Cahaya mentari pagi tampak mengintip dari balik sebuah tirai yang terbuat dari kain satin berwarna putih tulang. Hembusan angin pagi menyapa seorang gadis yang masih bersembunyi di balik sebuah selimut tebal.
Dengkuran halus masih terdengar menghiasi kamar Kimora Candy Anastasya. Gadis berlesung pipit itu rupanya lupa dengan janjinya semalam kepada sang ayah.
"Di mana Kimora, Bik?"
"Masih tertidur, Tuan."
"Cih, katanya mau membuktikan jika dirinya bisa hidup mandiri, masa jam segini belum bangun?"
Tuan Park menoleh ke arah putri sulungnya.
"Audrey, bagaimana dengan pekerjaanmu di Rumah Sakit?"
Audrey meletakkan garpu dan pisau lalu menjawab pertanyaan dari ayahnya.
"Semuanya lancar, Ayah."
"Baguslah, Ayah berharap jika kamu tidak mengecewakan mendiang ibumu."
Audrey mengangguk patuh, lalu setelahnya berpamitan untuk segera berangkat bekerja.
Bisik-bisik dari para pelayan yang setia berbaris rapi di samping tempat tidur Kimora tidak membuat sang putri terusik sedikit pun.
Langkah kaki Tuan Park Baek Hyeon terdengar menapaki setiap tangga yang mengarah ke kamar Kimora. Bulu-bulu lentik nan panjang itu bergerak-gerak ketika salah satu pelayan mencoba membangunkannya.
Salah satu pelayan membuka tirai jendela kamar agar cahaya matahari bisa masuk sepenuhnya. Bukannya bangun, Kimora tampak semakin menutupi tubuhnya dengan selimut.
Kini langkah kaki sang ayah berhenti tepat di samping ranjang Kimora.
"Ehem, Kimora ...." panggilnya dengan nada yang lembut kepada sang putri.
Sontak saja Kimora terkejut ketika mendengar suara ayahnya.
"Bagaimana Ayah bisa berada di sini?" ucap Kimora sambil mengusap kedua bola matanya.
Tidak lama kemudian ia segera bangkit dari tempat tidur. Apalagi setelah mendapati sang ayah tersenyum manis ke arahnya.
"Ayah, ngapain di kamar Kimora?"
"Apakah Ayah salah datang ke sini? Padahal niat hati hanya untuk menagih janjimu kepada Ayah semalam, loh?"
"Astaga, Ayah!" pekik Kimora kesal hendak melempar bantal ke arah ayahnya yang sudah berpakaian rapi.
Meskipun ia ingat akan janjinya, tetapi Kimora mencoba menutupi. Dengan sigap tangan Tuan Park menepis bantal terbang itu, lalu merapikan jas miliknya sambil tersenyum mengejek ke arah Kimora.
“Ayaaahh!” pekik Kimora kesal.
Meskipun sudah berusia matang, tetapi ayah dari dua orang putri itu tetap saja tampan dan terkadang suka jahil kepada putrinya.
"Ayah tunggu di bawah Kimora, Sayang.”
“Ingat janjimu semalam tidak boleh ditarik kembali!" ucapnya mengingatkan sang putri.
"Iya, iya! Kimora segera turun!" ucap Kimora sambil mencebik kesal.
Rasanya bibir mungil Kimora ingin mengumpat, tetapi tertahan. Hidup bagai seorang putri membuat Kimora merasa bosan dengan kehidupan yang monoton dan serba ada. Sehingga tanpa berpikir panjang, ia justru membuat perjanjian aneh dengan ayahnya sendiri.
"Semua gara-gara, Ayah!" pekiknya kesal.
Seperti biasa, terlihat beberapa pelayan berbaris rapi di samping ranjang Kimora hanya untuk membantu bersiap-siap. Sudah lebih dari dua puluh tahun kehidupan Kimora selalu monoton.
Kimora justru merasa iri dengan kakak perempuannya Audrey yang diperlakukan berbeda dengannya. Audrey tumbuh mandiri, sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkarir di Rumah Sakit.
"Kenapa, Ayah selalu memperlakukan aku seperti anak kecil, sih! Padahal aku bisa melakukannya sendiri!"
Omelan demi omelan terdengar indah memenuhi kamar Kimora setiap pagi. Namun, semua pelayan seolah tuli dan tidak pernah bosan mendengarkan ocehan Kimora.
Rambut lurus dengan ujung dibuat ikal lengkap dengan sebuah poni semakin membuat gadis berlesung pipit itu terlihat seperti anak remaja. Bola matanya yang belo khas orang Asia membuat Tuan Park sangat tidak rela jika putrinya terluka.
Oleh karena itu, ia selalu menyiapkan beberapa bodyguard untuk menjaga Kimora kemanapun ia pergi. Tidak membutuhkan waktu lama, kini Kimora sudah bergabung dengan ayah dan kakaknya.
"Ayah! Kimora tidak mau banyak pengawal hari ini. Apalagi ini hari pertama Kimora bekerja!"
Tuan Park hanya tersenyum menanggapi rasa protes dari putrinya tersebut. Tanpa banyak bicara ia memberikan perintah secara langsung.
"Pengawal, untuk hari ini lakukan sesuai dengan perintah Nona Muda, mengerti!"
"Siap, laksanakan Tuan."
"Dengar baik-baik, jangan dekat-dekat denganku atau kalian aku pecat!" ucap Kimora tampak mengancam sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah para bodyguard.
Tampak semua bodyguard menunduk hormat pada Kimora. Tuan Park mengusap sudut bibirnya dengan sebuah tissu lalu bersiap pergi bekerja menyusul putri sulungnya. Tidak lupa ia mengecup kening Kimora sebelum pergi.
"Jangan berbuat hal aneh dan memalukan! Ingat ijin dari Ayah mahal harganya! Belajarlah bertanggung jawablah untuk semua tindakan yang akan kamu ambil!"
"Siap, Ayah. Aku tidak akan mengecewakanmu, terima kasih."
Senyum Kimora tersungging sempurna sambil menatap kepergian sang ayah.
"Untung ayah ganteng, kalau enggak mana mungkin putrinya secantik aku!"
Kimora menatap penampilannya lalu bersiap pergi.
"Semangat Kimora, kamu harus bisa menghasilkan uang sendiri kali ini. Tunjukkan pada dunia jika dirimu spesial dan mampu berdiri di atas kedua kakimu sendiri."
Tampak Kimora terus menyemangati dirinya.
"Ingat, kebebasan akan segera kamu raih setelah kamu sukses, semangat!"
Semalam Kimora telah membuat perjanjian dengan sang Ayah Park Baek Hyeon. Isi perjanjiannya tersebut adalah jika Kimora bisa menghasilkan uang dengan kerja kerasnya sendiri, maka ia akan mendapatkan kebebasan penuh dari semua aturan Keluarga Park.
Deal, ternyata Tuan Park setuju. Mulai hari ini Kimora akan mencoba peruntungan di dunia artis. Untuk hari yang spesial Kimora hanya didampingi oleh dua bodyguard yaitu Jim dan Seok.
...👑Lokasi casting....
"Huft, jadi artis harus antri seperti ini? OMG, aku kepanasan ...." tangan Kimora tampak mengusap peluh di wajah, tetapi hasilnya sama, tetap gerah.
Tuan Park sengaja menguji putrinya hari itu. Beliau tidak menggunakan kedudukannya untuk menyuap sutradara dan lebih membiarkan Kimora berjuang sendirian bersama calon artis yang lainnya.
Tanpa sengaja Abigail melewati barisan para artis pendatang baru. Meskipun wajahnya ditutup dengan masker, tidak mengurangi ketampanan yang ia miliki.
Abigail Xavier Davinci, seorang vampire dengan tinggi 180 cm, kulit putih, wajah tampan khas Eropa. Menggantungkan hidupnya sebagai pemain figuran atau lebih sering membantu para kru dalam persiapan syuting. Kebetulan hari ini ia harus membantu pihak penerima artis pendatang baru.
Sorot mata Kimora tampak memicing ketika melihat pria tampan. "Uwu, kenapa bisa ada lelaki tampan seperti dia!"
Sontak jiwa ABG di dalam hati Kimora menjerit. Semasa masih sekolah menengah atas, Kimora tidak pernah bisa bebas berinteraksi dengan kaum adam. Sehingga sangat wajar jika kali ini ia ingin sekali merasakan apa yang disebut dengan pacaran.
Tiba-tiba Seok datang dan membawakan soft drink untuknya.
"Maaf, Nona Muda ini minuman pesanan Anda."
Namun, kedatangan Seok justru menutupi wajah Abigail dan mematik amarah di hati Kimora.
"Seok, minggir!" pekik Kimora kesal.
Tangan Kimora mendorong tubuh Seok agar tidak menutup aksesnya untuk menatap Abigail. Insting Abigail sangat tajam. Merasa diperhatikan Abigail merapatkan topi hingga berhasil menutupi wajahnya hingga separuh.
Hal itu membuat Kimora semakin memimpikan pria tampan itu. Sontak saja kedua mata Abigail memicing tajam ke arahnya.
Karena tugas Abigail adalah memanggil satu persatu calon peserta casting, mau tidak mau ia harus mendekati Kimora. Apalagi ketika sedari tadi panggilannya justru diabaikan.
"Panggilan kepada Nona Kimora Candy Anastasya!" ucap Abigail tepat di depan tubuh Kimora.
"Sa-saya, Pak, eh Opa!"
Tiba-tiba saja lidah Kimora keseleo. Hanya untuk berbicara saja rasanya sudah gugup tidak karuan. Ditambah lagi ada makhluk tampan yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya.
"Silakan ikut saya masuk, ujian pertama Anda akan dilaksanakan di dalam. Tuan sutradara sudah menunggu Anda."
"Eh, iya ....” ucap Kimora gugup.
“Kirain mau ngajak jadian, opa!"
Ucapan Kimora terdengar melantur ketika ia berjalan di belakang Abigail.
"What's, dasar gadis gi-la!" rutuk Abigail di dalam hati.
Bukannya takut, Kimora justru bahagia bisa berjalan di belakang Abigail. Tidak lama mereka sudah tiba di depan ruang tes untuk Kimora.
"Jangan takut, anggap saja lagi ujian kuliah. Nggak susah banget kok soalnya!" bisik Abigail tepat di salah satu telinga Kimora.
Bagaikan tersengat aliran listrik, Kimora langsung mengangguk patuh.
"OMG, suaranya sungguh seksi!"
"Bagaimana dengan bentuk tubuhnya? Apakah seperti artis yang suka nge-gym dan berbentuk seperti roti sobek itu?"
Tanpa Kimora sadari pikiran jorok berkelana memenuhi setiap rongga di dalam otaknya. Sementara itu Abigail merasa haus segera menengguk air yang ditaruh di pinggangnya.
"Glek, glek ...."
Pandangan mata Kimora tidak berkedip sama sekali ketika melihat jakun Abigail naik turun ketika minum. Bagaikan melihat iklan minuman dingin rasanya begitu menyegarkan.
"Fix, dia harus jadi pacar gue!" ucap Kimora berapi-api.
Fokusnya kini tertuju pada bekas minuman yang tertinggal di sudut bibir Abigail.
"Opa, bolehkah aku mengusap bekas minuman di sudut bibirmu itu!" ucap Kimora sambil membawa sebuah tisu tepat di hadapan Abigail.
"OMG, nih orang apa setan sih, tiba-tiba bisa muncul di hadapan gue!"
......................
Akhirnya novel ini rilis guys, jangan lupa dukungannya selalu ya, karena novel ini ikut lomba percintaan Non-Human. Ditunggu kedatangannya ya🙏😘
Novel ongoing Fany yang lain tetap update guys jangan khawatir.
Terlahir sebagai seorang vampire, membuat Abigail Xavier Davinci harus menderita selama ratusan tahun. Hidup tidak tenang, mati pun tidak bisa. Kehidupannya sungguh abadi tetapi penuh kesepian.
Terpaksa berpisah dengan keluarganya karena perpindahan musim yang sangat signifikan, membuat keluarga besar Abigail tidak bisa berlama-lama tinggal di Korea.
“Serius kamu tidak ingin kembali bersama kami?” tanya Mama Abigail, Nyonya Meira
Sontak saja Abigail menggeleng. Lagi pula di dalam keluarganya, dia dianggap tidak berguna dan justru menjadi beban keluarga. Oleh karena itu ia ingin membuktikan jika dirinya juga bisa bertahan hidup meski tanpa keluarga besarnya.
“Kalau kalian ingin kembali, pergilah! Akan tetapi aku akan tetap bertahan di Kota dan negara ini.”
“Sudahlah, Ma. Dia memang anak yang tidak berbakti jadi sebaiknya kita tinggalkan saja dia di sini! Kita lihat apakah ia bisa bertahan di sini atau justru hancur bersama keserakahan manusia.”
Sorot mata Abigail menata tajam ke arah saudara laki-lakinya, Devan. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak karena kekuatannya jauh di atas Abigail.
Beberapa kenangan tersebut, ternyata masih diingat Abigail sampai saat ini. Terkadang membuat Abigail mengukir senyum. Namun, ternyata kenyataan tidak seindah impian.
Demi bertahan hidup Abigail harus bekerja untuk bisa bertahan hidup. Sebagai seorang vampire banyak sekali hal yang menjadi pantangan.
Ia harus mengkonsumsi darah agar ia tetap bisa hidup, meski banyak rintangan Abigail tetap bertahan.
Setelah ratusan tahun kemudian, akhirnya kehidupan mulai berubah. Abigail mulai bisa menyesuaikan dengan keadaan sekitarnya sama seperti yang dialaminya saat ia hidup di zaman modern.
Beruntung Abigail bertemu dengan Nyonya Anne, seorang pedagang daging segar dan darah beku, makanan favorit Abigail.
“Hai anak muda, kenapa kamu berjalan mondar-mandir di depan tokoku? Apakah kamu lapar atau kau tidak mempunyai uang untuk membeli daging?” gertak Nyonya Ane pertama kali melihat Abigail.
Bukannya menjawab, Abigail justru terdiam. Wajahnya yang pucat seringkali membuat orang lain mengira jika Abigail adalah orang aneh.
Tubuh tinggi menjulang, hidung mancung dan rambut pirang membuat ketampanan Abigail tampak sempurna dibandingkan dengan wujud lelaki biasa. Mungkin itulah daya tarik seorang vampir.
“Kau ini anak muda yang punya badan kekar, wajah tampan. Kenapa tidak mencoba untuk melamar jadi pemain figuran atau artis sekalian!”
“Memangnya ada pekerjaan seperti itu?” tanya Abigail heran.
Nyonya Ane mengangguk lalu segera meninggalkan tempatnya dan mengambil selebaran poster yang ia temukan saat pergi ke kota.
“Bacalah! Biar kamu tahu jika memang ada kesempatan emas. Cobalah pasti kau diterima!”
Tangan Abigail terulur untuk mengambil kertas itu dan membacanya.
“Benarkah semua yang tertulis di sini?”
“Iya, percayalah padaku.”
Saat Abigail beranjak pergi, salah satu tangan Nyonya Ane memberinya sebuah daging beku dan darah beku.
“Hai pemuda bawa ini! Anggap saja ini sedekah dariku. Mungkin cukup untuk bertahan selama satu minggu dan setelah kau mempunyai uang, kau bisa kembali lagi ke sini dan membeli sesuka hatimu.”
“Terima kasih banyak, Nyonya.”
Sedikit peluang itu rupanya tidak disia-siakan oleh Abigail. Mau tidak mau Abigail harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sebagai seorang pemuda yang sangat sehat ia mencoba melamar menjadi pemain figuran di sebuah industri perfilm-an sesuai dengan saran dari Nyonya Anne.
Akhirnya Abigail berhasil diterima. Ia menjadi pemain figuran di dalam sebuah industri perfilm-an. Wajah tampan, body mirip seorang atlit membuat Abigail diterima sebagai artis pengganti di dalam genre action.
Semua tawaran pekerjaan ia ambil. Lagi pula sebagai vampir ia tidak pernah merasa lelah.
Tubuhnya yang jarang terluka dan selalu bugar setiap saat, membuat ia dengan mudah mendapatkan banyak panggilan kerja.
Pundi-pundi uang didapatkan dengan mudah tidak membuat Abigail gila harta. Ia selalu mengumpulkan uang dan menukarnya dengan stok darah beku. Makanan favoritnya setiap saat.
Sayang, akhir-akhir ini ia bertemu dengan Kimora, gadis manja yang selalu merepotkan Abigail bahkan memaksanya untuk menjadi asisten dan ingin tinggal bersamanya.
“Ganteng, sini dong!” panggil Kimora tanpa rasa malu.
“Apakah urat nadi gadis ini sudah putus? Carmuk amat!”
Abigail membiarkan Kimora terus menerus memanggilnya. Tanpa rasa malu Kimora yang sedang dipoles make up justru mengerjarnya. Kondisi jalan yang licin membuatnya terjatuh ke kolam renang.
"Aargghhhh! To-toloooonnggg!"
Kimora yang tidak pandai berenang hampir saja tenggelam. Melihat Kimora terjatuh, dengan sigap dan kecepatan seorang vampir, Abigail berhasil menangkap tubuh Kimora dan membawanya ke atas.
Tubuh Kimora dibaringkan di atas lantai. Abigail hanya memandangi, tanpa mau menyentuhnya kembali.
Ternyata salah satu bodyguard Kimora yang mengetahui hal itu ikut panik, apalagi Kimora terlihat pingsan.
“Tolong kasih nafas buatan, dong! Nona muda belum siuman!”
Abigail tidak bertindak dan diam saja, hal itu sukses membuat Seok salah satu body guard Kimora semakin marah.
“Niat bantu orang nggak sih? Cepetan kasih nafas buatannya! Bukannya cepetan nolong, kalian justru bengong."
"Memangnya kamu mau tanggung jawab kalau Nona Muda sampai meninggal?”
Abigail sudah basah kuyup kini justru terlihat sangat pucat. Akan tetapi wajah cantik Kimora juga terlihat pucat, sehingga mau tidak mau ia pun memberikan nafas buatan padanya.
"Sial, karena gadis ini aku kehilangan ciuman pertamaku setelah ratusan tahun!"
Beberapa saat kemudian Kimora memberikan reaksi. Ia terbatuk dan jari-jari lentiknya mulai bergerak perlahan.
Abigail yang mengetahui jika Kimora sudah siuman segera melangkah pergi. Mencoba meninggalkan dan menghilangkan jejaknya dengan membiarkan Kimora tergelatak di pinggir kolam.
Saat kesadaran Kimora kembali, ia hanya menemukan sekelebat bayangan Abigail. Namun, ingatannya belum terlalu pulih sehingga hanya rasa pusing yang menderanya.
“Syukurlah kalau Nona Muda selamat!” seru Seok dengan wajah bersyukur.
Masih dalam keadaan linglung, tidak lama kemudian, Kimora dibawa ke klinik dan diperiksa dokter. Bersyukur keadaannya sudah baik-baik saja.
Abigail segera kembali ke rumah. Seperti biasa, terlebih dahulu ia membeli stok darah beku.
“Sudah pulang?” sapa Nyonya Ane ketika melihat Abigail.
“Sudah, Nyonya.”
“Mau pesan apa?”
“Seperti biasa!”
Dengan segera Nyonya Ane menyerahkan dua kantong plastik daging segar dan darah beku. Abigail tampak membayar dan segera berpamitan. Tidak ada pembicaraan lagi stekeh
Sosoknya yang misterius tidak pernah membuat Nyonya Anne curiga, dan justru ia suka karena Abigail sosok pemuda yang pendiam dan pekerja keras.
“Aku harap kau selalu bahagia, anak muda.”
Sepulang dari belanja, Abigail memasuki rumahnya yang berlapis. Di bagian depan memang tampak kumuh, tetapi di bagian belakang penuh dengan ruang rahasia.
Di balik almari, ia mempunyai sebuah pintu rahasia yang membawa ke ruang bawah tanah. Sebuah tempat dimana Abigail menyimpan darah beku dan makanan sehari-harinya.
Sebagai vampire sejati ia harus pandai menghemat uang sehingga asupan makanan agar tidak cepat habis. Semua barang yang dia beli selalu disimpan di dalam almari beku yang sangat besar.
Ia memang tinggal di kawasan kumuh, tetapi nyaman karena tidak pernah merasa terganggu dengan kesibukan manusia jaman modern. Lingkungan yang sepi membuat Abigail bebas melatih ilmunya.
Selain untuk bertahan, sebagai seorang vampire Abigail harus memiliki kekuatan luar biasa di atas rata-rata.
...👑Kediaman Kimora....
Saat ini Kimora sedang berada di dalam kamar. Merebahkan tubuhnya yang letih karena telah bekerja seharian.
“Apakah dia yang menolongku tadi? Kenapa dia diam saja dan tidak mengendongku seperti di film-film?”
Kimora menjejak-jejakkan kakinya di tempat tidur hingga membuatnya terlihat berantakan. Tempat tidur yang semula rapi kini sudah terlihat seperti kapal pecah.
“Nggak boleh, aku harus mendekati dia. Salah siapa kamu begitu ganteng dan sempurna. Tidak salah jika aku menaruh hati kepadamu, bukan?”
Kimora melompat dari tempat tidur menuju meja riasnya. Sambil mematut dirinya di depan cermin, Kimora juga mengagumi kecantikan yang ia miliki.
“Tunggu saja sampai aku bisa menaklukan hatimu, maka kau akan menjadi milikku seutuhnya.”
Kimora seperti tersihir oleh ketampanan Abigail. Tentu saja hal itu didapatkan karena ia adalah perpaduan yang sesuai antara manusia dan vampir. Belum lagi ras campuran Eropa yang lebih dominan membuat Abigail tampak sebagai lelaki sempurna.
Hal itu mampu menyihir mata kaum hawa. Termasuk para rekan kerjanya yang suka menyalah artikan perhatian dari Abigail sebagai rasa cinta.
Bersama Abigail para wanita bisa histeris karena terlalu mengaguminya. Jika mengingat hal itu justru membuat Abigail muak dan ingin segera kembali ke tempatnya.
“Manusia selalu sama, memuakkan!” umpatnya kesal.
......................
Jangan lupa dukungannya selalu ya, jangan lupa rate bintang limanya, Syukron 🙏
Merasa uring-uringan setiap waktu membuat Abigail terlihat semakin menakutkan. Wajahnya yang jarang tersenyum membuat para kru sedikit menjauhinya.
“Kenapa lagi dengan Abigail, apa ada yang menyinggungnya? Sama seperti ingin melahap orang saja!”
Kedatangan artis pendatang baru membuat pekerjaan Abigail bertambah banyak. Apalagi tugas yang diberikan olehnya sama sekali tidak masuk akal bahkan terkesan di luar jobdesk-nya.
“Kenapa wajahmu terlihat murung? Apakah karena terganggu dengan dia?” ucap salah satu kru saat menyapa Abigail yang sedang lewat.
Tangannya menunjuk ke arah Kimora yang sedang dirias. Bukannya menjawab pertanyaan dari kru tersebut, Abigail hanya memberikan tatapan dinginnya ke arah kru tersebut. Namun, dari tatapannya tersebut ia bisa tahu jika Kimora memang sangat menyebalkan.
“Bilang iya saja susah amat!”
Hanya demi meladeni setiap permintaan Kimora tersebut membuat pekerjaan Abigail kacau. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi apapun.
“Dasar manusia aneh, kenapa juga tadi pakai menegurnya!”
Akan tetapi selalu ada cara yang membuat Abigail harus tunduk kepada artis baru yang bernama Kimora tersebut. Sama seperti yang dilakukan olehnya barusan. Ketika melihat Abigail lewat tentu saja mulut Kimora terasa gatal dan segera menegurnya.
“Hai, manusia tampan tapi sombong, sini dong!”
Ada saja panggilan aneh yang ditujukan kepadanya. Aneh, Abigail sama sekali tidak terusik. Hanya saja beberapa kali ia tampak mengacuhkan Kimora jika suasana hatinya memburuk, sama seperti saat ini.
Merasa jika panggilan darinya diacuhkan, Kimora bergegas berlari ke arah Abigail dan membalikkan tubuhnya yang jangkung. Bulu mata Kimora menari-nari saat terkena hembusan angin membuat Abigail menatapnya dalam-dalam.
Dengan wajah polosnya, Kimora juga tidak melewatkan hal itu dan justru melambaikan tangan ke depan mata Abigail sekaligus tersenyum.
“Kau pasti terpesona akan kecantikanku?”
Sontak saja kru yang mendengar hal itu terkikik karena geli. Namun tidak dengan Abigail yang diam tanpa ekspresi.
“Kalau aku yang berada di posisi Abigail pasti aku bisa salah tingkah!”
“Ha ha ha, benar saja, untung saja itu Abigail. Si muka tembok yang tanpa ekspresi.”
Kasak kusuk yang terdengar sama sekali tidak membuat Abigail marah, justru yang marah adalah Kimora. Ia sampai menjejakkan kakinya karena kesal.
“Diam, kalian sebaiknya diam. Tidak usah bergosip.”
Amarah yang meletup-letup membuat seketika tubuh Kimora mengigil dan seolah tersengat aliran listrik. Ia bisa merasakan jika dari celah kakinya mengalir cairan kental berwarna merah.
Sontak saja Kimora berlari ke toilet dan membuat orang-orang heran dengan sikap Kimora. Akan tetapi indera penciuman Abigail sedikit terganggu dengan sesuatu hal.
“Bau darah?” gumamnya.
Belum selesai rasa keterkejutan Abigail ternyata datang salah seorang bodyguard yang menegurnya.
“Hei, kau apakan Nona Muda!”
Tangan salah satu bodyguard Kimora mencengkram leger Abigail dengan cepat.
“Aku tidak melakukan apapun. Jika kalian khawatir kenapa tidak mengerjarnya?”
Wajah dingin dari Abigail membuat bodyguard tersebut melepaskan cengkraman tangannya dan mengejar Kimora.
Menjadi satu tim bersama Kimora membuat Abigail tidak nyaman saat ini. Ingin rasanya ia meminta pindah bagian, setidaknya membuat pikirannya menjadi lebih jernih.
“Aduh kenapa dia datang saat ini? Datang di saat yang tidak tepat!”
Kimora baru menyadari jika saat ini ia datang bulan, dan hal itu sukses membuatnya terganggu. Apalagi saat ini ia tidak membawa pembalut.
“Bagaimana ini?”
Ketika Kimora sedang terlarut dalam pikirannya, tiba-tiba saja pintu kamar toiletnya diketuk dari luar. Suara Seok yang menggema membuat Kimora semakin panik dan kesal.
“Kalau kamu tidak bisa diam, sebaiknya kamu pergi dari sini dan lebih baik kau panggilkan Abigail kemari!”
“Ba-baik Nona muda.”
Dengan segera Seok segera berlari untuk menuju ke tempat di mana Abigail berada, menyampaikan keinginan Nona mudanya.
“Hai, pemuda kau yang bernama Abigail?”
“Hm.”
“Nona Muda menyuruhmu ke toilet, sekarang!”
“Untuk apa?”
“Entahlah, cepat kesana!”
Gaya bicara Abigail yang irit sangat membuat Seok kesal. Tanpa bilang makasih atau mengucapkan kata lain, Abigail segera menuju ke toilet tempat di mana Kimora berada.
“Abigail, tolong aku ....” rintih Kimora dari dalam toilet.
Bau darah itu semakin tercium hingga membuat taring Abigail muncul. Bola matanya berubah menjadi merah menyala.
“Katakan kau ingin apa?”
“Aku lagi datang bulan, bisakah kau membantuku membeli pembalut?”
“Apa itu pembalut?”
Dari dalam toilet, Kimora menyodorkan sebuah ponsel untuk menunjukkan merk dari pembalut yang diinginkan olehnya. Meskipun Abigail merasa dipermainkan tetapi ia tidak pernah bisa menolak permintaan dari seorang wanita.
Teringat ajaran dari ibunya yang selalu mengajarkan kebaikan di dalam hatinya membuat Abigail menghormati Kimora. Tidak berapa lama kemudian, Abigail sampai di supermarket.
Kedatangan Abigail mampu membuat mata para wanita tertuju padanya. Mereka histeris karena Abigail justru membeli barang milik wanita.
Tidak peduli dengan pandangan dari semua pengunjung supermarket, Abigail segera membayar dan kembali ke lokasi syuting.
“Ini barang pesananmu! Aku pergi.”
“Tunggu antarkan aku pulang!”
Perkataan dari Kimora membuat langkah kaki Abigail terhenti. “Hanya itu?”
“Iya, apa kau mau?”
“Hm, cepat keluar, jam kerjaku akan segera habis.”
“Baik, terima kasih,” ucap Kimora dengan berbinar.
Sikap Abigail yang manis membuat Kimora justru semakin jatuh cinta kepadanya. Tidak berapa lama kemudian Abigail dan Kimora bergegas meninggalkan lokasi syuting.
Kimora sedikit curiga pada Abigail yang sering memakai masker. Padahal hal itu ia gunakan untuk menutupi hidungnya yang terlalu sensitif ketika mencium bau darah Begitu pula dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.
“Bolehkah aku bertanya padamu?”
“Tidak!”
“Aku belum selesai berbicara kenapa kau justru memotong ucapanku?”
Abigail tidak menoleh sama sekali. Ia justru membiarkan hal itu. Sukses sikap Abigail yang menyebalkan membuat Kimora membuang muka.
“Kenapa dia tidak bisa bersikap lembut?”
“Sudah sampai! Aku turun!” ucap Abigail tampak ekspresi.
“Loh, sebaiknya kamu membawa pergi mobilku, bukankah tempatmu, jauh?”
“Tidak perlu, aku bisa naik angkutan umum.”
“Hei!”
Ucapan Kimora terpotong, ternyata Abigail sudah lebih dulu turun dari mobilnya dan meninggalkan dirinya sendirian. Ketika Kimora keluar dan mencoba melihat Abigail ia sudah kehilangan jejaknya.
Bahkan ia sampai mengucek matanya beberapa kali untuk memastikan yang dilihatnya tidak salah.
“Kau sedang melihat apa?”
Kedatangan Audrey membuat Kimora berjingkat.
“Kakak, kenapa kau tiba-tiba berdiri di situ? Sejak kapan kau datang?”
“Justru aku yang seharusnya bertanya padamu, kenapa kau justru bengong di sini. Sekarang sudah petang, ayo segera masuk!”
Meskipun kesal, Kimora segera masuk. Sementara itu Audrey yang sempat melihat sosok Abigail kembali menoleh ke arah belakang.
“Siapa sebenarnya lelaki tadi? Kenapa aku merasa aneh dan curiga kepadanya?”
Audrey tentu saja menaruh curiga dengan Abigail, apalagi ia menutup wajah dengan masker dan kaca mata hitam.
Audrey adalah seorang genius medis, ahli pembuat obat untuk segala macam penyakit, sekaligus merangkap sebagai psikolog. Oleh karena itu ia sangat mudah mendeteksi orang yang berperilaku aneh.
"Aku harus menyelidiki lelaki itu!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!