NovelToon NovelToon

Atas Nama Cinta

1 Jaminan

Juragan Darto duduk di ruang tamu, di rumah petak padat penduduknya. Lelaki bertubuh tambun itu hanya diam menatap kedua orang di hadapannya dengan tenang memainkan kipas yang selalu dibawanya ke manapun dia pergi.

Dengan topi hitam bundar merupakan khas lelaki paruh baya itu. Tanpa menghiraukan ekspresi wajah kedua orang yang ditemui nya. Juragan Darto asyik menghisap rokok nya.

"Bagaimana untuk pembayaran, sudah di sediakan uang nya?" Tanya Juragan Darto dengan pelan. Sementara itu Suhadi dan Anik gemetaran, menelan ludah sendiri karena ketakutan.

"Mohon maaf sebelumnya, juragan Darto. Bukannya kita ingkar janji, namun mau bagaimana lagi. Kita mengalami kerugian. Panennya tidak sesuai harapan kami, dengan ini kami memohon jika pembayaran bisa ditukarkan dengan hal lainnya?" Anik mencoba bernegosiasi langsung dengan juragan Darto.

"Menukarnya? Bukan aku tidak menerimanya, tapi harta berharga milik mu sudah tak tersisa di rumah ini?" Ucap juragan Darto bernada sinis.

"Maafkan aku juragan. Tapi saya dengar menantu Juragan Darto orang kota. Dan terkenal,tapi tidak mau mengandung bayi ?"

"Maafkan saya sekali lagi, Juragan Darto. Bukankah Den Bagaskara itu hanya anak tunggal? Dengan kekayaan melimpah ruah, Bagaimana jika tak ada penerusnya lagi?" Anik bertanya kepada Juragan Darto dengan intonasi hati-hati.

Perlahan telah terbit seringai Anik, namun buru-buru ke mode memelas saat sang suami meliriknya.

"Juragan Darto, biarpun kaya raya jika tak ada penerusnya lagi bukankah itu hanya berupa bongkahan batu kali tak berguna. Toh mati juga tak membawa nya, benar bukan Juragan Darto?" Tanya Anik, dengan berekspresi seolah prihatin dengan kondisi juragan Darto.

" Kau bermaksud menukarnya dengan Putrimu?" Tanya Juragan Darto ketus. "Bukan. Tapi dengan nya, keponakan saya yang lulus tahun ini. Masih singgel tak pernah pacaran. Lulusan SMA tahun ini Juragan Darto."

Anik dengan semangat menjelaskan tentang Keadaan keponakannya. "Namanya Larasati dia piatu tak memiliki ibu pada usianya yang ke 3th. Sedangkan ayahnya menikah lagi, namun wanita itu yang tidak mau direpotkan dengan adanya seorang anak."

"Ayahnya menitipkan nya pada kami, tanpa memberikan uang. Bisakah Juragan Darto bayangkan saja bagaimana keadaan kami."Ujar Anik dengan muka memelas pada lelaki itu.

"Maksud saya Juragan Darto, putra Juragan Darto dapat menikah siri dengan keponakan saya dengan demikian akan status anak yang lahir nanti sah di mata agama dan masyarakat."

"Jelasnya dia bisa menjadi ibu pengganti untuk tuan muda." Jelas Anik pada lelaki paruh baya itu. Juragan Darto terdiam sejenak, "Ini sudah hampir tiga tahun pernikahan mereka, Bagaskara dan Karina.

Namun keduanya secara langsung mengatakan padanya bahwa akan menunda kehamilan terlebih dahulu karena fokus pada karir.

Juragan Darto menghela nafas panjang, "Baik setelah ujiannya bawa dia ke rumah dan kita buat dengan perhitungan karena itu." Titah juragan Darto.

Di lain sisi. Angin berhembus sepoi-sepoi membawa kain tirai bergoyang perlahan. Membuat orang malas apalagi jika ditambah dengan suasana yang sejuk dingin.

Seorang wanita cantik mendesah mendayu-dayu membuat sang lelaki bertambah semangat dalam kegiatannya. Dengan kuatnya tak pernah berhenti bergerak membuat sang wanita melebarkan sepasang kakinya.

Mereguk kenikmatannya bersama dengan sang kekasih menuju puncaknya. Sang lelaki bangkit setelah sudah mengumpulkan tenaga nya.

Lelaki itu langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari jejak sisa percintaan mereka barusan.

Wanita itu bermanja-manja dengan meletakkan selimut di organ intim nya saja. Sedangkan untuk lainnya terpampang jelas karena terbuka. Dengan semangat ia berselancar di medsos.

Yang menjadi kesukaannya memamerkan keindahan tubuhnya, ada tempat wisata yang dia kunjungi juga barang branded miliknya.

Ia membuka aplikasi hijaunya dan berchat ria. Suara shower berhenti bersamaan dengan munculnya Bagaskara dengan mengenakan handuk yang melilit di pinggang nya.

Tangan kanannya mengeringkan rambut nya yang basah. Bagaskara adalah putra Juragan Darto. Dan Karina adalah istri Bagaskara, yang artinya anak menantu, mereka menikah di catatan sipil tanpa pesta.

"Aku pergi." Pamit Bagaskara dengan menghadiahi kecupan manis di pipinya. Berlalu meninggalkan Karina tanpa berkata apa-apa.

Akhir-akhir ini Bagaskara banyak diam saja tak mengomentari tentang kegiatannya Karina . Karena jenuh dengan rutinitas wanitanya, beraneka ragam alasannya. Sementara itu ayahnya selalu meminta nya untuk segera memiliki momongan.

Lelaki itu memacu mobilnya menuju perusahaannya yang dia dirikan delapan tahun lalu. Di tahun ke lima ia bertemu dengan Karina lalu menjalin hubungan dan berakhir pernikahan.

Wanita itu tak mau di ekspos pernikahan nya, semuanya hanya demi karir. Berulangkali dia di minta untuk meninggalkan dunia permodelan. Namun Karina selalu menolaknya.

Setelah setengah jam Karina berbaring , wanita itu pun bangkit menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dua jam lagi ada foto shoot dengan majalah dewasa yang populer di kota.

Dia sebagai artis sangat profesional namun di balik itu semua nya, ia termasuk orang yang mudah membuka pahanya demi karir juga uang.

Seperti halnya yang di lakukan saat ini dia mendatangi salah satu fotografer profesional yang terkenal. Karina dijanjikan oleh lelaki itu langsung mendapatkan kontrak kerja di Paris.

Wanita itu langsung kegirangan dan tak menyia-nyiakan kesempatan untuk itu. Seperti saat ini wanita itu dalam kukungan lelaki itu. Dengan berbagai jenis serangannya.

Wanita itu mengimbangi permainan nya. Karina memang ketagihan dengan permainan itu. Bahkan terkadang ia bermain threesome. Dan parahnya Bagaskara tidak mengetahui tentang itu.

Wanita itu melakukan apapun demi menambah pundi-pundi uang nya. Tanpa memikirkan akibatnya di kemudian hari.

Karina sangat senang melayani nya dalam ruang kerja sang fotografer. Dari nemplok seperti cicak, nungging ataupun merayap. Karina puas karena partner bermain nya kalo ini sangat kuat staminanya.

"Semuanya sudah ku atur. Kau tinggal membawa tubuh mu dan kita banyak waktu di sana, dan aku jamin kau puas akan servis ku." Ucapnya sambil mengenakan pakaian yang berserak di lantai.

"Sudah puas bermain sekarang sudah waktunya untuk berbicara serius. " Kata lelaki itu.

"Kirimkan saja kontrak kerja ke rumah dan semuanya harus tampil perfek." Karina menolak untuk dipeluknya lagi.

Karina tak menyangka bahwa keberuntungan sedang berpihak pada nya. Kegiatan rutinitas nya tak di ketahui suaminya. Karina merasa di atas angin. semua kesenangan nya saat tak ada yang mengetahui jika dia merangkap sebagai pemuas nafsu .

Bagaskara bertambah buruk moodnya setelah mendapatkan telepon dari ayahnya, Juragan Darto meminta nya pulang untuk menikah.

"Wanita itu sederhana dan baru lulusan SMA. Tak pernah berpacaran dengan seorang pria."

Bagaskara mendengus dingin. "Hari gini tak mungkin ada wanita yang menolak untuk dipeluk serta dicumbu oleh lelaki." Batin Bagaskara.

Entahlah Bagaskara bertambah kesal jika sudah menyinggung tentang keturunan. Bagaskara terlalu fokus pada pekerjaan nya. Jauh di lubuk hati berkata, "Metode wanita intinya masih sama, tergoda dengan kekayaan, itu pasti. Perempuan itu bersedia menjadi istri sirinya. Menjadi apa saja ".

2. Pernikahan

Tubuh Larasati luruh seketika setelah mendengar percakapannya Pakdhe dan Budhe beserta ke-dua anaknya. Wanita itu berada di dinding sekatan antara dapur dan ruang tengah. Mereka duduk di kursi melingkari meja makan.

Suasana makan malam menjadi riuh dan bahagia bagi mereka namun tidak bagi Andita. Pasalnya mereka membicarakan tentang pernikahan nya sebagai pelunasan hutang milik Pakdhe nya setelah ujian akhir kelas 3.

"Bagaimana cara aku menghindari perjodohan ini. Tapi Pakdhe bagaimanapun sudah membesarkan aku. Biaya sekolah mahal, bahkan ayah hingga detik ini tak juga mencari ku." Larasati kembali bertanya dalam hati.

Ia bangkit sedikit terhuyung-huyung menuju kamarnya. "Jika jadi istri ke duanya maka aku sudah pasti hanya menjadi pelengkap saja. Cinta itu sudah pasti milik nya. Istri nya sangat cantik." Batin Larasati.

Dia memilih membaringkan tubuhnya di ranjangnya yang sempit dan biasa, dulu itu untuk tempat asisten rumah tangga. Semenjak om nya berhenti bekerja karena PHK. Sekarang hanya bertani di sawah, berkebun.

"Benarkah Ayah tak pernah memberikan uangnya walaupun itu sepiring nasi untuk ku? Sudah 15th lebih ia juga tak menengok ku. Jadi aku tak berarti apa-mu lagi. Hanya alat pembayaran. Mengapa juga aku dilahirkan ibu? Jika hanya untuk ditinggalkan."

Gumaman kecilnya tak ada yang mendengarnya tak ada yang perduli, jika ia melewatkan waktu makan. Larasati menutup kedua matanya dengan rasa kesedihan nya bercampur rasa letih, rasa lapar yang melilit. Gadis itu mengerjakan pekerjaan rumah tak pernah absen walaupun dia sakit, sedangkan tante dan om nya bekerja di ladang dan sawah. Jika hari libur ia wajib ikut membantu.

Berbeda dengan anak-anaknya yang duduk manis di rumah. hanya fokus pada pelajaran. Namun nyatanya tak pernah mendapat peringkat di sekolah. Berbeda dengan Larasati yang selalu mendapat beasiswa dan hadiah uang setiap ikut olimpiade matematika, BHS Inggris.

Teringat jelas akan semua perlakuan terhadap dirinya yang diterima dari mereka. Budhe dan dua anaknya. Selalu berkata nyaring dan kasar. Sedangkan Pakdhe Suhadi selalu mengawali perintah nya dengan kata TOLONG.

Bagaskara melepaskan dasinya sekali sentakan rasa kesalnya membuncah kala mendapatkan informasi dari orang suruhan nya. Keberadaan Karina bersama sang fotografer itu begitu intim. Terlihat dari fotonya yang diterimanya.

"Jangan salahkan aku Karina. Kau yang menduakan cinta ku. Bagaimanapun ayah ingin aku memiliki anak secepatnya." Batinnya kesal.

"Atur sedemikian rupa jadwal ku. Minggu depan aku ambil cuti selama seminggu." Ucapnya pada asistennya dengan kasar ia meletakkan ponselnya.

"Selama ini kau berdalih terus menerus. Aku tak mempersoalkan nya "

"Kau sudah kelewatan dan melangkah jauh." Bagaskara mengoceh terus menerus sambil mengerjakan pekerjaannya. Lelaki itu sudah memutuskan untuk pulang menemui ayahnya dia meninggalkan Karina.

Satu Minggu kemudian pada hari H nya rumah juragan Darto di hiasi dekorasi pelaminan banyak tenda yang berjejer di susun. Makanan tersaji di meja prasmanan dengan hiasan bunga-bunga di atasnya terkesan mewah.

Larasati dirias pengantin oleh Mua yang di sewa Juragan Darto. Sedangkan Juragan Darto duduk di ruang tamu bersama dengan keluarga, di depannya Bagaskara ada wali Larasati juga orang yang mengesahkan pernikahan nya.

Hingga akhirnya terdengar suara menggema. "Sah..." Larasati sudah berkabut matanya mendengar kalimat itu. Hatinya pilu, seperti budak yang berganti majikannya. Pikiran nya berkecamuk bagaimana nasibnya kelak.

"Ayo semua sudah menunggu pengantin nya." Suara seorang wanita membuyarkan lamunan Larasati. Wanita itu didampingi dua wanita kerabat jauh Juragan Darto. Menuju ke ruang tengah.

Rumah Juragan Darto luas ada lima kamar, namun tidak bertingkat.

Halaman nya juga luas sehingga muat untuk para tamunya. Bagaskara tertegun menatap gadis belia yang menjadi istri ke duanya. Begitu cantik dan terlihat imut. Hanya ada mata duka terdapat di sana. Entahlah atau hanya perasaan nya saja. Wanita itu duduk di depan Bagaskara dengan menundukkan kepalanya ia takzim pada suami nya.

Kemudian Bagaskara mencium keningnya dengan lembut setelah merapalkan doanya. Setelah itu mereka duduk di kursi pengantin. Para tamu langsung menikmati hidangan dengan mendengarkan musik live khas daerah.

Juragan Darto tidak melakukan ritual adat pengantin karena ia mengerti anaknya tak menyukainya. Dengan kesediaan untuk datang dan menikahi wanita pilihan nya saja lelaki paruh baya itu sudah senang.

Acara berlangsung sederhana menurut juragan Darto namun mewah bagi orang sekitarnya. Sore acara sudah selesai Bagaskara dan Larasati sudah berada di kamarnya. Mereka masih canggung hanya diam saling melirik.

"Namaku Bagaskara, kau panggil saja Bagas. " Akhirnya Bagaskara memulai percakapan mereka.

"Mana bisa saya panggil begitu. Itu tidak sopan dan tidak sepantasnya istri memanggil nya nama saja. Apa boleh saya panggil Mas Bagas?";Kata Larasati masih menunduk dengan meremas ujung kebaya nya.

"Boleh. Kau mau mandi ?" Tanya Bagaskara Larasati menengadah menatap wajah suaminya. Bingung.

"Maksud nya kau yang mandi duluan atau aku? Apa tak gerah memakai baju adat." Lanjut Bagaskara.

"Iya, Mas. Mau mandi, tapi ini siapa yang bantu lepasin. Tukang riasnya tadi pamit besuk mau kemari lagi ambilnya. Takutnya mengganggu." Larasati berkata dengan menekuk mukanya, terlihat jelas kesal. Bagaskara tersenyum tipis melihat nya.

"Biar ku bantu melepaskan nya. " Lelaki itu berdiri dan membuka satu per satu hiasannya rambutnya, mahkota kepala juga sanggulnya.

"Kepala mu apa tak pusing menahan bebannya?" Tanya Bagaskara dengan mencebikkan mulutnya Larasati bergumam lirih hampir tak terdengar. "Aku juga tidak meminta hal ini. Apa layak aku protes?"

"Bukan hanya pusing, leherku seperti mau patah saja. Kenapa juga harus di pasang semuanya kan berat juga. Mana bedakan tebal kaya lenong."

Bagaskara tersenyum menahan tawanya melihat ekspresi wajahnya Larasati di cermin di depannya. Lelaki itu berusaha senormal mungkin menjaga wibawanya.

Seusai membantu nya Bagaskara mandi membersihkan diri dari jejak keringat nya dan kemudian berganti dengan Larasati. Wanita itu tak melihat Bagaskara lalu ia memanfaatkan dengan tiduran di ranjang setelah shalat ashar.

Merasakan badannya letih dan pegal Seharian berdiri menyalami para tamu. Niatannya hanya rebahan saja namun akhirnya ia tertidur pulas hingga menjelang petang.

Bagaskara hanya duduk di depan bersama ayahnya dengan beberapa orang perangkat desa dan sesepuh desa. Berbincang ringan ini dan itu sesekali lelaki itu melihat ponselnya mencari keberadaan nya Karina.

Namun nihil ponsel wanita itu tak aktif, padahal Karina memiliki dua kartu yang dia gunakan untuk berbisnis juga untuk berhubungan dengan Bagaskara.

Ia sengaja mematikan sambungan telepon agar dia tak terganggu oleh Bagaskara. Namun Karina belum mengetahui jika Bagaskara sudah menyuruh orang memata-matai dirinya.

Hanya saja lelaki itu cinta padanya terlalu besar biarpun fakta tentang Karina seperti itu ia masih mendoktrin jika itu hanya sekedar bisnisnya saja. Bukan perselingkuhan.

Baginya Karina adalah segalanya walaupun gosip miring menerpanya itu hanya sebuah naskah untuk menaikkan rating nya. Agar dia semakin terkenal.

3. Mahar

"Kenapa kau langsung pulang saja Pak. Harusnya kau minta seserahan pernikahan nya! Bodohnya kamu. Dari dulu kau tak pernah bertambah pintar malah kebalikannya semakin tua dan lemot!" Anik tersungut-sungut kesal karena suaminya.

Suhadi langsung undur diri setelah resepsi pernikahan mengajak keluarga kecil nya pulang ke rumah. Padahal orang lain masih bersantai duduk bercengkrama bersama si tuan rumah. Mereka asyik mengobrol dengan kopi hitam dan jajanan pasar khas desa, yang jelas khusus orang berada saja yang mampu membelinya.

Sebenarnya Anik mampu, sayangnya dia sangat boros membelanjakan uang. Belum lagi uang kiriman Ayah Larasati. Wanita itu berbohong, fakta itu dia sembunyikan dari suaminya.

Ia terlalu memanjakan anak-anaknya agar terlihat lebih cantik dan tampan tak kalah dengan yang lainnya. Tanpa disadarinya sang anak berperilaku yang sama dengan nya. Tidak bersikap jujur dan boros.

"Larasati bangun. Ini sudah malam, waktu nya makan malam." Suara Bagaskara membangunkan gadis itu. Namun lelaki itu langsung terkejut manakala Larasati langsung bangkit.

"Iya Budhe segera Laras akan masak. Tapi sayuran nya tinggal sedikit, juga ayamnya hanya empat potong. Sumpah Budhe. Aku enggak pernah memakannya. "

"Saya masak sesuai porsinya. Jangan hukum aku Budhe." Gumam Larasati, dia duduk dengan mata terpejam lalu turun dari ranjangnya.

Bagaskara tertegun dan menganga lebar mendengar pengakuannya. "Seperti nya gadis ini diperlakukan seperti pembantu." Batinnya.

Larasati berjalan menuju ke pintu karena ia berjalan dengan mata setengah tertutup ia tak melihat jika pintunya tertutup maka jidatnya terbentur cukup keras. "Iskh. Dasar bocah." Umpat nya. kesal.

"Hati-hatilah apa kau masih mengantuk?" Tanya nya menahan kesal. Larasati tersadar akan tingkah laku nya saat di rumah. Ia selalu ditekan oleh Budhenya makanya sudah menjadi kebiasaannya.

Larasati meringis kala mata tak sengaja menatap mata Bagikan yang memelototi nya. "Maafkan aku, Aku.." Cicitnya lirih.

Bagaskara menatapnya dengan menyela kalimat nya. " Aku hanya mau mengajak mu makan malam, sudah di tunggu Ayah. Ayo cuci mukamu lalu ke ruang makan."

Larasati hanya mengangguk sambil berjalan menuju ke kamar mandi. Bagaskara langsung menuju ke ruang makan. Juragan Darto duduk di sana menikmati hidangan.

"Aku lapar, baru ingat tadi siang belum makan." Kata Darto saat Bagaskara mendekat dan duduk di hadapannya.

"Dia tadi tertidur jadi aku menyuruh nya cuci mukanya." Jawab Bagaskara, sembari menunggu ia mencomot gorengan di depannya.

" Kenapa lama dia ? Jika hanya cuci muka mengapa lama?' Tanya Darto pada anaknya yang dijawab dengan menggedikkan bahunya.

Karena malas menunggu Bagaskara mengambil nasi beserta lauknya. Pada suapan ke lima Larasati muncul dan duduk di kursi yang ada piring nya.

"Maaf lama Juragan Darto, Mas. Saya shalat fardhu dahulu." Aku Larasati dengan suara lembutnya.

"Anak pintar bagus kau sudah mengerti tugas mu." Ucap Darto.

"Mulai sekarang panggil aku Ayah. Kau sudah menjadi menantu ku. Jadi jangan panggil Juragan. " Kata Darto. Larasati mengangguk mengiyakan.

Mereka makan bersama layaknya sebuah keluarga kecil bertukar cerita. "Apa kau mau kuliah Larasati?" Tanya Darto tiba-tiba.

"Sangat sayang jika kau berhenti di sini. Kalau kau mau aku akan membiayai sekolah mu. Dan uang jajan minta lah pada Suamimu!" Kata Darto santai.

"Apa ayah meremehkan kemampuan ku. Kau nanti kuliah di kampus yang ternama. Asisten ku akan mencari informasi tentang nya. Bidang apa yang kau minati?" Tanya Bagaskara.

"Arsitektur. Aku suka menggambar desainnya. " Ucap Larasati dengan semangat. "Bagus. Kita lihat aja hasilnya." Sahut Bagaskara.

"Bukannya Ayah promosi, dia ini dari kecil mendapatkan beasiswa juga santunan karena anak Piatu, hanya nasibnya saja yang buruk tak sesuai dengan kecantikan nya." Jelas Darto.

"Ayah, sudah. Yang lalu biarkan berlalu." Larasati mencoba untuk menengahi. Dia malu pada Bagaskara atau mungkin yang lainnya jika tahu bahwa ia dijadikan alat pembayaran hutang oleh keluarganya.

"Aku sudah tahu ceritanya tentangmu. Tak perlu malu, semua nya ada progres nya. Kelak kau akan mengerti apa yang kau lakukan akan membuahkan hasil apa." Sambung Bagaskara.

"Bagus. Jika kau melihat sisi positifnya, aku mengiyakan karena dia bibit unggul." celetuk Darto. Bagaskara meliriknya sekilas.

"Besuk kau datang kembali ke rumah, ambil semua barang-barang berharga milikmu, Bagaskara akan menemani mu. Dan bawa hantaran layaknya menantu berkunjung ke rumah mertua."

"Ayah sudah siapkan semuanya, kau tinggal membawa nya dan bersikap lah seolah tak mengerti apapun." Nasehat Darto mengingat kan kembali, Bagaskara mengangguk mengiyakan.

Keesokannya keduanya berkunjung pada saat hari menjelang sore. Dan mereka pun menyerahkan hantaran kepada Anik.

Bukan riang bahagia nya dia mendapatkan barang-barang berupa buah, kue, yang semua merk dari kota. Ada juga pakaian untuk Anik sekeluarga. Namun tanpa perhiasan.

"Di mas kawin mu, uang juga perhiasannya? Biar aku yang menyimpan semuanya buat kamu." Cecar Anik di pantry manakala mereka membuat teh.

Anik sengaja mengajak keponakan nya untuk berbicara mengenai mahar dengan leluasa.

Agar Bagaskara tidak mengetahui kemauannya, yang ada ia ingin membuat citra Larasati turun di mata keluarga juragan Darto.

"Budhe aku tak menyimpan itu. Mas Bagaskara yang menaruh semuanya. Maaf. Saya hanya mau mengambil barang-barang ku saja." Jawab Larasati dengan takut.

"Alah bilang kalau kamu mau menguasai nya sendiri. Ingatlah kau seperti ini karena siapa!" Hardik Anik. Tanpa di ketahui oleh keduanya Bagaskara berdiri di samping mereka yang tertutup almari.

Rumah mereka tidak bisa dikatakan sebagai orang tak mampu. Karena bangunan yang terbuat dari tembok bata, kuat. Semuanya sudah keramik tak seperti tetangganya yang masi semi permanen bangunan nya.

Bagaskara berdehem menatap keduanya, "Tadi saya menumpang ke belakang. Eh, sayup-sayup mendengar suara kiranya suara Budhe Anik sama Karina. Dik, bukankah kau tadi hendak membereskan pakaian juga barang mu?"

Bagaskara mencoba membawanya pergi dari wanita serakah itu. " Baik lah Budhe Anik saya pamit ke kamar." Pamit Larasati.

Ditemani oleh Bagaskara di belakangnya hanya terdiam saja melihat sang istri yang melipat dan memasukkan pakaian juga buku-bukunya.

"Ini lebih mirip kandang ayam, mana kasurnya keras. Kamar pembantu Ayah saja lebih lebar dari ini. keterlaluan sekali! Batin Bagaskara kesal.

Lelaki itu mengambil alih tas dan berlalu begitu saja. Kardus kecil juga tas jinjing sangat ringan di tangan Bagaskara

"Kami pamit dahulu Budhe maaf tidak menginap. Kebetulan saya ada janji dengan teman di desa sebelah. Saya juga mau memperkenalkan Larasati juga. Maaf." Kata Bagaskara sesopan mungkin..

"Apa makan dulu saja baru pulang." Tawar Budhe Anik basa basi.

"Terimakasih atas semuanya Budhe Anik. Kami pamit pulang saja, sekali lagi maaf sudah merepotkan semua nya." Lelaki itu menggandeng Larasati mengajak nya cepat berlalu dari tempat itu.

"Dasar sombong baru gitu aja sudah lupa dengan asalnya." Maki Anik kesal.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!