NovelToon NovelToon

The Destiny Of Love Naughty Woman

Bab 1. Aku dan hitamku

...Di batas keresahan aku berdiri menantang takdir...

...Lolong burung malam seakan mencubit batin yang kerap menjerit tanpa sandaran...

...Hitamku, juga putihku bersama beradu...

...Layak, tidak layak...

...Pantas, tidak pantas...

...Masih malu-malu dalam mengakui ku dalam nistapa yang ada...

...Laksana bunga di tepi jalan, liar namun kadang menyejukkan mata yang memandang...

...Meski tak jarang, banyak pasang tangan yang memetik keji, lalu membuangnya...

...~The Destiny of Love Naughty Woman...

...( Takdir cinta wanita nakal)...

...🌹🌹🌹...

.

.

Denok

BRUK!

Di Desember yang suram, dingin dan angkuh, seorang wanita yang lesu nampak melempar tubuhnya keatas kasur berukuran sempit pada kamar yang tak kalah sempitnya, dengan rasa lelah yang teramat di jam pagi itu.

Wanita itu sejurus kemudian membalikkan tubuhnya lalu nyalang menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Tatapannya menyiratkan makna mendalam. Tajam dan penuh dengan keresahan.

" Mak? Bisa nggak gak Mamak enggak usah kerja begitu lagi. Ucup... Ucup enggak mau Mamak di hina- hina lagi!"

Perkataan Yusuf atau yang biasa ia sebut Ucup beberapa waktu lalu benar-benar membuatnya, gundah, resah dan gelisah.

Bocah berusia 10 tahun yang telah bersamanya kurang lebih dua tahun ini, menjadi satu-satunya penyemangat hidupnya setelah ia berpisah dengan dua wanita hebat yang kini pasti tengah menikmati takdirnya yang lebih baik.

" Jonathan akan menikah mbak. Apa, mbak Denok udah tahu?"

Informasi kedua yang entah mengapa makin membuat dirinya terjun ke dasar jurang kehampaan. Pesan dari ibu Danuja beberapa waktu lalu makin mengikis kepercayaannya.

Pria itu terlalu tidak mungkin untuk di katakan sebagai teman dekat. Namun, kebaikan, komunikasi yang intens, hadiah-hadiah yang sering di kirimkan, semakin membuat Denok larut ke dalam perasaan yang hampir tidak pernah ia rasakan lagi.

Perasaan menyukai.

Namun?

" Kamu kerja apa? Lulusan universitas mana?"

Pertanyaan bernada sinis yang terlontar dari mulut wanita Hedon yang menyandang predikat sebagai Mama dari pria luar biasa yang ia kenal itu, seketika meluluhlantakkan keberaniannya.

Ia cemar, kotor dan lacur.

Deni Novita, wanita yang selama ini menenggelamkan dirinya pada lumpur pekat pekerjaan esek-esek tengah tiba pada titik ambigunya. Merasuk, mengoyak, serta meluluhlantakkan keteguhan hatinya yang sedari dulu menjadi pengikut doktrin emang gue pikirin.

Terlebih, setahun yang lalu itu, merupakan kejadian yang menjadi titik balik dirinya dalam mengukuhkan diri menjadi pribadi yang tak mempercayai apa itu cinta.

Lantas?

Entahlah. Mungkin ia saja yang salah mengartikan kebaikan seseorang. Atau, cinta sejatinya mungkin sudah mati bersama rasa percayanya yang juga sudah sirna kepada laki-laki.

Bisa saja.

Mungkin saja.

Kepercayaannya kepada rasa cinta benar-benar hilang manakala pria yang pernah memberinya sebuah emas bagai memberi sebuah kembalian itu, dikabarkan menikah dengan wanita, yang "katanya" bibit, bebet dan bobotnya sederajat.

Hah!

🎶 🎶 Wong ko ngene kok di banding- bandingke. Saing- saingke, Yo mesti kalah....

Raungan suara bocah bersuara khas dari negeri timur Jawa yang tengah viral itu, menjadi penegas jika sebuah panggilan masuk kedalam ponselnya.

" Lapo cok?" Jawabnya dengan wajah malas. Menjawab panggilan telepon dari rekan, sekaligus satu-satunya manusia yang mau memanusiakan dirinya.

" Duite wes tak transfer. Ojo lali engko bengi awakdwe ngetan. Target guede Iki. Nyalon sek kono! (Duitnya udah aku transfer. Jangan lupa, nanti malam kita ke timur. Target besar nih. Nyalon dulu sana kamu!)"

" Aman. Gak usah nyalon lah, lagi butuh setoran banyak ini aku . Aku yakin orangnya nanti malam pasti tua bangka, sepel banget kalau cuman kayak gitu!" Pungkasnya terkekeh-kekeh.

Kehidupan.

Entah apa makna di balik kata itu. Ia kadang merasa lelah akan hidupnya. Namun, ia juga masih belum siap jika harus mati.

Denok melempar ponselnya lalu memejamkan matanya. Jika manusia pada umumnya menggunakan pagi untuk beraktivitas, lain halnya dengan wanita itu. Ia menggunakan waktu pagi untuk mengistirahatkan tubuhnya, sebab semalaman sibuk meladeni gelora pria-pria kaya yang kesepian.

Ya, itulah Denok. Wanita nakal, lacur, pekerja malam. Wanita yang dianggap orang merupakan sampah, tak berguna, tak bermartabat, menjijikkan. Namun dilain pihak, wanita itu merupakan manifestasi dewi penolong bagi seorang Yusuf Srinarendra.

.

.

Yusuf

Ia yatim piatu.

Miskin, sengsara dan hidupnya bagai kapas yang di terpa angin. Tak memiliki arah apalagi tujuan.

Berteman dengan debu yang genit dan dinginnya malam yang sinis sudah merupakan hal yang biasa ia rasakan setiap hari.

Tapi itu dulu.

Sebelum ia diselamatkan oleh seorang wanita yang baginya telah menjadi peri untuk hidupnya. Sebuah mutiara yang berselimut lumpur pekat bisnis lendir.

Entah mengapa Tuhan masih memberikan hidup kepadanya, saat ia sendiri tak memahami alasan apa untuk ia hidup. Disewakan oleh keadaan, juga belaian lembut dari beberapa bapak dadakan yang memiliki kantong tebal.

Kemana orang tuanya? Kenapa ia harus ada kalau hanya untuk menyambut derita?

Jawabnya ialah tidak tahu. Sejak kecil, ia sebenarnya hidup di dalam panti asuhan. Namun, lantaran ketidakpastian donatur serta beberapa permasalahan yang tak ia mengerti, ia lantas turun ke jalan. Hidup liar bersama angin dan daun-daun di jalanan yang gugur.

Ia masih ingat betul. Dimana dia berusia delapan tahu saat itu. Waktu dimana ia ditemukan oleh seorang wanita yang menurutnya adalah malaikat tak bersayap, walau ucapannya kerap membuat mulutnya monyong beberapa sentimeter saking ketusnya.

" Habiskan, perkara besok pikir besok. Jangan takut mati kalau kita masih mau bergerak Cup. Sekolah yang bener kamu, biar Mamak bisa hidup enak nanti kalau kamu bisa dapat kerjaan yang bener!"

Mamak Denok, begitu dia memanggilnya.

Ia masih ingat betul, saat-saat wanita yang sering gonta-ganti warna rambut itu menggendong tubuhnya yang lemas diatas punggungnya yang ramping. Membelah hujan yang bagai di tumpahkan dari langit, dan berusaha mencarikan tempat teduh meski keduanya telah sama-sama kuyup.

"Wih ada anak gak jelas nih!!"

Ia tersentak dari lamunannya manakala Sorang bocah dari keluarga kaya yang baru keluar dari mobil itu nampak mencibirnya.

Dengan wajah malas pula ia beranjak pergi menuju kelasnya sebab ia tak tahan jika hal itu menyangkut Mamaknya.

Silent is gold.

" Heran juga dengan sekolah kayak gini. Kenapa kita bisa di campur adukkan dengan bocah kayak dia. Kalau Mamaknya aja begitu, anak-nya gimana?"

Kasak kusuk para ibu - ibu pengantar yang sepertinya tahu siapa Yusuf.

Membuat Yusuf yang memiliki sifat pendiam, memilih untuk masuk ke kelas, dengan segumpal harapan, kelak ia bisa membalas ucapan orang-orang itu dengan sebuah kebaikan lain.

"Sekolah yang bener kamu, biar Mamak bisa hidup enak nanti kalau kamu bisa dapat kerjaan yang bener!"

Dan kata-kata itu, selalu menjadi bahan bakar untuk menebalkan muka dalam menghadapi mulut manusia yang kadang lebih tajam dari pada sebilah pisau.

.

.

.

.

.

Halo readers, apa kabar? Semoga kabarnya baik. Amin.

Dalam kisah ini, alurnya akan sedikit maju mundur ya. Maka dari itu, akan ada beberapa flashback yang mengisahkan kenapa Jonathan menikah dengan wanita lain.

Kok Denok gak sama Jojon mom. Lah terus gimana?

Hey, jangan kesal dulu. Bukankah semua manusia memiliki dinamikanya masing-masing?

Bagi yang sudah mengikuti Mommy, pasti tahu kemana arah yang bakal Mommy sajikan.

Buka kulkas nemu puding.

Yang jelas semua pasti akan happy ending.

🤗🤗😘😘😘

Note :

Buat yang belum tahu siapa Danuja, bisa baca Menjadi Ibu untuk anakmu ya. Di side stori Lintang, kalian akan tahu siapa itu Danuja.

🤗🤗

Bab 2. Setangkup haru dalam rindu

...🌹🌹🌹...

Denok

Ia tengah menyapukan bedak ke wajahnya yang ayu manakala Yusuf berdiri di ambang pintu kamar kontrakannya. Menatapnya muram dengan hati penuh keresahan.

" Mamak pergi lagi?"

Ia menghentikan tepukan sponnya kala mendengar suara lirih bocah sepuluh tahun itu.

" Kamu bulan depan wisata edukasi kan? Bayarnya banyak Cup, Mamak pingin kamu bisa ikut, nggak dirumah aja!" Ucapnya lagi untuk sejurus kemudian melanjutkan kegiatannya dalam memoles wajah.

Yusuf murung dan mendudukkan dirinya diatas kursi dari jalinan anyaman sintetis yang baru dibeli Denok beberapa Minggu ini.

" Ucup lebih baik nggak ikut wisata Mak ketimbang mamak pergi ke..."

Dengan wajah murung, Yusuf tak melanjutkan ucapannya. Ia tahu, ia hanyalah anak angkat. Namun, entah mengapa ia selalu tak sampai hati bila minat Denok berlelah-lelah.

" Tugas kamu belajar. Bukan saatnya mikir ini itu. Kalau kamu memang kasihan sama Mamak, sekolah yang bener, gunakan kesempatan yang ada Cup. Mumpung Mamak masih muda, masih bisa kerja buat kamu, ini yang Mamak bisa. Dahlah, Mamak udah di tunggu Tante Karin di depan. Mamak pergi dulu ya, ada ayam geprek itu di dapur Mamak baru pesan tadi. Dah ya...jangan lupa kunci pintu!"

Denok menyambar tas yang ia gantungkan di dekat pintu sesaat setelah mengusap lembut puncak kepala anak angkatnya itu. Sedikit terburu-buru sebab rupanya mengobrol singkat bersama bocah ganteng itu, membuat durasinya terkikis.

" Sory telat!" Ucapnya sesaat setelah menutup pintu rumahnya dan menatap temannya yang selama ini menjadi partnernya.

" Kebiasaan!" Ucap Karin sembari menyerahkan helm kepada wanita yang rambutnya kini sebahu dengan warnah biru gelap.

" Anak lagi posesif banget Rin. Mumet aku. Dah yok lah, kejar setoran nih!"

" Semangat ngelus aki- aki!" Keduanya tergelak bersamaan dengan motor yang melaju pelan.

.

.

Yusuf

Ia menatap nanar wanita cantik yang kini telah berlalu bersama Tante Karin. Sebulir kristal bening meluncur dari salah satu netra Yusuf.

Kasihan, juga iba. Itulah yang Yusuf rasakan saat ini. Apalagi, pernah suatu malam ia melihat Mamak muntah-muntah dengan wajah lelah dan dia kesulitan menolong.

Anak sekecil itu, tidak tahu apa sebenarnya yang dikerjakannya oleh wanita yang ia anggap sebagai malaikatnya itu. Namun yang ia tahu, semua orang memvonis buruk Mamaknya tercinta itu.

" Anak Lon - te!"

" Idih, ibunya kerja gak bener ini!"

Suara-suara sumbang itu seolah mengorek gendang telinganya dan membuat rumah siputnya nyeri. Nyatanya, ia tak setegar ibunya yang selalu bisa menyumpal bibir julid kaum sok suci.

Mendadak, dalam kepalanya, timbul pemikiran polos soal Mamaknya. Apa ia putus sekolah saja agar ibunya tak bekerja seperti itu? Atau lebih baik dia pergi tanpa harus menyusahkan Mamaknya lagi?

Tapi, tidak tahu diri sekali jika ia melakukan semua itu. Namun, belum juga perkataan menyakitkan dari ibu temannya di sekolah beberapa jam lalu sirna dari otaknya, sebuah gunjingan baru nampak membuat bocah lugu itu tersentak.

" Dah berangkat lagi dia, ini penyakit ini!"

" Tuh lihat tadi dandanannya!"

" Hus bik, jangan begitu, Denok itu paling rajin kalau ada yang kesusahan!"

" Ya iya, tapi...."

" Udahlah, kita pergi aja, nanti anaknya dengar. Anaknya suka ngadu ke ibunya, kemarin aja aku di labrak sama Denok gara gara anaknya ngadu!"

Praktis, semua percakapan itu seolah menjadi duri dalam dagingnya. Bagiamana ini? Apa yang musti ia lakukan untuk menghentikan ucapan-ucapan mengerikan itu?

...🌹🌹🌹...

Sementara itu, di belahan bumi lain, nampak seorang pria yang baru turun dari mobil mewahnya dengan berwajah lelah.

Ya, Jonathan yang saat ini berstatus sebagai suami dari Filisha Gunawan, anak dari salah pengusaha ternama di tanah air. Merasa semakin kesini, hari-hari yang di laluinya tak lebih dari sekedar robot.

" Kenapa telat? Gak jawab telpon dari aku juga?" Cecar Feli saat Jonathan baru menapaki lantai ruang tamu rumah besar mereka.

Membuat laki-laki tampan itu menghembuskan napas panjang.

" Aku capek Fel, aku nggak mau kita bahas hal yang enggak penting yang ujung-ujungnya buat kita bertengkar!" Sahutnya yang jengah sebab Felisha selalu saja membuat dirinya merasa kesal.

Wanita itu selalu memposisikan dirinya untuk menuruti semua keinginannya. Bahkan, kedua orang tuanya pun kerap membela Felisha. Entahlah, Jonathan sendiri juga merasa heran akan hal itu.

" Aku ini istri kamu Jo! Aku itu han...."

" Oh ya?"

" Istri?"

"Istri macam apa yang selalu mendiktator suaminya untuk ini itu?"

Sergah Jonathan yang entah mengapa tersulut emosinya. Membuat Feli seketika diam.

" Jangan bicara soal suami atau istri, karena selama ini yang aku rasa, aku hanya seperti kacung buatmu!" Tutur Jonathan penuh penekanan sesaat sebelum ia meninggal Felisha dengan rasa kesalnya.

Kenapa, kenapa selalu begini? Padahal Felisha juga ingin seperti pasangan lainnya.

Wanita itu hanya bisa meluapkan kekesalan dengan menghentakkan kakinya manakala Jonathan telah pergi.

" Kenapa dia sulit sekali dirubah?"

.

.

Jonathan

Andai waktu bisa ia putar kembali, ingin rasanya ia menolak permintaan keluarganya untuk menikahi Felisha. Keadaan yang benar-benar diluar dugaannya, membuat Jonathan tak memiliki banyak pilihan selain mau.

Bayangan akan wajah seseorang yang masih ada dalam benaknya, kerap membuatnya merasa frustasi juga bersalah di waktu bersamaan.

" Dimana kamu sekarang? Kenapa semua nomor juga media sosial tidak ada yang aktif?" Ia memejamkan mata di bawah guyuran air shower sembari menggumamkan sesuatu dalam hatinya.

Tentang seseorang yang sebenarnya begitu ingin ia selamatkan melalui caranya. Namun, ia menyadari, jalan yang begitu sulit, jelas membuat wanita itu kini membencinya. Bahkan sangat.

Selepas mengganti pakaiannya, ia turun untuk makan malam bersama Felisha. Benar-benar merasa lapar dan ingin mengisi perut dengan segera.

" Lusa aku terbang ke kota B, aku ada client yang mau bikin gaun tapi gak bisa kesini, dia bos besar, jadi harus aku..."

" Lanjut aja, itu kan passion kamu dari dulu!" Sahut Jonathan seraya membalikkan piring putihnya.

" Kamu ini kenapa sih Jo, tiap aku ngajak ngobrol kamu selalu gitu!" Kesal Feli seraya melempar sendok nasi.

Jonathan hanya diam. Semua itu terjadi lantaran ia lelah dengan hidup yang ia jalani saat ini. Dan sebagai pria, tidak seharusnya ia terus diatur seperti itu.

" Makanlah dengan benar, tidak baik berdebat di depan rezeki. Banyak diluaran sana orang yang harus bersusah payah demi sepiring nasi!"

Dan entah mengapa, saat mengatakan hal itu, wajah seseorang kembali memenuhi otaknya. Membuat rasa rindu mendadak menelusup di sela-sela kegiatan makannya.

" Di pinggiran kota kayak gini, ancaman mati karena perut kosong itu lebih mengerikan ketimbang mati karena gelut dengan orang!"

Ya, ia sangat ingat akan perkataan seorang wanita yang menampar kedudukannya sebagai pria kaya yang kontras dengan kehidupan kelas bawah. Membuatnya menjadi tak lagi menyia-nyiakan makanan yang ada.

" Dimana kamu sekarang? Apa kamu masih baik-baik saja?"

.

.

.

Bab 3. Kemanakah kau?

...🌹🌹🌹...

Denok

" Psstt! Rin, Kok ganti orang sih?" Bisiknya kepada Karin yang kini berjalan bersisian bersamanya menuju room dengan cahaya pendar dan ornamen ciamik yang membuat siapa saja terpukau.

" Bentar - bentar, iya ya... beda sama yang di foto!" Sahut Karin sembari mengusap layar ponselnya guna memverifikasi.

Merasa bingung sebab mengapa yang ada di atas sofa itu merupakan pria muda yang begitu parlente.

" Apa dia salah duduk? Bukannya ini tempat..."

" Ah kalian sudah datang?"

Dua wanita yang kini nampak tegang itu saling bertukar pandang, manakala suara berat pria berhidung bangir dengan wajah tampan itu terdengar menyapa.

" Kenapa lu nggak bilang sih kalau jagung pegunungan Himalaya yang datang?"Ucap Denok dengan mulut tertutup. Membuat mereka bagai dukun yang komat-kamit baca mantra.

" Aku enggak tahu Sun, orang yang booking atas nama Ginanjar!" Sela Karin yang ogah di salahkan.

" Bisa bunting aku kalau dia yang nusuk, mana udah gak main tusuk-tusukkan!" Gerutunya demi mengingat bila selama ini ia memang hanya menemani aki- aki tua dengan memberikan pelayanan elus- mengelus.

Enggan berurusan dengan pria muda yang selalunya irit ongkos.

" Tapi, tunggu dulu...jagung Himalaya? Emang di pegunungan Himalaya ada yang nanem jagung?" Bisik Karin polos saat mereka sudah hampir dekat dengan meja pria ganteng itu.

"Hadeh! Ternyata, casing lu doang yang cantik Rin, otak lu kosong. Isinya kon*ol semua!"

Namun, bukannya marah, Karin justru tergelak demi melihat Denok yang bersungut-sungut. Membuat pria di hadapan mereka menyipitkan mata demi rasa penasaran.

" Kalian pasti Aries sama Gemini ya?" Sapa laki-laki yang sepertinya berusia 30-35 an tahu menurut analisanya.

Ya, sengaja menggunakan nama samaran agar bisnis berjalan lancar.

" Iya, aku Gemini!" Jawab Karin yang terlihat begitu senang.

Denok menatap heran ke arah Karin yang senyam-senyum sendiri manakala menatap pria itu.

" Kenapa si Karin?" Batin Denok merasai Karin dalam hati.

" Saya Leon!" Pria itu menjulurkan tangannya kepada Karin juga Denok. Membuat wanita yang sejatinya merupakan manager Denok itu belingsatan.

" Terus yang Ginanjar?..." Potong Denok tanpa basa - basi sebab ia ingin memperjelas situasi.

" Ah, itu nama belakangku!" Jawab Leon tersenyum menampilkan giginya yang rata, rapi , juga bersih.

" Hah?"

Dua wanita itu ber- hah secara bersamaan demi rasa terkejut yang luar biasa.

"Muke gile, bener-bener proyek besar ini Nok. Besar sekabehane ( semuanya!)" Bisik Karin yang sepertinya merubah rencana.

" Rin, kayaknya elu aja deh yang nyikat. Aku ogah kalau sama yang beginian, takut ma..."

" Oke, biar aku aja!"

" What?" Denok seketika terkejut demi melihat Karin yang langsung mengiyakan tawarannya. Tak seperti di hari lain, yang dimana wanita sexy itu enggan mau menerima job.

" Ayo duduk dulu, kita ngobrol!"

Denok sedikit heran kepada pria yang nampak kaya itu. Kenapa dia mau memesan jasa esek-esek dengan mereka? Pria sepertinya pasti dengan mudah di gandrungi banyak wanita bukan?

" Pinjam korek!" Denok yang sudah menggapit sebatang rokok dalam mulutnya meminta pemantik api kepada Karin. Membuat Leon tersenyum senang.

" Kalian udah tahu kan kalau habis ini kita ke vila yang ada di..."

" Hah, Villa?"

" Auuww!" Teriak Denok yang baru akan menyalakan cigaretnya dan merasa kesakitan sebab di cubit oleh Karin. Membuatnya seketika mendengus.

" Hemmm, apa kalian keberatan?"

" Keberatan lah, aku ada anak yang..."

" Aduh apaan sih?" Omel Denok lagi kala kakinya kembali di cubit oleh Karin.

" Bisa kok, tenang aja!" Sahut Karin yang sepertinya nampak terkesima dengan Leon. Membuat pria itu juga tersenyum.

Kini, Denok nampak mendengus dengan cuping hidung yang telah melebar demi melihat sikap menjijikan Karin.

Damned!

Dan benar saja, di menit ke tiga puluh, Karin dan Leon akhirnya pergi menuju ke sebuah villa menggunakan mobilnya. Meski Leon nampak terus menatap Denok dengan tatapan penasaran, tapi wanita ayu itu sudah berjanji untuk tidak melayani pria muda.

Lagipula, sepertinya pria itu menarik hati temannya.

Membuatnya memutuskan untuk nongkrong di sebuah cafe sebab malam ini sepertinya ia akan mendapatkan komisi yang besar tanpa harus mengocok sesuatu.

Dalam balutan dinding bercat kuning yang hangat, dua netranya tak sengaja menangkap gambar seorang wanita yang sangat ia kenali. Wanita yang menjadi istri laki-laki yang juga ia kenali.

Membuatnya seketika tersenyum kecut.

Ya, foto Felisha Gunawan dan Jonathan yang nampak tersenyum kala bangunan ini launching untuk pertama kali. Kerjaan bisnis yang seolah tiada pernah mati.

" Sendirian?" Ia melirik suara pria yang mendadak datang, dan menatapnya penuh minat. Pria berusia paruh baya yang tidak terlalu jelek tapi sedikit kusam.

Tapi, tidak untuk dompetnya yang jelas. Pria paruh baya seperti orang itu sudah bisa dipastikan memiliki uang yang cukup banyak.

Denok sudah paham dengan manusia modelan seperti itu. Mencari mangsa manusia hina seperti dirinya untuk kepuasan naf*su belaka.

" Boleh kita....?"

.

.

Kota D

Jonathan

Selepas ia resign dari perusahaan Jodhistira dan belajar mengelola perusahaan Papanya, ia menjadi orang yang makin pendiam. Sebab, kesibukan tak memberinya kesempatan hanya untuk basa-basi.

Lagipula, hidupnya saat bagai mati. Kosong dan tak memiliki arah.

Yang diinginkan kedua orangtuanya hanya kemewahan, nama besar, serta kedudukan yang tinggi. Lantas, pernahkah mereka memikirkan perasaan Jonathan ?

Menyesal?

Sudah pasti.

Apalagi, sebagai seorang laki-laki, ia merasa martabatnya telah di rendahkan oleh Feli, manakala wanita itu kerap memintanya untuk ini itu.

" Sayang!"

Ia menghentikan gerakan jarinya yang tengah mencumbui tombol laptopnya manakala tangan lembut itu mengalung ke lehernya.

Ia bukan pria munafik yang tahan dengan suguhan manis sang wanita. Namun, itu dulu, manakala ia belum mengetahui sifat Felisha yang sesungguhnya.

Hingga, suatu hari, ia mendapati fakta jika Felisha tak mau mengandung sebab ia takut jika tubuhnya tak lagi proporsional dan akan sangat berpengaruh pada elektabilitasnya.

Membuat Jonathan merasa semakin di rendahkan.

" Aku capek Fel!" Tolak Jonathan menolak Felisha yang telah mengenakan baju tidur satin dengan dada terbuka.

Rasanya, ia telah mati rasa terhadap Feli. Wanita diktaktor yang selalu ingin berkuasa. Membuatnya buru-buru meninggalkan Feli sebab bersama istrinya saat ini, hanya membuat dirinya semakin ingin marah saja.

" Aku mau kita punya anak!"

DEG!

Ucapan mengejutkan itu berhasil membuat langkah Jonathan seketika terhenti.

" Tidak semudah itu untuk menata kembali apa yang telah berserak Fel. Kuharap kau paham!" Ucap Jonathan dengan sorot mata yang begitu lelah dan kecewa.

.

.

Denok

Usai meladeni pria tadi dengan cara oral, ia melesatkan motor milik Karin menuju rumahnya. Ia langsung membuka pintu rumah kontrakannya sesaat setelah anak kunci selesai ia putar. Selalu membawa kunci cadangan sebab tak ingin mengganggu Yusuf.

Lagipula, ia lega, malam ini bisa pulang tak terlalu subuh namun bisa di pastikan jika Karin akan memberinya uang yang banyak.

ia langsung menuju kamar mandi lalu berkumur dengan cairan antiseptik yang telah ia dapatkan dari dokter guna menetralisir cairan jahanam yang tersisa dalam mulutnya.

Sempat terbesit dalam hati entah kapan ia akan keluar dari pekatnya lumpur dunia malam.

" Cup!" Panggilnya seraya menutup daun pintu kamar mandi usai membersihkan dirinya. Di malam jelang dini hari ini, ia sengaja membawa dua bungkus kwetiau goreng hangat untuk dirinya dan Yusuf.

" Cup bangun, ini Mamak baw...." Ia mengerutkan keningnya demi melihat kamar Yusuf yang kosong.

" Cup!" Panggilnya lagi mulai panik karena tak menemukan Yusuf. Kemana anaknya di jam selarut itu?

" Yusuf!" Ia bahkan memperjelas penyebutan namanya demi rasa khawatir. Hingga saat ia hendak menuju ke arah dapur, ia menemukan sesuatu yang menempel di dinding pintu kulkasnya.

...Mak, Yusuf minta maaf kalau selama ini menyusahkan Mamak. Yusuf pergi biar Mamak enggak lagi dihina ibu-ibu komplek kita. Gak usah cari Yusuf Mak, Yusuf yang bakal cari Mamak jika sudah sukses nanti. ...

...Yusuf sayang Mamak....

...TTD...

...Yusuf...

Entah kapan terakhir kali ia menangis dalam kesungguhan. Namun yang jelas, setalah seorang laki-laki pergi dengan cara tak jantan, ia tak lagi mau menangisi hal yang tak penting lagi.

Baginya, hidup adalah untuk berjuang. Walau cara yang dinilai salah, namun sejatinya ia hanya berusaha untuk menyambung nyawa.

Namun malam ini, membaca tulisan dalam kertas usang itu dari bocah yang amat ia sayangi, seolah merobek batin dan jiwanya secara bersamaan!

" Yusuf!" Lirihnya bersimpuh dalam tangis yang semakin pecah.

.

.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!