-bocah itu dengan marah meminta seorang pengawal untuk mencari Li Yao.
"Cari pelayan kecil itu! Seret ke sini hidup atau mati, bagaimana bisa aku membiarkan pelayan itu menghina anakku."
"Baik, Tuanku!" ucap pengawal itu seraya tersenyum jahat.
***
Dua hari berlalu.
Li Yao sampai di Kota Harimau Tua. Keadaan Kota kecil itu tidak banyak berubah. Dahulu Li Yao sering melewati kota kecil ini ketika turun gunung atau sedang menjalani misi.
Semuanya tampak familiar walau jelas ada yang berbeda. Di persimpangan jalan, Li Yao duduk seperti bocah pengemis. Seluruh tenaganya habis setelah melakukan perjalanan selama dua hari.
Bajunya kembali compang-comping, tubuhnya kotor karena tak mandi. Suatu ketika orang yang lewat memberikan Li Yao roti dan sekeping koin tembaga, Li Yao langsung menghabiskan roti itu dalam sekejap.
Mulut Li Yao sudah mati rasa karena memakan rumput dan daun. Di tengah perjalanannya yang aman, Li Yao tidak menemukan buah-buahan atau binatang hutan untuk diburu lalu dimakan.
Li Yao memilih jalan besar agar lebih cepat sampai ke Sekte Jalan Surgawi, sebab itulah perjalanannya berlangsung dengan sangat lancar. Tidak ada perampok, tidak ada binatang buas, apalagi Li Yao sangat terburu-buru sampai tidak menyadari keadaan perutnya.
"Hey, cepat pergi dari sini lalu tinggalkan hasil mengemismu! Ini adalah kawasan kami! Apa kamu tak pernah mendengar nama Bo Cheng Si Bandit Pengemis?" ancam seorang pemuda berusia 16 tahun.
Pemuda berpakaian pengemis itu tiba-tiba muncul di hadapan Li Yao. Li Yao menatap pemuda itu kemudian tersenyum.
"Bagaimana kalau aku tak ingin?" tantang Li Yao.
Pemuda itu kesal, tinjunya tiba-tiba melayang ke wajah Li Yao. Li Yao dapat menghindari pukulan itu dengan mudah lalu memukul pemuda tersebut sampai pingsan.
Ketika Pemuda itu sadar, Li Yao memerintahkan pemuda tersebut untuk membawanya menghadap Bo Cheng. Pemuda itu tertawa di dalam hati, ia menuruti perintah Li Yao dengan senang hati.
Di dalam ruangan sederhana, Li Yao berhadapan dengan seorang pria bengis berusia tiga puluhan. Pria berwajah bengis itu tak lain adalah Bo Cheng.
Tak lama setelah sampai di tempat itu, pemuda tersebut langsung mengadukan perbuatan Li Yao. Tentu saja pemuda itu melebih-lebihkan ceritanya sambil berupaya menjilat Bo Cheng.
"Ber******! Apa kamu meremehkanku, bagaimana bisa aku percaya dengan ceritamu? Apa kamu pikir aku bodoh?" Bo Cheng tanpa ampun menampar pemuda itu sampai tercampak sejauh 1 meter.
Pemuda itu lagi-lagi pingsan. Li Yao menggeleng, ia menertawakan kebodohan pemuda tersebut. Melihat Li Yao tertawa, Bo Cheng memerintahkan Li Yao untuk mendekatinya.
"Dasar idiot! Kenapa kamu memukulnya?" ucap Li Yao dengan sombongnya, ia mengabaikan perintah Bo Cheng.
Tingkat kultivasi pria itu dapat dilihat dengan mudah oleh Li Yao. Menurut tingkat kultivasinya, Bo Cheng hanyalah pendekar kelas tiga yang sangat lemah.
"Julukan Preman Pasar sangat cocok denganmu!" ejek Li Yao dengan wajah polosnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!