NovelToon NovelToon

Suamiku Bukan Pria Pilihanku

Pertemuan Terakhir

"Hai ... Sudah lama menunggu?" tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba duduk di samping Meylan.

Meylan menggeleng pelan. Raut wajahnya murung, seperti sedang menyimpan beban. Dia tidak tahu bagaimana caranya mengatakan kepada laki-laki yang sudah dua tahun menjadi kekasihnya ini. Meylan mencintai laki-laki ini dan sudah membayangkan akan hidup bersamanya sampai tua nanti.

Tetapi takdir berkata lain. Meylan harus menikah dengan Renan, anak dari Tuan Kusuma dan Nyonya Kana, orang yang telah berjasa dalam hidupnya.

"Katakan, kenapa kekasihku murung seperti ini? Apa ada masalah?" tanya laki-laki itu lagi.

Sudah dua tahun pacaran membuat dia hafal betul bagaimana sifat Meylan. Jika dia diam seperti ini, pasti dia sedang ada masalah.

Tangan laki-laki itu meraih wajah Meylan dan menyingkirkan anak rambut yang menutupi pipinya. Dia mengusap pipi Mey dengan lembut, menunjukkan betapa dia sangat menyayanginya.

"Katakan cantik ... Apa yang menggangu pikiranmu?" tanyanya lembut.

Meylan terus menatap laki-laki di sampingnya. Dia tidak mengatakan apa-apa tetapi matanya mulai berkaca-kaca.

"Ada apa?" Laki-laki itu langsung menarik tubuh Meylan ke dalam pelukannya. Air mata Meylan mengalir tidak terbendung di dalam pelukan laki-laki itu. Meylan menghapus air matanya lalu melepaskan pelukannya.

"Ivan ... " Suara Meylan lemah. Belum sempat dia bicara air matanya kembali menetes. Dengan penuh kasih, Ivan menghapus air mata yang kembali membasahi pipi kekasihnya itu.

"Kamu kenapa hmmm ... ? Tidak biasanya kamu seperti ini? Katakan padaku .... " ucap Ivan lembut sambil terus membelai pipi Meylan.

Ivan sudah mulai curiga karena Meylan bukanlah gadis cengeng. Pasti masalah yang dia hadapi sangat berat hingga membuatnya sampai seperti ini.

"Ivan ... " Mey berusaha bicara disela tangisnya. "Maaf .... Aku harus mengakhiri hubungan kita," lanjutnya dengan air mata yang tidak berhenti menetes.

Ivan tertawa mendengar kalimat yang keluar dari mulut Meylan.

"Apa maksudmu? Apa kamu sedang mengerjai aku? Apa masalahmu sampai kamu harus mengakhiri hubungan kita?"

"Aku sungguh-sungguh. Aku akan menikah dengan Renan," jawab Mey lirih. Dia menundukkan kepalanya karena tidak kuasa menatap Ivan.

"Apa??? Apa maksudmu???" Raut wajah Ivan berubah seketika.

Meylan terus menundukkan kepalanya. "Tuan Kusuma dan Nyonya Kana mendatangi aku dan memintaku untuk menikah dengan anaknya."

"Tidak mungkin Mey!!! Tidak mungkin!!!"

"Itu benar ... " Meylan terisak.

"Maaf .... Aku tidak bisa menolaknya. Aku harus membalas budi atas kebaikan mereka selama ini. Kamu tahu yang sudah mereka lakukan untukku. Mereka yang membiayai seluruh hidupku. Memungutku dari panti asuhan dan menyekolahkan aku di sekolah asrama terbaik. Aku bisa seperti ini karena mereka."

"Tapi masih banyak cara lain untuk membalas budi. Tidak harus menikah dengan anaknya!!!" Mata Ivan mulai merah, antara marah dan hampir menangis.

"Tapi hanya itu yang mereka minta dariku ... Aku pun tidak mau Ivan ... Tetapi aku tidak bisa menolaknya!"

"Aku ... Aku akan menabung. Aku akan mengembalikan semua uang yang telah mereka keluarkan untukmu! Atau .. Atau aku bisa mengajukan pinjaman. Aku akan membayar semuanya asal kamu tidak menikah dengan anak mereka." Suara Renan mulai berat dan terbata.

"Tidak mungkin ... Kamu sendiri membutuhkan uang untuk pengobatan ibumu. Menabung seumur hidup pun tidak akan mampu mengembalikan uang mereka," Meylan semakin terisak.

Ivan membuang wajahnya. Dia tidak ingin menatap wajah Meylan.

"Ivan ... " panggil Meylan lirih.

Laki-laki itu masih membuang wajahnya. Dia tidak ingin menatap wanita yang sangat dicintainya ini.

"Apa kamu menginginkan hartanya karena itu kamu mau menikah dengannya?!" ucap Ivan sambil terus memalingkan wajahnya dari Meylan.

"Ivan! Kamu tahu aku bukan wanita semacam itu." Suara Meylan semakin lirih diiringi tangis.

"Maaf ... Maafkan Aku ... Aku tahu kamu bukan wanita seperti itu. Aku hanya tidak bisa menerima kenyataan ini."

Ivan mengusap wajahnya dengan kasar. Sekuat hati dia menahan agar air mata tidak menetes di depan Meylan.

"Lihat aku ... Menoleh lah padaku. Lihat aku untuk terkahir kalinya ... "

Dengan berat hati Ivan menoleh ke arah Meylan. Mata mereka bertemu. Mata yang sama-sama merah dan basah.

"Maafkan aku ... Kamu mau kan? Kamu tahu aku tidak pernah menginginkan ini terjadi."

Ivan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak sanggup."

"Aku harus pergi ... " Meylan berdiri. "Selamat tinggal ... Aku yakin kamu bisa menemukan kebahagiaanmu tanpa aku."

Perlahan Meylan berjalan meninggalkan Ivan. Laki-laki itu hanya bisa menatap kepergiannya. Dia masih belum bisa menerima kenyataan jika kekasihnya akan menikah dengan laki-laki lain.

"Mey ... !" Teriak Ivan.

Meylan menghentikan langkahnya. Laki-laki berlari lalu memeluk Meylan dari belakang.

"Aku akan memastikan kamu bahagia, baru aku akan mencari kebahagiaanku sendiri," bisik Ivan.

Air mata Meylan mengalir semakin deras mendengar kata-kata Ivan.

*

*

*

Pesta pernikahan sudah selesai. Tamu undangan sudah pulang ke rumah masing-masing. Tinggallah Meylan bersama Nyonya Kana yang sekarang menjadi ibu mertuanya. Sementara Tuan Kusuma di ruangan lain bersama Renan, anak lelakinya.

"Meylan sayang, pokoknya Mama nitip Renan sama kamu. Mama yakin kamu bisa menjadi istri yang baik untuk Renan," ucap Nyonya Kana.

"Iya Tante," jawab Meylan gugup.

"Kok masih panggil Tante? Manggilnya Mama dong mulai sekarang," balas wanita itu ramah.

"Iya Ma ... "

"Memang Renan anaknya keras kepala tidak bisa diajak bicara, tetapi pada dasarnya dia anak baik. Dulu dia tidak seperti itu. Mama pikir mungkin karena dia lama tinggal di luar negeri lalu sifatnya mulai berubah. Sekarang dia menilai segalanya dengan uang. Usianya sudah matang, kalau tidak dipaksa seperti ini dia tidak akan mau menikah."

"Kalau Renan tidak menyukai aku bagaimana Ma?" tanya Meylan ragu.

"Dia pasti menyukaimu. Kamu cantik Mey, semua laki-laki tertarik padamu." Nyonya Kana menatap Meylan dengan tatapan penuh kasih dan kagum.

Meylan tidak mengerti kenapa Nyonya Kana dan Tuan Kusuma memilih dia untuk menjadi istri dari Renan, anak mereka satu-satunya. Meylan hanya anak yatim piatu. Bahkan Meylan bisa hidup layak karena belas kasihan keluarga Kusuma.

Sedangkan di luar sana banyak wanita yang lebih cantik dan lebih pantas untuk menjadikan pasangan Renan, tetapi kenapa mereka justru memilih Meylan.

"Itu Papa mu sudah selesai dengan Renan."

Nyonya Kana melihat Tuan Kusuma berjalan mendekat mereka. Di belakang Tuan Kusuma berjalan laki-laki gagah dan tampan yang sekarang menjadi suami Meylan.

"Meylan ... Papa sama Mama pamit dulu ya ... Kalau perlu apa-apa kamu bisa menghubungi papa atau mamamu. Jangan sungkan," ucap laki-laki paruh baya itu ramah.

"Iya Pa ... "

"Kita pulang sekarang Ma?" Nyonya Kana mengangguk.

"Sampai jumpa Meylan .... " Meylan mengangguk dan tersenyum. "Renan ... Jaga istrimu baik-baik!"

Tidak ada jawaban maupun perubahan ekspresi dari wajah Renan. Tanpa menunggu kedua orang tuanya pergi, Renan berbalik dan meninggalkan mereka semua. Dia bahkan tidak menoleh ke arah Meylan yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya.

Pisah Kamar

Mey sudah mengganti pakaiannya. Pakaian pengantin yang tadi dia kenakan sudah dia ganti dengan baju tidur biasa bukan lingerie layaknya pasangan pengantin di malam pertama mereka.

Mey menunggu di kamar pengantin yang sudah disiapkan untuk mereka. Lama sekali Mey menunggu tetapi suaminya, Renan tidak juga menampakkan batang hidungnya.

Mey yang mulai mengantuk tiba-tiba kaget mendengar suara pintu terbuka. Seorang pria tampan masuk membawa aura dingin yang menusuk.

Renan berjalan melewati Mey yang sedang duduk di tempat tidur tanpa menatap Mey. Bahkan sepertinya dia tidak menganggap Mey ada di sana. Dia langsung menuju lemari dan mengambil apa yang dia perlukan.

Mey tidak tahu harus bagaimana. Dia tahu Renan adalah anak Ruan Kusuma dan Nyonya Kana, tetapi mereka hanya bertemu beberapa kali, itupun waktu mereka masih kecil.

Mey disekolahkan di sekolah asrama, hanya pulang ke rumah keluarga Kusuma saat liburan. Sementara Renan, setelah lulus SMA dia langsung kuliah di luar negeri dan jarang pulang.

"Kak ... Aku Mey," ucap Mey polos. Tetapi Renan tidak menjawab.

"Aku bodoh sekali. Tentu saja dia tahu namaku Mey. Kami sudah menikah!" gumam Mey.

Usia Renan memang lebih tua dari Mey karena itu Mey sengaja memanggilnya kakak.

Mey terus mengikuti Renan di belakangnya. Tetapi Renan tetap mengacuhkan Mey. Dia sama sekali tidak melirik Mey.

"Apa kakak ingin mandi? Aku bisa siapkan air untuk kakak mandi."

Renan tetap membisu. Dia sibuk mencari sesuatu di dalam lemari.

"Apa kakak mencari sesuatu? Aku bisa bantu?" tanya Mey lagi.

Lagi-lagi Renan diam membisu.

Wajah Renan terlihat kesal, entah karena dia tidak menemukan barang yang dia cari atau mungkin karena suara Mey yang terus mengganggunya.

Renan berdiri lalu berjalan menuju pintu.

"Kak ... Apa Kakak tidak tidur di sini bersamaku?"

Renan menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan berjalan mendekati Mey. Mereka kini berhadapan. Ini adalah pertama kali mata mereka bertemu. Bahkan sejak di pesta tadi Renan sama sekali tidak mau melihat Mey. Dia selalu memalingkan wajahnya dari Mey.

Mey sampai mundur beberapa langkah karena takut dengan tatapan Renan.

"Aku tidak menginginkan pernikahan ini. Jadi berapa uang yang kau inginkan agar kamu mau bercerai dariku?"

Begitulah kalimat yang pertama kali keluar dari Renan, pria yang kini telah resmi menjadi suami Mey.

"Apa maksud Kakak?" Renan berjalan semakin dekat sementara Mey terus mundur hingga tubuhnya menabrak tembok.

"Kamu menginginkan uang kan? Kamu menikah denganku karena uang bukan? Jadi, katakan padaku berapa yang kamu inginkan?" Renan terus melangkahkan kakinya hingga kini tidak ada jarak yang memisahkan dia dengan Mey.

Mey tidak bisa berkata-kata. Di malam pertamanya dia sudah direndahkan seperti ini oleh suaminya sendiri.

"Kenapa? Kamu tidak bisa menjawab? Kamu masih menghitung-hitung uang yang kamu inginkan? Atau kamu sedang mempertimbangkan mana yang lebih menguntungkan tetap menjadi istriku atau ambil tawaran yang aku berikan?"

Sungguh Mey marah mendengar kata-kata Renan. Dia tidak bisa menjawab karena dia tidak menyangka Renan akan berkata demikian, bukan seperti yang dipikirkan Renan. Dia tidak menikah dengan Renan karena uang. Bagaimana Renan bisa berkata seperti itu kepadanya.

Lidah Mey terasa kelu.

"Katakan padaku jika kamu sudah punya jawabannya!" ucap Renan sambil berbalik dan langsung pergi meninggalkan Mey.

Tubuh Mey lemas setelah kepergian Renan. Tidak terasa bulir bening menetes di pipinya. Perlahan dia melangkahkan kakinya ke tempat tidur lalu meringkuk di sana.

Andai saja ini malam pertamanya dengan Ivan, pasti dia akan sangat bahagia. Air mata Mey mengalir mengingat laki-laki yang sudah dua tahun mengisi hatinya. Sekarang laki-laki itu harus dia usir keluar dari hatinya. Semua yang sudah dia ukir dan dia rencanakan dengan Ivan harus dia kubur dalam-dalam.

Dulu jika dia sedang sedih, Ivan lah yang akan datang untuk menghiburnya. Memberikan pelukan sekedar untuk menenangkan perasaannya. Tetapi sekarang, Mey hanya bisa meringkuk sendirian.

"Ivan ... Apa yang sedang kamu lakukan? Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu masih menangisi aku?"

*

*

*

Pagi sudah tiba. Mey bangun lebih pagi dari biasanya. Dia ingin menyiapkan sarapan untuk Renan meskipun di rumah ini sudah ada pembantu.

Dia sudah melupakan kejadian semalam. Mata bengkak, bekas tangisnya sudah dia sembunyikan dengan polesan make up. Sebenarnya dia masih mendapat jatah cuti tetapi Mey memutuskan untuk berangkat bekerja. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan di rumah karena sudah terbiasa bekerja.

Sementara Renan, sejak beberapa hari yang lalu dia sudah resmi menjabat sebagai CEO di perusahaannya, tempat yang sama dengan Mey bekerja. Jabatan itu diberikan oleh Tuan Kusuma kepadanya karena Renan bersedia menikah dengan Mey. Sebelumnya Renan mengurus perusahaan lain di luar kota.

"Kak ... Aku sudah memasak sarapan," ucap Mey begitu dia melihat Renan. Renan sudah berpakaian rapi dan siap untuk berangkat ke kantor.

Tetapi Renan bersikap acuh. Dia sama sekali tidak menanggapi kata-kata Mey. Dia terus berjalan melewati Mey yang sudah sejak tadi menunggunya untuk sarapan.

Mey mengikuti Renan dari belakang hingga mereka sampai di depan rumah. Dia sana mobil Renan sudah disiapkan oleh sopir.

"Aku mau bawa mobil sendiri. Pergilah!" ucap Renan kepada sopir baru itu sambil berjalan menuju mobil. Sopir itu pun lalu pergi dari hadapan Renan.

"Kak ... Apa kita akan berangkat ke kantor bersama?"

Renan langsung menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan Mey. Seperti tadi malam, dia langsung berbalik dan berjalan mendekati Mey.

"Apa kamu sangat ingin pengakuan dari orang-orang? Apa kamu berniat menyombongkan diri dengan menunjukkan kalau kamu sekarang adalah menantu keluarga Kusuma?" bisik Renan dengan nada mencekam.

Lagi-lagi kata-kata Renan menusuk perasaan Mey.

"Orang tuaku sudah memfasilitasi hidupmu dengan fasilitas mewah sama seperti yang aku dapatkan. Tetapi sepertinya itu belum cukup untukmu. Kamu masih ingin menguasai semuanya bukan? Dasar tidak tahu diri!" Renan berbalik dan langsung masuk ke mobilnya.

Air mata Mey hampir menetes. Dia tidak tahu kenapa Renan sangat membencinya padahal Renan yang dia kenal dulu sangat baik padanya.

"Tahan Mey, kamu kuat. Kamu pasti bisa!" Mey menyemangati dirinya sendiri.

Lalu dia masuk ke dalam dan bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Tidak lupa dia meminta sopir untuk menyiapkan mobilnya.

"Non ... Tadi Tuan Renan berpesan kalau mulai nanti malam Non Mey tidur di kamar tengah. Sementara Tuan Renan tidur di kamar utama," ucap Bi Susi, orang yang sudah lama bekerja pada keluarga Kusuma. Nyonya Kana sengaja mengirim Bi Susi agar tinggal bersama Mey dan Renan karena dia sudah mengenal keduanya.

"Kapan dia berkata seperti itu?"

"Tadi waktu saya menyiapkan keperluan Tuan Renan. Selain itu Tuan Renan juga berpesan agar Nyonya dan Tuan Kusuma jangan sampai mengetahui hal ini."

"Baik Bi ... "

Di Kantor

Mey terjebak di ruang meeting bersama Renan dan asistennya, Dito. Mey yang menjabat sebagai direktur keuangan harus menjadi yang terkahir meninggalkan ruang meeting karena Renan meminta detail keuangan perusahaan secara terpisah.

Mey berusaha menjelaskan dengan rinci hal yang diminta oleh Renan. Terlihat sekali jika Mey sangat menguasai pekerjaannya. Renan mendengarkan penjelasan Mey dengan seksama meski matanya fokus pada kertas laporan di tangannya.

"Ada lagi yang ingin Tuan Renan tanyakan?" tanya Mey setelah selesai dengan laporannya. Mey berusaha bersikap profesional dengan memanggil dia Tuan saat di kantor.

Ternyata dia pintar juga, batin Renan. Tetapi bukan itu yang membuat Renan tertarik.

Renan melemparkan berkas laporan di tangannya hingga berjatuhan di lantai lalu menatap Mey tajam.

"Katakan .... Berapa uang perusahaan yang sudah kamu gunakan?!"

Bukannya menerima pujian atas laporan yang dia berikan, Mey justru kembali dihina oleh Renan.

"Kenapa diam? Jangan takut, aku tidak akan melaporkannya pada Papa," ucap Renan dengan nada menyindir.

"Maaf saya tidak mengerti maksud Tuan."

"Tidak usah sok suci!"

"Jika anda mengira saya sudah menyelewengkan uang perusahaan anda salah besar! Tuan sudah menerima laporan yang saya berikan. Semuanya tertulis secara gamblang tidak ada yang aneh atau saya sembunyikan. Kalau Tuan masih tidak percaya, silahkan hubungi tim audit untuk memeriksa semuanya," jawab Mey tegas.

Renan sedikit terkejut mendengar jawaban Meylan.

Sebagai seorang istri mungkin dia akan diam dihina oleh Renan, tetapi sebagai bawahan Mey tidak terima jika kinerja dipertanyakan tanpa alasan. Mey menganggap Renan sudah mempertanyakan kredibilitasnya sebagai direktur keuangan.

"Aku akui kamu sangat pintar. Kamu berhasil mengambil hati orang tuaku baik di rumah maupun di perusahaan. Apa menguasai perusahaan juga bagian dari rencanamu?!"

Mey sudah mulai kebal dengan kata-kata Renan yang selalu menyudutkan dia.

"Maaf Tuan, tapi ini di kantor. Jika ada masalah lain mengenai pekerjaan saya maka akan saya jawab!"

Renan kembali terkejut mendengar jawaban Meylan. Mey yang ini sangat berbeda sekali dengan Mey saat di rumah. Mey ini terlihat tangguh dan mandiri.

"Beraninya kamu berkata seperti itu kepadaku!" Renan menggebrak meja.

"Ingat ya, Kamu bukan siapa-siapa! Pergi dari hadapanku sekarang!!!"

Mey hanya mengangguk. Sebelum pergi dia mengumpulkan berkas-berkas yang tadi di lemparkan oleh Renan. Sementara Renan melonggarkan dasinya lalu menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya.

"Carikan aku perempuan untuk menemani aku malam ini!" ucap Renan.

Dito mendelik tidak percaya. Dia tahu Renan sudah menikah dengan Meylan, bahkan dia juga datang ke acara pernikahan mereka. Bagaimana mungkin Renan berkata demikian sementara Mey masih berada di dalam ruangan yang sama dengan mereka.

"Ren ... ???"

"Kamu dengar aku kan? Kamu juga boleh memilih untuk dirimu sendiri kalau kamu mau!"

Dito menatap Mey dengan rasa bersalah. Baik Mey maupun Renan keduanya adalah sahabatnya. Dia yakin Mey mendengar kata-kata Renan dengan jelas.

"Saya permisi," ucap Mey setelah selesai membereskan berkas-berkas yang berjatuhan di lantai. Lalu dia berjalan meninggalkan ruangan tanpa menunjukkan ekspresi apapun di wajahnya.

"Apa kamu tidak keterlaluan?" tanya Dito setelah Mey keluar dari ruang meeting.

"Apa?!" Renan pura-pura bodoh.

"Dia istrimu Ren, Astaga .... Kalian sudah menikah!"

"Aku tidak menganggap perempuan murahan itu istriku!"

"Jangan bicara sembarangan! Mey gadis baik-baik!"

"Jadi kamu membelanya? Kamu sama seperti orang tuaku yang lebih membela dia dibandingkan aku?!" Renan mulai tegang.

"Bukan seperti itu. Tapi suka tidak suka, mau tidak mau kalian ini sudah resmi menikah."

"Aku tidak menginginkan pernikahan ini!"

"Kamu pikir Mey menginginkan pernikahan ini?!"

Renan tertawa. "Pertanyaanmu aneh! Mana ada perempuan yang tidak ingin menikah denganku? Aku bahkan yakin dia sudah merencanakan ini sejak lama! Sudah jangan bicarakan dia lagi!"

Lalu Renan dan Dito kembali ke ruangan masing-masing.

Sementara itu Mey berjalan menuju ruangannya sambil mengangkat wajahnya. Dia tidak akan menundukkan kepala hanya karena kata-kata Renan.

Jangan menangis! Ini di kantor Mey ... Ingat! Jangan tunjukkan kelemahanmu di hadapan orang-orang! Kamu wanita yang kuat!

Mey berusaha menenangkan dirinya. Dia tetap tersenyum ketika berpapasan dengan orang lain meskipun dia sedang memendam rasa sakit karena hinaan Renan.

*

*

*

Malam sudah larut tetapi Renan belum juga pulang ke rumah. Mey terus bertanya-tanya apa Renan sedang menghabiskan malam dengan wanita yang tadi dia pesan. Seburuk itukah dia?

Sebenarnya Mey sudah mengantuk, tetapi sebagai istri yang baik Mey berusaha tetap terjaga untuk menyambut suaminya pulang, tidak peduli apa yang suaminya sedang lakukan di luar sana.

Dan tak berapa lama terdengar suara mobil Renan. Mey langsung berlari ke depan pintu untuk menyambut Renan.

"Kakak baru pulang?" sambut Mey begitu Renan memasuki rumah.

Tetapi tidak ada jawaban yang keluar dari bibir pria tampan itu. Dia berlalu begitu saja tanpa menghiraukan Meylan. Aroma alkohol yang menyengat membuat Mey diam dan tidak bertanya lagi.

Dengan langkah berat Mey berjalan masuk ke kamarnya. Baru sehari dia menikah dengan Renan tetapi dia sudah mulai terbiasa diacuhkan.

Pagi harinya, seperti sebelumnya Mey sudah menyiapkan sarapan di bantu Bi Susi. Dia berharap pagi ini Renan mau memakan masakannya.

Mey sudah menunggu di meja makan. Sementara Bi Susi memanggil Renan untuk sarapan.

"Buang semua makanan ini. Aku tidak ingin makan!" ucap Renan begitu dia sampai di meja makan.

"Kak ... Apa maksudmu? Aku yang memasaknya." Mey tidak percaya mendengar perintah Renan.

"Bi ... Kamu dengar aku tadi kan? Buang semuanya! Aku tidak mau makan!" Bi Susi tampak kebingungan.

Dia menatap tidak enak kepada Mey tapi dia juga takut Renan marah jika dia tidak mengikuti perintahnya.

"Kalau kakak tidak mau memakannya aku yang akan memakannya Bi, jangan di buang. Berdosa buang-buang makanan."

"Aku bilang buang!" suara Renan semakin rendah tandanya dia semakin marah.

Dengan segera Bi Susi melakukan perintah Renan. Dia membersihkan meja dari hidangan yang sudah di sediakan Meylan.

"Kak ... Kenapa kakak sangat membenciku? Apa salahku pada Kakak?" Mey berusaha tidak menunjukkan kekecewaannya.

"Dengarkan aku perempuan murahan! Jangan berharap aku mau menganggap kamu sebagai istriku. Urus saja urusanmu sendiri dan jangan mengurusi urusanku!"

Seperti biasa, Renan berlalu setelah melontarkan kalimat menyakitkan untuk Meylan.

Mey tertunduk di meja makan. Bi Susi yang melihat semuanya jadi kasihan melihat Meylan.

"Sabar ya Non ... "

"Kenapa dia jadi seperti itu Bi? Kak Renan yang dulu aku kenal tidak seperti itu."

"Yang Bibi dengar, Tuan Renan pernah di kecewakan oleh kekasihnya. Tuan Renan mengetahui kekasihnya ternyata sudah punya pacar sebelum menjalin hubungan dengannya. Dia mau menjadi kekasih Tuan Renan hanya untuk mengambil uang tuan Renan lalu kabur bersama kekasihnya. Sepertinya sih begitu Non."

Mey mendengarkan cerita Bi Susi dengan seksama.

"Karena itu Tuan Renan sekarang berubah. Tuan seperti tidak percaya dengan wanita. Dia juga tidak mau menikah sampai-sampai Tuan Kusuma khawatir."

"Begitu rupanya ... " Mey mulai mengerti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!