“Mas, kamu di mana? Hari ini aku masakin kamu makanan spesial, aku bawain ke kantor ya.”
Seorang wanita yang baru saja selesai memasak, dengan penuh semangat menghubungi sang suami.
“....”
Namun, jawaban dari lelaki di ujung sana membuatnya kecewa. Wanita ini terdiam dan segera mematikan telponnya.
Hmmm!
Ia menghembuskan napas secara dalam, ada hal yang tidak bisa dijelaskan berkemelut di pikirannya.
“Ada apa dengan Mas Dimas akhir-akhir ini ya? Mengapa sikapnya terlihat aneh, bahkan ditelpon pun selalu mengatakan sibuk, dan ia selalu menolak untuk dibawakan makan siang ke kantor,” gumam wanita yang memiliki suara lembut bak putri Solo ini.
Tatapannya beralih pada kotak makanan yang telah disiapkan untuk dibawa ke kantor sang suami.
Semuanya sudah beres, tapi lelaki yang ia cintai itu malah menolak.
Hal ini menimbulkan rasa kecewa yang menusuk di hatinya, sakit karena merasa tidak dihargai.
Wanita yang memiliki tinggi 160 cm itu membuang napas berat, dia melangkahkan kaki ke ruang keluarga, di mana terdapat foto pernikahannya dengan sang suami.
Ia melihat ke dinding dan memperhatikan tulisan yang terdapat pada figura berlapis emas tersebut.
Karina Mustika dan Dimas Wijaya Soebono, akan hidup selamanya dalam janji pernikahan. Jika ada salah satu yang mengingkari, semuanya akan berakhir.
Wanita bernama Karina ini tersenyum pedih, saat membaca janji yang mereka ikat pada saat prosesi pernikahan.
Karina memandangi raut wajah sang suami yang terlihat sangat bahagia di acara tersebut. Namun, setelah tiga tahun berlalu, semuanya mulai berubah.
Ke mana perginya Dimas yang dulu sangat terobsesi pada dirinya?
Sudah padam kah api cinta itu?
Dring! Dring!
Jam dinding yang ada di sebelah kiri berbunyi sambil mengeluarkan mainan burung kakak tua di atasnya.
Hari ini adalah pernikahan Karina dan Dimas ... Hari ini adalah pernikahan Karina dan Dimas.
Mendengar bunyi alarm yang telah ia setting setahun yang lalu, membuat Karina terdiam. Bibirnya terbuka dan berlari kecil untuk melihat kalender.
“Astaga, hari ini tanggal 3 bulan 3. Iyaa pas, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahanku yang ke 3 dengan Mas Dimas. Aku harus ke kantornya saat ini juga, meski mungkin ia sedang sibuk!”
Karina segera bersiap untuk berangkat ke kantor sang suami.
Dengan pakaian sederhana, dan membawa sejumlah makanan yang telah disiapkan, ia pun berangkat.
“Nyonya Karina mau ke mana? Ayo saya antar."
Lelaki paruh baya yang selalu standby di pos jaga, menyambut Karina dengan sopan.
“Hmm, tidak perlu Pak Bagus. Saya naik taksi saja. Soalnya nanti saya akan menunggu Mas Dimas selesai kerja, dan pulang bersama," tolak Karina.
Wanita ini begitu ramah, meski lawan bicaranya hanyalah seorang sopir dari Keluarga Soebono.
“Tapi Nyonya, nanti Tuan akan ....” sahut lelaki paruh baya tersebut.
Dia tidak ingin dimarahi Dimas lagi, karena membiarkan Karina keluar tanpa pengawalan.
Menyadari kekhawatiran pak Bagus, akhirnya Karina setuju untuk diantar supir pribadi keluarganya.
Setengah jam kemudian mereka pun tiba di kantor Soebono Group.
"Pak Bagus pulang duluan saja ya, saya mau menunggu Mas Dimas," ucap Karina seraya turun dari mobil.
"Baik, Nyonya."
Karina bergegas memasuki gedung kantor. Perusahaan yang bergerak di bidang retail ini adalah milik orang tua Dimas.
Karina terdiam pada saat tiba di depan ruang kerja suaminya.
Dia melihat seorang wanita muda sedang duduk di kursi sekretaris, wajahnya sangat cantik, tubuhnya seksi seperti gitar spanyol, dan ditambah bibir merah merona seperti buah delima.
“Siapa wanita ini? Kenapa ia duduk di kursi Amelia?” tanya Karina dalam hati.
Wanita itu bukan sekretaris Dimas yang sebelumnya dikenal Karina.
Sementara wanita cantik yang duduk di kursi itu tidak menyadari ada seseorang yang sedang memperhatikannya.
Dia malah asik bersolek untuk mempercantik diri.
Driing!
“Sekretaris Nadia, segera bawakan makan siang ke ruangan saya.”
Sebuah pesan suara masuk dari telpon kantor, dan Karina dapat mendengar bahwa itu adalah suara Dimas, suaminya.
Karina masih terdiam di tempat, mimik wajahnya begitu heran. Selagi ia bisa mengingat, sebelumnya Dimas tidak pernah meminta sekretarisnya membawakan makanan ke ruang kerja.
Biasanya jika bukan Karina yang datang membawakan makan siang, pasti Dimas akan keluar bersama pengurus perusahaan lainnya.
Gleek!
Karina hanya bisa menelan ludah, jantungnya berdebar ketika sekretaris baru sang suami memasuki ruangan.
Perasaannya mulai tidak enak.
Terlebih, dia melihat pakaian yang dikenakan wanita itu terkesan tidak sopan, terlalu seksi untuk dikenakan seorang sekretaris.
Kancing kemeja bagian atasnya seperti sengaja dibiarkan terbuka, hingga celah pada gundukan padatnya bisa terekspos dengan bebas, semua itu masih ditambah rok ketat sejengkal di atas lutut.
Meski wanita tersebut sempat melihat Karina, tapi ia tidak peduli. Dia buru-buru masuk ke ruangan Dimas dengan senyum berseri-seri, seperti hendak bertemu dengan seorang pangeran impian.
Sampai saat ini, Karina masih memaku di tempatnya berdiri.
Apakah sekretaris baru itu yang membuat Dimas mulai berubah?
Kini sekretaris baru Dimas telah memasuki ruangan.
Saking penasarannya, Karina mencoba mengintip di celah pintu ruang kerja sang suami yang sedikit terbuka.
“Pak Dimas, ini makan siang yang sudah saya belikan untuk Bapak,” ucap sekretaris itu dengan suara yang dibuat mendesah seperti sengaja menggoda.
Dimas tidak segera menggubris, ia tetap fokus pada layar laptop yang ada di depannya.
“Terima kasih, Nadia, kau bisa meletakkan makanan itu di sana.” Dimas menunjuk sudut mejanya dengan isyarat dagu.
“Baik, Pak. Saya letakkan di sini ya.” Suara yang begitu genit kembali ia lontarkan, tapi sayang atasannya itu sama sekali tidak menggubris.
Mata Dimas tetap fokus mengarah depan, dengan jari-jari yang menari lincah di atas keyboard.
“Pak ....” Lagi-lagi Nadia memanggil Dimas dengan nada merayu.
Dimas melirik ke arah sekretarisnya. “Ada apa, Nadia? Apakah ada yang mau kau katakan lagi? Jika tidak, tolong keluarlah, saya sedang sibuk mempersiapkan project di Malaysia pekan depan.”
Merasa kesal tidak dihiraukan, Nadia sengaja menyenggol jus jeruk, hingga tumpah membasahi pakaian yang ia kenakan.
“Aaawwhh!”
Mendengar teriakan dari Nadia, Dimas menoleh ke arah sekretaris barunya.
Dimas memberikan Nadia tisu. “Gunakan ini!”
Dalam hatinya Nadia tersenyum penuh kemenangan, sebab ia telah berhasil menarik atensi Dimas.
Kini kaki Nadia sengaja dimiringkan, seolah ia sedang kehilangan keseimbangan dan akan terjatuh.
Secara otomatis Dimas beranjak dari kursi kebesarannya, lalu menahan tubuh indah sekretarisnya tersebut.
Untuk sepersekian detik, mereka saling menatap satu sama lain.
Mata indah milik Nadia yang memancarkan sorot sayu, dan berhasil membuat jantung Dimas berdebar kencang.
Prang!
Suara benda terjatuh membuat Dimas segera tersadar, dan menepis pandangannya dari Nadia.
Dia menoleh ke arah suara yang diyakini berasal dari pintu ruangannya.
“Siapa itu?”
Bersambung.
Lelaki yang memiliki tatapan tajam dan wajah melankolis ini segera melepaskan dekapan erat di tubuh sekretarisnya.
“Hmm, maafkan saya,” ucap Dimas, ketika menyadari dirinya tak sengaja menyentuh bagian kenyal di tubuh Nadia.
Dimas terlihat canggung memikirkan insiden yang barusan terjadi dengan sekretarisnya.
Demi menyembunyikan wajah merahnya itu, ia pun memutuskan untuk mengecek sendiri suara aneh di luar sana.
Dimas melangkahkan kaki dengan cepat dan membuka pintu.
Cklek!
Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi sama sekali tidak melihat siapa pun di sana.
Padahal sebelumnya dia jelas-jelas mendengar suara benda terjatuh.
“Hmm, siapa ya? Di sini tidak ada orang,” gumam Dimas terheran-heran.
Ia kembali masuk, dan tidak memedulikan lagi apa yang terjadi di luar.
Di sisi lain, Karina sedang bersembunyi di balik dinding sambil menutup mulutnya. Dia menahan napas agar Dimas tidak mengetahui keberadaannya.
Haaahh!
“Kenapa aku harus bersembunyi? Kenapa aku menghindari suamiku?” gumam Karina dalam hati.
Karina tidak mengerti, ia secara repleks bersembunyi saat mendengar suara langkah Dimas mendekat.
“Apa yang aku lihat tadi tidak benar, kan? Kenapa Mas Dimas memeluk wanita muda itu? Sayangnya aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan." Karina kembali bermonolog.
Ada banyak pertanyaan yang berkutat di dalam pikiran Karina.
Namun, Wanita ini mencoba menggunakan akal sehat, mungkin saja sang suami tidak sengaja memeluk Nadia, pikirnya.
“Aah sudahlah,” lirih Karina.
Dia menghempaskan semua kecurigaan yang tentu belum benar.
Karina menunduk, melihat rantang makanan di tangannya.
Sisi bawah rantang itu telah retak, karena ia menjatuhkan barang tersebut pada saat melihat Dimas tiba-tiba memeluk Nadia. Wanita muda yang Karina yakini adalah sekretaris baru sang suami.
Tapi mengapa Dimas tidak pernah cerita jika ia kini memiliki sekretaris baru?
Tidak hanya lebih muda dibanding sekretaris sebelumnya, tapi juga lebih cantik.
Masih dengan perasaan tak menentu, Karina memutuskan keluar dari gedung perusahaan sang suami.
6 jam kemudian ....
Karina tidak segera pulang ke rumah, ia menunggu suaminya sampai menjelang senja.
Ia menoleh ke arah pergelangan tangannya, melihat jarum jam yang terus berputar.
“Ini sudah pukul 17:55, apakah Mas Dimas lembur? Biasanya jika lembur, dia akan menelponku, tapi ini tidak ada kabar sama sekali. Atau mungkin aku samperin saja ya ....”
Kegelisahan Karina tidak bisa dikontrol, bagaikan air mengalir yang terus melanda batinnya.
Hal tersebut membuat kepala wanita berparas cantik ini begitu pusing.
Apa yang membuat suaminya tak kunjung kelihatan keluar dari kantor?
Terlebih sekarang adalah hari ulang tahun pernikahan mereka.
Apa suaminya itu lupa? Apa hari anniversary pernikahan tidak lagi penting?
Padahal mereka selalu merayakan anniversary pernikahan pada dua tahun sebelumnya.
Sebelum membangun bahtera rumah tangga dengan Dimas, Karina sudah mengenal suaminya itu sejak zaman sekolah.
Dimas Wijaya Soebono merupakan kakak kelas sekaligus cinta pertama Karina.
Dimas tampan, kaya, dan berkepribadian hangat. Sedangkan Karina adalah gadis dingin yang tidak percaya cinta.
Pada saat itu, Dimas berjuang begitu keras untuk meluluhkan Karina. Sayangnya Dimas yang dulu hangat kini perlahan-lahan berubah, dan puncaknya adalah beberapa waktu belakangan ini.
Tidak ingin terus dirundung gelisah, Karina pun kembali memasuki gedung kantor untuk menemui suaminya.
Raut wajah Karina begitu sedih, karena baru pertama kali Dimas melupakan hari ulang tahun pernikahan mereka.
Biasanya Karina lah yang pelupa, sebab itu dia membuat alarm untuk anniversary kali ini.
Sedangkan Dimas biasanya selalu mengingat hari-hari penting, tanggal jadian, ulang tahun Karina, dan tentu saja anniversary pernikahan seperti sekarang ini.
Tapi sekarang? Entahlah!
Jawabnya hanya Dimas yang tahu.
Untuk sampai ke ruang kerja suaminya, Karina menyusuri koridor kantor sambil melihat-lihat setiap sudut ruangan yang sudah tampak sepi.
“Sepertinya semua karyawan sudah pulang,” pikir Karina.
Kini Karina telah tiba di depan ruangan Dimas, ia melihat tas wanita berwarna nude keluaran brand ternama masih berada di meja sekretaris.
"Berarti sekretaris Mas Dimas juga belum pulang," gumam Karina lagi.
Berbagai keanehan yang ditunjukkan Dimas akhir-akhir ini, membuat Karina semakin berpikir yang tidak-tidak.
Memikirkan segala kemungkinan buruk, membuat Karina menggelengkan kepalanya dengan cukup keras. Dia ingin menepis segala kecurigaan yang ada, serta sekuat hati berusaha menanamkan hal-hal positif di pikirannya.
"Tidak, Mas Dimas tidak mungkin berbuat macam-macam, dia itu adalah yang lelaki setia dan penyayang."
Di dalam ruangan.
“Sekretaris Nadia, seharusnya saya tidak bisa membiarkanmu lembur, karena kau merupakan karyawan baru. Namun, project ini sangat penting bagi perusahaan saya, jadi terima kasih atas bantuanmu."
Nadia yang sejak pertama masuk kerja sudah terpesona akan ketampanan Dimas, tentu saja sangat senang setelah berhasil menarik perhatian atasannya tersebut.
Pada saat Dimas melihatnya dengan wajah datar, Nadia malah menampilkan senyuman termanisnya.
Dimas menghela napas lega. “Proposalnya sudah jadi, kau boleh pulang.”
Nadia sadar sekarang Dimas sedang berada dalam tekanan, dan pasti butuh hiburan untuk sekedar melepas lelah setelah berkutat dengan banyaknya pekerjaan.
Hal ini tidak sia-siakan oleh Nadia, gadis ini mendekati Dimas lalu duduk tepat di samping atasannya tersebut.
“Pak, jika Anda butuh hiburan untuk merefresh pikiran, saya bisa menemani," tawar Nadia.
Posisi duduknya yang seperti sekarang, membuat rok minim yang ia kenakan semakin terangkat.
Hal ini membuat Dimas dapat melihat lebih banyak kulit mulus di paha sekretarisnya tersebut.
“Ke mana?” Dimas melontarkan pertanyaan.
Terlebih wanita mulai berhasil membuatnya tergoda.
Lagi-lagi Nadia tersenyum dengan raut wajah penuh kegembiraan. Gadis pemilik bibir sensual ini mendekat ke telinga Dimas dan berbisik.
Setelah berbisik, Nadia kembali bertanya dengan alunan suara pelan dan menggoda, “Bagaimana, Pak? Apa Anda mau ke sana?”
Dimas terdiam untuk sejenak.
Jiwanya benar-benar lelah, akibat tumpukan pekerjaan yang seakan tiada habisnya. Dia juga merasa butuh hiburan untuk merefresh pikiran, dan berniat mengiyakan tawaran dari Nadia.
“Hmm, bagaimana Pak?” desak Nadia sambil dengan sengaja memegangi tangan Dimas.
Hal ini membuat Dimas menoleh dan menatap mata indah milik Nadia.
'Wajahnya begitu cantik, wanita yang menarik,' sanjung Dimas dalam hati.
Semakin ke sini, Dimas semakin terpesona oleh wajah cantik yang dimiliki sekretaris barunya itu.
“Baiklah," sahut Dimas setuju.
Sementara di luar, Karina mengurungkan niatnya ketika ingin masuk ke dalam ruangan Dimas.
“Sepertinya Mas Dimas benar-benar sibuk, aku akan menunggu di luar saja. Aku tidak boleh terus berprasangka buruk, Mas Dimas Tidak mungkin melupakan hari sepenting ini.” Karina tidak berhenti bermonolog
10 menit kemudian, Karina tersenyum bahagia.
Akhirnya lelaki yang ia tunggu berjam-jam memperlihatkan batang hidungnya.
Karina tidak sabaran lagi, ia pun beranjak untuk mendekati sang suami. Ingin memeluk sekencang mungkin lalu mengucapkan, “Happy Anniversary yang ke 3, Sayang.”
Namun, tiba-tiba langkah kaki Karina terhenti. Senyum bahagia yang tadinya ia tampilkan berubah menjadi ekspresi kebingungan. Serta ucapan anniversary yang hendak terucap kembali ditelan oleh kerongkongannya.
Karina tercekat melihat sang suami keluar dari ruangan dengan tangan melingkar di pinggang ramping sekretarisnya.
“Siapa wanita ini sebenarnya? Apakah dia dan Mas Dimas benar-benar ....”
Bersambung.
Pada saat ini, Dimas tidak menyadari keberadaan Karina yang hanya berjarak beberapa meter darinya.
Sedangkan Karina yang merasa sangat terkejut, secara Alami melangkah mundur ke belakang.
Tiba-tiba hatinya terasa sakit, bagai ditusuk ribuan jarum.
Baru kali pertama Karina melihat suaminya sangat dekat dengan wanita tanpa ada batasan.
Sambil memegangi dadanya yang sesak, Karina bergumam, ‘Tidak mungkin! Mas Dimas tidak akan melakukan itu! Aku tidak boleh berasumsi negatif terhadap Mas Dimas, sebelum aku tahu kebenarannya.’
Karina mencoba memandang segala sesuatu dari sisi positif, dia tidak serta merta mengecap sang suami bermain gila dengan wanita lain, sebelum ia sendiri yang membuktikannya.
Setelah mobil yang dinaiki Dimas dan sekretaris barunya itu pergi, Karina segera menuju ke pinggir jalan untuk mencari taksi.
Wanita yang memiliki rambut sebatas pinggang ini melambaikan tangan.
“Pak, minta tolong ikuti mobil hitam berplat 1000 NO itu ya,” ucap Karina tergesa-gesa sambil menunjuk ke arah mobil Dimas.
“Baik Bu.”
Mobil mercedes benz hitam tipe s-class bergaya klasik milik Dimas melaju dengan kencang, sementara taksi yang ditumpangi Karina terus membuntuti.
‘Apakah aku harus menelpon Mas Dimas? Tuhan, kenapa dia tidak mengabariku jika ada pekerjaan di luar kantor bersama sekretaris barunya?’ batin Karina.
Istri mana yang tidak akan berprasangka buruk, jika melihat suaminya bergandengan dengan wanita lain.
Namun, Karina kembali menggelengkan kepala, berusaha menyakinkan diri sendiri bahwa Dimas adalah sosok yang dapat dipercaya.
“Aku harus berpikir rasional, mungkin saja Mas Dimas sedang ada pekerjaan yang sangat penting, jadi dia tidak sempat menghubungiku,” lirih Karina, sementara matanya masih tak berkedip memperhatikan mobil yang dikendarai suaminya.
Setelah menempuh jarak kurang lebih 2 KM, mobil mewah milik Dimas menyalakan lampu sent sebelah kiri.
"Sepertinya mereka sudah sampai di tujuan," pikir Karina.
Agar upaya membuntuti sang suami tidak ketahuan, Karina menyuruh supir taksi untuk menurunkannya di pinggir jalan raya saja.
“Pak, ini ongkosnya.”
5 lembar uang berwarna merah Karina serahkan pada supir taksi, setelahnya dia segera berlari agar tidak ketinggalan jejak Dimas.
“Bu, tunggu dulu, ini terlalu banyak buat saya,” teriak supir taksi, dia terkejut menerima bayaran dengan nominal yang cukup besar.
“Tidak, Pak. Itu buat Bapak saja, terima kasih sudah mengantar saya,” balas Karina, sambil meneruskan larinya untuk mengejar Dimas dan Nadia.
Pada saat yang sama, Dimas dan sekretarisnya turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam gedung.
Karina terdiam, dia seperti mengenal tempat ini.
“Foreplay Club.” Karina membaca plang besar yang ada di depannya.
‘Apakah suatu pekerjaan bisa didiskusikan di tempat ramai seperti ini? Kenapa Mas Dimas memilih tempat ini?’ Karina tidak habis pikir.
Tanpa mempedulikan berbagai kemungkinan yang bersarang di kepalanya. Karina dengan penuh hati-hati mengikuti sang suami.
Karina diam dipojokan, melihat huru-hara dunia malam yang penuh dengan kebisingan.
Musik DJ menghentak dengan keras, menuntun orang-orang berada di dance floor untuk terus berjoget.
Orang-orang tampak beriang gembira, sangat berbeda dengan Karina yang tidak menyukai dunia malam.
Sampai saat ini, dunia malam masih meninggalkan trauma mendalam bagi Karina.
Dulu semasa sekolah, Karina pernah dijual ibunya kepada lelaki hidung belang sebagai penebus hutang.
Momen buruk tersebut tidak akan pernah dilupakan oleh Karina.
Manik mata Karina terus menyoroti Dimas dari kejauhan. Suaminya itu tiada henti meneguk alkohol.
Nadia yang ada di sampingnya benar-benar melayani Dimas dengan baik.
“Pak, apakah Anda ingin minum lagi?” tanya Nadia.
Bola mata Dimas tampak begitu sayu, entah karena kelelahan kejar deadline untuk project besar, atau mabuk akibat alkohol yang terus ia teguk.
Dimas menatap sorot mata berwarna kecoklatan yang sangat indah milik Nadia. Kemudian, ia memegangi pipi sekretaris barunya itu dengan lembut.
Glek!
Dimas menelan saliva, sampai membuat jakun dari lelaki tampan ini naik turun.
Dengan senyuman menggoda, Nadia bertanya kepada atasannya itu dengan berbisik, “Apa yang Anda pikirkan saat ini, Pak?”
Menyadari lelaki incarannya sudah masuk perangkap, Nadia dengan sengaja memberi gigitan nakal di telinga Dimas.
Lagi-lagi Dimas kembali menelan saliva, seperti sedang menahan gairah yang telah tumbuh sejak tadi.
Karina yang memperhatikan mereka berdua dari kejauhan, menjadi sangat terkejut.
Manik matanya berkaca-kaca, dan rasanya ingin segera mendekati Dimas.
‘Astaga apa yang mereka lakukan?’ batin Karina bergejolak.
Hati wanita ini seperti baru saja ditusuk oleh belati yang begitu tajam. Namun, Karina mencoba tetap diam dan terus memantau dari kejauhan.
Dimas masih memandangi Nadia, ia tersenyum dan berkata, “Kau sangat cantik.”
Gombalan yang terlontar dari mulut manis Dimas, membuat Nadia semakin percaya diri. Dia yakin bisa mendapatkan lelaki yang memiliki poin sempurna ini.
Ya, sempurna di mata Nadia. Tidak hanya tampan bagaikan pangeran dari negeri dongeng, lelaki ini juga memiliki kekayaan yang tidak akan habis tujuh turunan.
Ayah Dimas adalah orang terkaya kedua di Kota Surabaya. Resort mewah dan mall besar miliknya tersebar di seluruh Nusantara.
Memikirkan dirinya akan menjadi nyonya muda di keluarga Soebono, membuat Nadia tidak sabar untuk melakukan aksi selanjutnya.
Wanita ini perlahan mendekatkan wajah, hendak melahap bibir lelaki pewaris konsorsium Soebono Group di hadapannya.
Namun, Dimas seperti memiliki batasan.
Pada saat Nadia ingin mengecup bibirnya, lelaki ini secara refleks menolak.
“Jangan, Nadia. Ini salah!”
Dimas menjauhkan tangannya dari pipi Nadia, dan kembali meneguk alkohol.
Merasa aksinya gagal, Nadia memasang mimik wajah masam.
‘Sial, kenapa lelaki ini bisa menolakku!’ gerutu Nadia.
“Pak, kenapa kau tidak mau? Kita di sini untuk bersenang-senang, apa pun yang Bapak inginkan, aku bisa memberikannya." Nadia berujar tanpa merasa canggung sedikit pun.
Dimas menghela napas dalam, seperti ada beban yang sejak tadi ia pikirkan.
Tatapannya fokus ke depan, tapi seperti kosong.
Kemudian, Dimas mengambil ponselnya yang terletak di saku celana bagian kanan.
Setelah menyalakan layar, ekspresinya berubah muram. Dia kecewa karena tidak melihat adanya notifikasi dari wanita yang sangat ia cintai, Karina istrinya.
Biasanya, jika dia terlambat pulang sebentar saja, istrinya pasti akan menelpon, atau setidaknya mengirim pesan untuk menanyakan kabar.
Tapi hari ini tidak ada sama sekali!
Apa Karina sudah tidak peduli lagi padanya?
Memikirkan hal ini, membuat Dimas merasa sangat kesal, sampai-sampai ingin melempar ponsel di tangannya.
“Kenapa dia tidak menghubungiku? Apa dia memang sudah asik dengan kehidupannya sendiri?” gumam Dimas.
“Pak Dimas, apa Anda baik-baik saja?” tanya Nadia
“Tidak!” Dimas menggelengkan kepala.
Dimas seperti orang yang sedang frustasi, dia memainkan rambutnya ke belakang secara kasar menggunakan sela-sela jari.
“Pelayan, beri aku satu botol Russo Baltique Vodka!”
Bibir Nadia terbuka lebar, dia terkejut mendengar Dimas memesan minuman yang berharga sangat mahal. Harga satu botol Russo Baltique Vodka tidak main-main, berada di angka miliaran rupiah.
Namun, di sisi lain Nadia merasa senang. Semakin Dimas mabuk dan kehilangan kesadaran, semakin mudah pula ia menjalankan aksinya.
Nadia berbisik di telinga Dimas, “Pak, jika setelah ini kau menginginkan sesuatu yang lebih, jangan ragu untuk memintanya padaku. Aku bisa memberimu malam penuh kenikmatan!"
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!