NovelToon NovelToon

Cinta Salah Target

Bab 1 Kejutan menyakitkan

Hari ini perempuan cantik berwajah oriental bernama Namira Azziva bersama calon suaminya melakukan fitting baju pengantin untuk pernikahan impian mereka yang akan di laksanakan dalam waktu dekat ini. Kurang dari tiga minggu acara sakral itu akan di gelar. Bahkan seluruh persiapan sudah di lakukan dengan matang.

"kamu cantik banget memakai gaun itu sayang,jadi nggak sabar pengen cepet-cepet nikahnya" laki-laki bernama Alvan itu menatap kagum perempuan berparas ayu yang sudah di lamarnya sebulan yang lalu.

"gombal ah" Namira tersipu malu mendengar ucapan tunangan yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu. Tapi ia tak bisa menyembunyikan rona bahagia yang tergambar jelas di wajahnya.

Ini adalah pernikahan impian mereka yang sudah di rencanakan sejak dulu, karena hubungan spesial itu sudah terjalin cukup lama dengan lika-liku cerita yang semakin mengokohkan hubungan sepasang manusia yang sedang di landa asmara itu.

"kok gombal sih? beneran sayang" laki-laki itu mencubit pipi wanitanya dengan gemas. Tidak ada kepura-puraan dalam prilakunya karena di dalam hati ia teramat mencintai sang calon istri.

"ih.. sayaaang,sakit tau!" Namira menggosok pelan bekas cubitan manja dari orang terkasih,di iringi tawa bahagia keduanya yang memenuhi ruangan.

Nada dering berbunyi dari ponsel milik Alvan. Dia langsung mengangkat telpon dan berbicara dengan si penelpon di seberang sana. Sedangkan Namira masih sibuk memperhatikan detail gaun pernikahan yang ia pakai di depan cermin besar yang berada hadapannya.

"sayang,aku harus kembali ke kantor dulu ya,kata Dimas ada klien yang sedang menunggu" Alvan berkata setelah menutup telpon kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku kemejanya.

"ya udah kamu pergi aja,aku masih ada keperluan sama mbak Rista" ucap Namira masih dengan mematut diri di depan cermin. Rupanya ia belum merasa puas seratus persen dengan gaun yang di pakainya itu, meskipun Alvan sudah memujinya setengah mati.

"maaf ya nggak bisa ngantar pulang"

"nggak pa pa sayang"

"kalo gitu aku ke kantor dulu ya sayang. Kamu nanti hati-hati pulangnya!" pria itu mencium kening wanita yang di cintainya sedikit lama kemudian pergi meninggalkan ruangan itu setelah mendapatkan balasan kecupan di pipi yang membuat hatinya berbunga-bunga.

Tak lama setelah kepergian calon suaminya,ponsel Namira berbunyi menandakan notifikasi pesan masuk. Ia pikir itu pasti pesan chat dari Alvan, karena biasanya ia sering melakukan itu. Baru saja beberapa menit berpisah sudah kirim pesan yang isinya kata-kata rindu.

Namira mengambil handphonenya dari dalam tas dengan penuh semangat dengan senyum kebahagiaan yang tersungging di bibir.

Meskipun terkesan berlebihan tapi dia sangat menyukai hal yang di lakukan tunangannya itu, karena hal seperti itulah yang membuat rasa cintanya kian bertambah besar seiring bertambahnya waktu.

Ada 3 pesan masuk dari nomor tak di kenal berupa file foto. Dia pun mulai membukanya satu-persatu. Rasa penasaran mulai menghampiri ketika file foto sedang dalam proses pengunduhan.

Jantungnya serasa berhenti berdetak ketika melihat beberapa foto yang terpampang jelas di depan mata. Di sana dia melihat calon suaminya sedang tidur di dalam selimut yang sama bersama wanita lain.

Wajah wanita di dalam foto tak terlihat jelas karena posisinya yang tidur menyamping tertutupi helaian rambut sambil memeluk laki-laki yang sebentar lagi akan menikahinya.

Dia memastikan berkali-kali, apakah yang di lihatnya di foto itu benar-benar tunangannya. dan hasilnya tetap sama,pria di dalam foto itu memang Alvan, laki-laki yang begitu ia cintai sepenuh hati.

"ya Tuhan.. apa artinya semua ini?" Namira meremas gaun putih nan indah yang di pakainya,menahan rasa sakit hati dan kekecewaan yang tiba-tiba saja muncul menggantikan rasa bahagia yang di rasakannya beberapa menit yang lalu.

Sakit tak berdarah,itulah yang ia rasakan saat ini. Hatinya sangat hancur mengetahui kenyataan pahit itu,kenyataan bahwa calon suaminya berkhianat, bahkan sampai tidur dengan wanita lain.

Air mata mengalir tanpa bisa di cegah dari sudut matanya.Ia meratapi nasib yang menimpanya, seolah ia adalah manusia paling menyedihkan di dunia ini.

Bayangan indahnya hidup berumah tangga dengan kekasih hatinya pupus sudah, berganti dengan rasa perih yang datang mendera.

"ada apa Namira? kenapa kamu jadi seperti ini?" perempuan bernama Rista itu tergopoh-gopoh menghampiri Namira. Dia adalah desainer yang membuat gaun pernikahan milik wanita yang kini wajahnya di penuhi dengan raut kesedihan itu.

"kak Rista!!" tangis Namira semakin kencang sembari menunjukkan foto yang baru dilihatnya pada perempuan yang sudah di anggapnya seperti seorang kakak.

"Astaga..ini Alvan?!" Rista sangat terkejut melihat foto yang ada di hadapannya. Ia sampai melotot saking shock nya.

"iya kak Rista,itu tunanganku bersama dengan wanita lain. Kenapa dia tega ngelakuin itu kak!? kenapa?" Tangis Namira semakin menjadi. Hatinya serasa di himpit batu besar saat ini, hingga untuk bernafas pun rasanya sangat susah.

"kamu yang sabar ya Na" Rista memeluk perempuan malang itu, mencoba untuk memberikan kekuatan untuknya agar bisa lebih tegar menghadapi kenyataan sepahit apapun.

Namira pun menumpahkan semua kepedihan yang menyelimuti hati di dalam pelukan Rista. Cukup lama ia melakukan hal itu, sampai benar-benar lega.

"ini di minum dulu!" Rista memberikan segelas air putih kepada Namira, setelah wanita itu berhenti menangis.

"makasih kak Rista" Namira mengambil gelas berisi air itu kemudian meneguknya hingga tandas.

"sama-sama. oh iya,apa kamu tau siapa yang mengirimkan foto-foto ini?" Rista bertanya dengan ekspresi wajah serius.

"nggak tau kak" jawab Namira.

"sudah coba kamu telpon nomornya?"

"belum kak"

"coba telpon sekarang!" perintah Rista,yang langsung di lakukan oleh Namira. Dia mencoba menghubungi nomor pengirim foto itu,tapi hasilnya nihil.

"nomernya udah nggak aktif kak" ucap Namira lesu.

"siapa ya pengirimnya?" Rista nampak berpikir.

"aku juga nggak tau kak"

"kalo menurutku, lebih baik kamu selidiki dulu kebenaran foto itu, siapa tau hasil editan"

Tiba-tiba angin segar seperti datang menghampiri Namira. Ia berpikir kalau perkataan Rista benar, foto itu harus di selidiki keasliannya. Dia pun berharap kalau foto itu hanyalah foto palsu, hasil editan belaka.

"kalau gitu aku pergi dulu kak, ada sesuatu yang harus aku lakuin" Namira pun dengan semangat melangkah akan pergi dari ruangan itu.

"kamu nggak ganti baju dulu, Namira?" pandangan Rista memindai tubuh perempuan yang masih mengenakan gaun pengantin hasil karyanya itu.

"ya ampun.. sampai lupa!" Namira menepuk pelan dahi menyadari kesalahannya. Rista pun tertawa kecil melihat tingkah pelanggan yang sudah seperti keluarga baginya.

Di dalam hati ia pun berharap kalau foto yang di lihatnya hanyalah foto rekayasa hasil editan orang iseng yang ingin menghancurkan kebahagiaan Namira, karena dia selalu berdoa untuk kebahagiaan perempuan bernama Namira itu.

Bab 2 Aku membencimu

Namira berjalan keluar butik khusus untuk baju pengantin milik Rista dengan sedikit tergesa-gesa, kemudian setengah berlari menuju taxi online yang sudah di pesannya saat masih berada di dalam tadi.

"tujuannya sesuai aplikasi ya pak" Namira berkata kepada supir taksi online setelah masuk ke dalam mobil.

"baik kak" balas pengemudi taksi online ramah lalu mulai menurunkan hand rem dan menjalankan mobilnya.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang ke tempat tujuan yang sudah di tentukan oleh Namira. Dia berencana akan menemui seorang teman yang ahli dalam bidang fotografi untuk membuktikan tentang keaslian foto-foto yang di kirimkan oleh nomor tak di kenal kepadanya.

Di dalam hati dia terus berdoa agar hasilnya negatif dan menyatakan bahwa itu adalah foto palsu hasil editan saja. Rasanya hatinya sudah benar-benar tidak sabar untuk mengetahui jawabannya secepat mungkin.

Beberapa menit kemudian akhirnya Namira sampai di tempat yang di tuju. Rumah minimalis modern dengan banyak tanaman hias di halamannya.

"ini pak. terima kasih" Namira mengulurkan uang lembaran biru pada pak supir kemudian mendorong pintu mobil agar terbuka.

"sebentar kembaliannya kak" pengemudi itu berkata sambil merogoh kantong celananya untuk mengambil uang kembalian.

"nggak usah pak, ambil saja kembaliannya" ujar Namira sambil turun dari mobil dengan terburu-buru seperti tidak sabar untuk segera menemui temannya agar bisa cepat mengetahui kebenaran itu.

"terima kasih kak" seru supir itu setengah berteriak agar perempuan yang barusan menggunakan jasa transportasinya itu mendengar yang ia katakan.

Namira sudah tak perduli dengan apapun lagi, dengan cepat dia berlari memasuki pekarangan rumah bercat abu abu itu dan memencet belnya berkali-kali.

Tak lama setelah itu, pintu terbuka. Muncul lah seorang pria berpawakan tambun berpakaian santai,menyapa Namira dengan akrab.

"ih.. nggak sabaran banget sih yang mau nikah!" ledek pria yang umurnya berada di bawah Namira, dia adalah Dito,adik kelasnya semasa SMA dulu yang masih berteman baik hingga sekarang.

"gue butuh bantuan Lo,Dito. udah baca pesan chat dari gue kan?" Namira berucap dengan wajah serius.

"iya udah Na, ayo masuk" pria bernama Dito itu membuka pintu lebar-lebar.

Namira menjawabnya dengan anggukan kemudian masuk ke dalam rumah itu, mengikuti langkah Dito.

"duduk dulu ya,gue ambilin minum dulu"

"udah nggak usah To, gue buru-buru nih"

"yaelah.. gitu amat, baru juga mampir ke rumah gue"

"serius nih To,gue bener-bener pengen cepet tau hasilnya, karena ini penting banget buat gue"

"seurgent itu ya?! ya udah mana fotonya? biar gue kerjain"

"ini" Namira menyerahkan ponsel pada temannya itu. Dito menerimanya dengan rasa penasaran,foto seperti apa yang membuat temannya terlihat seperti orang kebingungan begitu.

"ya ampun Namira, bukannya ini tunangan Lo?" tanggapan Dito persis seperti Rista,dia sangat terkejut setelah melihat foto di dalam ponsel yang di berikan Namira.

"iya To,makanya gue butuh bantuan Lo buat nyari tau keaslian foto itu"

"oke Na,gue kerjain sekarang. gue bawa dulu handphone Lo ke ruang kerja gue ya. Lo mau ikut apa gimana?"

"gue tunggu di sini aja to"

"oke. gue tinggal bentar ya,kalo haus ambil aja minuman di kulkas!" Dito pergi ke ruang kerjanya setelah mendapatkan balasan anggukan dari Namira.

Waktu terasa semakin lama saat sedang menunggu sesuatu, itulah yang di rasakan Namira sekarang. Dari tadi dia mondar mandir dengan perasaan kalut menanti hasil kerja dari Dito. Ia yakin bisa mengandalkan temannya itu,karena kemampuannya memang tak di ragukan lagi.

Sudah hampir satu jam ia menunggu, akhirnya yang di tunggunya muncul juga batang hidungnya. Dito berjalan ke arah Namira dengan ekspresi wajah sedih. perasaan Namira pun semakin tak enak melihat pemandangan itu.

"gimana hasilnya To?" rasa penasaran Namira seperti sudah tak terbendung lagi saat ini.

"foto ini asli Na" jawaban yang keluar dari mulut Dito berhasil membuat tubuh Namira terasa lemas seketika. Dia sampai jatuh terduduk di sofa hitam yang berada di ruangan itu.

Sebenarnya lelaki bernama Dito itu sudah mendapatkan hasilnya dari tadi,tapi dia belum siap untuk keluar. Dia bingung bagaimana cara menyampaikan kenyataan yang menyakitkan itu pada temannya. Dia tak sampai hati membuat perempuan itu terluka.

Tapi setelah berpikir cukup lama, akhirnya dia memutuskan untuk memberitahukan kebenaran itu karena jika menyimpannya malah akan semakin membuat hidup Namira semakin hancur karena menikahi orang yang salah. Dan dia tak mau kalau itu sampai terjadi.

"jadi Alvan beneran khianatin gue" Namira meracau tidak jelas. Matanya kembali mengembun mengetahui kenyataan pahit yang baru di ketahuinya. Hatinya terasa semakin perih seperti tertusuk ribuan duri.

"Lo yang sabar ya Na" Dito menepuk pundak temannya itu perlahan berusaha menenangkan. Dan dia berharap itu akan sedikit membantu sedikit mengurangi kesedihan Namira,walau hanya secuil saja.

"makasih ya To atas bantuan Lo. berapa yang harus gue bayar?" Namira berkata setelah berhasil mengendalikan perasaannya. Dia mengusap sisa air mata yang membekas di pipi mulusnya.

"udah nggak usah,kayak sama siapa aja Lo" sejujurnya dia tak tega melihat wajah murung temannya itu.

"ya udah kalo gitu gue balik dulu ya to, sekali lagi makasih" Namira beranjak dari duduknya untuk segera pergi.

"sama-sama na,kalo Lo butuh teman ngobrol,Lo bisa hubungi gue kapanpun Lo mau"

"oke To, thanks banget ya!"

Namira pun pergi dengan membawa perih di hatinya. Rasanya ia ingin segera mengunci diri ke dalam kamar kemudian menangis sepuasnya, karena hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.

Dia berjalan gontai menuju kamarnya dengan perasaan tak karuan setelah turun dari mobil miliknya yang di kemudian oleh pak Mamat, supir pribadi keluarga Namira.

Dia menelpon minta di jemput saat berada di rumah Dito tadi,dan untungnya pak Mamat sedang standby di rumah karena mamanya tadi hanya minta di antar saja tanpa harus menunggu.

Namira sedikit bernafas lega karena di saat keadaannya kacau seperti ini ia tak berhadapan langsung dengan mamanya. Karena menurut informasi dari pak Mamat,mamanya sedang arisan dan minta di jemput nanti sore.

Rasanya ia belum siap menceritakan hal buruk yang terjadi pada kedua orang tuanya. Dia tak mau membuat mereka khawatir dan terlalu memikirkannya.

Namira melempar tas selempangnya asal kemudian menjatuhkan diri ke ranjangnya. Tak tau sudah berapa kali air matanya tumpah,tapi sepertinya air mata itu tak habis juga. Masih dengan mudahnya mengalir tanpa bisa di kendalikan.

Dia hanyalah perempuan biasa,yang tak bisa menahan sakit sedalam ini dan akan merasa kecewa bila di khianati. Dia tak tau langkah apa yang akan di lakukan selanjutnya untuk menyelesaikan masalah yang menimpanya. Rasanya dia ingin berteriak meluapkan amarahnya.

Alvan,aku membencimu...

Bab 3 Keputusan Namira

Sudah berjam-jam Namira mengurung diri di dalam kamar meratapi nasibnya. Dia merasa sangat lelah hingga tertidur lelap. Dengan begitu setidaknya dia bisa menepi sejenak dari masalah yang harus ia hadapi di dunia nyata.

Dret.. Dret..

Getar di ponsel Namira membangunkannya dari tidur. Seingatnya,dia menerapkan mode silent pada ponsel miliknya agar tidak ada yang mengganggu tadi, tapi saking terlalu kacau pikirannya dia sampai salah pencet hingga jadi mode getar.

Namira mengambil ponsel yang tergeletak di samping bantal kemudian melihat siapa yang menelepon dengan setengah tidak sadar karena nyawanya belum sepenuhnya terkumpul.

Nama pemanggil yang tertera di layar handphone membuat Namira langsung membelalakkan mata. Alvan, laki-laki itu adalah orang yang paling tak ingin di dengar suaranya saat ini.

Dia mengabaikan panggilan itu,tapi si penelpon belum menyerah juga. Alvan masih mencoba menelpon berulang-ulang.

alvan, kenapa kamu masih mengganguku? apa kamu tidak puas sudah menghancurkan hatiku seperti ini?

Tuhan,apa yang harus aku lakukan? haruskah aku berdiam diri saja,menghindar dari masalah seperti pengecut yang lari dari kenyataan.

Tidak,aku bukan perempuan lemah yang hanya bisa menangis saja. Aku akan selesaikan semua masalah ini secepatnya.

Akhirnya Namira putuskan untuk mengangkat panggilan di ponselnya yang masih bergetar sejak tadi. Dia memencet tombol hijau kemudian meletakkan ponsel di telinga kirinya.

"halo.."

"halo.. Namira sayang, kenapa lama sekali angkat telponnya,kamu baik-baik aja kan? aku khawatir sama kamu karena kamu tadi kan pulang sendirian. Aku takut terjadi apa-apa sama kamu" Alvan berbicara panjang lebar. Sedangkan Namira hanya diam menyimak saja.

Dulu Namira sangat senang mendengar ocehan seperti itu. Tapi sekarang dia merasa ada yang berbeda, perempuan yang matanya terlihat masih sembap itu merasa muak dengan kata-kata yang terlontar dari mulut calon suaminya itu.

Dia berpikir kalau semua perhatian yang di berikan Alvan hanyalah kepura-puraan saja. Karena kalau memang pria itu benar-benar perduli padanya,tak mungkin menikam dari belakang seperti yang dilakukan padanya sekarang.

"halo.. halo.. sayang,kok diam aja? kamu dengar suaraku kan? Namiraaa" suara di seberang sana memanggil-manggil karena tidak ada jawaban yang ia dengar dari mulut calon istrinya.

"iya,aku denger"

"kok pertanyaanku tadi nggak di jawab? kamu marah ya?"

"nggak"

"maaf ya sayang baru bisa nelpon kamu sekarang,tadi sibuk banget ngurusi klien soalnya. kamu pasti marah karena itu kan?"

kamu pintar sekali bersandiwara Alvan, seakan semuanya baik-baik saja. kenapa kamu melakukan itu? harusnya berikan saja perhatianmu itu pada perempuan yang sudah kamu tiduri..

Namira hanya bisa mengucapkan kalimat itu dalam hati, karena ia rasa tidak ada gunanya membicarakan masalah di telpon tanpa berhadapan langsung. Dia berpikir harus segera menemui Alvan dan menyelesaikan semua masalahnya.

"aku tunggu kamu di butik milikku nanti sore"

"hemm.. pasti udah kangen ya sayang? oke,nanti sepulang dari kantor aku langsung kesana. Mau di bawakan sesuatu?"

"nggak usah"

"ya udah kalo gitu,aku lanjut kerja dulu ya. mau ada meeting nih"

"iya"

"sampai jumpa nanti calon istriku yang paling cantik"

Namira langsung menutup telpon tanpa mau berkata apapun lagi. Hatinya terasa semakin sakit saat mendengar kalimat manis yang terucap dari bibir Alvan. Jika dulu perasaannya berbunga-bunga tiap mendengar pujian seperti itu, sekarang yang ia rasakan adalah sebaliknya.

Sungguh,dia sangat membenci perasaannya ini. jika bisa ia ingin melenyapkan semua rasa cinta yang terpatri di hatinya untuk lelaki bernama Alvan itu sekarang juga. Tapi apalah daya, Namira hanyalah manusia biasa yang tak bisa semudah itu membolak-balikkan hati semaunya.

Perempuan yang tampilannya acak-acakan itu bangkit dari tempat tidurnya,ia bercermin memperhatikan dirinya.

Apa ada yang salah denganku sehingga dia bermain-main dengan perempuan lain? apa aku kurang cantik hingga dia bisa berpaling mengkhianatiku?

Namira masih betah berdiri di depan meja rias miliknya. Dia mengamati dirinya sendiri lama tapi tak kunjung puas juga. Wajahnya cantik,berbulu mata lentik,hidung mancung khas asia dan kulitnya yang putih seputih pualam.

Tidak ada sedikitpun yang kurang darinya. Dia cantik mempesona, bahkan bisa di bilang sempurna di dukung dengan perawatan dan juga skin care mahal yang semakin membuatnya bersinar bak mutiara.

Bagaimana bisa kamu selingkuh Alvan? ternyata bertahun-tahun menjalin hubungan tidak menjamin akan mengenal sifat aslimu. aku salah karena bisa sampai kecolongan seperti itu.

Tidak,bukan aku yang salah,tapi kamu yang brengsek. aku tidak akan menangis lagi sekarang, karena sudah cukup semua ini bagiku.

Namira sudah memutuskan kalau dia akan bangkit menata hidupnya kembali,tanpa kehadiran Alvan. Dan tekadnya sudah bulat untuk itu.

Dia menghembuskan nafas berat kemudian melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Dia berharap guyuran air akan membuat perasaannya lebih baik.

Namira menikmati setiap tetes air yang membasahi tubuh mulusnya. Setidaknya pikirannya bisa sedikit tenang karena sejuknya air yang menyembur kencang itu.

Seusai mandi dia memilih baju untuk di kenakannya sore ini. Ia berniat akan berdandan secantik mungkin untuk membuat Alvan menyesal karena sudah mengkhianati perempuan seperti dirinya.

Namira memilih dress berwarna nude di padukan dengan high heels coklat pastel yang semakin mempercantik penampilannya. Lalu memoles make up tipis-tipis di wajah agar terlihat lebih segar. Ia tak perlu menggunakan make up tebal karena wajahnya sudah cantik alami.

Jam di dinding menunjukkan pukul empat kurang sepuluh menit. Namira tergesa-gesa keluar dari kamarnya menuju mobil. Dia takut kalau mama nya sudah pulang dari arisan dan melihat matanya yang masih terlihat sedikit sembap walaupun sudah tertutup make up.

Dia takut akan di todong dengan berbagai macam pertanyaan. Dan dia belum siap untuk menjelaskan semua. Tentu dia akan menceritakan semua yang terjadi,tapi bukan sekarang waktunya.

Rumah masih terlihat sepi. Dia bersyukur karena mamanya belum pulang dan pak Mamat pun tidak nampak keberadaannya.

fiuh.. untung saja mama belum pulang. pak Mamat juga nggak keliatan, sepertinya lagi on the way jemput. selamat..selamat..

kalo sampe telat dikit aja bisa berabe urusannya!!

Namira menghela nafas panjang kemudian segera masuk ke dalam mobil. Ia akan menyetir sendiri kali ini.

Dia mulai menyalakan mesin mobil lalu melajukannya menuju butik yang sudah di dirikannya sekitar lima tahun yang lalu.

Sebenarnya papanya meminta Namira untuk bekerja di perusahaan milik keluarga saja,tapi dia menolak. Dia lebih memilih mendirikan usaha di bidang fashion miliknya sendiri karena dia sangat tertarik dengan dunia itu.

Jarak dari rumah ke butiknya memakan waktu kurang lebih dua puluh menit perjalanan. Namira keluar dari mobil,lalu masuk ke dalam butik dengan mengangkat tegak kepalanya, karena setelah ini dia akan mengambil keputusan besar untuk masa depannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!