NovelToon NovelToon

KALIYA ( HAUNTED DOLLS )

Bab 1

Keadaan puncak yang dingin saat ini semakin terasa dingin setelah hujan lebat mengguyur sejak siang tadi sampai sore hari. Kini hanya menyisakan rintik kecil menghiasi perjalanan pulang keluarga Malvino yang baru saja pulang dari rumah orang tuanya di Bogor.

Liburan kali ini mereka menyempatkan berkunjung ke rumah orang tua dari Malvino setelah cukup lama Malvino dan keluarga kecilnya tak mengunjungi kedua orang tua nya karena kesibukan yang padat. Sekalian mengajak Sandrina anak Malvino dari hasil pernikahannya dengan Andara, untuk jalan-jalan.

Keluarga kecil itu tampak bahagia setelah menghabiskan liburan di kampung halaman Malvino dan bertamasya ke tempat pariwisata yang lokasinya tak jauh dari tempat tinggal orang tua Malvino atau kakek nenek nya Sandrina. Kini mereka kembali ke ibu kota, mengingat Malvino maupun Andara harus kembali bekerja setelah mengambil cuti beberapa hari ini.

Sandrina yang duduk di jok paling belakang mengusap jendela kaca mobil yang tertutup uapan air hujan, sambil memperhatikan deretan kios yang berjejer di sepanjang jalan. Keadaan macet membuat perjalanan mereka cukup lambat, kendaraan tampak padat merayap hingga seringkali Malvino menghentikan aktifitas menyetirnya beberapa menit menunggu mobil di depan mereka melaju kembali.

Netra Sandrina menangkap sesuatu yang menarik perhatian nya. Sebuah kios boneka di antara kios-kios yang berjejer yang rata-rata merupakan warung kopi atau pun rumah makan di tepian jalan. Sandrina awalnya bosan berlama-lama berada di mobil karena terjebak macet, tapi kini bibirnya mengulas senyum saat melihat kios boneka itu.

" Mam, Pap. Kita turun dulu, aku mau boneka. " Sandrina bangkit dari duduk nya dan melongokkan kepala nya di antara jok mobil depan.

Andara mengernyitkan kening, merasa heran dengan permintaan Sandrina. Pasalnya mereka sedang di tengah perjalanan, bisa-bisa nya Sandrina meminta sebuah boneka di saat terjebak macet seperti ini.

" Nanti kita beli kalau sudah sampai, " ucap Malvino sambil mengetuk-ngetuk jari nya di atas stir, merasa kesal menunggu macet. Sesekali ia pun melirik arloji, merasa waktu mereka terbuang cukup banyak di daerah ini. Padahal hari sudah mulai gelap.

" Aku mau nya sekarang ! " rengek Sandrina.

" Kita lagi di jalan sayang. Gak ada toko boneka di sini, tunggu sebentar lagi kita sampai baru beli, ya ! " bujuk Andara sambil mengelus rambut putri nya yang baru berusia tujuh tahun.

" Di sini juga ada toko boneka. Coba Mami lihat. " Sandrina menunjuk ke arah jendela. Andara dan Malvino pun mengikuti arah telunjuk kecil Sandrina.

Setelah Andara yakin perkataan putrinya benar, ia pun menoleh ke arah Malvino sambil sedikit tersenyum heran. Pasalnya di pinggir jalan seperti sekarang ini biasanya hanya ada kios rumah makan atau pun warung kopi.

" Ya udah, kita minggir dulu kalau gitu. Sekalian Papi juga mau cari toilet umum. Kalian bisa tunggu di toko boneka itu sambil pilih-pilih boneka yang Sandrina mau , " ucap Malvino yang memang selalu memanjakan putri nya.

" Oke, " ucap Andara.

" Yeeey, asyik,, beli boneka ! " Sandrina tampak kegirangan bersorak dan bertepuk tangan.

Mobil mereka pun menepi. Malvino, Andara dan Sandrina pun turun. Malvino mencari toilet umum sementara Andara dan Sandrina memasuki toko boneka yang di tunjukan Sandrina tadi.

Saat memasuki kios toko tersebut, Andara merasakan hawa dingin menerpa wajahnya. Tengkuk nya pun meremang seketika saat kaki nya mulai menapaki ubin kecil berwarna oranye. Pandangan Andara mengedar ke sekeliling, ia mengernyitkan dahi melihat bentuk-bentuk boneka yang berjejer rapi di lemari dinding terasa begitu kuno model-modelnya. Selain boneka nya yang tampak jadul, desain kios ini juga terlihat lawas seperti beberapa tahun kebelakang. Pencahayaan nya pun menggunakan lampu gantung yang tak begitu terang. Hingga boneka yang berjejer di sana bukan nya lucu tapi terlihat sedikit seram.

Andara hanya berpikir positif, mungkin pemilik toko belum sempat merenovasi bangunan tersebut dan mungkin toko ini adalah toko penjual oleh-oleh untuk anak-anak.

Andara mengikuti langkah Sandrina yang sibuk memilih boneka. Mata Sandrina tampak mencari-cari sesuatu seolah ia ingin menemukan boneka yang paling spesial. Padahal di rumah saja Sandrina sudah memiliki banyak koleksi boneka dengan bentuk apapun. Tentu boneka lawas seperti ini tak akan membuat nya tertarik.

Tapi dugaan Andara salah. Netra Sandrina pun jatuh pada satu boneka seukuran bayi baru lahir, rambut berwarna cokelat tua dengan pita melingkar di kepala, mata nya bulat dan berpakaian hitam.

" Aku mau yang ini ! " Kata Sandrina menunjuk boneka tersebut.

Andara menoleh ke arah yang di tunjukan oleh putri nya. Dalam hati Andara, boneka yang di pilih Sandrina sama sekali tak ada lucu-lucu nya bahkan tampak lebih seram daripada boneka yang berjejer di setiap rak di toko ini.

" Kamu yakin mau boneka ini? Apa tak pilih yang bentuk animals atau mungkin cari bantal boneka,,, "

" Aku mau yang ini ! " Sandrina tampak menatap tajam Andara dengan telunjuk menunjuk ke arah boneka tadi.

Andara sedikit tersentak mendengar suara putrinya yang sedikit lantang barusan. Sungguh tak biasanya Sandrina seperti demikian. Kalau pun ia mau dan Andara tak mengizinkan, Sandrina pasti hanya merengek minta di belikan bukan malah membentaknya seperti saat ini.

" Tapi kamu udah punya boneka sejenis ini, apa tak coba cari yang lain? " tanya Andara baik-baik memastikan agar Sandrina memilih boneka yang tepat. Karena memang boneka jenis tadi sudah dia miliki di rumah.

Bukan nya menjawab, Sandrina malah menatap nya makin tajam dengan sedikit menggeram.

" O-oke,, kita beli yang itu. " Melihat ekspresi Sandrina seperti tadi, membuat bulu kuduk Andara makin meremang saja. Andrina pun celingukan mencari si pemilik toko yang sedari tadi tak kunjung kelihatan. Semula ia pikir pemilik toko itu sedang melayani pembeli yang lain, tapi Andara baru sadar jika toko ini sangat lah sepi. Tak seorang pun masuk untuk sekedar melihat-lihat apalagi membeli. Andara tak menyadari hal itu karena semenjak ia menginjakan kaki di toko ini, ada hal yang tak biasa di rasakan oleh nya. Hingga ia tak begitu memperhatikan sekitar.

Andara celingukan mencari si pemilik toko, sedangkan Sandrina sudah tampak asyik menggendong boneka yang di pilih nya tadi.

Tap !

Seseorang menepuk pundak Andara, membuatnya kaget bukan main. Andara pun memutar badan, di hadapannya kini berdiri seorang lelaki paruh baya dengan wajah pucat dan tatapan kosong.

" Maaf Pak, saya mau beli boneka ini. " Andara langsung berpikir jika pria itu adalah pemilik toko.

Pria tersebut hanya mengangguk dan menunjukan bandrol harga yang sudah terlepas dari boneka nya.

Tak mau berlama-lama, Andara pun segera mengeluarkan beberapa lembar uang yang senilai dengan nominal yang tertera di bandrol tersebut.

Lepas itu, Andara segera menarik lengan Sandrina meninggalkan toko boneka dengan perasaan tak karuan. Andara merasa banyak keanehan yang ia temukan di toko tadi, tapi ia mencoba menepis perasaan nya. Mungkin saat ini ia kelelahan jadi apa yang di rasakan nya seakan tak biasa. Begitulah yang ia pikirkan untuk menenangkan hati nya.

Malvino sudah berada di dalam mobil saat Andara dan Sandrina selesai berbelanja dan berniat kembali ke mobil.

Kebetulan jalanan sudah lebih lancar dari sebelumnya. Hingga mereka pun segera memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang mereka yang sempat tertunda.

Bab 2

Mobil yang di kendarai Malvino mulai kembali melaju, menembus gerimis dan kegelapan.

Mata Andara terasa berat, ia menyandarkan diri di kursi mobil dan memejamkan mata barang sejenak. Rasa kantuk hinggap karena Andara keletihan menempuh perjalanan yang cukup lama, dari kota hujan menuju Ibu kota.

Sementara Malvino masih fokus menyetir, dan Sandrina tampak sedang asyik dengan bonekanya di jok belakang.

Sandrina menekan beberapa bagian tubuh boneka hingga mengeluarkan bunyi dari boneka tersebut. Suara tawa, menangis, memanggil papa atau mama. Seperti boneka sejenisnya.

" Namaku-- Kaliya,, " tiba-tiba boneka itu terdengar sedang memperkenalkan diri dengan suara pelan, lirih dan bergetar. Namun tak begitu jelas saat menyebutkan nama nya, hingga terdengar samar.

Meski Andara tengah memejamkan mata tapi telinga nya masih bisa mendengar jelas keadaan di sekitarnya. Spontan Andara membuka mata dan menoleh ke jok belakang.

Sandrina sedang duduk di sebelah boneka yang terlihat begitu menyeramkan dalam keadaan gelap tanpa adanya lampu mobil yang menyala.

" Mami dengar dia bisa menyebutkan nama nya? " ucap Sandrina kegirangan merasa boneka nya itu berbeda dari boneka yang ia miliki sebelumnya.

Rupanya Andara barusan tak salah dengar, boneka itu benar-benar menyebutkan sebuah nama.

" Nama nya Ka-ka-,, apa tadi ya gak kedengaran? " Sandrina mencoba menekan lagi bagian tubuh boneka tapi boneka itu tak lagi menyebutkan nama nya seperti tadi. Hanya keluar suara-suara yang umum pada boneka berbentuk menyerupai bayi itu.

Andara tak berucap apapun, ia kembali menyandarkan diri pada sandaran kursi. Rasa kantuk yang mendera seketika hilang setelah mendengar suara boneka. tadi.

Beberapa menit kemudian, tak terdengar lagi suara Sandrina ataupun bunyi boneka nya. Andara pikir Sandrina mungkin ketiduran, ia pun memastikan lewat kaca spion mobil untuk melihat kebelakang.

Betapa terkejutnya Andara saat mendapati sosok anak kecil duduk di samping Sandrina yang kini tengah tertidur. Wajah anak kecil itu samar tak begitu jelas terlihat.

Andara segera menoleh ke belakang, dengan degup jantung kencang tak beraturan saat netra nya menangkap sosok anak kecil tadi.

Tapi anehnya sosok itu tak terlihat lagi saat Andara menoleh ke belakang. Yang ada hanya boneka baru milik Sandrina di jok sebelah kanan. Padahal jelas-jelas tadi di kaca spion Andara melihat sosok anak kecil tengah duduk dengan kedua tangan berada di atas lutut, terlihat sedikit kaku.

Merasa tingkah Andara aneh dan suara napas nya yang memburu terdengar begitu jelas, Malvino pun melirik ke arah istrinya.

" Ada apa Mam? " tanya Malvino dengan tangan masih sibuk memegang stir.

" Nggak ada, " jawab Andara pelan, dengan wajah pias.

Andara kembali ke posisi duduknya semula, menatap lurus ke depan sementara hati nya di penuhi tanda tanya dengan apa yang di lihatnya barusan. Andara mencoba menenangkan diri, menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan nya perlahan.

' Apa mungkin aku salah lihat karena keadaan gelap ? ' batin Andara berusaha membuat hal janggal itu tampak lebih masuk akal.

Sedang Malvino yang sibuk berkendara tak begitu memperhatikan kepanikan istrinya.

Lima belas menit berlalu akhirnya mereka pun sampai juga di rumah. Malvino segera turun menuju bagasi untuk membawa koper berisi pakaian dan barang-barang mereka.

Andara pun turun, kemudian menuju pintu belakang untuk membangunkan Sandrina.

Tiba-tiba saja gelang yang di kenakan nya jatuh hingga Andara pun berjongkok untuk mengambilnya. Saat ia dalam keadaan jongkok, terdengar suara bunyi tetesan air dari atas mobil yang jatuh ke bawah. Lagi-lagi Andara terkesiap melihat darah mengucur di kolong mobil.

" Mam ! " suara Malvino mengejutkan Andara. Segera Andara ambil gelang yang jatuh tadi kemudian ia berdiri, wajah nya tampak pucat dan tegang.

" Ngapain di situ? " tanya Malvino heran tapi ia tak sedikitpun curiga dengan ekspresi wajah ketakutan Andara. Malvino pikir istrinya sedang kelelahan makanya kelihatan pucat.

" Gelang ku jatuh. " Andara menunjukan gelang dalam genggaman nya.

" Oh,, " Malvino manggut-manggut.

Andara hendak mengatakan apa yang di lihatnya di bawah sana, tapi sepertinya Malvino terlihat ingin segera masuk rumah. Suami nya itu pasti juga capek setelah menyetir berjam-jam lamanya.

Hingga Andara putuskan untuk tak mengatakan keanehan yang ia lihat barusan. Bisa saja ia salah lihat lagi seperti di mobil tadi.

" Kita sudah sampai Mam, Pap? " Sandrina membuka kaca jendela mobil, ia mengucek mata baru terbangun dari tidur.

" Iya sayang, yuk turun ! " Andara pun segera membuka pintu mobil, mengajak Sandrina turun dan masuk ke rumah.

Sandrina berjalan masuk dengan di satu tangan berada dalam genggaman Andara sementara tangan lainnya memeluk boneka yang baru di beli nya.

Seorang wanita berusia lima puluh tahunan menyambut kedatangan mereka. Nama nya Mbok Darmi, empat tahun ini beliau bekerja di rumah Malvino sebagai asisten rumah tangga. Mbok Darmi pun berasal dari kampung halaman Malvino, tetapi desa mereka bersebelahan.

" Selamat datang Pak, Bu, Neng Sandrina ! " sapa Mbok Darmi saat tiba di hadapan mereka.

" Pasti kalian capek kan? Mbok udah nyalakan air hangat untuk mandi di kamar Bapak sama Ibu. Makanan juga sudah tersaji di meja, " ucap Mbok Darmi menatap satu persatu dari mereka.

" Iya bi capek banget. Makasih ya bi udah jagain rumah kami, makasih juga udah siapin air hangat. Badan aku udah lengket dari tadi, gerah mau mandi. " Malvino melonggarkan kerah kemeja nya lalu segera pergi menuju kamar untuk membersihkan diri.

" Tolong bawa ini ya bi, baju kotor semua. " Andara menyodorkan koper pada asisten rumah tangga itu.

" Baik Bu, " ucap Mbok Darmi sambil membungkukan badan dan segera meraih koper tersebut.

Saat baru saja Mbok Darmi akan melangkah ke belakang, Sandrina memanggilnya.

" Mbok lihat ini ! Aku beli boneka baru. " Sandrina mengangkat boneka nya, menunjukan pada Mbok Darmi.

Tiba-tiba saja raut wajah Mbok Darmi berubah saat melihat boneka milik Sandrina. Wajah yang semula hangat penuh senyuman kini tampak tegang dan terkejut. Seperti ada sesuatu menakutkan pada boneka Sandrina dalam penglihatan Mbok Darmi.

" Mbok ! " Andara mengibaskan telapak tangan di depan wajah wanita tua itu.

Hingga buyarlah lamunannya.

" Ah,, iya. Nona dapat boneka itu darimana? " selidik Mbok Darmi.

" Pas terjebak macet Sandrina minta di belikan boneka, untung saja ada toko boneka di pinggir jalan. Itu loh bi yang banyak kios-kios di pinggiran jalan nya, aku aja baru ngeh kalau ada toko boneka di situ, biasanya yang aku lihat cuma warung kopi sama rumah makan. " Andara menjelaskan.

Mbok Darmi menyipitkan kedua mata menimbulkan kerutan di sekitar kelopak matanya.

Seakan ada hal yang ia ketahui tapi ia masih ragu karena bisa saja dugaan nya itu benar atau mungkin salah.

Bab 3

Andara mengantar Sandrina ke kamar. Boneka yang baru di beli Sandrina pun di simpan di atas rak bersama boneka-boneka yang lain milik Sandrina.

" Kamu cuci muka aja, ganti pakaian terus bobo. " Andara membuka lemari mengambil piyama untuk putrinya.

" Cuci muka aja, gak mandi? " tanya Sandrina.

" Gak usah, ntar masuk angin. Cuci muka saja, pakaian ganti nya Mami simpan di atas kasur. Mami tinggal dulu ya, mau mandi. " Andara menyimpan piyama di atas tempat tidur.

Sandrina pun menuruti perintah Mami nya, ia segera masuk kamar mandi untuk cuci muka.

Saat hendak keluar kamar, langkah Andara tertahan oleh bunyi tawa boneka. Ia pun memutar badan, menatap satu persatu deretan boneka yang di simpan di atas rak dekat tempat tidur.

Perlahan ia melangkah maju, mendekati rak tersebut. Suara tawa itu hanya terdengar sekali, tapi begitu jelas hingga Andara memutuskan untuk mengecek boneka mana yang tadi mengeluarkan bunyi.

Kini Andara berdiri tepat di depan rak, ia menatap satu persatu deretan boneka yang terpajang di sana. Hingga netra nya berhenti di satu titik. Boneka berpakaian hitam yang baru di belinya.

Perlahan tangan nya meraih boneka itu, belum sempat ia menyentuhnya. Andara di kejutkan oleh suara Sandrina.

" Mami, " seru Sandrina heran melihat Maminya masih berada di kamarnya.

" Sedang apa Mami di situ? Bukannya tadi mau mandi? " tanya Sandrina.

" I-iya, Mami tinggal ya. Ganti pakaian terus bobo. " Andara bergegas melangkahkan kaki menuju pintu kamar, tapi lagi-lagi ia di kejutkan oleh suara pintu kamar mandi terbuka. Sandrina baru saja keluar dari sana.

" Mami masih di sini? " tanya Sandrina.

Deg !

Mata Andara terbelalak kaget, jantungnya berdetak kencang saat melihat Sandrina baru saja keluar dari kamar mandi. Lalu yang barusan siapa?

Perlahan Andara menoleh ke belakang. Benar-benar janggal, Sandrina yang ada di belakangnya lenyap padahal jelas-jelas tadi berbicara dengan nya. Dan jarak nya hanya beberapa langkah saja dari Andara.

" Mami kenapa? " Sandrina yang baru saja keluar dari kamar mandi pun mendekat.

" Tidak, tidak apa-apa sayang. " Andara begitu pucat, namun ia mencoba menyembunyikan rasa takutnya di hadapan Sandrina.

" Tapi wajah Mami kok tegang gitu? " Sandrina rupanya bisa menangkap ekspresi tegang Andara.

" Mami cuma lelah saja, gak ada apa-apa kok. " Andara mengusap wajahnya kemudian berjalan menuju pintu keluar.

" Selamat malam sayang, tidur yang nyenyak ya ! " Andara sedikit ragu saat menutup pintu kamar, sejenak ia mengedarkan mata ke seluruh isi kamar Sandrina dengan tangan masih menggenggam knop pintu. Andara pun menutup pintu dan bergegas menuju kamar nya.

Benaknya di penuhi kejanggalan yang terus di alami nya hari ini. Apalagi setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, seseorang menjelma menjadi Sandrina.

Malvino yang tengah berada di kamar menoleh saat Andara membuka pintu dan masuk ke dalam.

" Sandrina udah tidur? " tanya Malvino yang sudah duduk di atas ranjang sambil memainkan laptop di pangkuannya.

" Belum, dia baru cuci muka. Tapi aku sudah suruh dia tidur setelah ganti baju, " jawab Andara dengan menyambar handuk dan berlalu ke kamar mandi.

Di bawah kucuran air shower hangat, Andara membasahi kepalanya yang terasa berat. Berharap pikiran-pikiran aneh itu lenyap. Menurutnya ia kelelahan sampai-sampai berhalusinasi seperti tadi. Andara tetap menepis kejanggalan yang di alaminya.

Usai mandi, tubuh Andara lebih segar dari sebelumnya. Segera ia mengenakan baju tidur dan duduk di samping Malvino.

" Kamu belum ngantuk? " tanya Andara.

" Ngantuk sih tapi ini tanggung bentar lagi. Banyak file yang harus aku cek selama liburan kemarin aku tak sempat buka, " jawab Malvino.

" Kamu tidur saja duluan, " lanjutnya.

" Hmm, aku tidur ya. Tapi Papi juga harus tidur, urusan pekerjaan lanjutin besok pagi aja. Papi pasti lelah, " kata Andara.

" Iya nanti aku nyusul, Mam. Bentar lagi kok, " kata Malvino dengan terus memandangi layar laptop.

Andara pun merebahkan tubuh. Mata nya terasa berat, rasa kantuk yang tak tertahankan membuatnya cepat masuk ke alam mimpi.

***

Pagi hari pukul 08.00, keluarga Malvino tengah sarapan. Mbok Darmi sudah menyiapkan makanan untuk mereka.

Andara duduk bersebelahan dengan Malvino sedang Sandrina duduk di sebrang mereka berdua. Kali ini Sandrina membawa boneka baru nya ke ruang makan. Tak biasanya Sandrina membawa mainan saat akan makan. Tentu hal itu membuat Andara jengkel apalagi Sandrina lebih banyak bermain dengan boneka nya ketimbang memasukan makanan ke dalam mulutnya.

" Nak, makan dulu. Simpan boneka nya ! " ucap Andara.

" Iya Mami ini Sandrina juga sambil makan, " jawabnya.

" Pap, " Andara melirik ke arah Malvino agar Sandrina tak main saat sedang sarapan.

" Sayang, simpan boneka nya dulu. Selesai makan baru main lagi, " kata Malvino.

Sandrina pun menyimpan boneka baru nya di kursi samping, dan ia melanjutkan sarapan nya.

" Mbok, aku lihat ada mobil parkir di rumah sebelah. Apa ada tetangga baru yang ngisi rumah itu? " tanya Malvino pada Mbok Darmi.

" Iya Pak. Baru dua hari ini ada yang ngisi rumah sebelah. Tapi Mbok belum tau orangnya yang mana. Mungkin penghuni baru itu sibuk kerja jadi jarang ada di rumah, " jawab Mbok Darmi.

" Oh gitu. " Malvino manggut-manggut.

" Saya juga tau dari warga komplek sini, katanya yang ngisi rumah itu satu keluarga. Tapi gak tau berapa orang, " jelas Mbok Darmi sambil menyodorkan buah yang baru di kupas nya untuk Sandrina.

" Satu keluarga tapi Mbok belum lihat satu orang pun di antara mereka? " Andara sedikit heran.

" Ya kali mereka sibuk, " ucap Malvino.

" Nanti lah kapan-kapan kita berkunjung ke rumah tetangga baru kita, biar bagaimana pun kita harus tau siapa orang-orang yang ada di sekeliling kita. Jadi kalau ada apa-apa kan bisa saling bantu, " ucap Malvino yang memang masih memegang tradisi untuk selalu bersosialisasi dengan tetangga kompleknya meski ia hidup di ibu kota yang rata-rata kebanyakan berprinsip individualisme.

Selesai sarapan Andara memilih untuk menyiram bunga di pekarangan rumah. Sudah beberapa hari tanaman hias nya ia tinggal, walaupun ada Mbok Darmi yang bantu merawat tanaman selama Andara pergi tapi Andara tetap ingin memastikan jika tanaman hiasnya tak rusak ataupun mati.

Sedangkan Malvino kembali sibuk di depan layar laptop, kali ini dia duduk di taman belakang yang menghadap kolam renang. Sandrina pun masih asyik dengan boneka baru nya. Kini ia duduk di teras depan menemani Andara yang sedang menyiram bunga.

" Selamat pagi ! " seseorang menyapa Andara di balik pintu gerbang yang setinggi dada orang dewasa.

" Pagi ! " Andara menautkan kedua alis nya melihat orang yang asing di hadapannya.

" Perkenalkan nama saya Anwar, saya tinggal di rumah sebelah. "

Rupanya orang itu tetangga baru Andara.

" Oh,, iya. Saya Andara. "

" Dua hari pindah ke sini tapi kok baru lihat mbak Andara ya? " kata Anwar.

" Kebetulan saya dan keluarga baru pulang semalam dari kampung halaman, " jawab Andara ramah.

" Oh pantesan. " Mata Anwar menatap Andara dengan tatapan kagum, bagaimana tidak. Andara seorang ibu muda yang cantik dan anggun, tubuhnya masih seperti anak gadis. Pantas jika ada pria yang tertarik padanya, termasuk Anwar.

Merasa risih di lihat Anwar seperti itu, Andara pun memutuskan untuk masuk.

" Maaf, saya tinggal dulu. " Tanpa menunggu jawaban dari Anwar, Andara tergesa-gesa masuk dengan menarik lengan Sandrina agar ikut masuk ke dalam rumah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!