Semilir angin didaerah puncak memang terasa begitu menggigit tulang, Pelangi merapatkan cardigan rajut yang sejak tadi ia kenakan membalut tubuhnya yang tidak terlalu semampai.
menyisir setiap bagian halaman panti asuhan dengan sebuah sapu lidi ditangannya. Pohon mangga dan jambu yang terdapat disekitar halaman panti seakan tidak tahu malu menjatuhkan dedaunan keringnya kepada gadis malang dengan Gangguan jantung bawaan itu, padahal setelah tahun lalu ia menjalani proses peegantian katup jantung untuk yang kedua kalinya dokter berpesan agar pelangi jangan terlalu melakukan pekerjaan yang menguras tenaga.
"Ah....Bunda aku merindukanmu" teriak Pelangi cukup nyaring, lalu menjatuhkan tubuhnya diatas hamparan rumput hijau yang tumbuh disekitar halaman panti yang nampak sangat sepi.
Ia berbaring sambil menatap langit yang terlihat sangat murung, karena mungkin sebentar lagi akan hujan.
Panti Asuhan itu adalah yayasan pribadi milik seorang wanita tua bernama Siti nur yang dipanggil bunda oleh para anak anak panti.
Setahun lalu siti Nur yang mengelola panti ini seorang diri menghembuskan nafas terakhir disebuah rumah sakit karena usia yang memang mengharuskannya beristirahat. Bunda Siti meninggalkan Pelangi dan 8 orang anak panti lainnya yang masih kecil kecil, bahkan ada yang baru berumur bulanan. 8 anak yang sudah dianggap adik oleh pelangi itu diserahkan ke panti asuhan besar yang terletak di tengah kota.
Tapi tidak dengan Pelangi, paman Satria yang merupakan putra semata wayang Bunda Siti tidak mengijinkan Pelangi untuk ikut pindah ke panti asuhan tersebut, Pria 40 tahun yang sudah memiliki istri dan dua orang anak itu tidak tega jika Pelangi harus beradaptasi dengan lingkungan baru, ia tahu betul kondisi kesehatan pelangi yang sering drop.
ia tak mau gadis 16 tahun yang ikut ia besarkan layaknya seorang anak dan adik itu menerima perlakuan buruk dari orang baru yang tidak paham dengan kondisi Pelangi.
Maka sejak setahun lalu oleh paman Satria, Pelangi dibiarkan tinggal seorang diri menjaga panti Asuhan tua ini, sebenarnya Satria sudah mengajak Pelangi tinggal bersama keluarganya di ibu kota dan menjadi kakak yang baik bagi anak anaknya. Namun gadis itu cukup tau diri dengan tatapan tajam Soraya istri satria yang sama sekali tidak menyetujui ide suaminya yang dianggap konyol itu. Maka dari itu Pelangi menawarkan diri untuk merawat bangunan tua ini, tentu dengan tunjangan yang cukup banyak setiap bulannya yang dikirimkan Satria, pria itu sadar gangguan Jantung yang diderita Pelangi membuatnya membutuhkan uang untuk perawatan rutinnya di rumah sakit kota.
Tanpa sepengetahuan istrinya, Satria menyokong biaya hidup dan biaya pengobatan Pelangi sebanyak 5 juta rupiah perbulannya. Jumlah tersebut tidaklah seberapa bagi Satria yang memiliki puluhan toko textil di Ibu Kota.
Meski setahun lalu tepatnya saat Bunda siti meninggal Dunia, kondisi tubuh Pelangi tiba tiba drop sehingga ia harus kembali melakukan operasi pergantian katup jantung mekanik yang kedua kalinya di Ibu Kota dan Satria menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk operasi tersebut, sejak saat itulah Soraya mulai merubah sikapnya kepada Pelangi yang dianggapnya sebagai benalu yang menumpang hidup pada keluarganya.
.
.
.
Cukup lama Pelangi terlelap diatas rumput hingga rungunya menangkap sebuah suara deru mobil yang masuk kehalaman depan, Pelangi bangkit dan membersihkan tubuhnya dari reumputan kering yang melekat pada pakaiannya, Pelangi berlari menuju halaman depan dan seperti dugaannya ia mendapati mobil C-rv milik Satria sudah terparkir disana, namun bukan hanya itu disana juga terdapat mobil mewah lainnya yang menyusul kemudian.
Pelangi tidak langsung menyapa ia hanya berdiam diri disamping bangunan sambil meremat kedua jarinya seraya menunggu orang orang tersebut turun dari mobil.
Pada mobil C-rv Satria terlebih dahulu turun disusul Soraya yang duduk di samping kemudi, Pelangi menunggu dua anak kembar mereka turun namun nihil, sikembar yang sangat ia rindukan sepertinya tidak ikut.
Pelangi memicingkan matanya tatkala melihat dua orang pria berjas hitam yang turun dari mobil mewah yang satunya. Jika saja tidak ada Soraya mungkin pelangi akan menghambur kedalam pelukan Paman Satria, tapi gadis kecil itu tidak berani melakukannya jika Soraya ada. Padahal Hubungan Pelangi sangat baik dengan Satria sebelum ia menikah, usia Satria 24 tahun saat Pelangi pertama kali datang kepanti Asuhan, ia orang yang paling sering mengganti popok pelangi dan memandikannya karena Bunda Siti cukup sibuk mengurusi anak anak yang lainnya.
Akhirnya Pelangi menyambut mereka dengan sebuah senyuman, ia mencium punggung tangan Soraya terlebih dahulu meski wanita 37 tahun itu seperti terlihat jijik, ia langsung mengelap tangannya dengan sebuah tissue begitu Pelangi berpindah untuk menyalim tangan Satria, Setelah selesai pria yang sudah mulai nampak guratan penuaan diwajahnya itu segera menarik Pelangi kedalam dekapannya dan mencium pucuk kepala Pelangi.
"Kau baik baik saja nak?" tanya Satria lembut, ia sudah melepas pelukannya.
"Iya paman, pelangi baik baik saja, Paman tidak mengajak si kembar?"
"Tidak nak, si kembar sedang sekolah, kamu bagaimana sekolahmu?"
"Minggu lalu pelangi pingsan jadi guruku bilang pelangi boleh datang selang seling kesekolah biar tidak terlalu capek katanya" jelas pelangi, ia sebenarnya merasa tidak enak karena perlakukan khusus dari sekolah yang mengetahui kondisinya. Tapi tak ada cara lain jika ingin hidup lebih lama Ia memang tak boleh beraktivitas berlebihan, meski pada akhirnya pelangi harus puas dengan nilai raport yang lebih banyak angka merahnya. Tapi Asalkan naik kelas aja pelangi sudah bersyukur.
"Wah enak dong, sehari sekolah sehari libur, jadi hari ini jadwal liburnya?"
"Iya paman"
"MAS!!!" sentak Soraya tiba tiba, ia terlihat tidak terima Satria langsung menghabiskan waktu bersama Pelangi begitu tiba, ia memberi kode dengan lirikan matanya agar Satria segera mengurus dua orang pria yang akan membeli bangunan dan tanah panti asuhan ini.
"Pelangi bikin teh panas ya, paman kesana dulu" ujar Satria sambil mengusap lengan Pelangi, pria itu lalu mengajak dua orang dengan setelan jas hitam untuk berkeliling melihat kondisi panti Asuhan.
Cukup lama ke empat orang itu berdiskusi mengenai harga dan Soraya yang terlihat paling antusias diantara semuanya, dan setelah mereka menikmati teh panas serta pisang goreng yang dibuat Pelangi dua orang pria berjas itu akhirnya pulang diantara oleh Soraya yang terus mengembangkan senyumannya hingga gerbang.
Sementara Satria membawa Pelangi kedalam kamar, ia ingin menjelaskan semuanya pada gadis 16 tahun itu.
Pelangi dan Satria duduk ditepin ranjang besi yang dulu digunakan Bunda Siti semasa hidupnya, dan sejak meninggal Pelangilah yang tidur disini.
"Pelangi, Usaha paman lagi ada masalah nak, jadi paman butuh tambahan dana"
"Oooh,, Paman mau menjual Panti ini?" tebak Pelangi seraya tersenyum, gadis itu bisa menebak dengan mudah maksud Satria dengan orang orang berjas tadi, meski ia tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Benar Nak, Kamu mau ya ikut sama paman tinggal di Jakarta" Satria mengusap pucuk kepala Pelangi berusaha membujuk gadis kecil itu.
"Iya kamu tinggal sama kita dijakarta nanti kamu bisa jagain sikembar" Ucap Soraya Ketus yang tiba tiba saja sudah muncul dan bersandar pada Kusen pintu.
Ide Pelangi ikut tinggal di Jakarta adalah jalan terbaik yang diusulkan Satria meski istrinya itu menolak, namun Satria mengancam jika Soraya tidak bisa menerima Pelangi maka Panti dan tanahnya tidak akan pernah ia jual, meski sangat membutuhkan uang sekalipun.
Namanya Pelangi! Yah hanya terdiri dari satu suku kata, Bunda Siti biasanya hanya memberikan nama sesingkat itu karena nama belakang para anak anak panti akan ditentukan oleh keluarga yang kelak akan mengadopsinya. Namun tidak bagi Pelangi nama saktu suku kata itu bertahan hingga usianya 16 tahun.
Pelangi adalah bayi kecil yang masih merah saat ditinggalkan begitu saja di didepan pintu panti asuhan, Hujan yang kala itu mulai mereda dan meninggalkan semburat 7 warna indah di Cakrawala senja menjadikan bayi dengan mata biru ke abu abuan itu diberikan nama Indah tersebut.
Pelangi tumbuh menjadi bayi yang sangat cantik membuatnya menjadi primadona diantara para keluarga yang hendak mengadopsi Anak, sayangnya ketika mengetahui kelainan jantung bawaannya mereka mengurungkan niatnya.
...----------------...
"Mas! nanti Pelangi dikasi kos aja di Jakarta aku takut membawa dampak buruk bagi sikembar" ketus Soraya, yang suaranya bahkan terdengar dari balik pintu kamar.
Pelangi yang tadinya berniat mengetuk pintu guna memanggil kedua orang itu makan siang menarik kembali tangannya, ia menelan saliva yang terasa membatu, Sakit!
"Gak Bisa gitu dong Pelangi itu udah aku anggap sebagai anak, pokoknya dia tinggal sama kita titik, gak ada perlakuan berbeda antara dia sama si kembar, lagian kamu kenapa sih? Kita udah selesai ya membicarakan hal ini, Dampak buruk ? Dampak buruk apa yang kamu maksud Hah?" Tukas Satria, ia sebenarnya sudah terlalu jengah dengan perlakuan soraya kepada Pelangi.
"Mas, kamu gak pernah dengar desas desus orang sekitar sini? Pelangi itu kemungkinan anak dari hasil Prostitusi Halal berkedok nikah kontrak, kamu gak liat wajahnya yg bule2 india gitu? Ngeri aku mas memikirkan kalau nanti kelakuannya sama seperti ibunya, bisa bisa.....kamu juga digoda sama dia"
"SORAYA!" Sentak Satria, matanya seketika memerah saga dengan urat urat leher yang tercetak jelas, hampir saja ia melayangkan sebuah tamparan jika tidak mengingat wanita didepannya adalah istri dan ibu dari anak anaknya.
Tangan yang tadi diangkatnya kini menunjuk depan wajah Soraya yang masih memasang raut wajah tidak bersalahnya.
"Kamu! Fikiranmu kotor sekali Soraya"
Sekujur tubuh Pelangi terasa bergetar mendengar adu mulut yang terjadi antara pasangan suami istri itu, kata kata yang digunakan Soraya sangat asing ditelinga Pelangi namun ia paham maksudnya, Pelangi tidak menyangka jika ia terlihat begitu menjijikkan dimata Soraya.
Pelangi memundurkan langkahnya sambir meremat kuat dada sebelah kirinya yang terasa berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Kau ingin tahu kenapa Bunda ngasih nama Pelangi?"
"Karena Pelangi ditemukan selepas hujan dan ada Pelangi"
"Bukan sayang, karena Pelangi tak pernah dihardik, ia selalu membuat orang yang memandangnya terkesima, Manusia terkadang menghardik Hujan yang tiba tiba turun, atau panas yang tak kunjung redup, tapi tidak dengan Pelangi, Bunda harap saat bunda sudah tidak ada orang orang akan memperlakukannmu selayaknya pelangi yang indah"
"Bunda.....bunda tidak salah, tapi tidak semua orang bisa menerima Pelangi, Bunda" Gumam Pelangi, ia lalu mengusap setitik air suci yang jatuh dari netra indahnya.
Pelangi kembali kemeja makan, berpura pura menyiapkan makanan yang memang sudah siap, tak lama kemudian Soraya dan Satria keluar dari kamar dan berjalan bersisian mereka langsung duduk di kursi yang sudah ditarik.
"Paman, Bibi, hari ini Pelangi masak Cah kangkung kesukaan Bunda dulu" Senyum Pelangi merekah seakan akan hatinya tak pernah terluka. Dibesarkan dipanti asuhan bersama anak anak lainnya mengajarkan pelangi untuk tidak egois dan bisa dengan baik menyembunyikan perasaannya dengan sempurna.
Satria tersenyum, hangat sedangkan Soraya hanya bisa mencebik, padahal ia juga sangat menikmati masakan Pelangi, mereka bertiga makan siang tanpa bicara hanya terdengar suara sendok dan piring yang saling beradu menciptakan ritme suara yang teratur.
"Pelangi, bulan depan panti ini mungkin sudah berpindah tangan, kamu bisa mulai beres beres ya, minggu depan paman jemput kita akan mencari sekolah yang bagus untuk mu di Jakarta"
Pelangi melirik sejenak Soraya yang hanya menunduk namun masih dengan wajah yang ditekuk, Pelangi tahu jika Satria pasti sudah memarahi istrinya itu, bagaimana jika Ia ikut tinggal bersama keluarga itu? maka sudah barang tentu Satria dan Soraya akan selalu bertengkar karena dirinya.
"Paman...." panggil Pelangi pelan dan lembut, "Pelangi sebenarnya sangat nyaman dengan sekolah yang sekarang, guru guru dan teman teman pelangi sangat paham kondisi pelangi, Pelangi takut jika sekolah diJakarta akan susah menerima kondisi Pelangi" tutur pelangi, masih sambil melirik Soraya, namun kini wanita itu mengangkat wajahnya dan tersenyum miring.
"Pelangi, kalau memang gak ada sekolah yang menerima kamu, paman bisa mencarikan guru buat kamu Home Schooling "
"Mas!" Sentak Soraya tidak setuju, sekolah dirumah tentu akan lebih mahal, wanita itu tidak akan setuju apalagi kondisi bisnisnya sekarang sedang tidak baik. Dan Meski baik sekalipun Soraya juga tidak akan pernah setuju.
"Paman, sebenarnya....." Pelangi menggantung kalimatnya, ia baru saja berusaha memutar otak tentang apa yang akan ia katakan, gadis cantik itu tetiba saja teringat dengan tawaran Dokter Isyana, Dokter umum paruh baya yang kini sedang bertugas di puskesmas desanya.
"Sebenarnya Dokter Isyana mengajak Pelangi untuk tinggal di rumah dinasnya, dia kasian liat pelangi tinggal sendiri dia juga gak punya teman dirumah dinasnya." Tutur Pelangi, ia tidak berbohong Dokter desanya itu memang pernah mengajaknya tinggal bersama.
Satria terlihat berfikir keras, yang ia tahu dokter didesa selalu berganti setiap tahunnya, dan dokter Isyana sepertinya sudah ada 6 bulanan bertugas disini , itu artinya Pelangi hanya akan tinggal 6 bulan saja disana.
"Tapi Pelangi, itu cuman sementara kan? Dokter Isyana akan pindah tugas lagi, lebih baik kamu ikut paman ke Jakarta, 6 bulan lagi akan sulit untuk mengurus kepindahan sekolah karena masa ulangan akhir semester,dan lagi setelah panti terjual bulan depan paman udah gak ada alasan lagi buat tinggal didesa ini"
"Iya paman, tapi Pelangi Mohon ijinin pelangi buat tinggal sama dokter Isyana, kalau nanti dokter Isyana pindah saat Pelangi tengah Ulangan, pelangi akan cari rumah lain buat tinggal sementara, jadi pas kenaikan kelas baru Pelangi pindah." pelangi berusaha meyakinkan Satria. dan setelah sedikit memelas akhirnya Satria mengijinkan Pelangi melakukan sesuai kehendaknya,Soraya juga terlihat lega, ia hanya perlu memikirkan rencana 6 bulan kedepannya, agar gadis cantik itu benar benar tidak jadi ikut dan tinggal bersama keluarga kecilnya di Jakarta.
Pelangi sangat bahagia dengan keputusan Satria, meski hanya sementara, namun waktu 6 bulan bisa ia gunakan untuk memikirkan bagaimana kehidupan selanjutnya, ia yakin akan ada hal baik yang menanti kehidupannya selama 6 bulan kedepanya sehingga membuatnya tidak perlu lagi ikut bersama Satria.
Plak.....
Sebuah tamparan cukup keras mendarat diwajah soorang pemuda tampan, meski menyakitkan namun tak cukup untuk membuat matanya berkedip, ia sudah biasa menerima perlakuan seperti itu dari seseorang yang bergelar ayah kandungnya.
Daffin Jaxton, nama pemuda itu anak tunggal pemilik Hotel Jaxton, sebuah hotel bintang lima bertaraf intetnasional yang unitnya tersebar dibeberapa kota besar di Indonesia, bahkan Kini Jaxton Hotel mulai merambah ke kawasan negara Asia tenggara lainnya.
Sejak Kecil ibunya sangat memanjakannya, karena menganggap kehadiran Daffin kedunia ini adalah anugrah terbesarnya.
25 tahun yang lalu Paula dijodohkan oleh Alexander, namun pria itu justru lebih memilih bertunangan dengan wanita lain yang berasal dari keluarga sangat sederhana, Wanita itu adalah Dokter Isyana. Seorang gadis pintar yang mendapat beasiswa hingga bisa menjadi seorang dokter.
Paula yang tidak terima hal tersebut menjebak Alexander dengan memberinya obat perangsang, dan karena hal itulah Daffin bisa lahir kedunia, Daffin adalah salah satu alasan Alexander memutuskan jalinan kasihnya dengan Isyana dan menikahi Paula.
"Papi!!!!" Sentak Paula, Ia segera berlari menghambur dan memeluk anaknya yang baru saja tiba dari Amerika dan langsung dihadiahi tamparan.
Sorot mata Paula begitu tajam menatap suaminya yang kini berdiri dihadapannya seraya berkacak pinggang.
"Tanyakan apa yang dilakukan anak kesayanganmu itu selama dua tahun di Amerika!" Alexander menunjuk tepat kearah wajah Daffin yang kini tersenyum mencemooh sambil mengusap sudut bibirnya yang mulai mengeluarkan darah segar.
"Aku kuliah, bukankah kau mengirim kami berdua untuk kuliah s2 disana? Dimana letak kesalahanku?" Daffin menunjuk dirinya dan Melvin mahendra sepupu dari pihak ibunya sekaligus orang yang dipersiapkan kelak untuk mendampinginya mengambil alih Hotel Jaxton.
Melvin memutar matanya Jengah, ia duduk tak jauh dari tiga orang yang tengah bertikai itu, tanpa ikut campurpun Melvin tahu, jika Alex sudah tahu apa yang dilakukan putranya itu selama di Amerika.
"Cih....Yah melvin kuliah di universitas yang sudah papi daftarkan, tapi kamu? Kamu kuliah di universitas kecil dan hampir tidak pernah masuk, apa kau membayar mereka sehingga meluluskanmu hah, itu sudah pasti!"
"Papi! Cukup! Daffin kuliah di univ terkenal atau universitas kecil toh sama saja, yang penting dia lulus s2 diluar negeri bukan kah itu yang papi mau? Lagi pula dia akan jadi CEO Jaxton Hotel, dia gak perlu menunjukkan ijazahnya kepada orang, cukup orang orang tahu jika Daffin adalah lulusan luar negeri" bela Paula.
"Kalian berdua sama saja, sama sama rendahan!" sentak Alexander dan membuang beberapa lembar foto yang ia ambil dari dalam saku jasnya. Alexander meninggalkan istri dan anaknya itu dengan kemarahan yang membuncah didada.
Daffin hanya tersenyum getir menatap lembaran foto yang kini berserakan dilantai, sementara Paula hanya bisa membelalakkan matanya melihat kehidupan Daffin selama di Amerika dengan wanita yang berbeda beda.
Memalukan memang, tapi Paula harus tetap berdiri di pihak anaknya.
Rendahan? Paula menatap sinis deretan anak tangga yang baru saja dilalui Suaminya. Ia tahu Alexander sama sekali belum memaafkannya bahkan ketika putra mereka sudah berusia 24 tahun.
Daffin pun tahu Ayahnya tak pernah menyukainya dirinya karena masalalu Ibunya yang melakukan hal kotor demi menjadi Nyonya Alexander Jaxton.
.
.
.
"Hasil pemeriksaan semuanya bagus, Besok kamu ke rumah sakit ya untuk mengecek kadar kekentalan darah mu" Ucap Dokter Isyana, sambil mengusap pucuk kepala Pelangi lalu kembali menuliskan resep obat pengencer darah yang harus rutin di konsumsinya.
"Oh iya apa efeknya tidak berkurang?" Dokter paruh baya itu kembali bertanya. Dan Pelangi segera menaikkan lengan kemeja yang ia gunakan hingga menampakkan beberapa lebam membiru disana.
"Padahal terbenturnya tidak begitu keras" ayana nyengir kuda, namun sepersekian detik ia meringis kesakitan saat seorang calon dokter muda disampingnya menekan lebam di tangannya.
"Ayu..." Tegur Dokter Isyana lembut, pada calon dokter yang memang sangat penasaran dengan kondisi Pelangi, mungkin itu dikarenakan ia yang kelak sangat ingin melanjutkan pendidikannya di jurusan spesialis Bedah Jantung.
"Maaf Dokter, Apa itu sakit Dek?"
"Iya Kak" Jawab Pelangi singkat Lalu kembali memperlihatkan deretan gigi gigi putihnya yang teratur, sesaat Ayu terkesima dengan kecantikan sempurna yang dimiliki gadis kecil dihadapannya.
Sejak menjalani operasi pergantian katup jantung Pelangi memang rutin mengkonsumsi obat pengencer darah, dan efek dari obat tersebut adalah lebam biru ketika ia terbentur atau mendapat tekanan yang berlebihan ditubuhnya.
Selesai pemeriksaan, Pelangi menunggu Dokter Isyana didepan rumah dinasnya yang juga berada dihalaman puskesmas, cukup lama Pelangi menunggu karena Dokter Isayana harus memeriksa puluhan warga desa yang sudah mengantri dari pagi.
"Pelangi, kamu tidak pulang?" Dokter Isyana memberi Isyarat agar pelangi ikut masuk bersamanya kedalam rumah yang pintunya baru saja ia buka.
"Duduk Nak," titah Dokter Isyana lalu masuk kedalam kamar untuk membuka jas putihnya, ia kembali keluar dengan tampilan daster rumahan.
"Kamu mau minum apa?" kali ini Dokter Isyana hendak berjalan menuju dapur, namun Pelangi segera berdiri dan mencegahnya.
"Tidak ada dokter, Pelangi cuma mau membicarakan sesuatu"
"Apa itu sayang?" Dokter isyana duduk disamping pelangi.
"Ehmm anu, itu apa tawaran Dokter masih berlaku buat pelangi?" tanya pelangi malu malu namun penub harap.
"Tawaran buat nemenin Saya tinggal disini? Tentu sayang, itu masih berlaku, kamu mau menerimanya?"
Pelangi hanya mengangguk pelan.
"Kapan kamu mau pindah sayang? Nanti biar saya bantu untuk angkut barangnya pelangi"
"Besok bisa Dokter?"
"Hari ini pun bisa sayang" Jawab Dokter Isyana antusias, sebenarnya sejak bertugas di desa ini Dokter Isyana langsung jatuh cinta dengan pelangi, selain cantik gadis itu juga punya hati yang sangat tulus dan baik. Ia memperlakukan Pelangi layaknya anaknya sendiri, karena Dokter Isyana memang tidak memiliki anak dikarenakan ia yangbtak pernah menikah sejak hubungan dengan mantan tunangannya harus kandas karena sebuah perselingkuhan.
"Terima kasih banyak dokter" Pelangi mencium punggung tangan Dokter Isyana, hingga membuat dokter tersebut merasakan perasaan menghangat yang mengalir keseluruh tubuhnya.
.
.
.
Pelangi membaca hasil pemeriksaannya dari Lab, ia sudah tau angka dan huruf yang tertera disana menunjukkan jika kadar kekentalan darahnya normal jadi tak ada yang perlu di khawatirkan.
Pelangi berangkat seorang diri dengan angkot desa ke kelurahan sebelah yang terletak dipinggiran kota, karena hanya disinilah terdapat rumah sakit yang memiliki fasilitas memadai.
Selesai memeriksakan diri pelangi duduk di sebuah Halte guna menunggu angkutan umum yang tadi ia tumpangi, tak lama kemudian terdengar bunyi suara ponsel dari seorang gadis yang nampak sedikit lebih tua dari Pelangi.
Gadis tersebut menjawab panggilannya tepat disamping pelangi.
"Iya iya.....ini udah mau balik lagi nungguin ojek, sabar dong bu,"
"Hah? Dimana aku bisa menemukan orang yang mau langsung kerja! Tapi emang berapa bayarannya bu?"
"500 ribu? Banyak sih tapi bingung bu nyarinya dimana"
Bla....bla...blaa....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!