Malam ini angin berhembus sangat kencang. Dan malam terasa begitu dingin. Sonia berdiri didepan tokonya sendirian. Suaminya dan pegawainya sedang pergi mengantarkan barang pesanan dengan mobil.
Entah kemana mereka pergi hingga tidak kunjung datang. Dia berdiri diantara gemericik air yang bersuara berisik dikakinya yang basah.
Matanya melihat jauh di sudut jalan menunggu mobil yang akan menjemputnya.
"Kenapa aku merasa seperti ada yang mengawasi ku? Bulu kudukku merinding," angin berhembus didekat telinganya seperti bisikan hantu.
"Ah, ini hanya perasaan ku saja,"
Sonia lalu membuka payungnya dan menutupi kakinya dari cipratan air bercampur tanah basah.
"Aku merasakan firasat buruk. Seperti akan terjadi sesuatu, tadi malam aku juga bermimpi buruk. Aku seperti akan di terkam oleh buaya, dan aku tidak bisa lari, hingga akhirnya aku berusaha bangun,"
Sonia mengelap wajahnya yang bawah oleh kibasan air hujan yang tertiup angin. Dan tiba-tiba lampu menjadi padam. Seluruh tempat itu menjadi gelap.
"Mati lampu, aduh gimana ini?" Sonia membuka tasnya dan mengambil handphone.
"Lowbat. Aku tidak bisa memesan taksi, Aku jalan kesana saja," Sonia tidak bisa menunggu suaminya lagi.
*
*
Tina adalah pegawai barunya yang baru bekerja satu bulan. Dia seorang janda yang belum lama ditinggal mati oleh suaminya. Janda kembang belum punya anak.
Suaminya meninggal dalam sebuah kecelakaan tunggal ketika mereka merayakan satu tahun pernikahan di sebuah restoran.
Selesai merayakan semua itu, suaminya justru mengalami kecelakaan dan dia selamat. Suaminya meninggal ditempat. Tina sendiri tidak tahu bagaimana semua itu terjadi. Dia tertidur kala itu, dan saat bangun sudah berada dirumah sakit.
Sementara suaminya meninggal saat itu juga. Merasa kesepian, Tina lalu pergi mencari kesibukan dengan bekerja di toko busana milik Sonia.
Sonia kasihan dengan dirinya yang baru saja mengalami musibah. Maka dia menerima Tina bekerja padanya. Namun, Tina yang jauh lebih muda darinya sepuluh tahun, membuat dia was-was, karena sejak Tina bekerja di tokonya, sekarang suaminya menjadi rajin membantunya.
*
*
Saat ini Tina dan Sandi Baskoro sedang makan disebuah restoran setelah mengantarkan barang.
"Mas, hujannya sangat deras. Sebaiknya kamu menelpon istrimu," kata Tina pada bos prianya.
"Baiklah,"
Sandi lalu menelpon istrinya namun tidak ada jawaban. Ternyata handphone istrinya lowbat.
"Tidak bisa dihubungi. Mungkin dia sudah pulang naik taksi," kata suaminya lalu menatap Tina yang muda, cantik dan molek.
Dalam hati, mulai ada niat jahat untuk menjadikannya istrinya, karena pesona kecantikan Tina yang sudah membuat hasratnya meronta.
Satu Minggu yang lalu....
Sandy Baskoro datang pada seorang pertapa sakti. Dia akan meminta pelarisan dan menjadikannya kaya raya.
Dia berada di gunung Baraya. Gunung itu dijaga oleh buaya yang bisa berubah wujud menjadi manusia.
Dan jika ingin meminta Pesugihan padanya maka dia harus mengorbankan salah satu keluarga nya.
Akhirnya Sandi menyebutkan satu nama uang akan dia korbankan. Yaitu istrinya sendiri. Anaknya Kumala sedang beranjak remaja, dia tidak ingin mengorbankan dirinya. Sementara adiknya Roki masih kecil. Maka karena ambisi ingin menjadi kaya mendadak, dia terpaksa menyebut nama istrinya, Sonia.
"Kau yakin, akan mengorbankan istrimu?"
"Ya, saya yakin Guru," kata Sandi sambil mengatupkan kedua tanganya menyembah pertapa sakti yang bisa berubah wujud menjadi buaya.
"Baiklah. Setelah kau memberikan korbannya maka kau akan menjadi kaya. Tokomu akan laris dan banyak yang membelinya. Apapun yang kau inginkan akan segera terpenuhi,"
"Baik Guru,"
Pertapa sakti itu menghilang dalam lembah yang penuh dengan kabut putih.
Sandi segera pulang dan tersenyum karena dia akan menjadi kaya raya setelah mengorbankan istrinya sebagai tumbal.
"Maafkan aku Sonia. Kau menyebutku pria tidak berguna. Sekarang kau akan melihat aku menjadi kaya-raya dan kau menjadi tumbalnya," berkata dengan bengis.
*
*
Sonia berdiri selama satu jam hingga kakinya sangat letih. Suaminya tidak kunjung datang menjemputnya, maka dia terpaksa berjalan kejalan raya dan mencari angkot yang lewat.
"Kenapa tidak ada satupun angkot yang lewat? Baru juga jam delapan," Sonia memegang payung ditangan kirinya.
Berdiri menunggu hingga setengah jam. Dan tiba-tiba ada sebuah mobil yang melaju sangat kencang, dan membuat payungnya terbang. Sonia yang kaget lalu mengejar payung itu.
Hingga ketengah jalan, dan saat itu sebuah mobil melaju dengan kencang menabrak dirinya.
Bruuukkkk!
Sonia terpental ke selokan. Darah segar mengucur dari tubuhnya.
"Kamu menabrak seseorang Mas," kata wanita didalam mobil itu.
"Biarkan saja, daripada nanti ada yang melihatnya. Ayo kita segera pergi," kata pria yang menyetir disampingnya.
Dia tidak ingin berurusan dengan polisi. Dia juga sudah tahu dalam hatinya siapa wanita yang dia tabrak itu. Tidak lain adalah istrinya sendiri.
Seekor buaya tiba-tiba muncul di malam hari. Dia berada diruang tengah rumah Sandi. Anaknya sedang lelap tertidur.
"Mbak, kenapa ibu belum pulang?" tanya Roky yang minta tidur ditemani oleh kakak perempuannya. Dia gelisah sejak sore hari. Dan merasa cemas karena ibunya belum juga pulang, juga ayahnya.
"Tenanglah, nanti ibu juga pulang. Kan ayah juga belum pulang,"
"Kenapa pulangnya harus selarut ini. Kasihan ibu. Bekerja sampai malam hari belum pulang. Ibu pasti lelah dan mengantuk,"
"Kakak juga lelah Roky. Jangan cemaskan ibu. Ibu di toko kan bersama ayah. Kakak tadi banyak kegiatan di sekolah. Sekarang sangat mengantuk. Kau cepatlah tidur," kata Kumala anak Sonia yang beranjak dewasa.
Sambil berkata hal itu pada adiknya, Kumala malah tertidur disamping adiknya yang masih terjaga.
"Mbak...mbak...bangun mbak...suara apa itu?" Roki gemetar ketakutan. Suara aneh terdengar dari ruang tengah.
Tapi kakaknya Kumala tidak mau bangun. Dia sangat mengantuk. Akhirnya Roki mengendap-endap turun dari ranjang dan mengintip dari pintu kamarnya.
"Mbak....bangun mbak...." Roki menoleh pada kakaknya yang sangat lelap.
Melihat kakaknya tidak mau bangun, Roki akhirnya membuka pintu kamarnya perlahan.
kreeekkk.
Berjalan perlahan-lahan dengan kaki gemetar tapi ingin tahu suara apa yang tadi dia dengar.
Buaya yang ada diruang tamu menoleh ke arah Roki. Roki gemetar.
"Bu...buaya....." Roki pingsan ditempat. Buaya itu lalu merambat kearahnya. Dia mendekati Roki. Dan saat mulutnya terbuka lebar, Sandi masuk.
"Hentikan!" Sandi yang baru masuk kaget melihat anaknya di dekati buaya siluman.
Buaya menoleh dengan mata merah, lalu bersuara menakutkan.
"Tepati janjimu....." kata buaya itu.
"Aku sudah melakukannya," kata Sandi lalu memeluk anaknya.
Buaya siluman lalu berubah wujud menjadi manusia. Menatap Sandi dengan tatapan menyala tajam. Di tangan kanannya ada tongkat dengan kepala buaya di atasnya.
"Kau belum melakukan tugasmu," kata pertapa sakti itu yang bisa menghilang dengan kesaktiannya.
"Saya sudah melakukanya. Dia sudah mati," kata Sandi sambil memeluk Roki yang pingsan.
"Aku tunggu sampai Selasa Kliwon selanjutnya. Tepati janjimu, atau nyawamu sebagai gantinya"
Setelah berkata dengan tatapan menakutkan dan membuat Sandi gemetar, pertapa sakti itu lalu menghilang dari hadapannya.
"Roki...kamu tidak apa-apa sayang?" Sandi menciumi wajah anak bungsunya.
"Untung aku datang tepat waktu. Jika tidak, buaya itu akan memakanmu," Sandi lalu menggendong putranya ke kamarnya.
Setelah kedua anaknya sudah tidur, dia menutup pintu depan. Dan saat akan berbalik, pintunya diketuk dari luar.
Sandi segera membukanya. Terdengar suara dua orang memanggil namanya.
"Pak Sandi!"
Kreeekkk
Pintu terbuka. Sandi kaget melihat dua polisi yang menatapnya dengan tajam.
"Apa benar anda suaminya nyonya Sonia?"
"Benar. Ada apa pak?"
"Istri anda mengalami kecelakaan. Dan sekarang ada dirumah sakit. Anda bisa datang untuk membuat laporan dan melihat keadaannya, lukanya sangat parah," kata kedua polisi itu lalu pamit pada Sandi.
"Baik pak. Saya akan segera ke sana," Sandipun lalu menutup pintu rumahnya dan pergi kerumah sakit untuk melihat kondisi istrinya.
Di ruang perawatan, istrinya masih dalam keadaan kritis. Artinya nyawanya masih ada ditubuhnya.
Sandi terkejut dan bergumam,"pantas saja biaya itu datang kerumah. Ternyata tumbalnya masih hidup. Aku pikir dia sudah tiada," kata Sandi dari pintu dan langkahnya terhenti disana.
Melihat banyak selang ada ditubuh istrinya dan bunyi monitor yang berdecit.
Masih ada garis vertikal naik turun yang menandakan denyut jantung pasien masih berdetak.
"Dia masih bernyawa," kata Sandi lalu duduk disamping istrinya yang koma.
"Jika aku melepas selang ini maka dia akan tiada. Dan garis vertikal akan berubah horisontal. Lalu, buaya itu tidak akan datang lagi," kata Sandi berdiri dan akan bergerak melepaskan selang itu.
Namun tiba-tiba dokter masuk dan membuatnya mengurungkan niatnya.
"Anda suaminya pasien?" tanya dokter dengan kertas ditangan kirinya.
"Benar dokter," jawab Sandi kaget sekaligus berusaha mengubah mimik mukanya menjadi sedih.
"Bisa ikut saya ke kantor. Ada yang harus saya bicarakan dengan anda," kata dokter lalu berjalan keluar kamar pasien di ikuti oleh Sandi.
"Ini adalah hasil rontgen pasien. Dia mengalami cedera patah tulang dibagian kaki. Jika sembuh, kemungkinan bisa lumpuh," kata dokter dan membuat Sandi kaget.
"Apa yang harus saya lakukan dokter?"
"Biaya pengobatan nya sangat mahal. Namun jika anda bersedia maka saya akan melakukan tindakan operasi," imbuh dokter membuat Sandi kesal.
Sial. Bukannya tiada malah membuat aku harus membayar mahal biaya pengobatannya, umpat ya dalam hati.
"Biar saya pikirkan dokter," kata Sandi lalu pamit.
Sandi keluar dari ruangan dokter dengan tangan mengepal. Kesal dan marah.
Sandi lalu masuk kedalam ruangan istrinya dirawat. Didalam kamar itu merasakan aura yang tidak biasanya. Seperti ada yang berdiri dikamar istrinya menatap dirinya.
Angin berhembus di lehernya padahal jendela tertutup rapat.
Tiba-tiba air dikamar mandi mengalir.
"Ada orang didalam?" Sandi berbicara sambil berjalan ke kamar mandi. Melihat siapa selain dirinya yang sedang menunggui istrinya.
"Tidak ada orang. Tapi kenapa airnya bisa menyala?"
Sandi lalu memutar kran dan menutupnya. Saat dia berbalik, air keluar lagi dan kali ini berwarna merah.
Deg. Sandi kaget bukan kepalang. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Sandi lalu mengusap matanya dan air kran berubah menjadi putih.
"Siapa yang sedang mengganggu ku? Keluar dan tunjukkan dirimu!" kata Sandi kesal karena merasa di ganggu oleh makhluk gaib.
Tiba-tiba dari kamar mandi dia melihat bayangan putih dengan rambut panjang mendekati istrinya lalu mengulang disana.
"Apakah ini hanya perasaan ku saja? aku seperti melihat gadis berambut panjang dengan baju putih tadi. Kemana dia menghilang?" Sandi lalu keluar dari kamar mandi dan mencari keluar kama istrinya. Di lorong itu tidak ada siapapun yang lewat atau berjalan.
Sandi merasa ada yang mengganggu dirinya. Makhluk gaib. Tapi bukan pertapa sakti itu. Ini makhluk yang lain.
"Apa tujuannya? Kenapa dia menggangguku?" Sandi kesal lalu duduk didekat istrinya.
"Kau! kenapa kau masih hidup? Kau bukanya membuat aku kaya malah aku harus mengeluarkan uang untuk pengobatan mu!"
Sandi mengumpat dengan kesal.
"Tidak. Kau harus tiada sekarang juga," Sandi lalu berdiri dan akan melepaskan selang oksigen dari wajah istri nya. Namun tiba-tiba sebuah tangan dingin menahan tangannya dan dia tidak bisa menyentuh selang oksigen itu.
"Aduh! Kenapa tanganku tidak bisa bergerak. Dan tangan siapa tadi yang menghalangi tanganku?" Melihat tidak ada siapapun dikamar itu selain dirinya.
Dia merasakan tangan itu dingin seperti es. Namun wujudnya tidak kelihatan. Dia memegang tangannya dengan kuat sehingga sandi tidak bisa melepaskan selang oksigen sebagai alat bantu pernapasan untuk istrinya.
Namun merasakan ada mahluk lain yang mencegahnya membunuh istrinya.
Makhluk itu sekarang telah berbicara pada Sonia yang sedang koma. Suaminya pulang dan Sonia sendirian dirumah sakit dalam keadaan koma.
Arimbi berbicara pada Sonia dan masuk dalam alam bawah sadarnya.
Sonia berada di antara kabut putih diatas sebuah gunung. Dia tidak tahu ada dimana. Ada seekor buaya yang ingin memangsanya. Tapi Arimbi berada didepannya dan membawanya lari menjauhi tempat itu.
"Siapa kau?" Sonia bertanya pada Arimbi yang menyelamatkan dirinya.
"Aku mengalami nasib sama seperti dirimu," kata Arimbi pada Sonia.
"Apa maksudmu, aku tidak mengerti," Sonia menatap Arimbi yang memakai baju putih hingga ke tanah. Rambutnya tergerai panjang sepinggang.
Sonia sedang berada diantara hidup dan mati. Dia koma. Dalam komanya dia seperti tersesat diatas gunung yang penuh dengan kabut putih.
Saat itulah Arimbi datang menyelamatkan dirinya dari buaya yang siap menerkamnya.
"Suamimu jahat. Dia mengorbankan dirimu sebagai tumbal," kata Arimbi berhadapan dengan Sonia.
Sonia tidak percaya dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak mungkin. Jangan memfitnah suamiku. Dia tidak akan melakukan yang kamu katakan itu,"
"Percayalah padaku. Kamu akan dijadikan tumbal olehnya. Kau harus menyelamatkan dirimu sendiri dari janjinya pada pertapa sakti itu,"
"Kau pasti mengarang cerita. Jangan bicara padaku. Aku tidak mau mendengar cerita palsumu itu!" Sonia lalu berjalan dan tidak menghiraukan Arimbi.
"Sonia! Tunggu! Lihat aku...." Arimbi lalu mengangkat badannya dan dia melayang diatas tanah.
Sonia terpana melihatnya dan dadanya berdegup kencang.
"Ha...hantu....Kau hantu....." Sonia justru ketakutan dan malah berlari menjauh dari Arimbi.
"Jangan takut! Aku tidak akan menyakitimu. aku justru akan menolongmu," Arimbi lalu melayang diatas tanah dan berhasil menyusul Sonia. Kini dia berhenti dihadapan Sonia.
"Jangan mendekat, atau aku akan terjun ke jurang," kata Sonia karena dia berdiri tepat diatas tebing jurang yang dalam.
"Aku tidak akan mendekat. Jangan terjun. Aku butuh kau tetap hidup, dan membalaskan dendam ku," kata Arimbi.
"Kalau begitu. Jangan mendekat...." Sonia berkata dengan nafas tersengal-sengal antara takut dan tidak percaya jika dia berbicara pada hantu.
"Aku takut...." Sonia menutup kedua matanya dan terduduk di tanah.
Tiba-tiba bayangan gadis bernama Arimbi itu menghilang. Dan fajar menyingsing di ufuk timur. Cahaya harapan telah terbit. Bersinar dan membuat makhluk gaib itu tidak tahan pada cahayanya. Dia menghilang entah kemana.
Dan saat itu, Sonia berusaha bangun dan seorang suster yang akan melihat keadaan nya melihat Sonia berusaha membuka matanya.
"Dokter! Pasien telah sadar!" Suster itu berteriak dan melepaskan penutup hidung Sonia.
Dia bisa bernafas tanpa membutuhkan alat penghantar oksigen lagi.
"Ohh, syukurlah...pasien telah melewati masa kritis," Dokter lalu melakukan tindakan dan meminta suster untuk menghubungi suaminya.
Saat ini, dirumah.
Sandi sedang bertapa di sebuah kamar yang tertutup dari cahaya. Dia sedang melakukan ritual memanggil gurunya. Bau kemenyan nyaring terhirup di ruangan itu.
Klotek!
Lilinya padam. Artinya pertapa itu sudah datang.
"Saya minta maaf guru. Saya belum bisa memberikan tumbalnya,"
"Tunggulah sampai purnama berikutnya. Kau harus segera melaksanakan janjimu. Dan bawa ke padaku kepala seekor kerbau serta darahnya," pesan suara gurunya.
"Baik guru,"
Sandi lalu membuka matanya ketika lilin itu menyala kembali.
Guru bilang aku harus menyembelih seekor kerbau dan membawa darah segarnya. Akan aku laksanakan perintahmu guru. Yang penting sekarang aku kaya raya.
Sandi lalu keluar dari kamarnya dan saat itu handphonenya berdering.
Dari rumah sakit, gumamnya.
"Pak, kami dari rumah sakit. Istri bapak sudah sadar. Bapak bisa datang untuk menjenguknya,"
Sonia sudah sadar, celaka.
"Ayah, dimana ibu? Kenapa ibu belum pulang?" Tanya Roki terbangun dari tidurnya dan menanyakan keberadaan ibunya.
Tidak bisa berbohong didepan anaknya, Sandi terpaksa mengatakan jika ibu mereka sedang dirawat karena kecelakaan.
"Ibu kalian mengalami kecelakaan. Dan sekarang dirawat dirumah sakit," melihat kedua mata Roki langsung mengucur deras dan membasahi pipinya.
Kumala berdiri dipintu dan mendengar semuanya. Hatinya terguncang dan merasa sangat cemas.
"Ayah....jadi ibu ada dirumah sakit? Aku ingin kesana melihatnya?" Kulakan mendekati ayahnya dan memeluknya sambil menangis.
"Tenanglah. Kalian akan menjenguknya besok. Sekarang lebih baik istirahat lagi. Ayah yang akan kesana untuk melihatnya,"
"Tapi kami juga ingin melihat keadaan ibu,"
"Jangan. Tunggu sampai ibu kalian sadar. Baru ayah akan membawa kalian melihat ibumu,"
Kumala mengangguk dan mengajak adiknya untuk masuk kamar kembali.
Sementara Sandi menatap langit-langit ruangan itu dengan menggigit bibir bawahnya. Dia merasa kesal. Karena niatnya untuk menghabisi Sonia belum terwujud. Dan selama semua itu belum terwujud, dia harus mengorbankan seekor kerbau seperti ya g diminta oleh pertapa sakti itu.
"Sial! Harga kerbau kan mahal. Dan gara-gara aku gagal mengorbankan dirinya. Maka aku harus mengambil tabunganku lagi untuk membeli kerbau,"
"Aku tidak tahan hidup miskin. Aku bosan kerja keras. Dan aku kesal karena kau menghinaku dan mengatakan jika aku suami tak berguna,"
"Sekarang, aku akan mulai menjadi kaya-raya. Dan tidak perlu kerja keras lagi. Aku hanya harus mengikuti apa yang di minta pertapa sakti itu,"
"Dan kau...akan menjadi tumbalnya.... setelah itu, aku akan menikahi Tina. Tina yang cantik dan masih muda. Dia pasti mau denganku. Dia kan janda kembang. Aku sebentar lagi akan menjadi duda. Maka kita bisa menikah, hhhh..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!