“Ogotan!!”
“Ryosuke kun!!”
Teriakan-teriakan para fans saling bersautan, mengelu-elukan nama sang idola masing-masing. Konser TeniMyu sedang di gelar di dalam gedung indoor serba guna yang berlokasi di pinggiran Tokyo, Saitama Super Arena. Dengan kapasitas sampai 37.000 orang, venue ini memang benar-benar bisa menjadi hall serbaguna karena bisa dijadikan acara pameran, olahraga dan acara konser kecil dan besar.
TeniMyu sendiri adalah sebuah StagePlay Musical yang diadaptasi dari serial anime genre Sport berjudul The Prince of Tennis, buatan Takeshi Konomi. StagePlay ini memiliki 3 Season, dan yang saat ini digelar adalah konser dari season kedua. Penutupan dari seaon 2 dan akan berlanjut ke season selajutnya.
Seluruh gedung penuh dengan para fans yang memegang light stick yang dapat berubah warna sesuai dengan tim yang berada di atas panggung.
“hh pasti seru ya jika aku bisa melihat langsung konser Tenimyu itu”
Entah sudah yang keberapa kali aku menoton konser ini, tapi tetap saja tidak ada rasa bosan. Selain karena lagu-lagunya yang bisa memberikan semangat bagiku untuk menjalani hidup, visual para aktornya juga sangat cocok dengan peranya masing-masing. Bagaimana bisa ada kata bosan jika penampilan mereka sangat memukau seperti itu?.
Hari ini setelah mengerjakan beberapa tugas kuliah aku langsung membuka laptop dan menonton konser yang berdurasi sekitar 2 jam itu. Terkadang aku berkhayal bagaimana jika aku hidup bersama mereka dalam satu negara yang sama. Sudah dipastikan uang hasil kerjaku akan habis hanya untuk membeli beberapa DVD atau merchandise dari StagePlay itu.
Drt drt
Aku menoleh ke arah ponselku yang aku letakan di samping laptop, ada sebuah panggilan masuk, layar ponsel menunjukan nama Egi Permana, dengan beberapa emot love dibelakang namanya. Senyumku seketika mengembang saat melihat nama itu, aku langsung mempause video dan menjawab telfon dari kekasihku itu. Egi dan aku sudah berpacaran cukup lama dan bahkan sebentar lagi kami akan bertunangan.
“halo sayang, kau sedang apa?”
Uhh aku rindu dengan suaranya, masih dengan senyum aku pun membalas ucapannya, “aku sedang menonton StagePlay, hari ini sangat melelahkan, ingin bercerita padamu tapi kau berada di sekolah militer jadi tidak bisa leluasa menelpon”
Terdengar suara kekehan kecil dari Egi, “maaf maaf, sebentar lagi kita bisa bertemu kok, aku ada libur beberapa hari”
“benarkah?! Kapan?” mendengar jika Egi memiliki hari libur aku spotan memekik, bagaimana tidak? Semenjak lulus SMA, aku dan Egi memilih pendidikan lanjutan yang berbeda, aku yang memilih Sastra Jepang dan Egi yang memilih melanjutkan ke sebuah sekolah militer karena cita-citanya yang ingin menjadi tentara. Hal itu membuat kami jarang sekali bisa menghabiskan waktu bersama, dan hari ketika Egi libur merupakan satu-satunya hari dimana kami bisa bersama seharian.
“rahasia, aku akan menjadikan ini kejutan, tapi aku janji kita akan bertemu dalam waktu dekat”
“hmph, kenapa main rahasia segala, awas kau ya jika berbohong hukumannya harus membayar semua DVD StagePlay yang aku pesan” tanpa sadar aku mempoutkan bibir, padahal aku tau jika Egi tidak akan melihat poseku saat ini.
Lagi-lagi aku mendengar suara tawa kecil darinya“baiklah, baiklah tenang saja aku akan menepati janjiku, karna harga StagePlaymu itu setara dengan uang sakuku selama beberapa bulan, oh ya jangan terlalu lama menonton StagePlay itu, besok kau ada jadwal kerja setelah kuliah kan?”
Aku sedikit tersenyum mendengar kalimatnya, memang benar sih tapi aku rasa tidak sampai semahal itu. Hatiku menghangat mendengar nasihatnya, “baiklah aku juga berencana tidur saja setelah ini, besok pasti akan jadi hari yang lebih melelahkan dari hari ini”
“yasudah tidur saja, nanti aku akan mengajak mu berjalan-jalan setelah kita bertemu, selamat tidur princess, have a nice dream”
“selamat tidur juga Egi, have a nice dream too”
Egi pun memutuskan sambungan telpon, setelah itu aku mulai membereskan laptop dan buku-buku yang masih berserakan di atas kasur. Setelah semua rapih aku mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur yang berbentuk awan dan mulai menyamankan diri di balik selimut.
Keesokan paginya.
“pagi ayah, ibu” sapa ku kepada kedua orang tua ku, ayah sudah duduk dengan setelan jas yang rapih, sedangkan ibu masih menata makanan diatas meja.
“heh, kenapa hanya ayah dan ibu yang kau sapa?!”
Aku melirik sekilas kepada Alex, kakak laki-lakiku, “memangnya aku ada kewajiban untuk menyapamu ya?” balasku dengan nada malas
“huh dasar adik durhaka.. hmph!”
Aku terkekeh kecil mendengar jawaban kak Alex, entah kenapa aku seperti melihat kuping kucing di kepalanya, kini ia terlihat seperti seekor kucing yang marah karena telah diganggu.
Aku dan kakak memang sering seperti ini, yah aku yakin semua saudara pasti juga pernah, mereka akan saling bertengkar jika berkumpul namun juga saling melindungi satu sama lain, terlebih lagi kakak ku ini adalah orang yang bisa di bilang mengidap siscon bahkan jika aku ingin berkencan dengan Egi atau bermain dengan teman kampus pun dia akan menanyaiku dengan pertanyaan yang bahkan bisa lebih banyak jika dibandingkan dengan pertanyaan wawancara kerja.
“sudah-sudah jangan bertengkar, Risa kau hari ini ada jadwal kerja ya?”
Aku berusaha menahan tawa dan menjawab pertanyaan dari ibu, “iya bu, sepertinya aku akan pulang larut hari ini, tidak apa-apa kan bu?”
“tidak apa-apa, tapi kau harus hati-hati ya sayang, perasaan ibu sedikit tidak enak hari ini”
“ibu tenang saja, Alex akan menjemputnya nanti agar Risa tidak perlu naik bis” jawab kak Alex sembari mengoleskan selai diatas roti tawar yang dia ambil
Ayah pun menimpali, “benar bu, tidak perlu khawatir jika Alex tidak bisa kan masih ada ayah yang akan menjemput Risa. Baiklah karena sudah siang ayah berangkat dulu ya, Alex, Risa hati-hati saat dijalan nanti, dan Alex jangan terlalu ngebut bawa motornya,”
“baik ayah/baik ayah” ucapku berbarengan dengan kak Alex, kami pun bergantian mencium tangan ayah, tapi tiba-tiba ayah mengusap rambutku mengakibatkan tatanan rambutku sedikit berantakan, spontan aku memekik agar ayah berhenti melakukan hal itu dan hanya dibalas senyum teduh yang biasa ayah tunjukan. Setelah ayah pun pergi keluar meninggalkan kami bertiga.
Aku dan kak Alex memang menempuh pendidikan di kampus yang sama, hanya program study nya saja yang berbeda, kak Alex mengambil prodi teknik mesin dan kini sedang berada di semester 5, sedangkan aku baru semester 3. Semenjak aku masuk ke kampus yang sama dengan kakak, kami selalu berangkat dan pulang bersama. Atau terkadang aku akan naik bus jika Kak Alex atau Ayah tidak bisa mengantarku.
Setelah menghabiskan sarapan dan berpamitan pada ibu sambil mencium tangannya, aku dan kak Alex pun berangkat ke kampus, aku sangat mencintai keluargaku. Sesibuk apapun ayah, beliau masih bisa membagi waktu untuk berkumpul dan mencurahkan kasih sayang kepada keluarga ini. Ibuku juga seseorang yang sangat lembut dan penuh perhatian, dan kakak, walau kami sering bertengkar dan sifat posesif nya itu kadang membuatku jengkel tapi aku tau itu adalah bukti bahwa kakak benar-benar menyayangiku sama seperti ayah dan ibu.
Tidak terasa kami sudah ada di kampus, perjalanan dari rumah kami menuju kampus hanya memakan waktu satu jam. Kakak pun memarkirkan motornya di halaman parkir yang dekat dengan gedung tempat aku belajar, kakak memang sering parkir disini dibanding di tempat parkir fakultasnya, ‘sekalian aku olahraga berjalan dari sini ke gedung fakultasku, lagipula jaraknya tidak terlalu jauh’ begitu katanya saat aku bertanya padanya.
Aku turun dari motor dan melepas helm yang aku kenakan lalu menyerahkannya kepada kak Alex agar dia saja yang menyimpannya,
“oh ya Risa nanti aku tidak bisa menjemputmu ka-...”
“heh?! Kenapa?! Kakak kan sudah bilang pada ibu jika akan menjemputku setelah bekerja, hari ini aku kerja sampai malam kak!” seketika aku memekik
Kak Alex menutup kuping sejenak, sepertinya pekikan ku sangat keras di telinganya, “ish dengar dulu, aku belum selesai bicara sudah main potong saja kau ini”
Aku hanya membalas dengan cengiran, kakak pun melanjutkan ucapannya , “aku tidak bisa menjemputmu karena nanti ada orang lain yang akan menjemputmu, sebenarnya orang itu sudah mengirim pesan padaku tadi malam”
Ohhh jadi begitu, ehh tapi tumben kakak mengizinkan orang lain menjemputku? Biasanya dia marah-marah, kecuali jika...
Mengingat hal itu seketika mataku melebar “jangan-jangan yang menjemputku itu...”
Kak Alex mengacak rambutku, “iya benar orang itu, sudah ya aku mau ke fakultasku dulu, sudah hampir jadwalku dimulai” setelah itu ia melangkah menjauh dariku dan pergi menuju gedung fakultasnya. Setelah sosok kak Alex menghilang dari pandanganku, aku pun masuk kedalam gedung Fakultas ISIB.
Kelas terakhir baru saja selesai, sekarang pukul 4 sore, setelah membereskan barang aku pun langsung bergegas keluar ruangan dan menuju tempat kerjaku. Aku bekerja sebagai maid di salah satu kafe yang terletak dekat dengan kampus. Tidak setiap hari aku bekerja, biasanya seminggu tiga kali atau jika kafe sedang ramai saja. Selain itu aku akan menghabiskan waktu dengan mengerjakan tugas atau menonton StagePlay
Awalnya aku tidak diizinkan bekerja oleh keluargaku, ‘ayah masih sanggup memberimu uang jajan untuk hobimu itu, untuk apa gadis ayah bekerja?’ ucap ayah, kak Alex pun mengatakan hal yang serupa. Tapi aku keras kepala dan keukeuh ingin bekerja, jadi aku beralasan bahwa dengan bekerja aku bisa menambah keterampilan dan relasi. Meski harus berselisih paham selama beberapa hari dengan ayah dan kakak, pada akhirnya mereka mengizinkan atas bujukan ibu.
“Risa, tunggu sebentar kenapa kau buru-buru sekali hah?”
Aku menoleh kebelakang saat mendengar ada yang memanggilku, seorang gadis berambut coklat panjang terlihat berlari kecil menghampiriku, gadis itu bernama Clarissa Xavier, biasa ku panggil Icha, ia adalah teman sejurusanku hanya kelasnya saja yang berbeda. Selain teman sejurusan, Icha juga bekerja ditempat yang sama denganku, lebih tepatnya aku bekerja ditempat yang direkomendasikan olehnya.
Aku menghentikan langkah agar Icha tidak perlu lagi berlari, “maaf Icha, aku terlalu bersemangat untuk cepat-cepat bekerja dan agar bisa cepat pulang”
Kini Icha sudah ada disampingku, kami pun berjalan bersama menuju luar kampus, “tumben, ada apa? kau ada janji dengan seseorang?” tanya Icha.
Aku menggeleng, “bukan, aku hanya merasa jika hari ini aku akan bertemu Egi”
Icha memasang pose berfikir, “hmm Egi? Aah aku ingat dia salah satu kekasihmu, yang saat ini sedang menempuh pendidikan militer itu, yakan?”
Entah kenapa aku kesal mendengar pertanyaannya, perempatan imajiner sepertinya sedang bertengger di dahiku, aku memukulnya pelan “kau pikir aku memiliki berapa kekasih hah?! Enak saja pertanyaanmu itu”
Icha tertawa puas, “hahaha maaf maaf, tapi kau kan memiliki banyak husbu siapa tuh ... hmm ada Ogoe, Ueda, Ryoki dan aku yakin masih banyak yakan? Hahaha”
‘Ish, sabar Risa sabar,’ aku mengelus dada, memang butuh kesabaran ekstra jika berteman dengan Icha. Semua orang dikelasnya pun bilang begitu.
Aku menyikutnya agar dia berhenti mengejekku, tapi tetap saja sepanjang jalan menuju kafe Icha selalu saja menggodaku. Hingga tanpa terasa kami sudah sampai dikafe. Kami mulai berganti pakaian menjadi pakaian khas maid, tugas kami disini hanya mencatat dan mengantarkan makanan. Namun terkadang ada juga pelanggan yang datang hanya untuk menggoda maid disini, dan tentu saja langsung diusir oleh Owner kafe.
Kafe cukup ramai hari ini, para pelayan dan koki sampai tidak punya waktu hanya untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya. Kafe mulai sepi saat pukul 9 karena jam segitu adalah jam nya kafe tutup.
Tepat pukul 9 kafe sudah sepi dan seluruh karyawan pun membereskan kafe dan kembali kerumah masing-masing, termasuk aku dan Icha. Icha sudah pergi beberapa menit yang lalu untuk mengejar bis terakhir menuju kompleks rumahnya, sedangkan aku masih menunggu orang yang kak Alex bilang akan menjemputku.
Selang beberapa menit kemudian sebuah mobil berhenti di depan kafe tempat kerjaku, aku kenal dengan baik pemilik mobil itu. senyum pun mengembang di wajahku saat si pemilik mobil keluar. Seorang pemuda yang mengenakan kemeja berwarna merah dengan dibalut jaket kulit berwarna hitam dipadukan dengan celana jeans dan sendal gunung berwarna hitam.
“hai sayang, pekerjaan mu sudah selesai kan? Ayo pulang”
Setelah pemuda itu berdiri didepan ku, aku langsung menubruknya dan menenggelamkan wajah ku di dada bidangnya, “Egi, ternyata benar itu kamu, kapan kau pulang?”
Ya orang yang saat ini menjemputku adalah Egi. Egi terkekeh dan membalas pelukanku, tangan kanannya mengelus pelan rambut hitam sebahuku, “sebenarnya aku baru pulang tadi siang, pasti kau tau dari Kak Alex kan jika aku akan menjemputmu?”
Aku sedikit melonggarkan pelukan untuk menatap wajahnya, lalu mengangguk pelan. Egi kembali tersenyum, “huh harusnya ini jadi kejutan untukmu, kak Alex mengacaukan kejutanku”
Aku terkekeh, “tidak sepenuhnya gagal kok, aku masih merasa terkejut walau sudah diberi tau kakak, oh ya Gi jalan-jalan dulu ya sebelum pulang”
“baiklah, apapun untukmu sayang, mau pergi kemana, hm?”
“hmm kemana ya... bagaimana jika makan dulu, aku belum makan malam.... karna kafe hari ini sangat ramai.”
Egi mengangguk, “astaga sayang kau bisa sakit jika begitu, baiklah ayo kita ke restoran dekat sini”
Egi pun melingkarkan tanganya di pinggangku, dan kami berjalan ke arah mobil. Didalam mobil setelah memakai sabuk pengaman, kami mulai menyusuri jalan untuk mencari restoran.
Karena sudah hampir larut malam, jalanan begitu lenggang saat ini. Mayoritas kendaraan adalah truk-truk besar. Karena memang jam operasional mereka adalah saat pukul 9 malam sampai 3 pagi. Hal ini mungkin agar tidak menyebabkan kecelakaan, karena mengemudikan truk jelas berbeda jika dibandingkan dengan mobil-mobil kecil, dan juga untuk mengurangi kemacetan.
Mobil kami melaju di kecepatan 30km/jam, sengaja pelan karena depan kami ada sebuah truk yang mengangkut tanah, karena sudah agak larut Egi pun mengarahkan mobil ke kanan bermaksud menyalip, tapi dia mengurungkan niatnya karna beberapa meter di depan truk ini juga ada truk lain dan jarak kedua truk yang agak berdekatan, tidak memungkinkan kami untuk menyalip.
“tidak perlu terburu-buru Gi, lagi pula kak Alex pasti sudah memberi tahu ayah dan ibu jika aku bersamamu, jadi mereka tidak akan khawatir”
“baiklah, aku hanya khawatir waktu istirahatmu terpotong jika pulang terlalu malam, apalagi kau juga belum makan malam, kau tidak melewatkan makan siang juga kan,” Egi membalas ucapanku, namun pandangannya tetap menatap depan. Ya tentu saja, depan kami saat ini adalah sebuah truk bisa bahaya jika pandangan Egi menatap ke arah lain.
Aku tersenyum canggung, “ehehehe, maaf aku juga lupa makan siang, ta-tadi aku tidak membawa bekal dan food court kampus sangat ramai aku jadi malas membeli makanan kesana”. Jujur saja tidak semua perkataanku itu benar tapi tidak salah juga, aku memang tidak membawa bekal tapi terlalu malas membeli makanan di food court, padahal tadi food court cukup sepi.
Egi menatap tajam kearahku, lalu menghela nafas dan melunakkan tatapannya, “Risa, kau harus sedikit mengurangi kebiasaan buruk itu, kau lupa jika kau itu punya penyakit maagh bagaimana jika itu kambuh sayang? Aku tidak tega melihatmu kesakitan”
Ahh aku suka perhatian ini, perhatian yang Egi beri sama seperti ayah dan ibu, kak Alex jangan dihitung karna dia terlalu tsundere dan tidak pernah menunjukan sisi manis sekalipun.
“iya iya maaf kan aku ya, aku janji akan mengubah kebiasan itu”
Lagi-lagi Egi menghela nafas, “oke, baiklah, nah sudah sampai... ayo masuk kau harus makan banyak pokonya”
“hei! Tidak begitu juga, jam segini jika makan banyak bisa menambah berat badanku tau!”
“tidak papa, kau masih akan terlihat cantik dimataku, lebih baik melihatmu chuby dibandingkan harus melihatmu sakit Risa”
Uhh pipiku terasa panas mendengar gombalannya, baru juga bertemu namun dia sudah membuatku terbang berkali-kali sejak tadi.
Aku mengikuti Egi yang sudah turun lebih dulu dan melangkah masuk kedalam restoran, kami memilih sebuah restoran Jepang, karena setelah 10 menit berkedara hanya ini restoran yang bisa kami temukan, beberapa restoran lain sudah tutup.
...づつく...
“aah aku kekenyangan, kenapa juga kau harus memesan begitu banyak makanan tadi huh?” aku dan Egi baru saja selesai makan, dan sedang berjalan menuju parkiran.
Egi sedikit merotasikan matanya, lalu menghela nafas, “dimana banyaknya? Aku kan hanya memesan 3 porsi makan, dua untukmu dan satu untukku”
“tapikan itu te—“
“salah sendiri siapa tadi yang sengaja tidak makan siang hanya karena malas?”
Aku mempoutkan bibir, “uhh iya iya maafkan aku”
Tiba-tiba aku merasakan tanda bahaya, entah karena apa tapi perasaanku menjadi tidak enak, aku mengingat perkataan ibu tadi siang.
‘jangan-jangan firasat ibu benar?!’
Kami sudah berada di dalam mobil dan Egi pun sudah siap menjalankan mobil, tapi kami mendengar ada suara tubrukan keras yang datang dari belakang mobil. Lalu setelah itu kami mendapat sebuah tabrakan dari belakang, Egi berusaha melindungi kepalaku, namun agak sedikit terlambat karena kepala ku sudah terbentur dashboard.
Mobil yang kami naiki sempat terlempar beberapa meter, bahkan sempat berguling beberapa kali. Dengan kesadaran yang mulai menipis aku melihat Egi yang sudah tidak sadarkan diri. Darah segar mengalir deras dari kepalanya, aku berada dalam pelukannya saat ini. Namun badan kami terhimpit di dalam mobil ditambah lagi kendaraan yang baru saja menambrak kami pun menambah kerusakan mobil kami lebih parah lagi.
Samar-samar aku mendengar suara keributan. Sepertinya warga sekitar terbangun karena suara tabrakan yang sangat keras.
Lalu beberapa menit kemudian aku mendengar suara sirine, syukurlah para warga berinisiatif menelpon petugas medis.
Aku kembali melihat wajah Egi lalu membenamkan wajah ke dada nya menunggu hingga petugas medis menyelamatkan kami. Aku masih merasakan jantungnya berdetak yang artinya ia masih hidup.
Diambang batas kesadaran yang semakin menipis terlintas semua kenangan yang aku alami bersamanya, lalu berganti saat aku bersama kedua orang tuaku, setelah itu saat aku bertengkar dengan kakak, berganti lagi saat aku bermain bersama teman-teman dan juga saat aku menonton StagePlay walau hanya dari laptop.
“nak bertahanlah! Jaga kesadaranmu!!”
Terdengar suara seorang petugas medis mencoba membuatku untuk menjaga kesadaran, namun mataku terasa berat. Hingga akhirnya kegelapan berhasil menyelimutiku.
Semua gelap, tidak ada cahaya sedikit pun. Aku berada disebuah tempat yang sangat asing. Namun secercah cahaya muncul, dan mulai menyebar keseluruh tempat. Aku memejamkan mata dan menaruh tangan didepan mata, bermaksud menghalau cahaya yang sangat menyilaukan itu.
Setelah cahaya menghilang kegelapan kembali menyeruak, tubuhku sepertinya sedang berbaring. Samar-samar aroma obat memasuki indra penciumanku, dan ada sebuah tangan yang menggenggam erat tanganku. Isakan tangis pun terdengar, meski samar-samar tapi aku tahu ini suara tangis seorang wanita.
‘sepertinya aku ada di rumah sakit. apa aku berhasil selamat dari kecelakaan itu? jika iya maka syukurlah, ehh tunggu bagaimana dengan Egi?!’
“hiks... Nona, sadarlah... apa anda akan pergi menyusul nyonya?.. hiks”
‘hah? Nona? Siapa perempuan ini? Kenapa dia memanggilku nona?’
Aku tidak mungkin bertransmigrasi ke dalam tubuh seorang bangsawan atau sejenisnya itu kan?
Aku sedikit menggerakan tangan, dan berhasil, secara perlahan namun pasti jari-jari tanganku berhasil bergerak. Selanjutnya aku berusaha membuka mata. Hal yang aku lihat pertama kali adalah sebuah atap putih khas rumah sakit.
“nona! Anda sudah sadar!”
Astaga, tolong kecilkan suaramu bibi. Baru juga sadar aku sudah mendapat sebuah pekikan. Aku mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam retina mataku.
“syukurlah, Nona Risa anda sudah sadar.. bibi akan panggil Dokter Ryo sebentar ya”
“e-eh seben-tar Bi... emm bibi ini siapa ya? Kenapa bibi ada disini, dimana orang tua saya. Dan bagamana kondisi kekasih saya?”
Wanita paruh baya itu menunjukan reaksi terkejut, ia bahkan menutup mulutnya dengat tangan. Tapi sebentar, aku sepertinya tidak asing dengan wajah wanita ini, dimana aku pernah melihatnya ya.
“nona... Nona tidak mengenal bibi? Ini Bibi Yui Ito nona...”
Aku membelalakan mata, terkejut saat wanita itu menyebut namanya. Yui Ito?! Itu kan nama salah satu aktris ‘StagePlay Naruto Live Stage’ !! jika diperhatikan lagi, wajah nya memang mirip dengan Yui tapi tidak mungkin kan?!
“Nona tunggu sebentar bibi akan memanggil dokter Ryo”
“eehh...”
Belum sempat aku bertanya lebih lanjut, Bibi Yui sudah keluar ruangan. Sebenarnya apa yang terjadi disini? Mata ku menyapu ke seluruh ruangan. Ini adalah kamar rumah sakit, ukurannya cukup luas, sepertinya kamar ini adalah sebuah kamar VIP terlihat dari interior kamar ini. Ada beberapa sofa dengan meja kecil ditengahnya. Lalu ada juga sebuah televisi.
‘perabotan disini sama seperti rumah sakit biasa artinya aku masih di dunia modern, tapi ini dimana sih? Bibi yang bernama Yui tadi bilang akan memanggil dokter Ryo kan ya?’
Mendengar nama Ryo, ada satu orang yang terlintas dibenakku. Orang itu adalah Mitsuya Ryo, salah satu aktor Stageplay TeniMyu dan juga salah satu aktor yang aku suka. Jika benar ini adalah Ryo yang sama artinya aktor kesukaanku yang lainnya kemungkinan besar juga ada di dunia ini.
“dasar anak tidak tau diuntung!! Kami sudah merawatmu dan menjagamu tapi kau malah membalas dengan membuat istriku kehilangan nyawanya!!”
“kau bukan adikku!! Aku tidak akan pernah memaafkanmu karena kau telah merebut ibu dariku!!”
“aku membencimu!!”
“gadis tidak tau diri, sudah bagus Zhan ge masih berlaku baik padamu.... tapi kau malah membuatnya repot”
“Risa, ayo makan bersama di atap sekolah”
“lebih baik kau mati saja dari pada menyusahkan orang lain”
‘apa ini?! Kenapa banyak ingatan muncul dikepalaku?! Atau jangan-jangan ini ingatan terakhir dari gadis ini?’
Semua ingatan muncul bertubi-tubi membuat kepalaku terasa mau pecah. Dalam ingatan itu ada beberapa orang yang aku kenal diantaranya Ueda Keisuke, Oogoe Yuuki, Shison Jun, Wang Yibo dan Xiao Zhan. Tapi dilihat dari ingatan gadis ini sepertinya hubungan sang gadis dengan orang-orang tadi sangat buruk. Baru saja aku senang karena berfikir hidup di dunia yang penuh dengan idolaku tapi ternyata hubunganku dengan mereka sangat buruk. Dan sepertinya semua orang ini mengharapkan kematiannya, bahkan sampai ada yang berani mendorongnya dari atas gedung.
Aku menghela nafas, lalu terdengar suara pintu dibuka.
Ceklek
Aku spontan menoleh ke arah pintu, selain Bibi Yui ada sekitar tiga pemuda yang berjalan dibelakangnya, aku sedkit menelengkan kepala untuk melihat siapa ketiga pemuda itu.
‘waah beneran Mitsuya Ryo! Bahkan dibelakangnya juga ada Zhen Fanxing dan Koseki Yuuta’
“Nona kenapa anda melamun?”
Ehh, astaga sepertinya tanpa sadar aku melamun karena asik membayangkan apa idolaku yang lain juga ada disini
“a-ah tidak bi, ngomong-ngomong kalian siapa ya?,” tanyaku. Padahal jelas-jelas aku tahu siapa mereka, tapi apa salahnya memastikan sebentar?
“hah Risa kau melupakan aku?! Aku sahabatmu sejak kita masuk Junior High School?!”
‘aww aww, iya iya maafkan aku jika lupa tapi bisa tidak kau berhenti menggoyangkan tubuhku hah?!’
“Yuuta berhenti, kau akan membuat Risa sakit, jangan lupa dia baru saja kecelakaan kemarin”
Mendengar suara Fanxing aku langsung menatap kearahnya, Yuuta pun sudah melepaskan pegangannya pada bahuku dan berhenti mengguncang tubuhku.
Mitsuya Ryo –yang saat ini dikenal dengan dokter Ryo –menghampiriku, senyuman teduh dan tulus mengembang di wajahnya, tanpa sadar wajahku terasa panas dan sepertinya agak memerah
“sepertinya benturan di kepalamu sangat keras, apa kau tidak ingat aku siapa?”
Aku menjerit dalam hati, ‘aku tau!! Aku tau siapa kau, hanya saja kau berbeda dengan orang yang aku kenal!’. Aku melirik ke arah Yuuta, Fanxing dan Yui –atau mungkin yang dipanggil bibi Yui oleh gadis pemilik tubuh ini.
Aku sedikit berbisik “a—ku ingat, eeh tapi agak samar.... Fanxing, Yuuta, Bibi Yui dan Dokter Ryo.. benarkan?”
Fanxing, Yuuta dan Bibi Yui serentak menghela nafas lega. Dokter Ryo pun tersenyum sangat manis.
‘astaga, pemandagan ini tidak baik bagi jantungku, tiba-tiba saja jantungku berdetak dengan cepat.’
Aku memang tidak mengingat banyak hal, untuk saat ini aku hanya tau tubuh yang aku tempati ini siapa dan alasan kenapa dia bisa berada dirumah sakit dengan hanya seorang pengasuh dan teman-temannya yang menungguinya. Gadis ini bernama Ueda Risa –bahkan nama kami pun sama entah kebetulan macam apa ini –putri angkat keluarga Ueda. Risa diangkat anak oleh keluarga itu saat ia berusia 10 tahun dan kini usianya sudah 16 tahun, yang artinya sudah 6 tahun Risa tinggal di kediaman Ueda. Namun naas sang ibu angkat meninggal setahun yang lalu karena menggantikan Risa yang hampir tertabrak mobil.
Risa kecil sangat syok saat itu, Nyonya Ueda dinyatakan meninggal ditempat kejadian, tanpa bisa diselamatkan. Tuan Ueda, Keisuke sangat marah saat mendengar kabar itu, ia yang dari awal tidak menyukai Risa pun semakin membencinya, begitu juga dengan kedua putranya, Jun dan Yuuki. Selama setahun setelah kematian Nyonya Ueda, Risa dirawat oleh Bibi Yui, tidak pernah ada perlakuan hangat untuknya dikeluarga Ueda.
Teman pun ia tidak memilikinya, hanya beberapa orang yang sudi berteman dengannya dan tidak memikirkan statusnya yang hanya anak angkat yang berasal dari jalanan. Diantaranya adalah Yuuta dan Fanxing, orang yang saat ini berada didepan Risa. Bahkan disekolah Risa pun mendapat bully an, jika saja Yuuta dan Fanxing tidak berada di sisinya entah apa yang akan terjadi pada gadis ini.
Alasan kenapa Risa bisa ada di rumah sakit, dari sekilas ingatan sepertinya karena dirinya yang di jebak oleh teman-temannya, saat itu ada seorang gadis yang memanggil Risa dan mengajaknya makan siang di atap, Fanxing dan Yuuta tidak ada bersamanya dan jadilah dia meng iya kan ajakan itu, sesampainya dia di atap ternyata sudah ada 5 orang yang menunggu nya. Kelima orang itu memukul dan menendang Risa lalu mereka mendorong Risa dari atap. Pasti karena insiden itu ‘Risa’ yang asli sudah meninggal, dan akhirnya jiwaku yang mengisi tubuh ini.
Selain Yuuta dan Fanxing, sepertinya ada satu orang lagi yang peduli pada gadis ini, orang itu adalah Xiao Zhan.
‘Zhan ge memang selalu baik entah di kehidupan baruku ini atau di kehidupan lamaku, aku tidak sabar untuk bertemu dengannya’
Yuuta, “Risa!! Dari tadi kau melamun terus? Apa lukamu ada yang sakit?”
Aku tersentak dan reflek melihat ke arah Yuuta. Kepalaku tiba-tiba pusing, mungkin karena ingatan dari pemilik tubuh ini yang datang tiba-tiba. Aku berusaha menghilangkan pusing itu lalu bertanya pada Ryo, “a-ah ti-dak kok, aku hanya pusing karena aku mulai mengingat semua, ehm dok bisakah aku pulang hari ini?”
Raut wajah terkejut tercetak jelas di wajah keempat orang ini, entah apa yang membuat mereka terkejut. Apa karna ucapanku yang meminta untuk pulang atau ucapanku yang bilang bahwa aku sudah ingat semua.
Fanxing, “tapi Risa kau baru saja sadar”
Ryo, “benar, dan satu lagi, lukamu cukup parah, ditambah lagi kau mempunyai riwayat penyakit gagal jantung, kecelakaan kemarin membuat keadaan jantungmu semakin parah. Lagipula kenapa kau ingin mengakhiri hidupmu hah?!”
Aku tersenyum miris, yang semua orang tau kecelakaan itu adalah perbuatan Risa yang berniat bunuh diri, padahal bukan. Tetapi ada satu hal yang harus aku pastikan dan untuk itu aku harus keluar secepatnya dari sini. Aku memasang wajah memelas, ‘oh ayolah aku ingin bertemu Yuuki dan Jun, juga Keisuke, Zhan ge dan Yibo...’
“aku mohon dok, aku akan hati-hati dan akan selalu chek up jadi izinkan aku pulang ya? Ya~ ya~”
...づつく...
Setelah sempat berdebat selama hampir dua jam akhirnya Ryo membiarkan aku pulang dengan syarat setiap bulan aku harus chek up ke rumah sakit minimal dua kali. Tentu saja itu hal yang mudah untuk disanggupi. Kini aku dan Bibi Yui sedang ada di mobil milik Fanxing, awalnya aku sempat menolak tapi Fanxing dan Yuuta sangat keras kepala dan memaksa untuk mengantar, karena tidak ingin ada perdebatan sesi kedua akhirnya aku meng iya kan saja.
Tapi pikiranku masih tidak tenang, bagaimana keadaan Egi sekarang? Apa dia selamat dari kecelakaan itu atau tidak? Atau apa dia juga ikut kedunia ini?
‘hhh padahal sebentar lagi kami akan bertunangan kenapa lagi-lagi Tuhan memisahkan kami begini?! Sebenarnya kesalahan apa yang aku buat hingga mendapat cobaan begini beratnya?!’
“...na, Nona Risa!”
“e-eh i-iya bi?”
‘astaga terkejut aku, bisa tidak sih kalian berhenti mengagetkanku? Lupa ya jika jantungku agak lemah?!’
“kita sudah sampai rumahmu, Risa.... sampai kapan kau akan melamun hah?”
“o-oh begitu ya?”
Aku menatap ke arah Yuuta, lalu Bibi Yui pun membuka pintu mobil dan menuntunku keluar. Begitu juga dengan Fanxing, dia langsung merangkul bahuku, sedangkan Yuuta membantuku membawa tas yang sebelumnya dibawa Bibi Yui. Kami berjalan bersama kedalam rumah.
‘bahagianya bisa dirangkul idola~...maafkan aku Egi sepertinya aku akan betah tinggal di dunia ini, kapan lagi kan aku bisa merasakan hal ini? Tunggu sampai aku bisa bertemu Zhan ge nanti’
Rumah Ueda terlihat sepi, bahkan pekerja rumah pun hanya ada seorang satpam, seorang tukang kebun dan dua orang pelayan, mungkin dihitung menjadi tiga jika ditambah Bibi Yui.
“Risa kau besok jangan sekolah dulu, pulihkan tenagamu dulu” ucap Fanxing yang dengan perlahan menuntunku untuk duduk di sofa, kami sudah masuk kedalam rumah. Bibi Yui membereskan barang-barangku berupa beberapa pakaian dan obat dari Dokter Ryo.
“hmm tidak... aku mau sekolah besok, lagipula sayang kan jika aku ketinggalan pelajaran” ucapku sambil duduk di sofa, Fanxing dan Yuuta mendudukan diri mereka masing-masing di kanan dan kiri ku. Lalu Bibi Yui keluar dengan dua gelas jus jeruk dan segelas teh hangat juga beberapa cemilan kecil seperti biskuit dan makanan ringan.
“hah sejak kapan kau perduli dengan pelajaran?” tanya Yuuta dengan wajah terkejut
Oh ya aku lupa, dari ingatan gadis ini, ‘Risa’ bukanlah seorang gadis yang peduli tentang pendidikan atau apapun itu, di sekolah ia hanya ingin mencari kesenangan dan perhatian dari orang-orang, selama beberapa tahun dia belajar dengan giat hanya untuk membuat ayah dan kedua kakak angkatnya menyayangi dan bangga padanya, sama seperti sang ibu yang selalu memujinya jika mendapat nilai bagus dan menyemangatinya jika mendapat nilai buruk. Namun semenjak kematian sang ibu membuat Risa menjadi malas belajar dan berubah menjadi gadis yang menjengkelkan, karena sangat manja dan mengganggu –bagi sebagian orang.
“sejak hari ini, karena aku sadar bahwa tidak ada yang akan menyayangiku lagi semenjak kepergian ibu, jadi lebih baik aku berusaha agar aku tidak kesulitan di masa mendatang bukan?” aku menjawab sambil menunduk, berpura-pura sedih –ya walau kuakui bahwa aku sungguhan sedih dan hampir menangis saat ini. Suara ku agak bergetar karena menahan tangis.
Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan. Yuuta dan Fanxing sama-sama memelukku. Bahkan Fanxing pun membelai lembut rambutku. “kami ada untukmu dan akan selalu menyayangi dan melindungimu, kau tenang saja” ucap Fanxing.
Air mata yang tadinya ingin aku tahan tiba-tiba mengalir tanpa henti, isakan-isakan kecil berubah menjadi tangisan, aku menangis di pelukan kedua idolaku, aku agak heran sebenarnya, ini tangisan karena sedih atau malah karena bahagia?.
‘Risa kau tenang saja aku akan membuat semua orang di sekitar mu akan menyayangi mu, serahkan saja padaku’ tekadku dalam hati. Akan aku buat semua orang ini menjadi budak cinta seorang Ueda Risa.
***
“huh aku lelah menangis, mataku jadi bengkak begini”
Fanxing dan Yuuta sudah pulang sejak tadi, kini aku berada dikamar milik ‘Risa’. Kamar bernuansa putih biru ini benar-benar menunjukan sisi feminim ‘Risa’. Seluruh bagian mulai dari dinding yang perabotan didominasi warna biru muda dan putih.
Ruangan berukuran 8x8 ini berisi sebuah kasur berukuran Queen size dua nakas kecil di sisi kiri dan kanan tempat tidur, lalu ada sebuah lemari baju berwarna putih yang terletak menghadap kasur, di pintu lemari pun terdapat sebuah cermin full body. Lalu tepat di depan kasur ada sebuah meja belajar dengan beberapa buku tergeletak diatasnya.
Aku menatap pantulan diriku di depan cermin, lebih tepatnya tampilan dari tubuh Ueda Risa.
Tampilan fisikku saat ini tidak jauh berbeda dari penampilanku di kehidupan lalu, mata hitam besar dan wajah bulat, bibir tipis berwarna pink alami serta hidung mancung yang mungil. Hanya saja Ueda Risa ini memiliki rambut hitam panjang sepinggang sedangkan rambutku di kehidupan lalu hanya sebatas bahu, hanya itu saja yang membedakan penampilan kami.
‘hmm cantik juga aku jika berambut panjang begini, kenapa aku tidak pernah mencoba memanjangkan rambut dulu ya?’ ucap ku sembari mengelus dan mengikat rambut panjangku menjadi twin tail .
Tok tok tok
“Nona, Tuan dan kedua Tuan Muda sudah pulang, dan Tuan bilang Nona harus ikut makan malam sekarang,” sejenak tubuhku menegang saat mendengar ucapan Bibi Yui.
‘hah apa?! kenapa mereka ingin makan malam bersama?! Biasanya kan mereka akan makan tanpa Risa kenapa sekarang harus bersama’
“nona? Apa anda sedang tidur?”
“a-ah tidak Bi.. ba-baiklah aku akan keluar, tunggu sebentar”
“baik nona”
Aku bergegas menyelesaikan kegiatan menata rambutku, kini rambut panjangku sudah rapih, sejenak aku menarik nafas dan merapikan penampilanku. Sekali lagi aku memeriksa penampilanku di depan cermin, lalu bergegas menuju ruang makan.
‘tenang Risa, paling nanti mereka hanya mengacuhkan mu, sekejam apapun mereka pasti Keisuke tidak akan tega mengusirmu dari sini’
Aku berjalan dibelakang Bibi Yui sambil mengelus dada, sejak keluar kamar jantung ku sangat berdebar-debar. Entah karena alasan aku akan bertemu dengan orang-orang yang merupakan idolaku atau karena alasan lain.
Aku pun sampai diruang makan. Jun, Yuuki dan Keisuke sudah ada disana. Mereka duduk saling berdekatan di meja makan yang berukuran persegi panjang itu. Namun tempat ku duduk malah berjauhan dengan mereka, hanya aku sendiri. Aku sedikit menghela nafas sebelum duduk ke tempatku, tatapan Jun sangat tajam hingga aku merasa aku bisa mati hanya karena tatapan itu.
“se-selamat malam Tuan dan Tuan Muda”
“uhuk uhuk” aku melirik Jun dan Yuuki yang tiba-tiba saja tersedak.
‘hah kenapa mereka?’ lalu aku melirik ke arah Keisuke, tubuhnya sepertinya sedikit tersentak? Apa karena panggilanku pada mereka?
“ekhem... Risa ada yang ingin aku beri tau padamu” Suara Keisuke memecah keheningan di meja makan. Aku mengangguk sambil memakan makanan ku.
“setelah ulang tahunmu yang ke 18 aku akan mencabut hak adopsiku padamu, dan saat itu kau harus keluar dari rumah ini” lanjut Keisuke.
“uhuk uhuk .. ehh kenapa Tuan?” oke sekarang gantian aku yang tersedak, ayo lah baru tadi aku mencoba berfikir positif bahwa Keisuke tidak akan mengusirku, tapi kenapa yang terjadi malah kebalikannya.
“heh dasar tidak tau diri!, kau benar-benar tidak tau alasannya hah?!” tubuhku tersentak saat Jun membentakku. Ini pertama kalinya ada yang membentakku, bahkan keluargaku tidak pernah ada yang berkata dengan nada tinggi padaku.
Aku menunduk semakin dalam, ingatan ‘Risa’ tentang kematian nyonya Ueda pun terlintas di pikiranku. ‘apa karena kejadian itu? tapi itukan juga bukan kesalahan ‘Risa’ kenapa kalian sangat membenci gadis ini?’
“ma-maaf... ba-baiklah Tuan saya akan menurut”
Seketika suasana hening, hingga Yuuki berbicara “ka-kau bilang apa tadi? maaf? Kau pikir dengan maaf mu itu Ibuku akan kembali hah?!” suaranya agak bergetar, dia benar-benar terlihat emosi.
“saya tau itu tidak akan merubah apapun Tuan Muda, tapi setidaknya izinkan saya untuk mengatakan hal itu... maaf karena sudah membuat kalian kehilangan orang yang sangat berharga... dan maaf karena saya sudah merusak keluarga kalian...” aku sedikit menjeda karena ragu untuk mengatakan hal selanjutnya namun aku berusaha memberanikan diri, ini adalah langkah awal untuk membuat mereka jadi bucin padaku.
“ta-tapi Tuan, masih perlu dua tahun lagi sampai aku berumur 18, emm sampai saat itu tiba saya masih berada di bawah tanggung jawab Tuan kan?”
Aku menatap lurus kearah Keisuke dan meilirik sekilas ke arah Jun dan Yuuki, ‘rasanya aku lebih suka melihat mereka di layar laptop dibanding melihat aslinya begini, tolong kembalikan Jun, Yuuki dan Keisuke ku yang lucu dan imut... kenapa mereka jadi menyeramkan begini?!’
Membayangkan betapa berbedanya sifat mereka di dunia ini dengan dunia ku membuat air mata menggenang di pelupuk mataku, saat aku berkedip air mata itu langsung jatuh. Sesaat aku melihat Keisuke kembali menegang saat melihatku. Entah apa yang dia pikirkan tapi dia langsung menoleh ke samping, seperti terlihat menghindari tatapan mataku.
“cih kau ini memang gadis yang tidak tau diri ya!” ucapan Jun tidak aku indahkan, ‘sabar Risa sabar, tunggu sampai mereka benar-benar menjadi bucinanmu nanti dan kau bisa membalas mereka’
“iya tentu saja, selama dua tahun kedepan aku akan memberi uang padamu tiap bulan, dan masih akan menanggung biaya sekolah mu hingga lulus sekolah menengah atas, tapi hanya sampai sana, setelah itu kau harus pindah dari rumah ini dan tidak boleh lagi menampakan wajah mu di sekitar kami”
Stab
Rasanya ada panah imajiner yang menusuk hatiku, sebenci itukah kalian pada ‘Risa’?!... hhh setidaknya aku masih akan mendapat uang saku, akan aku tabung dan kubelikan rumah nanti.
Jun dan Yuuki tersenyum, ahh tidak lebih tepatnya mereka sedang mengejekku dengan dalih tersenyum. Dengan berat hati aku menjawab, “baiklah terima kasih atas kebaikan Tuan”
......づつく......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!