Asti... As... Asti....
Teriakan Ceu Mumun istri kang Nurdin pemilik pamancingan, teriak-teriak memanggil namaku di depan pintu rumah.
Sementara aku tidak bisa menjawab panggilan Ceu Mumun, karna aku sedang melaksanakan shalat isya, tinggal satu raka'at lagi aku Selesai, maka kubiarkan saja dia teriak-teriak.
Setelah selesai salat,.gegas aku keluar kamar dan setengah berlari untuk membuka pintu, tapi Ceu Mumun sudah tidak ada lagi di luar, pasti Ceu Mumun mengira aku belum pulang kerja, aku pun akhirnya menutup pintu lagi dan masuk ke dalam rumah.
Aku melangkah ke dapur untuk membuat teh manis untuk diriku, badan rasa lelah setelah seharian bekerja, dan mungkin minum teh hangat di sela waktu istirahatku akan membuatku sedikit rileks.
Di saat aku sedang rebahan sambil nonton televisi, pintu pun di gedor dari luar.
Tok.. tok.. tok..!
"As.. Asti..." Suara Ceu Mumun terdengar dari luar, tapi tidak teriak lagi, mungkin Ceu Mumun tau aku ada di ruang depan sedang nonton televisi.
"Ya, tunggu sebentar." Aku segera membuka pintu rumah.
"Eh Ceu, ada apa Ceu? Maaf tadi eceu kesini manggil Asti, Asti lagi shalat Ceu."
"Iya as ga apa-apa, eceu kira tadi kamu belum pulang." Ucapnya sambil tersenyum.
"Iya Ceu, ngomong-ngomong ada apa ya ? Ko tumben eceu kesini malam-malam?" Tanyaku lagi penasaran.
"Itu as... Eemmmm... Suami kamu, si Entis, as." Ucapnya ragu.
"Kenapa kang Entis Ceu?" Tanyaku makin penasaran.
"Entis tadi magrib nyebur kolam pamancingan As"
"Ya atuh Ceu biarin aja nyungsep di kolam mah, ntar juga dia bisa bangun dan naik sendiri lagi, Asti mah gak mungkin bisa nolongin ngeluarin dia dari kolam, berat Ceu" Ucapku sambil ketawa.
Ceu Mumun pun ikut tersenyum, tapi roman nya seperi masih ada hal yang mau di sampaikan lagi padaku.
"Iya sih As, itu juga sudah di angkat ke atas sama teman-teman mancingnya, tapi kang Entis tuh sapai sekarang gak bangun-bangun." Tawaku mulai hilang, aku mulai mengerutkan kening tanda heran
"Pingsan bukan Ceu?" Tanyaku mulai serius.
"Gak tau, tapi tadi sebelum datang ke kolam juga dia udah mabuk berat, engga tau dari mana, trus duduk di sebelah teman mancingnya, gak lama kemudian langsung nyebur ke kolam" ucap Ceu Mumun sambil mesem-mesem, mungkin dia lagi membayangkan kang Entis nyebur.
"Owalaaah... Mabuk Ceu, udah biarin aja lah Ceu, Asti malas ngurusin orang mabok."
"Tapi As, si Entis sekarang teh lagi tidur di saung pamancingan, bajunya basah, kasihan atuh As kalo gak di bawa pulang mah nanti dia masuk angin" ucap Ceu Mumun menghawatirkan kang Entis.
"Itukan mau nya sendiri Ceu , dia sengaja mabok biar hilang kesadaran, dan sekarang dia tidur dengan baju basah ya resiko dia, sudah di kasih waras ko minta gila." Jawabku sambil garuk-garuk kepala yang gak gatal.
"Jadi Asti gak mau bawa si Entis pulang?" Tanya Ceu Mumun.
"Gak lah Ceu, Asti cape mau istirahat, Asti gak ada waktu ngurus orang mabok." Jawabku malas.
"Oh, ya Uda kalo gitu mah eceu pamit ya, itu pamancingan Uda tutup, tapi berhubung si Entis tidur di saung jadi eceu Jeung si akang can pulang Karumah, da di kira teh Asti mau bawa si Entis."
"Oh, ya Uda atuh eceu pulang aja we, biarin kang Entis mah tidur di sana, da pagarnya gak pernah di gembok kan Ceu.?"
"Ga pernah di gembok mah , nya eceu mah sukur aja atuh si Entis tidur disana mah, itung-itung jagain pamancingan. Haha.." ucapnya sambil tertawa.
"Tapi As, si Entis nanti di gigitin nyamuk kasihan atuh." Sambung Ceu Mumun.
"Ah biarin aja Ceu, Asti mah masa bodo, jangan kan nyamuk, kang Entis di gigit buaya juga Asti mah gak peduli" jawabku sekenanya sambil tertawa.
"Ih dasar si Asti mah, ka salaki teh suka gitu, ntar di ambil pelakor mah nangis" canda Ceu Mumun.
"Pelakor mana yang mau sama orang pemabuk dan pengangguran Ceu? Kalo ada yang mau mah Asti bersyukur tuh sama pelakor." Ucapku sambil nyengir.
"tapi itu buktinya si Asti mau di nikahin sama si Entis ?" ejek Ceu Mumun.
"itu dulu karena Asti kelilipan Ceu waktu milih dia!" kelakarku gak mau kalah.
kami pun akhirnya tertawa, mungkin orang lain akan menganggap aku sebagai isteri yang tidak baik, di saat suaminya kena musibah jatuh di kolam, aku malah tertawa tawa sama Ceu Mumun.
aku tidak perduli dengan pandangan orang tentang itu karena yang bisa merasakan bagaimana rasanya memiliki suami berkelakuan seperti kang entis sungguh menguras emosi, kadang darah tinggi naik jika melihat dia mabuk, tapi aku mau gimana lagi, aku hanya bisa pasrah sambil berdoa semoga Allah membuka kan pintu hidayah kepadanya agar bisa menjadi imam ku yang baik.
"ya udah atuh ti, eceu pulang ya, kalau kamu gak mau jemput si Entis biarlah dia nanti pulang sendiri kalau sudah bangun."
Akhirnya Ceu Mumun pun pamit aku hanya mengangguk tanpa menjawab lagi, karena Ceu Mumun pamit sambil pergi pulang, aku pun kembali menutup pintu dan menguncinya, aku beranjak masuk kamar karna merasa badan ini lelah sekali dan akhirnya tertidur.
***
Ke esokan paginya, aku sudah bersiap hendak pergi ke kantor, ya aku bekerja di pabrik garment sebagai HRD gajiku lumayan untuk mencukupi kebutuhanku, dan tentunya kebutuhan suamiku juga.
Kang Entis adalah suamiku semenjak 3 tahun yang lalu, sampai kini kami belum di karuniai anak oleh yang maha pencipta, tapi aku bersyukur belum memiliki anak dari kang Entis, karna sikap kang Entis selama dua tahun terakhir ini berubah jadi pengangguran dan juga seorang pecandu alkohol.
Kang Entis dulunya sebelum nikah dengan aku buka service elektronik, pelanggan nya banyak dan tidak pernah sepi, tapi entah kenapa semenjak dia menikah dengan ku dia sering Malas-malasan menerima servicesan, bahkan banyak yang di tolak dengan alasan sibuk, padahal kerjaannya cuma tidur makan sama nongkrong.
Dalam setahun banyak pelanggan yang kabur, kang Entis juga tidak amanah dengan barang orang lain, Sudah berapa orang menjadi korban keculasan kang Entis, bila ada yang mau service elekronik, kang Entis akan minta uang lebih dulu, tapi uang itu akan habis di pake mabok sedangkan barangnya di biarkan tidak di perbaiki, bahkan yang lebih parahnya, barang orang lain yang seharusnya dia perbaiki malah di jual untuk modal dia mabuk-mabukan bersama temannya.
Usai shalat subuh aku langsung ke dapur untuk masak sarapan dan juga bekal ke tempat kerja,
Kang Entis pulang dengan baju masih sedikit basah, matanya merah badan dan mulutnya bau, sungguh pemandangan yang tidak sedap di pandang, dia langsung masuk kamar mandi tanpa mengucapkan sepatah kata pun padaku.
Rasanya aku pengen melempar dia pakai centong nasi melihat kelakuan nya, tapi bagaimana pun dia tetap suamiku, aku harus melayani kebutuhannya.
Aku siapkan kopi panas dan juga sarapan di meja makan, kang Entis keluar dari kamar mandi dan langsung ke kamar untuk mengganti pakaian.
Sementara aku bersiap hendak pergi kerja, tapi aku menunggu kang Entis keluar kamar untuk pamitan.
Tidak lama kemudian kang Entis keluar dengan pakaian yang rapi, dan wangi, seperti hendak bepergian.
"Mau kemana kang? Tumben sudah rapih?"
"Hari ini aku ada janji sama teman, mau pergi keluar kota, dia minta antar sama akang, mungkin akang nginap di sana sekitar dua hari." Enteng sekali dia bicara tanpa ijin dulu sebelum memutuskan untuk pergi, dia pikir tidak perlu minta pendapat dari ku apa?!, menyebalkan!
"Oh." Jawabku malas.
"Kok oh doang,?!" Tanyanya heran.
"Terus aku harus bilang apa?"
"Ya tidak perlu bilang apa-apa, tapi kamu harusnya kasih aku uang dong buat ongkos sama uang makan!" Ketusnya sambil cemberut.
"Kok minta uang ongkos sama aku mas, kamu pergi nganterin teman , itu kan bukan kepentingan kamu! jadi ngapain pake ongkos sendiri? Harusnya teman kamu dong yang menanggung semua kebutuhan kamu selama di perjalanan!" Ocehku kesal.
"Malu lah As, aku memang cuma ngantarin dia pulang kampung, karena dia kangen pengen ketemu keluarganya, tapi aku kemarin sudah janji sama dia kalo aku yang akan menanggung semua kebutuhan dia untuk pulang kampung!" Ucapnya tanpa merasa bersalah.
"Ya sudah kalo akang janji sama teman maunya kayak gitu ya silahkan saja!" Aku benar-benar kesal mendengar omongan nya.
"Mana duitnya?!" Ucapnya sambil menengadahkan tangan.
"Pake duit sendiri lah, ngapain minta sama aku?!" Bentak ku.
"Aku duit dari mana As? Aku kan gak kerja! Otomatis kamu lah yang harus ngeluarin uang untuk aku sekarang!" Bener-bener otak kang Entis sepertinya sudah penuh alkohol makanya jadi tidak waras!
"Akang tuh kan masih waras kan? Belum gila!"
"Apa maksud kamu!" Bentaknya sambil melotot.
"Kalo akang waras, harusnya akang mikir dong, punya ot@k tuh di pake bukan di simpan!, Orang lain yang yang mau pulang kampung tapi akang yang sibuk nyari ongkos!" Omel ku sambil berdiri hendak pergi, rasanya muak aku bicara sama dia.
"Kamu tuh tidak menghargai aku sama sekali as! Kamu yang harusnya mikir! Aku ini suami kamu jadi kamu harusnya menuruti apa kataku, tapi kamu malah mau mempermalukan aku di hadapan teman ku!" Kang Entis marah, mata merahnya hampir loncat memelototi aku, dia kira aku akan takut! Heh jangan harap!
"Kapan aku mempermalukan kamu?!" Teriakku sambil menantang matanya dengan tatapan tajam ku.
"Sekarang!. kamu mempermalukan aku! Jika kamu gak kasih aku uang tentu aku gak bisa berangkat! Tentunya aku akan malu sama temanku karna sudah ingkar janji!" Ucapnya lagi sambil mengepalkan tangan dengan rahang yang mengeras.
"Kamu mikirin teman kamu! Kamu masih mikirin rasa malu?! Apa kamu gak malu kalo selama ini kebutuhan kamu aku yang nanggung! Seharusnya kamu yang memenuhi kebutuhan aku bukan sebaliknya!" Teriakku menahan emosi.
Plaak!
Perih dan panas rasanya pipi ini di tampar, aku benar-benar marah di buatnya, aku ambil gelas kopi yang masih panas lalu aku siram wajahnya dengan kopi itu, tentu saja dia melolong kepanasan, dan dia menutup mukanya dengan kedua tangan nya sambil mulutnya terus memaki aku.
Dia mengeluarkan sumpah serapahnya, segala penghuni kebun binatang pun di sebut-sebutnya, aku ambil sapu yang berada di dinding dekat pintu, lalu aku pukul kepalanya pake sapu, biar mulut dia tidak ngomel terus, lalu aku pun melangkah pergi sambil melemparkan sapu ke tubuh kang Entis, aku sambar tas ku dan gegas keluar hendak berangkat kerja.
Aku naik ke atas motorku lalu tancap gas dari sana, sebenarnya hatiku sakit dengan kejadian ini, aku selalu mengharapkan rumah tangga yang sakinah, mawadah , warohmah, tapi pernikahan yang ku jalani seperti bagai dalam neraka dunia, aku lelah, ingin sekali aku bercerai dengan nya, tapi rasa kasihan dan cintaku sama kang Entis lebih dominan hingga aku bertahan dan berharap siapa tau kang Entis bisa berubah suatu hari nanti.
Di tengah perjalanan, nada dering dari ponselku terus saja berdering menandakan ada panggilan masuk.
Aku tidak berniat melihat siapa yang menelfon, apalagi untuk mengangkat panggilan nya itu tidak akan ku lakukan sekarang ini, karna aku yakin, yang menelfon ku pasti kang Entis.
Sesampainya di area pabrik lantas aku memarkirkan motorku di parkiran samping HRD, aku lalu masuk ke kantor dan langsung begegas ke meja tugasku, suasana kantor masih sepi, karna aku berangkat terlalu pagi, belum ada siapapun di ruangan ini, aku lantas merogoh tasku mengambil handphone.
Laporan panggilan tidak terjawab sebanyak dua puluh kali, semua dari nomor yang ku beri nama suami alias kang Entis.
Pesan di aplikasi hijauku juga ada tiga pesan dari suamiku yang belum ku buka, aku pun memasukan lagi handphoneku ke dalam tas tidak berniat membaca pesan nya.
***
Sore ini setelah jam pulang kerja, aku tidak bersemangat pulang ke rumah, aku mampir ke rumah ibuku untuk menjenguknya, sudah hampir satu bulan ini aku tidak bertemu beliau.
"Setelah sampai rumah ibu, aku langsung masuk rumah sambil mengucap salam.
"Assalamualaikum." Tapi tidak ada jawaban, pintu tidak di kunci jadi aku langsung masuk kedalam rumah mencari ibu.
"Buk... Buk..." Aku memanggilnya, tapi tidak ada jawaban.
Pintu depan pun terbuka, dan raut wajah yang ku rindukan pun menyembul di balik pintu.
Buk, dari mana buk?" Ucapku sambil meraih tangan nya dan mencium nya.
"Teteh,sudah dari tadi pulang ? Ibu dari warung abis beli kacang mau bikin gado-gado, bapak minta di bikinkan gado-gado." Ucap ibu sambil tersenyum.
"Gak kok bu teteh baru datang, kebetulan dong buk teteh juga lagi pengen makan gado-gado." Ucapku sambil membawa barang bawaan ibu ke dapur.
Aku segera menyangrai kacang setelah membersihkan nya, ibu sedang menyiapkan sayuran nya.
"Teh, gimana sekarang Entis masih suka minum-minum gak?" Tanya ibu membuka obrolan.
"Ya gitu aja buk, ga bisa di larang" jawabku malu, ya aku malu sama orang tuaku tentang kelakuan kang Entis.
Tapi aku cuma bisa pasrah dan berharap kang Entis berubah, bapak sebenarnya tidak suka sama kang Entis, setelah tau kang Entis pecandu alkohol, dan pengangguran akut, tapi aku terus meyakinkan jika kang Entis pasti bisa berubah, dan bapak pun tidak bisa lagi berkata apa-apa.
"Bapak mana buk?" Ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Bapak tadi ke rumah kang Aep, mau minta tolong panjat pohon kelapa untuk di panen."
"Oh, kalo umar mana buk?" Tanyaku menanyakan adik semata wayang ku.
"Tadi katanya mau benerin motor, mungkin servis motor ke bengkel " jawab ibu sambil mencuci sayuran
"Udah pulang kok buk." Tiba-tiba Umar muncul di Dapur kami.
"Eh datang-datang ngagetin aja ga ngucapin salam."ucap ibu sambil menjewer kuping anak lelakinya.
"Aduh ampun buk, assalamualaikum." Ucap Umar sambil meluk ibu.
"Wa'alaikum salam, telat ah" kelakar ku sambil menyambut tangan Umar untuk mencium tangan ku.
"Teteh udah lama di sini teh?" Tanya Umar.
"Gak kok, baru setengah jam," jawabku.
"Teteh pulang kerja langsung kesini ?"
"Iya mar, teteh lagi kangen kalian." Ucapku sambil tersenyum.
"Kangen aku tidak teh?" Ucap Umar
"Ya pasti dong, kamu adik teteh yang paling ganteng dan baik,jadi teteh selalu kangen minta di traktir." Canda ku kepada adik saya wayang ku, sementara Umar hanya senyum menanggapi kelakar ku.
Akhirnya menu yang kami masak pun sudah siap lalu kami menghidangkan makanan di meja makan, aku berencana makan malam di sini bersama keluargaku, aku gak perduli kang Entis malam ini makan atau tidak! Masalahnya tadi pagi aku masak cuma buat sarapan
aja.
Kang Entis tidak suka makan makanan sisa pagi, sudah pengangguran tapi banyak gayanya kan, jika makan malam harus masak masakan baru atau beli di luar, dan biasanya untuk makan siang aku memberinya uang saku sebanyak lima puluh ribu satu hari, tapi tadi pagi aku tidak memberinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!