Terik matahari begitu panas siang itu, membuat wajah pucat Anara langsung mengernyit dan dia sedikit menutupi dahi nya dengan tangan. Dia baru saja turun dari mobil yang berhenti tepat didepan sebuah rumah sakit besar dikota itu.
Anara menoleh sejenak kearah gapura rumah sakit, ini yang kedua kali nya dia menginjakkan kaki ditempat itu, setelah sebelum nya seminggu yang lalu dia juga kesini. Anara hanya menarik nafas nya sejenak, rasa sakit yang mendera pinggang nya beberapa minggu ini membuat nya terasa kesulitan untuk bergerak. Apalagi dia juga mempunyai banyak pekerjaan diperusahaan.
Anara Polie, wanita berumur dua puluh enam tahun yang terlahir dari keluarga kaya namun tetap harus bisa bekerja keras untuk membuat perusahaan nya tetap berdiri kokoh. Perusahaan peninggalan ibu nya yang dia bangun kembali dengan susah payah ditengah tengah tekanan ayah tiri yang selalu mengusik nya.
Anara berjalan masuk kedalam ruang pemeriksaan dimana dia sudah melakukan janji temu dengan dokter yang menangani keluhan nya.
Anara mengetuk pintu terlebih dahulu dan setelah mendengar sahutan dari dalam, dia langsung masuk. Seorang dokter pria paruh baya tampak tersenyum dengan lembut menyambut kedatangan nya. Dan Anara langsung duduk dihadapan dokter itu
"Nona Nara, anda datang sendiri?" tanya dokter Sebastian, Nara dapat melihat diname tag nya
"Ya" jawab Nara dengan anggukan tipis
"Anda tidak ditemani keluarga atau suami?" tanya dokter itu lagi, tangan nya sibuk mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam sebuah amplop cokelat
Anara langsung mengeryit dan terdiam, keluarga? Rasa nya dia sudah lupa jika dia mempunyai keluarga saat ini. Ayah nya sudah meninggal sejak dia masih berusia lima belas tahun, dan ibu nya menikah lagi dengan pria lain, namun ibu nya juga sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Nara hanya anak tunggal, meskipun dia mempunyai adik tiri, namun dia tidak menganggap itu sebagai keluarga nya, bagaimana mungkin dianggap keluarga jika mereka hanya menganggap Nara sebagai mesin cetak uang saja.
Sedangkan suami, Nara langsung tertunduk sedih, jangan kan untuk menemani nya kerumah sakit, untuk berbicara beberapa kata juga pria itu begitu enggan. Ya, Reynan Adiputra, pria dua puluh delapan tahun yang dinikahi nya sejak dua tahun lalu. Mereka menikah karena sesuatu hal, dan tentu nya bukan keinginan pria itu, sehingga sekarang rasa nya Nara hanya menjalani hari dan berjuang sendirian.
Hidup nya memang semenyedihkan itu.
Nara langsung memandang dokter Sebastian dengan gelengan pelan dan tersenyum tipis, senyum yang selalu dia buat untuk menutupi rasa pahit dihati nya.
Dokter Sebastian terlihat menghela nafas nya saat melihat beberapa tumpukan kertas yang berisi beberapa gambar dan tulisan tulisan rumit. Dia memandang Nara dengan senyuman tipis namun Nara tahu jika pandangan mata itu adalah pandangan mata mengiba.
Dia menyerahkan kertas kertas kehadapan Nara yang juga ikut tertunduk dan menatap nanar pada kertas yang hanya diam, namun menyimpan berita yang begitu besar.
"Hasil lab anda sudah keluar nona" ucap dokter Sebastian begitu hati hati
Nara masih diam, tangan nya langsung meraih kertas kertas yang belum dia mengerti apa isi nya, namun melihat ekspresi dokter Sebastian, seperti nya Nara tahu jika ini bukan hal yang sepele. Kening nya mengkerut saat membaca berbagai tulisan dan hasil lab nya kemarin.
Dia bukan orang yang mengerti tentang dunia kedokteran, namun sebagai orang awam dia tahu jika dia memang mengalami hal yang serius pada tubuh nya.
"Anda mengidap kanker ginjal hampir stadium tiga. Keadaan ginjal anda sudah parah dan harus segera ditangani" ungkap dokter Sebastian begitu menyesal, dia tahu seharusnya diusia semuda Nara, wanita ini masih bisa menjaga pola hidup nya dengan baik, namun yang terjadi dia sudah harus mengalami penyakit mengerihkan seperti ini.
Nara masih terdiam dengan pandangan yang begitu nanar, dokter Sebastian terus saja menjelaskan hal yang sebenar nya tidak dia mengerti. Yang Nara tahu, jika sudah begini pasti hidup nya tidak akan lama lagi. Ya, takdir begitu kejam bukan, disaat dia sedang memperjuangkan cinta suami nya, dia malah harus dihadapkan dengan kenyataan ini. Ini bukan kabar menyedihkan yang pernah Nara dengar, dia sudah cukup sering mengalami kepahitan dan kesedihan lain nya, apalagi tentang cinta nya. Tapi kenapa hati nya tetap saja belum bisa untuk kuat meski sudah ditempah berkali kali?
Mata Nara mengerjap beberapa kali dan meletakan kembali kertas kertas jahat itu diatas meja, begitu pelan dan lembut, mungkin karena rasa nya dia sudah kehilangan tenaga
"Nona Nara, sebaiknya anda segera dirawat agar mendapatkan penanganan secepat nya, penyakit anda masih bisa disembuhkan jika anda melakukan pengobatan sesuai dengan prosedur yang dianjurkan" ungkap dokter Sebastian
"Operasi?" tanya Nara dan dokter Sebastian langsung mengangguk dengan tenang
"Setidak nya ginjal anda yang telah rusak harus diangkat, dan jika memungkinkan anda harus mendapatkan donor ginjal secepatnya" kata dokter Sebastian lagi, wajah nya nampak tenang namun menyiratkan kesedihan yang mendalam, apalagi melihat wajah pucat Nara yang tampak lesu
"Jika aku tidak mendapatkan donor ginjal, apa aku akan.....mati?" tanya Nara dengan kerongkongan yang begitu terasa mencekat
Dokter Sebastian tidak ingin menjawab, dan Nara tahu apa jawaban nya, dia tahu penyakit ini memang berbahaya, mana ada kanker yang bisa sembuh, setiap orang yang menderita penyakit ini pasti akan berakhir begitu saja, lantas, apa yang harus dia lakukan?
Nara langsung tersenyum dan meraih kembali kertas kertas itu lalu memasukan nya kedalam tas
"Nona, anda harus segera bertindak sebelum sel kanker menyebar keanggota tubuh yang lain" dokter Sebastian terdengar mengingatkan Nara, namun Nara hanya mengangguk dan tersenyum tipis dengan mata yang berkaca kaca, dia sudah tidak tahan lagi untuk tidak menangis.
"Akan saya pertimbangkan dokter. Permisi" ucap Nara yang langsung berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
Langkah kaki Nara berjalan gontai menuju parkiran mobil. Rasa nya dia ingin menangis sejadi jadi nya, mengeluarkan semua sesak dan sakit yang begitu mendera. Tidak cukupkah hati nya saja yang sakit, kenapa sekarang tubuh nya juga?
Nara duduk didalam mobil dengan pandangan begitu getir. Dia ingin menangis, namun dia merasa jika air mata nya sudah mengering dan terkuras habis. Dia butuh sandaran, namun yang dia harapkan sama sekali tidak memperdulikan.
Dua tahun Nara menjalani pernikahan dengan Reynand, setiap hari dia mencoba menjadi istri yang baik untuk pria itu, menyiapkan keperluan nya, memasak makanan yang enak untuk dia santap, dan juga melayani kebutuhan biologis nya meski harus selalu tersiksa dengan cara kasar pria itu. Semua Nara lakukan dengan hati yang sabar atas dasar cinta. Namun yang dia terima malah kesakitan yang terus menerus menggerogoti batin nya dan sekarang fisik nya.
Meski sekejap, namun Nara sempat membaca, jika penyakit yang dideritanya adalah karena pola hidup nya yang tidak sehat. Fikiran nya yang stres dan sering meminum obat obat penenang bahkan setiap malam dia selalu meminum obat tidur jika Reynand tidak pulang kerumah. Ya, sesusah itu dia berusaha menenangkan hati nya saat Reynand lebih memilih berdua dengan kekasih nya, dan sekarang tubuh nya lah yang terkena imbas nya.
Nara mulai melajukan mobil nya menuju rumah yang selama ini dia tinggali, rumah yang seharus nya menjadi tempat yang paling nyaman, namun nyata nya rumah itu adalah rumah yang hanya berisi dengan kesakitan.
Nara meringis perih saat dia rasa pinggang nya kembali berdenyut, seperti nya memang sudah hancur, maka dari itu dia selalu merasakan kesakitan seperti ini. Dengan cepat Nara turun dari mobil dan masuk kedalam rumah dengan sedikit berlari menuju dapur. Rumah itu tidak begitu besar, bahkan terkesan minimalis, namun jika sedang sakit begini semua terasa begitu sulit untuk diraih.
Tangan Nara bergetar menuangkan air kedalam gelas dan dengan cepat dia meminum hingga dua gelas bersamaan dengan obat pereda nyeri yang diberikan dokter Sebastian minggu lalu.
Nara terduduk lemas dengan keringat yang mengalir dikening nya, wajah nya semakin pucat, apalagi jika tengah kesakitan seperti ini.
Entah apa yang harus dilakukan nya, Nara benar benar bingung. Apa dia harus memberitahukan pada suami nya tentang penyakit nya, dan berkata jika dia sekarat sekarang? Jika begitu apa suami nya bisa berbelas kasihan kepada nya.
"Nona sudah pulang?" sapa bibi Jum, pekerja yang membantu Nara membersihkan rumah
Nara menoleh kearah nya dan tersenyum tipis
"Wajah nona pucat sekali, nona sakit?" bibi Jum kembali bertanya dengan wajah yang begitu cemas
"Enggak apa apa bi, cuma capek aja" jawab Nara
"Yauda, nona istirahat dulu, nanti bibi buatkan wedang jahe" kata bibi Jum dan Nara hanya mengangguk tipis. Ya, setidak nya disaat semua orang tidak memperdulikan nya, masih ada bibi Jum yang memberikan nya perhatian kecil
"Tuan tadi pulang sebentar, dia mau ngambil baju, kata nya mau pergi lagi" ucap bibi Jum yang kini sedang membereskan meja makan bekas tumpahan kopi, seperti nya Reynand sempat minum kopi tadi
Nara hanya mengangguk dan beranjak dari duduk nya. Reynand pasti pergi menemui Cleo, wanita yang menjadi cinta pertama nya, wanita yang juga sekarat dan selalu membutuhkan donor darah dari Nara. Wanita yang pernah ingin sekali dinikahi oleh Reynand namun Nara yang terlebih dahulu merebut posisi itu. Dan itulah yang membuat Reynand tidak pernah mencintai nya hingga kini. Mereka terjerat dalam hubungan cinta yang cukup rumit.
...
*Selamat datang dikarya baru aku, jangan lupa kasih like dan koment kalian ya guys.......
Hari minggu ini Nara hanya duduk diam didalam kamar, hujan diluar rumah sejak pagi tadi belum juga berhenti. Nara melirik jam didinding kamar dan ternyata sudah pukul empat sore. Tubuh nya masih betah bergelung didalam selimut, dia duduk memandang nanar keluar jendela. Wajah Nara masih begitu pucat, sakit dipinggang nya masih terasa, mungkin karena dia belum meminum obat nya siang ini. Obat yang mungkin akan menemani disetiap detik terakhir nafas hidup nya.
Rintik hujan yang turun seakan menyiratkan kesedihan yang mendalam dihati, ingin rasa nya dia pergi dan menyerah, tapi cinta Nara untuk Reynand benar benar memenjarakan diri nya. Ini adalah pilihan nya dulu, memaksa Reynand untuk menikahi nya. Bahkan Nara masih ingat jelas wajah marah dan jijik Reynand saat itu, dua tahun yang lalu ditelaga biru disudut kota.
Flashback
Reynand berlari tergesa menghampiri Nara yang tengah berdiri mematung memandang keindahan sebuah telaga bewara biru kehijauan, telaga yang berhiaskan lumut hijau dan ribuan bunga teratai diatas nya. Saat itu dia sedang mengamati sebuah pembangunan jembatan tidak jauh dari tempat dia berdiri. Dan dia dikejutkan dengan kedatangan Reynand dengan wajah yang begitu cemas
"Nara!" seru Reynand
Nara langsung berbalik dan memandang Reynand dengan senyum nya seperti biasa, mereka sudah berteman sejak setahun terakhir karena kerja sama sebuah proyek. Itu juga karena usaha yang Nara lakukan, Reynand Adiputra adalah pewaris tunggal perusahaan raksasa Adidaksa, membuat dia mempunyai sifat angkuh yang tidak sembarang orang bisa menyentuh perasaan nya.
"Nara, tolong aku" pinta Reynand, bahkan Nara dapat melihat jika wajah pria itu begitu pucat dengan nafas nya yang tersengal, mungkin karena dia berlari dari mobil menuju tempat Nara berada. Entah apa yang terjadi, tapi seperti nya ini memang bukan hal baik
"Ada apa?" tanya Nara
Reynand segera meraih tangan Nara dan menggenggam nya dengan erat, seerat hati Nara untuk lelaki ini. Nara bisa merasakan jika pandangan mata itu begitu penuh harap dan iba. Apa yang terjadi, kenapa Reynand seperti ini, lelaki itu adalah lelaki yang dingin dan kaku, namun sekarang dia seperti menjatuhkan harga diri didepan Nara
"Tolong berikan sedikit darahmu untuk Cleo"
Seketika jantung Nara terasa berhenti berdetak, namun kembali melaju dengan denyut yang lebih cepat. Antara bingung dan terkejut mendengar permintaan lelaki ini, dia tahu jika Cleo adalah perempuan yang baru menjalin kasih dengan Reynand beberapa bulan terakhir, perempuan cantik namun memiliki sifat yang begitu licik. Nara mengenal nya, karena Cleo adalah teman nya sewaktu masa kuliah dulu.
"Memberikan darah untuk nya?" tanya Nara, dia berusaha untuk menepis praduga nya namun langsung terpatahkan oleh anggukan kepala Reynand
"Cleo sakit parah, dia menderita Thalamesia, dia membutuhkan donor darah secepatnya, hanya kamu yang bisa membantuku Nara, aku mohon" Reynand meminta dengan begitu memelas
Nara tampak terdiam, sakit parah? Kenapa bisa, bukan kah selama ini dia adalah perempuan yang paling sehat sehingga selalu bisa membuat Nara susah sejak dulu?
"Nara aku mohon, stok darah dirumah sakit tidak ada, dan aku sudah mencarinya kemanapun, hanya kamu Nara harapan terakhir ku" ungkap Reynand terlihat putus asa
Nara terdiam, satu fikiran langsung terlintas dihatinya. Dia tahu ini gila, tapi ini adalah kesempatan untuk nya menyelamatkan Reynand dan keluarga nya.
"Aku akan menolong nya" jawab Nara. Dan dapat dia lihat wajah Reynand yang langsung berbinar dengan indah
"Tapi ada syaratnya" kata Nara lagi
"Apa syaratnya, aku pasti akan mengabulkan semua permintaanmu, apapun" sahut Reynand tanpa berfikir panjang, dia benar benar membutuhkan darah itu untuk kekasih nya, namun Nara tidak akan dengan mudah memberikan nya
"Nikahi aku"
Nara memandang Reynand yang tampak terbelalak kaget, bahkan dia langsung melepaskan genggaman tangan nya dan mundur menjauh dengan wajah yang benar benar terkejut dengan permintaan gila Nara
"Nara kamu bercanda kan" tanya Reynand dengan tatapan masih tidak percaya
"Jika kamu mau menikahiku, maka aku akan mendonorkan darahku untuk nya" kata Nara tanpa ragu sedikitpun
"Kamu gila!" Reynand membentak dengan segenap emosi nya, dia benar benar tidak percaya dengan permintaan Nara
"Kamu tahu dia kekasih ku Nara, dan kamu malah meminta ku untuk menikahimu, apa kamu tidak waras" seru Reynand lagi
"Semua ada ditangan mu Rey" jawab Nara masih terlihat tenang. Dia tahu Reynand pasti akan bimbang, tapi cinta nya benar benar ingin terus melihat Reynand bahagia
Reynand langsung terdiam dengan nafas yang memburu. Pandangan mata yang tajam itu seolah mampu membelah jantung Nara. Antara marah, jijik dan kecewa, namun rasa bingung yang lebih besar dapat Nara lihat diwajah nya.
Reynand mencengkram rambut nya dengan kuat dan berteriak frustasi, saat ini dia tidak punya pilihan lain, dokter berkata jika hari ini Cleo tidak mendapatkan sekantong darah, maka nyawa nya akan terancam.
"Baiklah, tapi jangan pernah kau melarangku untuk bersama dengan Cleo" kata Reynand yang langsung menarik tangan Nara.
Nara hanya diam dan tersenyum tipis mengikuti langkah kaki Reynand yang membawa nya kerumah sakit.
Flashback off
Hari itu, setelah mendonorkan darah nya untuk Cleo, Reynand menepati janjinya dan menikahi Nara. Tidak ada yang tahu tentang pernikahan itu, semua disembunyikan oleh Reynand. Nara tidak masalah, karena yang dia mau dia hanya ingin hidup dengan Reynand, membuang cinta Cleo dan mengganti nya dengan cinta yang dia miliki.
Sikap Reynand yang berubah kasar sejak mereka menikah, dia sangka karena lelaki itu yang belum bisa menerima nya, dan Nara masih selalu bersabar untuk meluluhkan hati suami nya. Setiap hari dia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namun ternyata semua tidak mudah, hati Nara semakin rapuh dan begitu sakit dengan semua perlakuan nya yang semakin parah. Belum lagi setiap bulan dia yang harus mendonorkan darah nya untuk Cleo.
Terkadang, Nara berfikir, apa tindakan nya salah? Apa dia begitu serakah? Dia hanya ingin Reynand tidak terjerat dengan kepalsuan Cleo, Nara tahu apa yang diinginkan Cleo, dia bukan menginginkan cinta lelaki itu, melainkan semua kekayaan Reynand yang melimpah. Ya, Nara hanya ingin menyelamatkan Reynand dari keserakahan Cleo, namun cara yang dia ambil telah salah, dan kini dirinya lah yang menderita.
Cinta Nara tidak salah, dia tetap akan berjuang untuk mendapatkan cinta Reynand. Dia akan membalas kebencian Reynand dengan cinta nya yang begitu besar, meski dia tidak tahu, mana yang akan lebih dulu merenggut nyawa nya, sakit nya, atau cinta nya pada lelaki itu.
Lamunan Nara langsung pecah saat dia mendengar suara mobil memasuki garasi, dia menoleh kearah jendela, ternyata hujan sudah mereda.
Dengan cepat kaki nya berjalan menuju meja rias, mengambil lipstik dan mengoleskan sedikit dibibir pucat itu. Dia tidak ingin Reynand tahu jika dia tengah sakit, dia sudah memutuskan untuk menyembunyikan sakit nya dari Reynand, karena pria itu juga pasti tidak akan perduli.
Nara menyambut Reynand dengan senyum manis nya seperti biasa didepan pintu, meski yang dia dapatkan hanya wajah datar dan dingin milik Reynand.
Lelaki itu hanya melengos dan berlalu meninggalkan Nara yang menatap nya dengan lirih. Ya, seperti ini lah setiap harinya. Setelah Reynand masuk kedalam kamar, Nara langsung membuat kan teh hangat untuk Reynand, mengantarkan nya masuk kedalam kamar dan menyiapkan segala keperluan nya.
Mereka tidak berada dikamar yang sama, hanya jika Reynand menginginkan dirinya, barulah lelaki itu itu datang kekamar nya, ya, terkadang Nara berfikir jika dia sudah seperti wanita bayaran, semenyedihkan itu memang.
Reynand keluar dari kamar mandi disaat Nara masih merapikan tempat tidur nya
"Besok kamu jangan pergi kemana pun, kamu harus mendonorkan darah mu untuk Cleo" kata Reynand terdengar begitu dingin
"Tidak bisakah untuk menunda nya, atau sepaling tidak mencari ditempat lain dulu" pinta Nara, dia merasa tubuh nya sudah sangat lemah, bahkan dia sendiri seharus nya memerlukan darah
Reynand terlihat berdecih sinis dan mendekat kearah Nara dengan wajah benci nya. Dia mencengkram dagu Nara dengan kuat, membuat Nara langsung meringis menahan sakit
"Apa hak mu untuk menolak hm?"
"Aku, aku merasa sedang tidak enak badan" jawab Nara namun itu semakin menguatkan cengkraman didagu nya
"Walaupun kau sedang sekarat kau tetap harus memberikan darahmu pada nya. Bukankah kau tahu ini adalah bayaran untuk semua permintaan mu" desis Reynand sembari menghempas kuat wajah Nara membuat dia langsung terhempas keatas tempat tidur
Mata Nara berkaca kaca namun sungguh dia tidak dapat lagi untuk menangis, dia hanya mengusap dagu nya yang memerah seiring dengan mata nya yang menatap nanar kepergian Reynand
Sudah dia duga, lelaki itu tidak akan pernah mau tahu tentang keadaan nya, mungkin jika Nara mati, dia tidak akan bersedih sedikitpun, mungkinkah begitu???
Mata itu terasa begitu berat untuk terbuka, namun denting waktu sudah harus menyuruh nya untuk segera bangun. Nara sedikit meringis saat dirasa tubuh nya benar benar sudah terasa remuk, apalagi nyeri dipinggang nya yang sungguh menyiksa. Perlahan kaki jenjang itu turun dan menapak diatas lantai yang entah kenapa terasa begitu dingin, atau karena memang tubuh nya yang semakin lama semakin tidak sehat dan tidak bisa merasakan kenyamanan lagi.
Mata Nara melirik kearah jam kecil diatas meja, ternyata sudah pukul 06.30. Bahkan ketika membuka mata pun dia sudah kalah dengan matahari, apalagi dikehidupan nanti. Entah lah, Nara tidak bisa membayangkan nya, bisa bangun disetiap pagi saja sudah menjadi anugrah tersendiri untuk nya.
Meski lelah dan berat, namun Nara tetap harus bangun dan menyiapkan sarapan untuk Reynand seperti biasa. Bibi Jum hanya datang disiang sampai sore hari, itu pun hanya untuk membereskan rumah yang dia tinggalkan bekerja, untuk keperluan Reynand, semua dia sendiri yang melayani nya.
Setelah membasuh wajah dan mengganti pakaian, Nara langsung keluar menuju dapur, namun dia dikejutkan oleh keberadaan Reynand yang telah duduk dimeja makan dengan wajah yang begitu dingin menatap nya. Tidak ada apapun dihadapan lelaki itu, dia hanya duduk diam disana dan menantikan kehadiran Nara, ya seharus nya Nara tahu jika lelaki ini dipenuhi dengan kedisiplinan.
"Apa kamu sudah lupa dengan tugas mu?" tanya Reynand dingin, namun Nara langsung tersenyum menyambut nya, tolong jangan menampakkan kesedihannya, Reynand harus tahu, meski dia menghujani Nara dengan sikap kasar, namun Nara akan membalas nya dengan setiap senyuman
"Maaf, aku kesiangan, aku akan membuatkan sarapan untuk mu" sahut Nara dengan cepat, dia ingin berlalu menuju lemari penyimpanan makanan, namun tangan nya langsung dicekal oleh Reynand, bahkan pria itu berdiri dengan cepat hingga kursi yang dia duduki jatuh tergeletak dilantai
"Kau semakin lama semakin tidak tahu diri Nara, jika kau tidak bisa melayani ku, maka kau pergi dari kehidupan ku!" bentak Reynand dengan cengkraman tangan yang begitu kuat dilengan Nara
"Sakit" gumam Nara, karena demi apapun dia tidak bisa menerima perlakuan kasar lebih banyak, tubuh nya sudah lemah dan rapuh
Reynand langsung tersenyum sinis melihat kesakitan Nara, seolah itu adalah hal yang menyenangkan bagi nya, meski dia sedikit heran melihat wajah Nara yang begitu pucat, tapi apa perduli nya
"Sakit? Sakit kau bilang? Ini tidak sebanding dengan apa yang kau lakukan padaku dan Cleo, kau yang meminta, kau yang harus menerima" desis Reynand
Dia langsung menarik lengan Nara dengan kuat, menyeret nya kembali kekamar Nara dan menghempaskan gadis lemah itu diatas lantai, menatap nya dengan pandangan benci dan jijik sekaligus.
"Kau selalu membuang waktu berharga ku, dasar tidak berguna! Jika dalam lima menit kau tidak datang kemobil, aku akan memenggal kepalamu!" ancam Reynand yang langsung berlalu dan keluar dari kamar Nara dan masuk kedalam kamar nya. Bahkan Nara dapat mendengar bantingan kerasa pintu yang tertutup.
Nara mengusap lengan nya yang memerah, dia bangun dengan cepat dan segera mengganti kembali pakaian nya, memoles sedikit wajah nya dengan make up dan segera menyambar tas yang ada diatas meja. Lupakan mandi, karena sungguh, untuk berpijak dilantai saja dia sudah begitu kedinginian.
"Nara!!!" teriakan suara yang menggelegar kuat membuat Nara langsung berlari keluar kamar dan mendapati Reynand yang sudah berdiri didepan pintu memandang nya dengan pandangan mata yang tajam
"Cepat bodoh!!" bentak nya sembari menarik kuat lengan Nara hingga Nara merasa kepala nya pusing karena hentakan hentakan dari Reynand yang membawa nya masuk kedalam mobil, bahkan Reynand dengan sengaja mendorong Nara membuat gadis itu kembali meringis saat kepala nya terhantuk dashboard mobilnya.
Reynand melajukan mobil nya dengan kecepatan tinggi, sedangkan Nara hanya diam dan memandang kearah luar jendela mobil. Hati nya sakit, tentu saja, tapi apa yang mau dia harapkan, Reynand membenci nya, tapi dia malah terpenjara dalam cinta lelaki ini. Biarlah dia menghabiskan sisa waktu hidup nya hanya dengan menunggu cinta Reynand.
Hampir dua jam kemudian, mobil yang dikendarai Reynand telah tiba didepan rumah sakit yang setiap bulan dia datangi untuk memberikan darah nya pada orang yang dia benci. Demi Reynand, dan demi kebodohan nya.
"Cepatlah" bentak Reynand yang kembali menarik kasar lengan Nara. Nara hanya diam dan mengikuti langkah besar kaki gagah itu. Bahkan dia merasa pinggang nya kembali nyeri karena dia belum meminum obat nya pagi ini.
Tanpa menunggu apapun, Reynand langsung membawa Nara masuk kedalam ruang yang memang telah disediakan khusus untuk nya. Disana sudah ada dua orang perawat yang bertugas untuk mengambil darah Nara.
"Ambil darah nya sebanyak yang diperlukan" kata Reynand tanpa memikirkan kesehatan Nara sama sekali, yang dia tahu selama ini Nara selalu sehat dan tidak pernah sakit, dia selalu semangat menjalani hari untuk melayani nya atau bahkan mengurus perusahaan, lalu apa yang harus dia perdulikan.
Nara langsung tersenyum tipis melihat kepergian Reynand yang sama sekali tidak memandang nya. Nara terduduk dengan lemas diatas ranjang itu dengan sedikit ringisan diwajah nya.
"Nona anda baik baik saja?" tanya seorang perawat yang biasa menangani nya
"Hmm, lakukan lah" kata Nara yang langsung terbaring disana
"Tapi seperti nya anda tidak sehat nona, kita harus memeriksa nya dulu" ucap perawat itu terlihat ragu, namun Nara menggeleng tipis dan tersenyum. Jika mereka tahu Nara sakit, mereka tidak akan mengambil darah nya, dan Reynand pasti akan menggila
"Tidak apa apa, aku baik baik saja. Lakukan dengan cepat, kalian tidak mau kan jika tuan kalian itu marah" kata Nara, dua perawat itu saling pandang ragu, namun mau tidak mau mereka juga melakukannya.
Jarum mulai dimasukan kedalam kulit Nara, membuat nya langsung terpejam. Rasa sakit mulai menjalar diseluruh tubuh nya. Bahkan dia merasa jika semua terasa dingin dan membeku, lemas dan tidak bertenaga saat cc demi cc darah nya yang hanya sedikit harus dipaksa keluar. Dan akhir nya, Nara tidak sanggup lagi, dia terpejam dan melupakan semua yang dirasakan nya.
Dua perawat itu langsung menghentikan pengambilan darah Nara yang sudah pucat bagai tidak dialiri darah, tubuh Nara sangat dingin, membuat mereka cemas, tapi mengadu pada tuan pemilik rumah sakit itu juga percuma, karena dia pasti tidak akan perduli seperti sebelum sebelum nya. Dan akhir nya mereka memilih membiarkan Nara tidur dalam kesakitan nya.
....
Mata Nara mulai terbuka dengan sayu, denting jam dinding menemani keheningan diruangan itu. Dia hanya mampu melirikan mata nya mengamati keberadaan nya saat ini. Ya, ternyata dia masih diruangan tadi, sendiri dan sepi, terbaikan dan dilupakan setelah dia hampir mati karena nya.
Nara mengusap kepala nya yang terasa begitu pusing, pandangan nya bahkan tampak mengabur dan berputar, entah seberapa banyak perawat mengambil darah Nara. Namun dia merasa jika mereka hanya menyisakan sedikit demi untuk menopang kehidupan nya.
Menyedihkan sekali, dia memberikan sisa darah yang dia miliki untuk kehidupan orang lain, sementara kehidupan nya sendiri hampir musnah dan tidak bisa diprediksi.
Apa Cleo tidak akan semakin sakit menerima darah nya, apa kanker nya tidak akan menular pada wanita itu. Nara tidak perduli, sisi hati jahat nya bahkan ingin Cleo merasakan hal yang dia rasakan saat ini.
Nara melirik jam didinding usang itu, hari sudah pukul lima sore, selama itu dia tertidur. Nara melepaskan paksa jarum infus yang tertanam dipunggung tangan nya, namun tidak lagi merasakan sakit mungkin karena kulit nya yang sudah mati rasa dan terasa membeku.
Kepala nya masih pusing, namun pandangan mata nya sudah membaik kembali. Nara meraih tas yang ada diatas meja, memakai kembali sepatu nya, dia harus segera pergi dari sini. Kepala nya akan bertambah sakit jika terlalu lama berada diruangan yang berbau karbol dan obat obatan yang begitu menyengat.
Sakit dipinggang nya begitu menggigit, namun dia terus berjalan tertatih menyusuri setiap ruang kamar rumah sakit. Namun langkah kaki nya terhenti didepan sebuah kamar. Dia tidak bisa mengendalikan kaki nya dan memilih berhenti.
Orang didalam kamar itu adalah Cleo, bersama suami nya sendiri, Reynand. Pintu tidak tertutup rapat sehingga Nara bisa melihat mereka didepan sana.
Cleo memang cantik dan lembut, bahkan pakaian rumah sakit yang dia kenakan tidak bisa menutupi kecantikan yang dia miliki, kulit putih dan mata almond nya bersinar dengan cerah.
Nara begitu cemburu dan sakit melihat cara Reynand memperlakukan gadis itu, benar benar berbanding terbalik dengan cara pria itu memperlakukannya, semakin lama melihat nya, hati Nara semakin perih.
Semua orang tahu jika Reynand memiliki hati dan sifat sedingin es, angkuh dan sombong, namun Nara tahu betul jika pria itu sebenar nya hanya memberikan semua kelembutan dan kehangatan nya hanya pada Cleo. Ya, dulu Reynand juga begitu baik pada nya, namun sekarang, tidak ada lagi kebaikan yang tersisa, bahkan hanya sekedar senyum pun tidak pernah lagi Nara terima.
Dua orang itu langsung menyadari keberadaan Nara, dan dapat Nara lihat Cleo langsung memeluk lengan Reynand dan bersembunyi dibalik punggung nya.
Reynand mengusap bahu Cleo dengan lembut, namun menatap tajam pada Nara yang memandang mereka dengan kesedihan
"Untuk apa kamu berdiri disana? Kamu mau membuat Cleo takut!" bentak Reynand, namun Nara hanya terdiam dan memandang mereka dengan hati yang sakit. Bagaimana tidak, perlakuan lembut Reynand pada Cleo adalah sikap Reynand yang selalu dia dambakan selama ini.
Nara tertunduk, seolah menyimpan luka hati nya yang begitu lebar terkoyak. Dia kembali menatap Reynand dan tersenyum dengan getir, membuat pria itu sedikit mengernyit saat menyapu penampilan Nara yang begitu pucat dan layu, semburat emosi tiba tiba muncul dihati nya,entah apa dia pun tidak mengerti
"Pulanglah, kamu tidak dibutuhkan lagi disini" ucap Reynand dengan begitu tega
"Kamu tidak pulang?" tanya Nara, dan dapat dia lihat Cleo menatap nya dengan sadis dari balik pundak Reynand, tangan gadis itu mencengkram kuat lengan Reynand yang menatap Nara dengan penuh kebencian dan kejengkelan.
Entah kenapa Reynand begitu membenci nya, padahal Nara sudah memberikan semua yang Reynand mau, bahkan nyawa nya sekalipun. Dia tidak pernah menghalangi Reynand bertemu dengan Cleo, tapi tidak bisakah pria itu sedikit lembut pada nya, hati Nara begitu sakit jika membayangkan apa yang telah mereka lakukan selama dua tahun ini dibelakang nya
Melihat pandangan Reynand yang seperti ingin melahap nya, Nara tersenyum kembali dan mengangguk pelan. Dia membalikkan tubuh nya dengan mata yang kembali mengabur oleh buliran air mata. Sakit, tentu saja, Reynand suami nya, namun lebih memilih menemani wanita lain dibanding dengan istri nya yang sedang sekarat.
Dia sudah rela berbagi darah nya untuk Cleo, dia rela berbagi suami nya dengan gadis itu, tapi kenapa Reynand tidak bisa membagi sedikit cinta untuk nya.
Nara langsung jatuh terduduk disebuah kursi didepan rumah sakit, tidak ada yang perduli saat dia meringis kesakitan mengusap bagian pinggang nya, semua orang hanya berlalu lalang dan melewatinya begitu saja.
Tanpa terasa air mata Nara menetes menahan sakit, sakit karena penyakit dan sakit karena hati nya yang kembali luka. Nara menangis, dia menangis lagi, bahkan dia kira air mata nya sudah mengering, namun hari ini dia menangis karena rasa sakit yang tidak bisa dia tahan. Tangan nya mencengkram baju bagian dada nya dengan erat, seolah itu bisa menarik rasa sakit didalam hati.
Nara menahan tangis dan mendongak sembari menggigit bibir bawah nya saat melihat seorang anak lelaki kecil datang dan memberikan tisu pada nya.
"Kakak, ini tisu untukmu, aku memberikan nya gratis" ucap anak lelaki itu dengan polos nya
Nara tersenyum dengan begitu pedih sembari meraih sehelai tisu dari anak yang memang menjual tisu dibalik punggung nya
"Jangan menangis lagi, kakak enggak boleh takut, kata ibu jarum suntik enggak sakit kok" ungkap anak lekaki itu dengan begitu polos
Nara hanya mengangguk dan mengusap air mata nya. Dan anak lelaki itu bergegas pergi sembari meneriakkan tisu kepada orang orang disekitar nya
Nara memandang tisu ditangan nya dengan pandangan getir dan begitu nanar
"Takut...."
Nara mengusap pinggang nya yang benar benar sakit, kemudian tertunduk dengan mata yang terpejam membuat buliran air kembali menetes diwajah pucat nya. Dia tidak takut dengan jarum suntik, tapi dia takut dengan hal yang lain. Dia takut pergi kerumah sakit sendirian, dia takut mendengar dokter mengatakan tentang penyakitnya, dia takut menjalani pengobatan sendiri, dan yang paling dia takutkan dari semua nya adalah....
mati sendirian tanpa ada orang yang perduli.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!