Since I Met You•
...🕊🕊🕊...
Di sebuah hutan Mauria yang terletak di daerah pedalaman Jawa, terdapat beberapa orang yang tengah menulusuri hutan untuk berkemah di atas Gunung. Tempat di mana semua orang pendaki akan berkemah.
“Cepat-cepat! Hari sudah mau gelap, kita harus segera berada di puncak gunung.” Ucap ketua kelompok yang memimpin jalan.
“Sencani ayo ...” Salah satu wanita menoleh kebelakang, melihat temannya yang tertinggal.
Perempuan cantik dengan rambut di kuncir kuda itu tersenyum dan mengangguk. “Oke.” Jawabnya sambil berlari menghampiri sahabat baiknya.
Ketika Sencani berlari ... dia tidak sengaja melihat jika tali sepatunya terlepas, hingga Sencani langsung berjongkok untuk membenarkan tali sepatunya.
"Kok bisa lepas."
Beberapa orang yang ada di belakangnya melewati Sencani sambil menepuk tas yang di gendongnya. “Kita duluan yaa ... jangan lama-lama,” Ucap beberapa orang yang melewati Sencani.
Sencani mendongkak dan tersenyum. “Oke, benerin tali sepatu aku yang lepas.” Jawabnya, lalu membenarkan tali sepatunya lagi.
“Ahh, selesai.” Sencani tersenyum lalu berjalan kembali menyusul rombonganya dari belakang.
Sencani sedikit berlari menyusul rombonganya, namun sangat di sayangkan jika dia berjalan ke arah yang salah ... di mana semua orang berjalan ke arah kiri, sedangkan Sencani ke arah kanan.
Namun anehnya, jalan yang baru saja Sencani lewati langsung tertutup oleh dedaunan yang lebat. Sehingga tidak ada orang yang akan tau jika Sencani baru saja melewatinya.
Ketika Sencani menginjakkan kaki di jalan yang salah, secara bersamaan di suatu tempat. Ada dua mata yang tiba-tiba terbuka, di mana dua mata itu sangat tajam dan buas ... bersinar terang dalam kegelapan.
Sosok itu merasakan kehadiran seseorang dengan bau harum yang sangat menyengat di indra penciuman nya yang sangat tajam, membuat sosok itu terbangun dari tidurnya lalu menghilang secara misterius.
Sementara Sencani masih berjalan dengan tenang, namun sedetik kemudian Sencani menghentikan langkahnya ketika dirinya tidak melihat ada orang di depanya.
“Teman-teman.” Panggil Sencani, dengan hati yang sudah tidak enak.
“Guys ... don't joke! Ini nggak lucu.” Teriak Sencani.
“Guys ...”
Sencani sedikit melebarkan langkahnya dengan tenang untuk mencari rombongan yang sudah meninggalkan dirinya, tapi Sencani yang peka menyadari jika dirinya tengah di perhatikan oleh sosok yang tidak kasat mata.
Sencani merasakan jika sedang di perhatikan dan di incar oleh sosok tidak terlihat, hingga ia merasakan jika dirinya terancam.
"Tuhan selamatkan aku." Gumam Sencani dengan langkah yang tergesa-gesa.
Ssssttt ...
Sosok mengerikan dengan bobot yang besar panjang, serta memiliki sisik sebesar telapak tangan bayi itu mengikuti Sencani dari belakang, tanpa menimbulkan suara apapun ... sosok itu begitu penasaran pada manusia yang sudah berani mengijakkan kaki di wilayahnya.
~
~
~
~
Hari yang senja perlahan menggelap dengan perlahan. Namun Sencani merasa jika dirinya semakin dalam masuk kedalam hutan yang konon Sencani dengar angker.
Peluh keringat dingin membanjiri wajah dan tubuh Sencani, ia terdiam di tempatnya saat merasakan jika sejak tadi ada yang tengah memperhatikan dirinya dari jauh.
Sencani langsung menoleh kebelakang, melihat dengan teliti. Tapi anehnya tidak ada apa-apa yang dia lihat di sekitarnya.
Sssttt ...
Uuugghh ... uugghh.
(Suara burung hantu di siang hari)
Sraaakkk.
Sencani mendengar suara yang aneh, ia melihat ke kanan dan ke kiri dengan jantung berdegub kencang.
Gluk.
(Menelan ludah dengan susah payah)
“Si-siapa itu ... heyy kalian jangan becanda dong.”
Sencani takut bukan main, “Heyyy ... apa ada orang?”
Grusuk!
...Grusuk!...
Sencani membelalakkan kedua matanya, kakinya mundur dengan perlahan saat ia merasa jika di semak-semak itu ada binatang buas yang siap menerkam dirinya.
Grusuk!
“Ma-ma- mamaaa ...” Teriak Sencani dengan kaki yang sudah berlari di tempat, lalu Sencani berlari dengan sekuat tenaga walau sedikit susah karna shock.
“Aaaaaaa ...”
Sencani berlari sebisa yang dia bisa, ia tidak perduli dengan apa yang dia tubruk di depannya. Yang pasti dia harus berlari sebelum ada binatang yang memangsa dan melahapnya secara bulat-bulat.
Bruugh!
“Aaaawww.”
Sencani tersandung akar pohon, hingga tubuhnya langsung tengkurap dan merasakan sakit yang luar biasa di bagian dengkul dan sikunya.
Namun itu tidak seberapa saat netra matanya melihat ke arah depan, di mana ada jurang yang sangat dalam dan curam yang hampir saja ia terjun bebas jika tidak ada akar pohon yang mencegahnya.
“Ya Tuhan!” Sencani langsung mundur karna takut.
Ia menyender di pohon dengan nafas memburu. Sungguh, ini adalah suatu pengalaman yang tidak bisa ia lupakan di seumur hidupnya ... Mungkin kenangan ini akan menjadi cerita untuk anak dan cucunya kelak.
Sencani yang merasa jika tenggorokan nya mengering, ia langsung mengambil air botol yang ada di dalam tasnya, tapi Sencani mendesah kecewa saat botol airnya kosong melompong.
“Ya Tuhan! Cobaan apa lagi ini, aaaaa... Mama.” Sencani merengek dengan sedih dan mengucek kedua matanya.
Saat ia membuka mata, ia tidak sengaja melihat ada ular berukuran kecil yang terjepit ranting kecil bergelantungan di ujung jurang. Sencani ragu, apa dia harus menolong ular itu atau membiarkan nya begitu saja.
“Heii Ular ... kau sedang kesulitan? Sama aku juga.” Ucap Sencani mengajak ular itu mengobrol. “Aku akan membantu mu, tapi jangan gigit aku yaa ... siapa tau kamu mau membantu ku keluar dari sini.”
Sencani berdiri dari duduknya, melihat kanan kiri mencari sesuatu untuk menolong ular itu. Sencani pun mengambil ranting yang cukup panjang dan mencoba untuk menolong ular kecil itu dengan hati-hati.
Setelah bersusah payah, akhirnya Sencani berhasil membebaskan ular itu hingga ular kecil itu meliuk ke dalam hutan tanpa menoleh padanya.
Sencani tersenyum dan melemparkan ranting itu kesembarang arah, lalu ia menepuk kedua tanganya karna sedikit kotor.
Ketika Sencani ingin melangkah, kakinya tidak sengaja terpeleset hingga Sencani jatuh dan bergelantungan di ujung jurang yang sangat dalam.
“Ahh-aaahh tidak!” Sencani terkejut bukan main, niat dirinya ingin menolong malah membuat nyawa nya ada di ujung tanduk.
“Aaahh ... aku masih mau hidup Tuhan, aku masih banyak dosa dan belum tobat padamu! Jujur kemarin aku baru mencuri jambu tetangga yang entah siapa pemiliknya, dan aku belum minta maaf pada si pemilik jambu itu, Tuhan ... ampuni aku.”
Sencani terus memohon pada sang maha pencipta untuk memaafkan dirinya, sambil bergerak untuk naik ke atas. Namun semakin ia bergerak, akar yang dia pegang pun terlihat akan putus.
“No! Seseorang tolong ...” Teriak Sencani sekuat tenaga, namun sialnya tidak ada seorang pun yang mendengar teriakan nya.
Sencani menangis takut, ia membayangkan jika dirinya mati di sini ... sudah di pastikan jika tidak ada seorang pun yang akan menemukan jasadnya.
“Seseorang tolong ...” Cicit Sencani yang sudah tidak bisa memegang akar dengan kuat, karna tangan nya sudah kaku dan mati rasa.
Perlahan tapi pasti ... tangan Sencani yang licin mulai merosot dengan perlahan, membuat Sencani pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Pah, Mah ... maafkan aku.”
Sencani memejamkan kedua matanya, saat ia berpikir jika dirinya akan terjatuh saat ini juga.
Kreeek!
...“Aaahh ...”...
Hap!
Sencani merasakan jika ada tangan yang kekar menahan tanganya, hingga Sencani merasa tubuhnya mulai di tarik ke atas.
“Ya Tuhan! Ini bukan mimpi ‘kan?” Cicit sencani sambil membuka kedua matanya dengan perlahan, dan sedikit terkejut melihat ada pria tampan di depanya.
“Eh, tampan sekali cowok ini, lihatlah ... glowing sekali jidatnya, sampai-sampai komedo di hidung ku kejang-kejang! Wait, hah! Apa jangan-jangan dia malaikat mautku. Tapi, kenapa tampilan nya acak-acakan.”
●
...🕊🕊🕊...
...LIKE.KOMEN.VOTE ...
Since I Met You•
...🕊🕊🕊...
Sencani masih terkesima melihat pria tampan di depannya, namun juga merasa aneh karna ada orang setampan ini di dalam hutan.
Sencani berdehem sejenak, menyadarkan rasa keterkejutan dirinya dari apa yang baru saja dia alami.
“Terima kasih sudah menolongku.” Ucap Sencani, membungkukan kepalanya, namun pria yang ada di depanya hanya diam tidak menjawab.
Sencani yang masih menundukkan kepalanya, ia langsung melirik pria di hadapanya yang tidak merespon ucapan terima kasih yang telah ia ucapkan.
Kening Sencani mengerut bingung dengan pria yang ada di depan nya ini, lalu Sencani bergumam, “Ehhh kenapa dia tidak menjawab dan hanya melihatku saja?” Gumam Sencani, lalu menegakkan tubuhnya.
Tak sampai di situ, Sencani pun mengulurkan tanganya, “Terima kasih sudah mau menolongku.”
Lagi dan lagi Sencani di abaikan, malah Pria tampan itu melihat tangan Sencani beberapa detik dengan heran, lalu melihat Sencani lagi. Yang mana membuat Sencani malu dan langsung menyembunyikan tanganya.
“Tuan, apa kau tau jalan keluar dari sini?” tanya Sencani lagi.
Pria itu masih diam memperhatikan Sencani.
“Kenapa dia diam? Apa dia bisu yaaa ... uhh bagaimana cara aku memberi tahunya.“ Gumam Sencani dalam hati.
“Aahh ... aku ada ide.”
“Tuuuuaaaaan ... apa kau tauuuu jalaaaaan keeee-luuar dari tempat iniiiii ...” Ucap Sencani dengan tangan dan kakinya bergerak, berharap jika pria di depannya ini mengerti.
Cukup lama menunggu, membuat usaha Sencani membuahkan hasil. Pria itu menggeleng yang mana membuat Sencani kecewa.
“Heiishh.”
Pria tampan yang belum di ketahui namanya menunjuk ke arah langit, di mana hari sudah mulai gelap.
“Apa kamu tidak bisa berbicara manusia? Apa jangan-jangan ... kamu tarzan yaa, Aaaauwo uwooo.” Ujar Sencani menghentakan kakinya dengan gemas,
lalu Sencani pergi meninggalkan pria yang sudah menolongnya.
Sencani yakin jika dirinya masih bisa bernafas, ia pasti menemukan jalan keluar dari hutan ini cepat atau lambat. Tapi malam akan tiba, ia harus beristirahat sejenak agar esok hari bisa berpikir jernih untuk menemukan jalan keluarnya.
Sencani lalu membangun tenda, mencari kayu untuk membuat api unggun agar binatang buas tidak ada yang mendekatinya. Tapi anehnya, Sencani tidak melihat satu binatang apapun di hutan ini ... bahkan nyamuk pun di rasa tidak ada.
Setelah membuat api, Sencani duduk di depan api itu untuk menghangatkan tubuhnya ... dia melihat pria yang menolongnya masih berdiri di pojokan dengan tenang.
Sencani berpikir apa pria itu tinggal di hutan ini sendirian, kenapa sedari tadi dia bertanya tidak di jawab? Sencani pun menghela nafasnya lalu tangan nya melambai ke arah pria itu.
“Sini ... kesini dan duduk bersamaku.”
Pria itu yang awalnya diam, lalu melangkah dengan perlahan. Duduk di tanah yang tidak jauh dari Sencani.
“Siapa nama mu?”
Masih tidak ada jawaban dari pria di depannya ini, membuat Sencani menggerutu dalam hati.
“Kamu nanyaaaa siapa namaku? Kamu bertanya tanya ... iyaaa, ente kadang-kadang ente. Haaah aku yang salah kenapa nanya sama orang bisu.” Gerutu Sencani bergelut dengan batin dan pikirannya.
Sencani menghela nafas dan tersenyum. “Karna kamu belum memiliki nama, bagaimana jika aku yang memberikan mu nama? Ummm bagaimana dengan nama joko kendil, aahh tidak. Ummm Jaka tarub? No no no ... bagaiman kalau Maharaj, hum?”
Masih tetap belum ada jawaban, membuat Sencani tak perduli lalu dia membuka kotak makanan dari dalam tasnya karna dia merasakan lapar melanda.
Sedangkan pria tampan yang di beri nama Maharaj, tanpa Sencani ketahui jika Maharaj adalah siluman Ular penunggu hutan Mauria yang sudah melegenda di setiap dongeng para orang tua dan tetua desa setempat.
Di mana Ular setengah Naga yang konon katanya suka memakan anak-anak setiap satu tahun sekali. Tapi mitos hanyalah mitos, mitos yang di bangun oleh orang tua agar anak-anak takut untuk bermain terlalu jauh.
“Ini, makanlah.” Sencani memberikan satu kotak makanan instan yang dia bawa.
Maharaj melihat benda yang ada di tanganya, ini kali pertama setelah seribu tahun lamanya Maharaj merasakan kehangatan kembali ketika ia melihat perilaku hangat Sencani padanya saat memberikan makanan.
Ia begitu terpesona pada gadis di depanya, hingga dirinya terus memperhatikan tingkah Sencani di setiap gerakannya yang menurut dirinya sangat menggemaskan, apa lagi ketika menggerutu sendiri.
Maharaj tidak mengerti apa yang di bicarakan oleh gadis di depannya, tapi yang pasti Maharaj menyukai gadis yang mengorbankan nyawanya demi menolong ular kecil yang terjepit.
Sedangkan Sencani sekilas melirik Maharaj yang terus melihat dirinya, ia merasa jika pria di depanya aneh. Entahlah, antara aneh dan idiot mungkin ... Sencani belum paham pasti.
"Khem!" Sencani berdehem lalu berkata, “Aku akan masuk dan tidur di dalam, selamat malam.” Ucap Sencani yang langsung masuk kedalam tenda.
Ia sebenarnya tidak tega meninggalkan Maharaj sendirian di luar. Tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa karna tenda ini hanya satu, ia tidak mungkin berbagi tenda dengan lawan jenisnya bukan?
“Lagian punya muka lumayan ganteng, tapi kok penampilan nya acak-acakan kaya tarzan.” Gumam Sencani lalu tidur dengan segera, ia ingin cepat pagi agar bisa keluar dari hutan yang mengerikan ini.
Sedangkan di luar Maharaj masih diam memandangi tenda berwarna kuning itu. Setelah seribu tahun ia betapa, akhirnya dia menemukan gadis yang membuat nadinya berdetak ketika memandangnya.
Sstttt ... terdengar se'ekor Ular mendesis di belakang Maharaj, membuat sang mpu menoleh kebelakang.
“Pergilah dan jangan mengganggu calon istriku.” Ucap Maharaj menggunakan bahasa Ular.
“Baik, Tuanku.”
~
~
~
~
~
Keesokan pagi, di mana cahaya matahari mulai menerangi bumi. Sencani mulai membuka matanya dengan perlahan, menggeliatkan tubuhnya yang pegal karna tidur di alas yang tipis.
Sencani bangun dan keluar dari tenda, tapi saat Sencani keluar dari tenda ... dia tidak melihat adanya Maharaj di sepanjang mata memandang.
“Kemana dia?” Tanya Sencani pada dirinya sendiri, lalu menggidikan bahunya tanda tak perduli.
Sencani langsung membereskan tenda dan semua barang-barangnya untuk pergi dari sini, tapi ketika Sencani sedang fokus mengemasi barangnya ... dia di kejutkan ketika menoleh kesebelah kiri melihat adanya Maharaj tepat di depan mukanya.
“Aaahhh ... Kau! Kau mengagetkan ku.” Teriak Sencani, mengelus dadanya.
Sencani kesal bukan main, jantungnya hampir saja melompat dari tempatnya ketika Maharaj berada di depan mukanya.
“Aku mau pergi, sekali lagi terima kasih sudah menolongku.” Ucap Sencani bergegas pergi, namun siapa sangka jika Maharaj mengikuti Sencani dari belakang.
Sencani awalnya tidak perduli, namun lama kelamaan membuat ia risih karna terus di ikuti oleh Maharaj. Sedangkan Maharaj sendiri, ia tidak mau berjauhan dengan wanita yang dia suka. Membuat Maharaj terus mengikuti Sencani dari belakang.
"Kenapa kau mengikutiku? Pergilah, aku sudah mengucapkan terima kasih pada mu bukan."
Maharaj menggelengkan kepalanya, membuat Sencani mendesah.
"Hussss ... Husss, pergi." Pekik Sencani dengan nada tinggi.
Sencani berhenti Maharaj pun berhenti, Sencani berjalan, Maharaj pun berjalan. Seakan Maharaj adalah bayangan Sencani yang terus menempel.
"Ahhhh ... kau tidak mau pergi! Baiklah." Gumam Sencani saat dia memiliki ide yang cemerlang.
Sencani terdiam seperti patung, lalu berhitung dalam hati dari satu sampai tiga, Dan ... "Ruuuuunnn ..." Sencani pun berlari dengan sekuat tenaga. Yang mana membuat Maharaj kebingungan dengan tingkah gadis kecilnya.
Maharaj pun berubah wujud menjadi Ular dan menyusul Sencani yang tengah berlari. Sementara Sencani tersenyum ketika dia mengira jika Maharaj tidak lagi mengikuti dirinya.
"Ya Tuhan!'' Kaget Sencani, saat mendapati jika Maharaj sudah ada di depan nya dengan wajah polos tanpa ekspresi.
''Kau-it-tad- ah kau ... baga-bagaimana bisa kau sudah ada di depanku? bukanya tadi kau ada di belakang!'' Bentak Sencani tidak percaya.
Lagi dan lagi Maharaj menggeleng, membuat Sencani prustasi.
“Bahasa apa yang harus aku pergunakan agar manusia purba ini mengertiiiiii ... Isshhh JANGAN MENGIKUTI AKU.” Bentak Sencani lalu pergi.
Sebelum pergi ... Sencani menoleh kebelakang dan berkata. “Diam di situ dan jangan mengikuti ku!” Sencani pergi dengan hati yang kesal, membiarkan Maharaj diam tanpa mengikuti dirinya lagi.
●
...🕊🕊🕊...
...LIKE.KOMEN.VOTE
...
Since I Met You•
...🕊🕊🕊...
Sencani berjalan namun sesekali dia menoleh kebelakang, di mana setelah membentak Maharaj pria itu tidak lagi mengikutinya.
Ada sedikit rasa bahagia karna pria aneh itu tidak mengikutinya lagi, tapi entah mengapa ada rasa khawatir yang tiba-tiba Sencani rasakan. Apa lagi melihat wajah polos pria itu dengan baju comprang campring membuat Sencani tidak tega melihatnya.
Dan ... pada akhirnya rasa kasihan menyelimuti diri, membuat Sencani kembali ke tempat semula untuk melihat Maharaj.
“Jika bukan karna dia sudah menolongku dari maut, aku tidak mungkin memiliki rasa kasihan sebesar ini.” Gerutu Sencani, dengan langkah lebarnya dan kembali ke tempat di mana dia membentak Maharaj tadi.
Namun langkah nya terdiam saat kedua matanya melihat Maharaj sedang duduk berjongkok memainkan dedaunan dengan wajah sedih. Membuat Sencani tambah merasa bersalah pada Maharaj.
Sencani berdiri di depan Maharaj, sedangkan Maharaj mendongkak ‘kan wajahnya melihat Sencani ada di depanya.
Bibirnya seketika tersenyum senang lalu berdiri memandang Sencani, seakan dia berkata. “Kau kembali?”
“Ayo ikut bersamaku! Apa kau tau jalan keluar dari sini?”
Maharaj untuk pertama kalinya mengangguk, membuat Sencani senang bukan kepalang. “Kalau begitu ayo tunjukkan aku jalan keluar dari hutan ini.”
Sencani ingin menggandeng Maharaj namun tidak jadi karna sesuatu hal, dan malah menarik baju yang di pakai Maharaj untuk segera pergi dari hutan ini.
Keduanya menelusuri hutan, tanpa Sencani sadari jika dia sudah melewati jalan yang kemarin dia lewati bersama rombongan nya.
“Eh, sudah di sini lagi?” Sencani menghentikan langkahnya karna ia sedikit terkejut.
“Sencaniiii ... Sencaniiii ...”
Semar-semar Sencani dapat mendengar jika ada beberapa orang meneriaki namanya, membuat Sencani senang bukan main.
“Dengar! Apa kau mendengarnya? Itu teman-temanku.” Ucap Sencani pada Maharaj, sambil menggoyangkan tubuh Maharaj karna terlalu senang.
“Aku di sini ...” Teriak Sencani penuh dengan semangat. “Aku masih hidup woyyy, aku di sini.”
Beberapa orang yang tengah mencari Sencani yang hilang dari kemarin sore langsung berlari ke asal suara, setelah mereka meyakini jika panggilan mereka ada jawaban.
“Sencani ...”
“Suzi ... I'm here.”
“Ya Tuhan, Sencani.” Wanita yang bernama Suzi berlari ke arah Sencani dan memeluk sahabat baiknya, begitu pun Sencani memeluk Suzi dengan erat. Sencani bersyukur masih bisa di pertemukan dengan orang-orang yang dia sayangi.
Beberapa orang turut berbahagia karna teman mereka di temukan dengan keadaan sehat dan baik-baik saja tanpa kurang apapun.
“Ayo kita pergi dari sini.” Ajak Suzi.
Sencani mengangguk, “Ayoo.” Sencani berjalan namun ia menghentikan langkahnya saat dia teringat dengan seseorang, ia menoleh ke belakang mencari Maharaj yang sudah menolongnya.
“Maha, ayo ikut kita.” Ajak Sencani.
Suzi sang sahabat melihat ke arah Maharaj dengan kening mengkerut. “Siapa dia?”
“Dia orang yang sudah menolongku, pokonya ceritanya panjang.”
Dengan hati-hati dan merasa waspada, Maharaj mengikuti Sencani di belakang. Sedangkan Suzi melihat Maharaj dari atas sampai bawah dan bergumam. “Apa tarzan benar-benar ada?”
~
~
~
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Sencani dan rombonganya sampai di pemukiman warga. Sencani menceritakan apa yang dia alami ketika tersesat di hutan pada semua orang, membuat sang sahabat langsung memeluknya dengan erat.
“Maafkan aku.”
“Sudah, aku udah nggak apa apa kok.”
“Lantas mau kamu apakan orang aneh itu?” tanya Suzi menunjuk Maharaj yang tengah mengejar Ayam milik warga setempat.
Sencani menyengir, ia pun tidak tau apa yang akan dia lakukan pada pria yang sudah menolongnya ... tapi Sencani berpikir jika dia akan membawa Maharaj ke kota untuk memperbaiki penampilan Maharaj yang acak-acakan. Sehingga ia tidak terlalu merasa bersalah saat dirinya menyuruh Maharaj untuk pergi.
Ketika Sencani tengah melamun sambil melihat Maharaj, ia membelalakkan kedua matanya saat Maharaj berhasil menangkap salah satu Ayam dan ingin memakannya.
“Maha. JANGAN!” Teriak Sencani berlari menghampiri Maharaj.
“Jangan makan ayam yang tidak berdosa! Ya Tuhan ini belum di masak, Maha.”
Maharaj menelan ludahnya saat ia melihat jika Ayam yang sudah susah payah ia tangkap di lepaskan begitu saja.
“Ayo, ayo pergi dari sini dan kita cari makan.” Sencani menarik tangan Maharaj untuk pergi.
Sedangkan Maharaj melihat Ayam lezat itu dengan tatapan nanar. Seakan Maharaj berkata, “Susah payah aku menangkap makanan ku, ehh di lepas begitu saja.”
Akhirnya Sencani dan Suzi membawa Maharaj ke apartemen yang mereka sewa, karna mereka tidak tau kemana akan membawa maharaj.
“Masuklah.”
“Uh.” Maharaj menggelengkan kepalanya saat Sencani menyuruhnya masuk kedalam lift.
Sencani menghela nafasnya dengan gemas. Sungguh hari ini dia di uji dengan kesabaran yang extra saat melihat tingkah Maharaj yang menurutnya udik.
“Oke ingat Sencaniiiii ... Tuhan tidak akan memberi cobaan kepadamu di luar batas kemampuan mu.” Gumam Sencani dalam hati.
Suzi yang gemas langsung menarik tangan Maharaj hingga drama pun terjadi di dalam lift. Membuat Suzi mengunci kedua tangan Maharaj agar tidak memberontak.
Ting!
Lift terbuka, memperlihatkan jika ada orang yang akan masuk kedalam lift. Tapi orang itu tidak jadi masuk saat matanya melihat adegan yang tidak senonoh di dalam lift.
“Eh, Bu. Ini tidak seperti yang anda lihat.” Sencani dan Suzi langsung berdiri dari atas tubuh Maharaj, untuk menjelaskan apa yang terjadi.
“Dasar anak muda zaman sekarang! Pada murahan kalian yaaa ... ada gila-gilanya kalian mau memperkosa anak orang.” Ujar ibu-ibu mendelikan kedua matanya lalu pergi.
"Tidak Bu, bukan seperti it- Aahhh ... ini semua gara-gara kamu."
Sencani yang yang gemas langsung menggusur Maharaj seperti menggusur karung beras, di bantu dengan Suzi yang sama halnya menggusur Maharaj masuk kedalam apartemen.
Ketika mereka sudah berada di dalam apartemen, Maharaj melihat kanan kiri ... dia begitu penasaran dengan benda benda yang ada di dalam ruangan yang menurutnya aneh.
Sedangkan Sencani baru saja membuatkan makanan untuk Maharaj. “Ini ... makanlah, hanya ada ini di dalam kulkas.” Sencani memberikan pasta yang sudah dia hangatkan.
Maharaj melihat piring yang ada di depanya, lalu mengambil sendok yang sudah di sediakan.
“Yaaa, seperti itu.” Sencani terkekeh saat Maharaj mengambil sendok dengan benar.
Maharaj mengendus makanan di depanya beberapa kali, membuat Suzi memutar matanya dengan malas. “Berhenti mengendusnya dan makanlah.”
Maharaj yang polos dan tidak tau menau tentang kegiatan manusia seperti apa, ia melempar sendok itu kesembarang arah dan memakan pasta itu langsung dengan mulutnya.
“Astaga!” Sencani dan Suzi menepuk jidat mereka secara bersamaan.
“Seharusnya aku tidak membawamu!” keluh Sencani.
“Apa kamu yakin dia tidak punya tempat tinggal? Apa benar dia tinggal di hutan sedari kecil dan menjadi tarzan.”Tanya Suzi, sedikit tidak percaya.
“Mana aku tau, setiap aku tanya dia hanya bisa menggeleng dan menggelengkan kepalanya.” Jawab Sencani.
Ketika Sencani dan Suzi sedang mengobrol, Maharaj memberikan piring itu pada Sencani.
“Tidak, aku tidak memakan itu.” Sencani mendorong piring itu ke hadapan Maharaj lagi.
“Apa harus kita lapor polisi?”
“Tidak usah, aku kasihan padanya.” Ujar Sencani melihat Maharaj melangkah ke arah kulkas yang tidak jauh dari arahnya.
Perlahan Maharaj membuka kulkas itu dan terkejut saat dirinya merasakan ada hawa dingin dari dalam, lalu Maharaj menutup dan membuka kulkas itu dan terus menerus ... membuat Sencani merasa terganggu dengan apa yang sedang Maharaj lakukan.
“Maha! Jangan memainkan itu. Kemarilah.”
Maha tidak mendengarkan Sencani, yang mana Sencani lah yang menghampiri Maha dan menahan kulkas itu agar tidak di mainkan lagi.
Maha yang masih penasaran ingin mencoba membukanya lagi, namun Sencani menahan pintu kulkas itu dengan tubuhnya. Menatap kedua bola mata Maharaj dengan dalam, yang mana tatapan Sencani itu membuat Maha malu dan salah tingkah.
“Heyyy apa itu barusan, apa kau malu?” tanya Sencani yang gemas melihat kedua pipi Maharaj yang putih menjadi warna merah merona.
Maharaj membuang mukanya dengan salah tingkah, membuat Sencani menyunggingkan bibirnya dengan senang.
●
...🕊🕊🕊...
...LIKE.KOMEN.VOTE
...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!