NovelToon NovelToon

Cintaku Dipalak Preman Pasar Sholeh 2 (Extended)

RAMA-NARA : MUKADIMAH

Hay-hay semua 👋 UNTUK DIPERHATIKAN !

Ini karya lanjutan (musim kedua) atau lebih tepatnya extended versi lengkapnya (MIPA 3) dari cerita Cintaku Dipalak Preman Pasar Sholeh musim ke 1 dengan memperbaiki penulisan, mengubah sudut pandang kepenulisan dan menambahkan konflik cerita, sesuatu yang kurang entah itu kalimat, lattar ataupun feel biar tidak terasa rancu.

Setelah sekian purnama memikirkan dan menimbang-nimbang akhirnya mimin putuskan untuk membuat cerita si preman jago nyepik beserta cerita dari anak-anak MIPA 3, melihat tingginya antusiasme pembaca, dan masih punya nya rasa malu di diri mimin jikalau karya sebelumnya masih terlalu amburadul. BAGI YANG PINGIN TAU KISAH CINTA ANAK-ANAK MIPA 3 DISINI TEMPATNYA, bagi yang tidak perlu baca kisah cinta Tian, Tasya, Cupid, Mutia, Rifal dan yang lain, mimin tidak memaksa suerrr deh! Ini mimin buat semata-mata hanya untuk menjawab rasa penasaran sebagian pembaca akan kisah cinta anak MIPA 3 yang tidak diceritakan di cerita lama. UNTUK BAB-BAB PERTAMA KITA ULAS PERTEMUAN SAMPAI KISAH CINTA RAMA-NARA YA GUYS, biar tau asal muasal benih-benih cinta para anak papa--mama MIPA 3, biar pembaca baru pun ngga misskom karena ujug-ujug ada papa--mama MIPA 3 tuh siapa? 😂😂 sekalian nostalgiaan kisah manis mereka meskipun nantinya aga sedikit berbeda dari karya lama ya guys karena ini bukan jiplakan tapi mengumpulkan sisa ingatan mimin😌 Sengaja dengan judul yang mirip biar ngga pusing kalo ini cerita punya nya MIPA 3, paRam sama maRa. So, tak ada karakter utama yang diunggulkan disini, karena semua anak MIPA 3 punya bagian cerita masing-masing. Bagi pembaca yang kepengen tau kisah lengkap, kelanjutan cerita Ramadhan dan Narasheila khusus mereka saja bisa baca karya dengan ketik judul yang sama atau bisa klik profilku.

Di dalam cerita ini alur men-sinkronkan dengan waktu, lattar dan tempat dengan karya lama. Oke guys selamat membaca, salam mimin Sin si author rebahan 😘

🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟

Ini adalah kisah receh nan remahan anak-anak remaja, yang tergabung di dalam kelas legenda berjuluk MIPA, cerita yg berawal dari kepindahan Nara, cerita yg terjadi di keseharian kita semua, cerita yang mengisahkan kehidupan anak-anak remaja dengan kelabilan sikap dan egonya. Warning guys! Siapkan semua pasokan tissu, kalau saja kalian ngences, ataupun kalian butuh buat diuyel-uyel, trus lempar ke mukanya mimin, karena ceritanya garing kaya kanebo yang dijemur kepanasan.

...CINTA, apakah mungkin bagi kita-kita seorang berandal? Bagi kita seorang pemuda yang telah melekat kata preman, begundal? Masa SMA, dimana masa-masa mencari jati diri. Disinilah kisah kami bermula...

...~PEJUANG CINTA MIPA 3~...

MIPA 3, bukan hanya sebuah nama kelas saja bagi mereka, tapi rumah, teman, keluarga, sahabat, berbagi suka duka.

Di sebuah cafe bergaya lesehan sekelompok manusia berkumpul, bukan orang baru yang tak saling mengenal melainkan keluarga yang telah lama tak saling bertemu, dengan wajah dan diri yang sama namun status berbeda.

"Inget ngga dulu waktu pertama ketemu?!" tawa beberapa orang, kini mereka bukan anak bau kencur berseragam SMA namun pribadi mereka yang baru, seorang pebisnis, prajurit negri, ibu rumah tangga, dokter, pemilik cafe, pengusaha, ibu rumah tangga, dan masih banyak lainnya, padahal dulu mereka adalah.....

Dibukanya lembaran foto lama, membawa kenangan masa-masa putih abu saat menemukan dia, cinta.....

ALUR MUNDUR, ASAL KELAKON 😂😂😆 CERITANYA KITA FLASHBACK MASA DULU YA

🍂 Part Nara---Rama si ketua premannya MIPA 3 🤣🤣

🌟 Jekardah, Indonesia 202X

"Huwakkk! Jangan lupain kita Sheil!"

"Kenapa sih harus pindah, padahal kan bisa tinggal sama oma?!"

Narasheila hanya tersenyum menanggapi teman-temannya.

"Gue pamit ya," balas Nara berdadah ria berpamitan pada teman-teman yang hanya beberapanya saja yang dekat. Ia tak memiliki banyak teman di sekolah lama yang menurutnya sedikit membosankan, entah memang gadis ini saja yang terlalu jutek pada setiap makhluk yang ia temui, sampai semut-semut saja ogah berteman dengannya, saking juteknya.

Baginya kehidupan amat normal. Tak ada yang istimewa, se-istimewa martabak telor bebek, begitupun dengan kehidupan sekolahnya, seperti sekolah pada umumnya saja, belajar, pulang, jadilah pelajar cemerlang, kalo kata si squidward--membosankannn!

Dia terlahir bukan dari golongan priyai, ningrat, pejabat, apalagi keluarga kaya raya yang hartanya ngga habis-habis meski dimakanin rayap.

Nara hanya tinggal di sebuah perumahan tenang dan damai, sedamai kehidupan di kuburan. Namun, sekarang ia sekeluarga terpaksa harus pindah ke Bandung, mengingat kini sang ibu yang seorang supervisor di satu pusat perbelanjaan, dipindah tugaskan di Bandung. Begitu pula ayahnya yang membuka restoran dan konveksi di Bandung.

...RUMAH INI DIJUAL...

...hubungi : 08133456789...

*Ceklek, grekk*!

Papah Nara menggembok pagar rumah, satu buah mobil kontainer sudah terparkir cantik di depan rumah membawa serta barang-barang rumah tangga. Mereka semua pamit pada para tetangga, yang kalo dihitung-hitung--mereka keluar hanya pada hari weekend saja, terkecuali ibu-ibu yg menggandrungi idolanya tiap pagi, bukan jungkook ataupun Ari wibowo tapi 'kang sayur.

Narasheila adalah anak kedua dari dua bersaudara atau orang orang bilang bungsu. Kaka-nya bernama Akhsan, lumayan menyebalkan menurut Nara. Nara bisa dikatakan gadis yang cantik nan manis, hanya saja juteknya itu loh! Bisa disamain sama pemeran ibu tiri.

Ia menatap nanar ke luar jendela, jika Akhsan bisa memejamkan matanya lelap dengan posisi menengadah sambil dengerin ipod-nya, saking lelapnya mulut nganga aja ngga sadar, Nara menggidikkan bahunya ilfeel pada sang kakak.

"Ih! Iler tuh!" ia mendorong kepala Akhsan yang hampir mengenainya karena guncangan perjalanan dan menjauhkannya.

Bandung, ahhh! Kota romantis sejuta cerita.Memang benar adanya, sejuk---masih banyak taman kota, dan yap!!! Disinilah ia akan tinggal.

Netra indah itu mengikuti setiap jalanan yang bergerak di luar sana, pepohonan besar masih berdiri kokoh, mobil memasuki kawasan Tamansari. Ia mengusap lengan, karena rasa sejuk sudah menyeruak ke dalam.

Mobil kontainer yang mengangkut barang-barang memasuki satu perumahan, catat! Bukan perumahan Elite, hanya perumahan biasa-biasa saja.

"Ini rumahnya pa?" Nara menegakkan duduknya, melongokkan kepala keluar jendela seteleh sebelumnya membuka kaca jendela mobil.

"Iya sayang," jawab mama.

"Bangunin abangmu," pinta mama membuka seatbeltnya dan keluar bersama papa untuk mengomandoi supir dan kernet.

Nara mendekatkan wajahnya di depan wajah Akhsan, dan memperhatikannya lekat. Bagaimana cara membangunkan yang antimainstream? Nara malah cekikikan merasa wajah tampan kakaknya itu lucu melebihi chibi maruko chan.

Nara meraih botol air mineral lalu membuka tutupnya, ia mengucurkan air di telapak tangannya, lalu dengan tanpa berbudi mencipratkannya di wajah Akhsan seraya membuka headset di telinga kakaknya itu.

"Bocorrr!!!! Banjirrrr!" teriaknya, seketika Akhsan terjengkat kaget membuatnya refleks mendorong wajah sang adik yang berada tepat di dekat wajahnya.

Dug!

"Aduhhhh!" keluh Nara, ini yang namanya senjata makan tuan.

"Semprull!" umpatnya, tapi kemudian ia tertawa kencang melihat adiknya kena karma instan.

"Ha-ha-ha! Sukurrr! Kualat kan sama abang sendiri usil," ucapnya tapi tak ayal mengusap kepala Nara yang kejedot.

"Abang ih! Ngga punya perasaan," omelnya.

"Makanya!" Akhsan menjiwir hidung Nara lalu membuka pintu mobil, "eh, udah nyampe ya?! Wahhhh--ngga kerasa!" ucapnya turun dan merentangkan kedua tangannya demi mengurai rasa pegal. Nara ikut turun dengan membawa tas gendong sekolahnya.

Ditatapnya bangunan di depan mata, bangunan ini yang akan menjadi home sweet homenya selanjutnya.

Keduanya masuk setelah mama dan papa membuka kunci dan masuk.

Nara meneliti keseluruhan bangunan 2 lantai ini, masih kosong melompong. Bisa ia tebak jika penghuni sebelumnya adalah orang yang bersih, itu terbukti dari bersih dan rapinya rumah ini. Melihat tangga, sudah pasti ada kamar disana. Sekencangnya Akhsan berlari sebelum keduluan adiknya.

"Gue kamarnya di atas ya!" pekik Akhsan, sambil berlari.

"Ihhh gue bang !" pekik Nara mencegat dan menarik tangan abang jangkung dan tegapnya. Bukannya Akhsan yang tertarik, malah Nara yang terbawa oleh tarikan kakaknya.

Nara terpaksa melepaskan tangannya, lalu berlari. Namun, belum ia sampai ke kamar yang diperebutkan, kakak-nya menarik Nara ke belakang hingga hampir terjengkang lalu masuk mendahului, alhasil Nara hanya bisa memanyunkan bibirnya sepanjang jalan Anyer sampai Jakarta.

"Ha-ha-ha! Siapa cepat dia dapat, makanya kalau lari langkahnya yg gede dong!" cibir Akhsan pada adiknya.

Ia menepuk jidatnya sendiri, "oh iya gue lupa, kaki loe kan pendek, badan loe mungil sih, boncel !" ledeknya.

Tapi tidak menyerah, Nara memaksa ingin masuk ke dalam kamar. Baru saja kepalanya di gawang kamar, Akhsan menahan jidat Nara sehingga terjadilah gaya dorong dan tolak diantara kedua kakak adik ini, tenaga Akhsan memaksa Nara berjalan di tempat.

"Ihhh, harusnya abang yang ngalah sama adek!" Akhsan menggeleng menolak mentah-mentah usulan itu.

Merasa usahanya sia-sia, Nara berhenti mendorong, "oke! Gue ngalah, dasar badak bercula !! Biarin aja boncel, daripada loe tembok raksasa China!" Nara melipat kedua tangannya di dada.

"Ha-ha-ha! Tau ngga kenapa kurcaci snow white cuman 7 ga 8?" alisnya naik turun, Nara tak berniat untuk menjawabnya karena sudah pasti itu ejekan untuknya.

"Tau ngga?! Nih abang jawab, abis yang satu nyangkut disini!" tawanya yang langsung menutup pintu.

"Mamah!! Papah!! Bang Akhsan-nya ni, ngga mau ngalah sama adek sendiri!" teriaknya yang langsung turun ke lantai bawah lagi.

Mereka hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan si tom dan jerry, "ya udah, di atas kan ada kamar 2. Pake aja sama kamu, biar mamah sama papah di bawah," jawab mamahnya mengambil jalan damai.

"Iya," jawab Nara.

Ia kembali naik menuju lantai atas dan masuk kamar yang satu lagi, si alnya kamar itu berhadapan langsung dengan kamar kakaknya.

Nara menyapukan pandangan ke sekeliling kamar, ia mulai menata rapi barang-barangnya dan menempelkan sebuah stiker di pintu masuk mengatasnamakan jika itu adalah kamarnya.

"Selesai !" ucapnya sambil berkacak pinggang lalu tersenyum. Gadis ini bernama *Narasheila Caramelia Yudhistira*.

.

.

.

.

RAMA-NARA : HARI PERTAMA

Hari ini adalah hari pertama Nara harus kembali beradaptasi dengan lingkungan baru. But it's oke! Dia adalah silent student, bukan siswa yang senang dengan sorotan dan perhatian. Ia lebih memilih luput dari pandangan siapapun penghuni sekolah seperti hantu, meski memang Nara ini tergolong anak yang pintar di sekolahnya dulu.

Mungkin nanti, diantara siswa-siswa yang lain, gadis ini paling berbeda. Mengingat seragam Nara yang masih memakai seragam sekolahnya di Jakarta.

Gadis itu mematut dirinya di depan cermin seukuran dirinya, kaos kaki panjang sampai lutut dan rok rempel pendek diatas lutut bercorak cap nama sekolahnya dulu. Juga dasi silang berwarna senada dengan rok yang ia pakai.

Nara keluar dari kamar lalu menguncinya, takut kalau ada pencuri masuk entah itu yang berkepala kecil ataupun besar. Kemudian ia turun dan bergabung di meja makan, Akhsan sudah bersiap juga. Akhsan sebenarnya sudah lama berada di Bandung, ia sengaja memilih kampus di Bandung untuk melanjutkan pendidikannya waktu itu. Hanya saja, selama ini ia tinggal bersama temannya di sebuah kost-kostan.

"Mah, Nara berangkat dulu ya," pamitnya.

"Iya. Hati-hati sayang, cari temen! Sudah saatnya move on dari Metta. Dia udah tenang, kamu juga harus cari kawan baru disini. Mama sama papa sengaja ngajak ke Bandung biar Nara bisa cari temen-temen, lepas dari bayang-bayang Metta---kirim do'anya aja," mama mengecup kening Nara yang mengangguk paham.

"Akhsan juga berangkat mah, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Mama melambaikan tangannya, tersenyum menatap hangat pada ketiga permata hati.

"Ra, hari ini berangkat bareng abang dulu ya? Papa mau cek konveksi sama rumah makan dulu," imbuh papa membuka handle pintu mobil.

"Iya, papa hati-hati ya!"

"Iya, San--bawanya jangan ngebut! Nanti adekmu terbang!" kelakar papa, ditertawai Akhsan sementara Nara hanya merotasi bola matanya, "emang badan Nara seringan kertas gitu bisa terbang kaya layangan?!" dumelnya.

"Emang!" balas Akhsan mengejek.

"Cepetan naik !"perintah bang Akhsan.

"Iya sabar kek, aku pake helm dulu," omel Nara memasang helm dikepalanya, namun tatapan mata Nara jatuh tertumbuk pada pemandangan di depannya, netranya mengikuti pergerakan beberapa anak komplek yang melintas tepat di depan rumahnya, sepertinya mereka seusia Nara dan sama-sama akan berangkat ke sekolah.

Semenjak kejadian yang menimpa Metta, Nara menjadi pribadi yang tertutup hingga kini, jika dijabarkan--mungkin Nara mengalami trauma, ia acuh dengan dunia sekitarnya begitupun orang-orang yang ada di sekelilingnya.

"Cari kawan baru, udah saatnya Nara move on!"

Sederet kalimat itu terngiang di otak kecil Nara, mendapatkan tatapan dan senyuman dari anak-anak barusan membuat bibir Nara tergerak untuk membalas tersenyum. Berharap ini akan menjadi awal yang baik untuk Nara kedepannya.

"Shuttt Wil! Tetangga baru tuh, cantik!" seru Gibran.

"Hu!! Sama cewe cantik aja cepet loe," jawab Dea mendorong kepala Gibran dari arah belakangnya.

"Cewek cantik jangan sampai lolos!" siul Willy terkekeh.

"Cowok tuh dimana-mana sama aja! Liat yang bening berasa pengen nyeruput!" sahut Inggrid, mereka berlalu menjauh. Mungkin saat ini hanya senyuman singkat saja berhubung waktu memaksa mereka untuk segera melesat menuju sekolah, entah kalau nanti.

Laju motor matic Akhsan menembus aktivitas sibuk pagi hari kota kembang, melintasi jalanan yang tampak asing untuk Nara, segaris senyuman terlukis saat ia melihat satu dinding kota.

...***Tanah Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum***....

^^^***M.A.W Brouwer***^^^

Motor akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan sekolah dengan gaya kuno, entah mungkin kebanyakan sekolah negeri disini bekas peninggalan Belanda atau sengaja dibangun dengan bergaya arsitektur negri kincir, yang jelas bangunan sekolah ini masih terlihat jelas bergaya bangunan peninggalan negri Amsterdam.

"Sekolah yang bener! Nanti baliknya abang jemput," ia menyodorkan tangannya untuk disalami adiknya.

"Iya bang," jawab Nara.

Gadis itu berjalan perlahan, merasa cukup gugup dan kerdil di lingkungan yang asing untuknya. "*Oke Nara, stay cool--- keep calm*," gumamnya mencoba menenangkan diri sendiri, jangan sampai ia pipis di celana cuma gara-gara moment kamvrettt ini.

Ia menghembuskan nafas kasar berkali-kali demi mengurai rasa gugupnya, tangan Nara bahkan sudah mendingin. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang benar-benar baru, ini bukan Jakarta yang ia sudah tau jalanan pulang! This is Bandung, baru pertama kali injek bumi parahyangan, kalau sampai ia bikin malu, mau kabur kemana?

"Hey!"

Sebuah tepukan di pundak, mengejutkan Nara, ia sampai terjengkat kaget dan menoleh.

"Loe tetangga baru yang tadi pagi kan?" tebak Inggrid menyamakan langkah dengan Nara, Nara meneliti gadis yang menepuk pundaknya so kenal so akrab itu.

"Iya, gue Narasheila by the way," senyum Nara kaku.

"Inggrid," ia mengulurkan tangannya ke depan Nara, membuat Nara merasa aneh untuk pertama kalinya, baru hari ini ada seseorang lagi yang mengulurkan tangannya pada Nara untuk menawarkan sebuah perkenalan dan mungkin saja sebuah pertemanan. Nara menyambut uluran tangan itu.

"Ternyata kita satu sekolah ya?" serunya gembira, dapat Nara lihat jika gadis ini pribadi yang ceria, mungkin akan cocok dengannya yang pendiam.

Bukan hanya Inggrid yang datang menghampiri Nara, kali ini ada 3 orang lainnya yang sama-sama Nara lihat tadi pagi.

"Hay! Gue Gibran," Nara mengangguk tersenyum menerima uluran pemuda dengan alis yang cukup tebal namun terbilang manis.

"Gue Dea," ucap gadis satunya lagi, gadis ini cantik nan manis, tapi raut wajahnya sedikit terlihat judes.

Dan yang terakhir, pemuda yang tadi pagi tersenyum penuh arti padanya, "Willy."

"Nara,"

"Semoga kita bisa satu kelas ya," sahut Willy, Nara mengangguk tersenyum, *semoga*.

"Eh nanti kita istirahat bareng aja!" Dea berjingkrak di depan Nara sambil berseru gembira mendapatkan teman baru yang mungkin menurutnya satu kubu, selain karena tempat tinggal yang sama, Nara juga gadis yang cantik--berpotensi jadi bintangnya sekolah. Sangat menguntungkan untuk eksistensi geng mereka di sekolah ini.

"Iya, kamu harus coba mie ayam di kantin Ra, enak deh!" usul Inggrid. Di tengah euforia dan kehebohan mereka tiba-tiba satu sekolah dikejutkan dengan suara bising yang datang dari arah luar sekolah masuk ke gerbang menuju parkiran. Tak ada yang tak menoleh dengan suara mirip terompet sangkakala. Bahkan mungkin, jika ada anak bayi disini mereka akan menangis histeris saking bisingnya suara knalpot motor berjenis RX King milik para siswa yang baru datang itu.

Mata Nara lekat menatap murid-murid yang baru saja datang seperti sedang mengajak tawuran warga sekampung itu, gayanya cukup slengean dan konyol.

"Assalamu'alaikum mang Uyung!" sapanya mengangguk singkat seolah sedang memberikan penghormatan pada satpam sekolah di gerbang.

"Waalaikumsalam Ram!"

"Kopi mana kopi mang?!"

"*Acan* atuh Ram! Tugas dulu!" pekiknya menjawab.

"Selamat pagi wahai murid-murid pejuang ijazah!!" teriaknya masuk parkiran.

"Allahuakbar!" teriak yang lainnya.

"*Ngga waras*!" gumam Nara. Kesan pertamanya melihat pemuda itu, semoga kelak nanti ia tak diperkenankan Tuhan untuk mengenalnya.

"Dasar geng anak-anak kampungan !" dengus Gibran.

"Iya malu maluin tau ga," kesal Inggrid.

"Maklum lah orang kampung, mereka kan orang-orang ga tau malu, ga beradab. *Kismin*!!" ucap Dea menghardik dengan tatapan merendahkan.

"Shutt! Udah lah, mendingan kita masuk ke kelas aja, udah mau bel masuk nih, ngga usah ngurusin yang ngga penting," jawab Willy diangguki semua.

"Eh sorry, bisa tolong anterin aku ke ruangan kepala Sekolah ngga?" pinta Nara.

"Boleh," tukas Willy cepat.

"Guys, kalian duluan aja--gue anter Narasheila dulu!" ujar Willy.

Dea dan Inggrid tersenyum geli, "mulai start! Maju pantang mundur baby Will!"

"Bye Nara!"

"Bye!" balas Nara.

.

.

Note:

\* Acan : belum

\* kismin : miskin

RAMA-NARA : KELAS LEGEND

Nara berjalan bersama Willy melewati beberapa ruangan di tengah keramaian sekolah. Ditatapnya anak-anak yang berlarian, bercanda dan mengobrol.

"Cupidddd ihhh!" teriak seorang gadis berpipi chubby, dengan poni sebatas bawah alis dengan jepitan pita di kedua sisi kepalanya berlarian mengejar siswa lain.

"Sini yank! Tangkap daku kau ku cipoxxx!" balasnya. Ini dia si usil jago nyepik lainnya, hanya saja kisah cinta bersama Mutia tak pernah terbalaskan, entah karena ia yang tak pernah serius, atau memang Mutia yang tak pernah menganggap ia ada layaknya jin ivrits.

"Ha-ha-ha! Saravvv ih!" tawa menggelegar gadis lainnya bername tag Tasya ikut mengejar.

Nara menggelengkan kepalanya, dengan mata yang kembali fokus mengikuti langkah Willy.

"Kamu kelas apa Wil?" tanya Nara, baru kali ini ia mau berbasa-basi dengan orang lain.

"MIPA 2," jawab Willy tersenyum.

"Nih Ra kantor kepala sekolah," ujar Willy menunjuk ruangan dekat dengan ruangan para guru, dengan papan nama diatasnya.

Kantor Kepala Sekolah

"Oh, iya. Makasih banyak Will--"

"Mau ku tungguin?" tanya nya menawarkan sambil tersenyum lebar, seperti senyum sales motor.

Nara menggeleng, "engga usah. Nanti kayanya aku bareng guru dianterin sampe kelas," jawab Nara, ternyata tersenyum bikin pegel tapi it's oke--sejauh ini senyum tidak membunuhnya.

"Kalo gitu, aku masuk kelas dulu! Oh iya, mau tukeran nomor w.a ? Biar nanti kita bisa calling-calling kalo kamu butuh sesuatu," penawaran yang cukup menguntungkan, kali aja kan Nara butuh dijajanin nanti.

"Boleh, ini nomorku--catat...." pinta Nara diangguki Willy dengan merogoh ponselnya dan mencatat nomor Nara, sementara gadis itu membalikkan tas gendongnya ke depan dan mengambil ponselnya dari dalam tas.

"Ada?" tanya Willy saat ia mencoba membuat panggilan pada Nara.

Gadis itu mengangguk singkat, "aku save ya," balas Nara.

"Oke, see you Narasheila!" Willy melambai dan melangkah mundur demi tak kehilangan moment sedetik pun berdadah ria pada Nara.

"See you," jawab Nara.

Tok-tok-tok!

"Assalamualaikum!"

Nara mengetuk pintu ruangan kepala sekolah.

"Katanya ada murid baru ya?" tanya Dian.

"Katanya sih gitu, cewek!" jawab Mery.

"Hey, ih kalian ! Uang kas bayar!" teriak Muti.

"Aduh mules euy!" ujar Andi, mendadak mules kalo mendengar kata uang kas.

"Ngga usah alesan Onde! Buru bayar, dari bulan kemaren nunggak!" gadis itu menyisir nama Vian dan menghitung kolom yang masih kosong.

"Punya gue berapa Ti?" tanya Vian.

"Om Vi dua bulan! Mana bayar!"

"Bentar lah cuma nanya doang, nanti aja bayarnya mah, nunggu dermawan!" kekeh Vian yang baru saja datang, rambutnya masih basah acak menandakan ia baru saja mandi.

"Murid baru cantik cuy! Ngga sengaja tadi liat di ruang kepsek!" ujar Fajar yang baru datang.

"Yang cantik aja langsung gercep!"

Bu Fatima namanya, ia guru bahasa Inggris merangkap kesiswaan. Perawakannya sedikit gendut namun tinggi, berjilbab dan berkacamata, beliau cukup ramah. Kesan pertama salah satu guru sekolahnya di mata Nara.

"Narasheila Caramelia Yudhistira kan?" ia menurunkan kacamata sebatas pangkal hidung demi melihat wajah murid barunya.

"Iya bu," Nara mengangguk.

"Masuk kelas MIPA 3 ya," ucapnya, senyum tipis Nara memudar, padahal ia berharap bisa sekelas dengan Willy cs, setidaknya ia punya teman yang sudah dikenalnya. Tapi apa mau dikata, ternyata Tuhan dan staf guru memiliki kehendak lain. Akhirnya mau tak mau Nara harus mengangguk, "iya bu."

Ia berjalan sedikit di belakang bu Fatima, Nara menghafalkan jalan dan lorong menuju ke kelasnya, belok kanan---lalu lurus melewati perpustakaan dan lapang. Belok kiri, untung ngga nemu kuburan atau jurang. Dan saat langkah sepatu pantofel itu berhenti, Nara tau jika kelas di depannya adalah MIPA 3.

Satu kata dalam benaknya, "Berisik!"

Sudah jadi hal lumrah jika sekolah akan berisik dengan suara tawa dan canda siswa-siswinya, tapi yang ini begitu emejing! Ck--ck, Nara berdecak, rasanya sekolahnya dulu tidak seberisik ini. Apa ia akan betah, apa ia akan bisa satu frekuensi dengan isi kelas yang sudah seperti isian bakwan, ramee!! Pasalnya ia adalah orang yang cinta kedamaian, mungkin dulu mamahnya ngidam diem di kuburan waktu hamil Nara, jadinya anaknya silent.

"Papa! Liat si cupid belekoknya ihh! Buku Tiara jangan dimasukkin ke kantong atuh Cup," adunya.

"Cup! Ulah (jangan) cup, nanti minta di kawin!" ujar si siswa yang bergaya sengak nan slengean, juga kurang sopan, karena ia menaikkan kakinya ke atas meja.

"Assalamu'alaikum anak-anak, selamat pagi!!!" teriak bu Fatima sampai urat-urat lehernya bermunculan, kasihan sekali gurunya ini dapat murid segini bandelnya, lebih mirip anak-anak tk, ketimbang anak SMA.

"Barudak (anak-anak)!!! Eyyy!" bu Fatima menepuk-nepuk papan tulis dengan keras, baru mereka diam.

"Suttt! Onde!!! Tian, Yooo!" teriak Dian menggunakan gulungan buku membentuk seperti toa, meneriaki ketiga siswa yang duduk di belakang sambil asik main game online, padahal teriakan gadis itu cukup keras, cukup untuk mengeluarkan isian kotoran telinga mereka tapi para pemuda ini anteng saja pada layar pipihnya dengan sesekali mengumpat karena kesal hero-nya kalah. Ketiganya langsung mematikan ponsel dan pindah ke tempat duduk masing-masing saat melihat bu Fatima.

"Maaf bu, tadi saya ke kamar mandi dulu!" ucap seorang siswa laki-laki yang berpenampilan sedikit rapi, ia jangkung dan putih di arah belakang bername tag Pratama Luqmanulhakim.

Siswa itu masuk lalu mendamaikan kelas rusuh ini, membetulkan bangku-bangku yang miring dan berantakan macam abis tawuran. Nara menyipitkan pada siswa laki-laki yang baru saja menurunkan kakinya. Tunggu! Bukankah dia yang barusan datang dengan motor berisik itu kan? Nara menghela nafasnya, sepertinya hari-harinya ke depan tak akan mudah. Karena nyatanya ia mendapatkan kelas yang super duper---iuhhhh!

"Assalamualaikum, morning student!"

"Morning mrs. Fatima!" jawab mereka.

"Wilujeung enjing (selamat pagi) bu!" teriaknya beda sendiri.

"Si papa, ini english pa--english!" sahut Tasya.

"Inggris borokokok!" toyor Vina di belakang bangkunya.

"Yee, da abi (aku) mah orang jasun! Jawa Barat is sunda!" jawabnya seenak empedu.

"Oke class, sebelum kita mulai belajarnya. Ada yang mau kenalan dan bergabung sama kita mulai sekarang, dia murid pindahan dari Jakarta."

"Woowww jekardahhh euy! Mantap jiwa!" sahut Yusuf.

"Narasheila, sini masuk!" pinta bu Fatima.

Deg!

Jantungnya berdegup sangat kencang saat bu Fatima memanggilnya, ingin sekali Nara berlari keluar dari gerbang dan mengundurkan diri dari sekolah ini, tapi kakinya seolah mati rasa dan malah berkhianat lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas, keringat dingin sudah mengucur dari balik seragam. Ia menyapu kesemua penjuru kelas, bisa ia hitung murid di kelas ini ada sekitar 20an.

Gaya anak ibukota menempel lekat di diri gadis ini macam kurap, rambut panjang sepunggung, dan curly di bagian bawahnya menambah kegemesh'an Narasheila, rok dan seragam yang tak terlalu pas badan namun memang modis gaya anak masa kinihhh, wajah tanpa make up berlebihan, selayaknya anak remaja, lebih mirip artis korea, pokoknya generasi Z yang bikin klepek-klepek.

Nara menatap satu persatu wajah teman sekelasnya demi melihat reaksi mereka.

Letak duduk bangku depan tersebar rata, tidak terlalu di dominasi perempuan di area depan, sebelah kanan ada Dian---Mery, di belakang mereka ada Tasya---Muti, lalu di belakangnya lagi Yusuf dan Tian. Geser sedikit barisan selanjutnya ada Tama---Fajar, di belakangnya Rio dan Andy, lalu kosong. Geser ke samping Vina--Rika, Ridwan---Bayu, dan Vian---Rifal, lalu Mita di depan sendiri dan Gilang---Rama di belakangnya, "Hay, namaku Narasheila Caramelia---" belum gadis ini meneruskan ucapannya seseorang memotongnya dengan sengaja.

"Hah, naros heula?" (Hah, nanya dulu?) cibirnya sambil tertawa, mendadak ucapan itu jadi bahan candaan satu kelas.

"Ck, si-@lan ! "umpat Nara dalam hati mendumel melihat sengit pada pemuda itu.

"Ramaaa---" tegur bu Fatima lembut.

"Teruskan Nara," pinta bu Fatima mengangguk singkat dari mejanya.

"Namaku Narasheila Caramelia Yudhistira, kalian bisa panggil aku Nara atau Sheila," lanjut Nara.

"Kalo sayang boleh ngga?" sahutnya lagi menimpali dengan kekehan dan senyum menyeringai pada Nara, gadis itu sampai mengerjap saat si pemuda yang bernama Ramadhan ini mengedip genit padanya.

"Sayang tawon!!" sorakan Vian.

"Itu mah sarang nge h3!" jawab Rio.

"Gaskeun pa! Gas! Brumm--brumm!"

"Dedek mau mama baluu, pa!" timpal Yusuf.

"Dedek gorilla, cup!" imbuh Tasya.

"Loe dedek annabelle!" cibir Tian.

"Apa loe raksasa! Maen nyamber aja!" ketus nan sewot Tasya.

"Udah--udah!!!" lerai bu Fatima, jika tak ditegur mungkin tak akan selesai sampai bel pulang, bisa sampai gontok-gontokan di ruang kelas.

"Aku mah mau manggil kesayangan aja ahhh!" goda Rama.

"Si Rama mah kebiasaan!" dorong Vina di punggungnya.

"Diem atuh Vin, sirik aja! Lang, Vina pengen di sosor katanya!" ucap Rama.

"Amit-amit!" jawab Vina dan Gilang kompak.

"Ya sudah Nara, silahkan duduk di bangku yang kosong," perintah bu Fatima. Nara mengedarkan pandangannya dan menemukan satu-satunya bangku yang kosong dan memiliki teman bangku yaitu di dekat seorang gadis berkaca mata (Mita) tapi si alnya posisi itu berada tepat di depan si bocah gemblung barusan.

Benar-benar satu kesi alan yang haqiqi untuknya, "mimpi apa gue semalem?!" keluh Nara pasrah berjalan.

Dilihatnya senyuman Rama semakin mengembang saat tau Nara akan duduk di depannya.

"Hay Narasheila, aku Mita---boleh kupanggil Nara?" tanya gadis itu.

Nara mengangguk, "boleh," Nara duduk.

"Gusti! Meni wangi aroma surga gini--bedalah sama si abay! Bau aroma mayit!" kelakarnya.

"Saravvv njir!" ujar Bayu dari bangku samping.

"Lempar wanginya pa!" teriak Yusuf dari bangku paling pojok sebelah kiri.

"Jangan atuh! Nanti si Muti mau dikemanain?" tanya Rama.

"Buang ke laot!" sahut Rifal, si pemuda yang selalu terlihat seperti orang yang mengantuk. Bu Fatima hanya bisa menggelengkan kepalanya, sudah tak aneh dengan isian kelas absurd bin legend yang selalu membuat guru-guru pensiun dini ini.

"Hay, nama gue Rama," bisiknya tepat di samping belakang, dekat sekali dengan telinga Nara, sampai-sampai hembusan nafasnya mengenai rambut gadis itu. Nara sontak terkejut, ia kira kelas ini ada penghuni sosok astralnya.

Nara menoleh kesal, "sumpah! Ni anak nyebelin banget!"benaknya.

Sepanjang pelajaran punggung Nara serasa panas, mungkin jika sebuah keju, ia sudah meleleh. Ia tebak pemuda itu, selalu memperhatikan Nara. Gadis ini tak berani menoleh, sebisa mungkin ia akan mengurangi interaksi dengan makhluk aneh macam Rama, Ramadhan sudah masuk ke dalam list no wahid jajaran siswa yang harus ia hindari disini.

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!