Mengenakan kaca mata hitam yang bertengger sempurna di hidungnya, membuat pria tampan keturunan Belanda itu menarik perhatian banyak orang disekitarnya terutama kaum hawa. Sayangnya, ketampanan yang dia miliki tidak membuat kisah cintanya berakhir sempurna.
Dia adalah Adam Naransyah Wiraguna Harley, putra pertama dari pasangan Dimas Ibrahim Wiraguna Harley dan Aisyah Amalia.
Menyandang nama besar Harley, Adam bersama saudaranya yang lain harus menyembunyikan identitas pribadi mereka sebagai keturunan dan pewaris Harley. Bukan tanpa alasan peraturan keluarga tersebut dibuat, semua demi kebaikan mereka agar terhindar dari niat jahat musuh-musuh keluarga mereka.
Sayangya, hal itu berdampak menyakitkan untuk Adam, dia terpaksa melepaskan cinta pertamanya hanya karena dianggap sebagai orang biasa yang tidak layak bersanding dengan putri seorang pengusaha dimata keluarga kekasihnya.
Dengan langkah tegap, Adam berjalan keluar dari pintu kedatangan bandara. Dia baru saja mendaratkan kakinya di Jogjakarta, besok dia akan menghadiri acara di salah satu kampus ternama yang ada di Jogja seperti tiga tahun yang lalu.
Dari balik kacamata hitam yang dia kenakan, mata Adam mencari keberadaan Aryo, sopir perusahaan yang juga orang kepercayaannya yang dia minta untuk menjemputnya.
"Silakan Pak." ucap Aryo sambil membukakan pintu mobil untuk Adam.
"Kita ke kediaman Harley atau langsung ke perusahaan, Pak?" tanya Aryo setelah Adam duduk di bangku penumpang.
"Kita langsung ke perusahaan." jawab Adam.
Ada hal yang harus Adam selesaikan sebelum besok menghadiri acara di kampus dimana gadis yang dicintainya menuntut Ilmu. Terbayang wajah cantik itu tersenyum manis padanya, wajah yang Adam rindukan selama tiga tahun ini.
Sayangnya Adam jatuh cinta diwaktu yang salah, dia bertemu Mentari dan membawa gadis itu masuk kedalam kehidupannya disaat dia sudah terikat janji pernikahan karena perjodohan dengan wanita lain.
Adam menghela nafas panjang, cinta tak bisa memiliki itu sangat menyiksa baginya, terlebih lagi dia harus bersandiwara seakan-akan pernikahannya dengan Azizah berjalan bahagia didepan keluarganya dan keluarga istrinya.
Tiga tahun yang lalu
Adam tidak menyangka, kehadirannya sebagai tamu undangan disalah satu universitas ternama di Jogja membawanya bertemu dengan Mentari Ayesha, mahasiswi semester pertama di kampus tersebut. Adam jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis yang tidak sengaja menabrak dirinya.
Adam menarik Mentari masuk kedalam pelukannya agar gadis yang menabraknya itu tidak terjatuh.
"Maaf Pak, saya tidak sengaja." ucap Mentari sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Adam.
Mentari tidak tahu jika orang yang dia tabrak adalah Adam, tamu kehormatan yang diundang menghadiri acara di universitasnya.
"Tidak apa-apa." jawab Adam yang terpana menatap wajah cantik Mentari.
Bukan melepaskan tanganya dari pinggang Mentari, Adam justru terus menatap wajah cantik Mentari.
"Silakan lanjutkan perjalanan Bapak." ucap Mentari lagi sambil memutus pandangan mata mereka yang bertemu.
Adam tersenyum, "Lain kali hati-hati." ucap Adam sambil melepaskan tanganya yang menahan tubuh Mentari.
Mentari hanya mengangguk menjawab nasehat Adam tanpa berani melihat pria itu lagi, Mentari takut dia tidak bisa melupakan wajah tampan Adam.
Acara kampus selesai, para mahasiswa yang hadir membubarkan diri tapi tidak dengan Mentari. Dia masih berada di aula untuk membantu teman-temannya yang menjadi panitia diacara ini.
Melihat keberadaan Mentari, Adam berbisik pada Aryo sopir dan juga bodyguardnya yang selalu berada didekat Adam selama pria itu di jogja.
"Aryo, katakan pada gadis itu kalau aku memanggilnya." ucap Adam memberi perintah pada Aryo.
"Baik Pak." jawab Aryo yang tidak bisa menolak perintah majikannya.
Adam memperhatikan Aryo yang bicara dengan Mentari, gadis itu melihat ke arahnya seakan ingin meyakinkan apa yang di ucapkan Aryo adalah benar. Pandangan mereka kembali bertemu dan lagi-lagi Mentari yang memutuskannya.
"Bapak memanggil saya?" tanya Mentari begitu dia berdiri di hadapan Adam.
"Siapa nama kamu?" tanya Adam, layaknya seperti seorang pemimpin pada karyawan baru, bukan seperti orang yang mengajak berkenalan.
"Mentari, Pak." jawab Mentari gugup, dia takut Adam mempermasalahkan dia yang menabrak Adam tadi pagi.
"Baiklah Mentari, saya butuh asisten selama saya di Jogja. Karena kamu tadi menabrak saya dan sebagai permintaan maaf kamu, saya minta kamu menjadi asisten saya." ucap Adam membuat Mentari tidak percaya.
"Saya, Pak?" tanya Mentari untuk meyakinkan.
"Saya masih kuliah Pak. Apa bisa mahasiswi seperti saya jadi asisten Bapak?" tanya Mentari lagi.
"Kamu menolak kesempatan yang saya tawarkan?" bukan menjawab, Adam balik bertanya.
"Maaf, bukan seperti itu tapi...."
"Baiklah tidak apa-apa kalau kamu menolaknya, saya bisa mencari orang lain yang pasti tidak akan melepaskan kesempatan baik ini." ucap Adam.
Mentari tampak berpikir mendengar ucapan Adam kali ini, haruskah dia menerima tawaran yang baik ini atau menolaknya. Sulit bisa bekerja sebagai asisten seseorang yang hebat seperti pria dihadapannya ini sambil kuliah, Mentari takut tidak bisa melakukannya dengan baik.
"Kamu akan di gaji dan juga mendapat surat keterangan pengalaman bekerja di perusahaan Harley cabang Jogja sebagai asisten pimpinan setelah tugas kamu selesai" ucap Adam lagi.
"Setelah lulus kuliah, kamu bisa langsung bekerja di perusahaan Harley yang mana saja dengan melampirkan surat keterangan tersebut." ucap Adam kembali melanjutkan ucapannya.
Mentari tergoda dengan tawaran yang diucapkan Adam, tanpa tahu apa yang akan terjadi kedepannya, gadis itu akhirnya menerima tawaran Adam dan akan menjadi asisten pria tampan itu selama enam bulan kedepan.
Adam tersenyum tipis bahkan nyaris tidak terlihat begitu Mentari menerimanya, "Sekarang ikut saya." ucap Adam mengajak Mentari.
"Kemana?" tanya Mentari ragu.
"Menurut kamu saya harus kemana?" Adam balik bertanya. Mentari menggeleng.
"Kamu mulai bekerja hari ini." ucap Adam.
Menjadikan Mentari sebagai asistennya hanya alasan Adam agar dia bisa selalu bersama gadis yang mencuri hatinya. Dia menugaskan Mentari hanya mencatat jadwal kegiatan yang akan Adam jalani setiap harinya dan menemani dirinya disaat Mentari tidak ada kelas perkuliahan. Tidak ada pekerjaan khusus yang Adam berikan untuk Mentari, dia hanya ingin Mentari ada di dekatnya, menemani hari-harinya yang kembali berwarna dan membuat Mentari juga jatuh cinta padanya.
Satu bulan berlalu, hubungan Adam dan Mentari semakin dekat. Bagaimana mereka tidak dekat, jika Adam memperlakukan Mentari seperti kekasihnya. Bahkan pria itu sering membaringkan tubuhnya diatas pangkuan Mentari di kala dia benar-benar lelah dengan pekerjaanya sampai dia terlelap karena merasakan usapan lembut tangan Mentari di kepalanya.
Seperti namanya, Mentari memberikan cahaya terang dihati Adam yang selama ini redup. Mentari mampu menghangatkan hatinya yang selama ini membeku.
Mentari baru saja selesai menemani Adam makan malam diruang pimpinan. Sambil menunggu Adam melanjutkan pekerjaannya, Mentari berdiri menatap keluar jendela sambil memikirkan jalan hidup yang kini dia jalani.
Mentari tahu dia harus menghindar dan menjaga jarak agar hatinya tidak jatuh pada pesona Adam, tapi pria itu selalu saja mengikis jarak diantara mereka. Seperti saat ini Adam yang Mentari biarkan bekerja di meja kerjanya tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.
"Mas." ucap Mentari yang telah merubah panggilannya pada Adam atas permintaan laki-laki itu.
"Lepaskan." ucap Mentari.
"Mas lelah, biarkan Mas memeluk mu sebentar saja." jawab Adam.
"Jangan memaksakan diri terus bekerja jika sudah lelah." sahut Mentari memberikan nasehat.
"Iya sayang." jawab Adam yang membuat darah yang mengalir di tubuh Mentari berdesir mendengar Adam memanggilnya sayang.
Adam membuat Mentari sulit untuk menghindar untuk tidak jatuh cinta, laki-laki itu membuat semuanya menjadi indah, hubungan mereka seolah tidak ada penghalang dan tak akan terpisah. Tapi sebenarnya mereka sama-sama tahu, jika pada akhirnya mereka tidak bisa bersama.
Adam tahu dia salah membawa Mentari masuk kedalam hidupnya, dengan memberikan perhatian lebih pada gadis yang kini berada dalam pelukannya. Tapi Adam bisa apa, dia bahagia dengan semua ini.
"Mas bisa tenang saat memelukmu seperti ini, Ay." ucap Adam lagi.
"Tapi Mas."
"Tidak ada alasan untuk sebuah cinta Ay. Mas jatuh cinta pada mu, Matahari ku." ucap Adam membuat tubuh Mentari menegang karena Adam mencium pipinya setelah menyatakan cintanya.
Pertahanan Mentari untuk tidak jatuh cinta pada Adam runtuh.
"Aku tahu hati ini harus menghindar, namun kenyataannya aku tak bisa. Maafkan aku jika terlanjur mencintaimu." kata-kata yang hanya bisa Mentari ucapkan di dalam hati menjawab ungkapan cinta Adam.
"Mas mencintaimu, Ay."
...🌻🌻🌻🌻🌻...
...L🌻VE untuk MATAHARI ku...
Mentari Ayesha Wardoyo baru saja menutup panggilan telepon dari Wardoyo. Pria yang dia panggil abah itu baru saja memberi kabar kalau dia sudah menerima lamaran untuk Mentari dari sahabatnya yang memiliki putra seorang pengusaha percetakan di Bandung.
Mentari tidak bisa menerima keputusan sepihak abahnya, tapi dia juga tidak berani membantah keputusan Wardoyo. Sibuk dengan pikirannya sendiri, Mentari tidak menyadari jika didepan sana ada Astri, sang dosen yang sedang berjalan kearahnya.
"Ay, akhirnya Ibu bisa menemukan kamu." tegur Astri membuat Mentari terkejut karena nama kecilnya yang dipanggil.
Hanya orang-orang terdekat Mentari saja yang memanggilnya Ay, dan Astri salah satu dari orang luar selain keluarganya yang memanggil dia Ay. Hubungan Mentari dan Astri bukan hanya sebagai dosen dan mahasiswi, tapi juga sebagai ibu kos dan anak kos. Astri bahkan menganggap Mentari seperti putrinya sendiri.
Sejak kuliah di Jogja, Mentari tinggal di rumah Astri yang masih berada tidak jauh dari kampus. Astri sendiri yang meminta Mentari untuk tinggal di rumahnya, setelah tahu Mentari adalah putri dari sahabat suaminya.
"Ibu, ada apa Bu?" tanya Mentari yang juga sudah menganggap Sri seperti ibunya sendiri, apa lagi Mentari sudah tidak memiliki ibu sejak usianya tujuh belas tahun.
Sudah lebih dari tiga tahun Mentari dan Astri tinggal satu atap membuat mereka sangat mengenal satu sama lain.
"Sejak tadi Ibu telepon kamu tapi nadanya sibuk terus." ucap Astri mengeluh.
"Maaf Bu, tadi abah sedang bicara dengan Ay." jawab Mentari.
"Ya sudah, yang penting sekarang kamu sudah ada bersama Ibu. Tolong antarkan berkas ini ke perusahaan Harley ya, Nduk. Mereka memintanya untuk acara kampus besok." ucap Astri meminta tolong pada Mentari.
Mendengar nama Harley membuat Mentari kembali mengingat kenangan Tiga tahun yang lalu, nama yang selalu menggetarkan hatinya hingga saat ini.
"Mas mencintaimu Ay."
Bukan bahagia mendengar ungkapan cinta Adam, tapi Mentari menangis. Menagisi kenyataan cinta mereka tidak bisa saling memiliki. Mentari jatuh cinta pada laki-laki yang sudah memiliki istri dan anak. Dia bisa apa? Sekuat apapun dia mencoba membentengi hatinya, tapi pria yang membuatnya jatuh cinta itu terus meruntuhkan benteng yang dia bangun.
"Ay mau pulang." ucap Mentari.
"Katakan kalau kamu juga mencintai Mas, Ay." pinta Adam.
"Untuk apa?" tanya Mentari.
"Agar Mas tahu apa yang akan Mas lakukan kedepannya." jawab Adam.
Mentari menggeleng, "Jangan pernah berpikir untuk bercerai darinya."
"Ay." panggil Adam yang kembali memeluk Mentari dari belakang. "Biarkan seperti ini sebentar saja." pinta Adam.
Dan Mentari tidak bisa melupakan hari dimana Adam menyatakan cintanya. Apalagi pelukan itu berakhir dengan ciuman pertamanya yang dicuri Adam.
"Ay." panggil Astri yang melihat Mentari hanya diam saja.
"Iya Bu, sini Mentari antarkan berkasnya ke perusahaan Harley." jawab Mentari membuat Astri tersenyum senang.
Tapi tidak dengan Mentari, dia mencoba menenangkan diri setelah menyanggupi permintaan Astri.
"Ayolah Mentari, mengapa kamu harus takut. Bukan Mas Adam yang meminta berkas ini, tapi pimpinan baru perusahaan Harley." ucap Mentari didalam hati untuk menguatkan dirinya yang akan kembali menginjakkan kakinya di perusahaan Harley setelah lebih dari tiga tahun dia tidak pernah lagi mengunjungi perusahaan itu.
Tiba diperusahaan Harley, satpam yang mengenal siapa Mentari langsung menyapa dan menyambutnya.
"Selamat datang kembali di perusahaan Harley, Mbak Mentari." sapa Harun.
"Selamat siang Pak Harun, ternyata Bapak masih mengenali saya." balas Mentari.
"Bagaiman Bapak bisa lupa sama asisten pak Adam yang cantik ini." jawab Harun yang dibalas Mentari hanya dengan senyum. Ada perasaan kecewa yang Mentari rasakan, Ternyata hanya karena Adam dirinya diingat oleh orang-orang diperusahaan ini.
"Mbak Mentari langsung saja ke ruangan pimpinan." ucap pak Harun lagi.
"Saya belum bilang tujuan saya datang untuk apa." ucap Mentari.
"Maaf saya lupa, Mbak Tari biasanya datang kan untuk ke ruangan pimpinan." jawab pak Harun sambil terkekeh menutupi kesalahannya.
Mentari tersenyum, wajar jika yang diingat Harun seperti yang pria paruh baya itu ucapkan, karena itu adalah kebenaran.
"Saya datang untuk memberikan berkas ini, berkas universitas saya yang diminta perusaahan Harley untuk acara besok." jawab Mentari menjelaskan.
"Kalau begitu saya benar, meminta Mbak Tari langsung ke ruangan pimpinan.
Tadi sekertaris pimpinan memberikan pesan pada saya untuk mengantar pihak universitas yang membawa berkas langsung ke ruang pimpinan." jawab pak Harunn menjelaskan.
"Ternyata orangnya Mbak Tari." ucap Harun lagi.
"Mari saya antar Mbak." ucap pak Harunn yang dijawab Mentari dengan anggukan.
Sepanjang jalan menuju ruang pimpinan, Mentari coba menetralkan degup jantungnya yang semakin kencang, entah mengapa dia merasa akan terjadi sesuatu padanya.
"Oh Mentari apa kamu berharap dia yang ada di ruangan pimpinan. Itu tidak mungkin Mentari, dia sudah lama tidak kembali. Bukankah kamu sendiri yang memintanya untuk mengakhiri kisah kalian. Jadi jangan berhap lagi"
"Aku tidak mengharapkan ada dia, aku bahkan takut jika ternyata benar dia yang ada didalam sana."
Hati dan pikiran Mentari berperang, membuat Mentari menarik nafas panjang lalu menghembuskannya berlahan untuk menenangkan diri.
"Bu, ini mbak Mentari yang membawa berkas dari universitasnya yang diminta bapak." ucap pak Husen pada sekertaris pimpinan.
"Langsung keruangan pimpinan saja Pak, mbak nya sudah ditunggu bapak." jawab sekertaris itu ramah.
"Silakan masuk Mbak Tari." ucap pak Harun sambil membukan pintu untuk Mentari.
"Terimakasih Pak Harun." jawab Mentari.
Pak Harun kembali menutup pintu ruangan begitu Mentari sudah berada didalam ruangan pimpinan, jantung Mentari kembali berdebar masuk keruangan ini, ruangan yang menyimpan banyak kenangan.
Mentari tidak melihat ada orang diruangan ini, "Apa pimpinannya sedang ke toilet." gumam Mentari sambil mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan.
Ruangan yang menjadi saksi bisu pernyataan cinta Adam padanya untuk pertama kalinya. Ruangan yang banyak menyimpan kenangan kebersamaanya dengan Adam. Mentari menghentikan langkahnya begitu dia sadar dia telah di depan jendela, entah mengapa kakinya membawanya kembali berdiri di tempat ini.
Baru saja Mentari akan berbalik untuk duduk di sofa dan menunggu pimpinan perusahaan menemuinya, dia merasakan tangan kekar yang dia tahu siapa pemiliknya memeluknya dari belakang. Jantung Mentari kembali berdetak kencang, jika boleh jujur dia merindukan Adam, bahkan sangat merindukannya.
"Mas merindukan mu, Ay." ucap Adam berbisik di telinga Mentari.
"Mas sengaja meminta berkas ini pada bu Astri biar dia meminta Ay yang mengantarkannya." ucap Mentari membalas ungkapan perasaan rindu Adam padanya.
Kini Mentari tahu, semua ini hanya alasan Adam agar dia kembali menginjakkan kakinya di tempat ini. Mentari lupa, jika Adam bisa melakukan apa saja untuk menjebaknya dirinya kembali bersama pria yang semakin mengeratkan pelukannya.
"Apa lagi yang bisa Mas lakukan untuk bisa segera bertemu kamu, hem." jawab Adam.
"Mengapa Mas, mengapa kita harus kembali bertemu?" tanya Mentari.
"Karena Tuhan mengijinkan kita untuk kembali bertemu, sayang" jawab Adam.
"Tapi Tuhan tetap tidak mengizinkan kita untuk bersama." balas Mentari dengan mata berkaca-kaca.
"Maaf." ucap Adam.
Lagi dan lagi Mentari harus meneteskan air mata untuk Adam. Dan laki-laki itu lagi-lagi hanya memeluknya erat. Bagaimana dia bisa melupakan Adam jika laki-laki yang memeluknya saat ini selalu saja menampakkan diri disaat dia berusaha menata hati.
Mentari mendorong Adam untuk menjauh membuat Adam terkejut.
"Ay." panggil Adam begitu mentari hendak melangkah meninggalkannya.
"Biarkan Mas memeluk mu Ay, apa kamu tidak merindukan Mas." ucap Adam yang kembali menarik mentari masuk kedalam pelukannya.
"Mas."
"Jangan pergi." pinta Adam.
Mentari merasa dejavu, kejadian tiga tahun yang lalu kini terulang kembali. Lagi-lagi Mentari harus terjerat belenggu cinta Adam yang sulit dia lepaskan.
...🌻🌻🌻🌻🌻...
...L🌻VE untuk MATAHARI ku...
Pagi-pagi sekali Mentari sudah bersiap ke kampus, hari ini dia dan beberapa mahasiswa senior lainnya terlibat sebagai panitia dalam acara tahunan yang diadakan di kampus mereka.
"Kamu sudah siap sepagi ini Nduk, jangan-jangan kamu tidak tidur." ucap Astri bercanda pada Mentari.
Mentari hanya tersenyum mejawab candaan Astri, dia memang hampir tidak bisa tidur semalaman setelah untuk kesikian kalinya Adam berhasil menautkan bibir mereka.
"Ayo sarapan dulu." ucap Astri sambil menunjuk tangannya agar Mentari duduk.
Tiba di aula tempat acara tahunan diadakan, sudah ada beberapa mahasiswa yang semalam bergadang mendekor panggung dan panitia yang sudah datang lebih pagi dari Mentari serta mereka yang akan menampilkan kemampuan mereka diatas panggung.
"Hai Tari, kamu terlihat lebih cantik hari ini." sapa Hugo teman satu angkatan Mentari yang juga kekasih sahabatnya.
"Kamu memuji aku nih ceritanya, apa tidak takut Meta marah." jawab Mentari.
"Jangan kasih tahu Meta dong." pinta Hugo.
"Apa yang tidak boleh aku ketahui." seru Meta yang mendegar ucapan Hugo.
"Eh sayang aku sudah datang, kamu cantik banget deh hari ini." ucap Hugo membalas seruan Meta.
"Jangan coba-coba mengalihkan percakapan ya." jawab Meta.
Mentari tertawa, "Hugo juga memuji aku cantik hari ini, Met." ucap Mentari membuat Hugo membola padanya.
"Hugo benar, kamu terlihat sangat cantik hari ini, Ay." ucap Meta.
"Berarti aku tidak salahkan menilai Mentari hari ini sayang." timpal Hugo merasa pujiannya di dukung Meta.
"Tetap saja salah, kamu memuji kecantikan sahabatku sendiri." jawab Meta membuat Mentari kembali tertawa melihat sepasang kekasih yang ada di hadapannya.
"Semoga kalian bisa bersama selamanya." ucap Mentari mendoakan sahabatnya agar bahagia bersama kekasih hatinya. Bukan seperti dirinya mencintai Adam yang sudah memiliki istri dan anak, dia juga akan di nikah kan Wardoyo dengan lelaki yang tidak dia kenal sama sekali.
"Ay, kamu terlihat cantik hari ini apa karena dia yang akan hadir di pertemuan ini?" tanya Meta yang tahu tahun ini acara kampus mereka kembali di sponsori perusahaan Harley.
"Memang dia yang akan hadir, Met. Tapi aku merasa penampilanku biasa saja, bahkan tadi malam aku kurang tidur." jawab Mentari.
"Tapi kamu benaran cantik hari ini Ay." ucap Meta lagi memuji sahabatnya yang memang selalu cantik. Hanya saja ada aura yang berbeda hari ini pada wajah sahabatnya sehingga kecantikan itu semakin terpancar.
"Ini pasti kamu sudah bertemu dengan pak Adam." ucap Meta menebak aura kecantikan itu karena Mentari sudah bertemu Adam.
"Pelan kan suaramu Met." tegur Mentari yang tidak ingin orang lain mendengar nama Adam disebutkan Meta.
"Sorry, aku terlalu semangat untuk tahu tentang kalian." ucap Meta yang mendapat hembusan nafas kasar dari Mentari.
"Kerja! Disini bukan tempatnya untuk ngobrol." tegur Ratu, kakak tingkat yang selalu saja jutek pada mereka berdua.
Bukan tanpa sebab, karena Mentari adalah gadis yang disukai Hardi, pria tampan yang jadi pujaan para mahasiswi kampus ini. Dan Ratu adalah wanita yang dijodohkan dengan Hardi, mereka bahkan sudah bertunangan. Hal itulah yang membuat Ratu membenci Mentari dan juga berimbas pada Meta sebagai sahabat Mentari.
"Diakan sudah lulus, mengapa juga masih berkeliaran dikampus ini." rutuk Meta kesal.
"Sudahlah, apa yang dia katakan benar. Kita disini untuk membantu kegiatan bukan untuk mengobrol." ucap Mentari agar Meta tidak memperpanjang masalah. Mentari tidak ingin terlibat masalah dengan Ratu yang bisa melakukan berbagai cara untuk menghancurkan lawannya.
"Meta, aku ke parkiran sebentar. Ada barang milik bu Astri yang ketinggalan." ucap Mentari setelah membaca pesan dari Astri.
"Aku temani." tawar Meta.
"Aku sendiri saja, kamu disini bisa bantu yang lain." jawab Mentari.
"Baiklah sayang aku." ucap Meta dengan gaya centilnya membuat Mentari hanya bisa mengelengkan kepala sambil tersenyum. Biarpun begitu, Meta adalah sahabat terbaik Mentari. Mereka berteman sejak pertama sama-sama menginjakkan kaki di universitas tempat mereka menimba ilmu saat ini.
"Tari tunggu." ucap Hardi sambil menarik tangan Mentari yang berjalan melewatinya begitu saja.
"Banyak orang disini yang akan memperhatikan kita, terutama tunangan Kakak." ucap Mentari sambil melepaskan tangannya dari tangan Hardi.
Mentari melanjutkan langkahnya. Jika saja Hardi belum bertunangan dengan Ratu, mungkin Mentari akan mencoba membuka hati untuk Hardi dan melupakan Adam yang tidak mungkin bisa dia miliki. Hardi pria yang baik, bahkan sangat baik menurut Mentari. Mereka dekat ditahun kedua Mentari kuliah, saat itu Hardi sering masuk ke kelasnya sebagai asisten dosen.
Kedekatan mereka tercium oleh Ratu yang langsung memperkenalkan diri sebagai tunangan Hardi. Setelah tahu Hardi sudah bertunangan, Mentari mencoba untuk mulai menjaga jarak dengan asisten dosennya itu. Meskipun Hardi sudah tak terhitung menyatakan cintanya pada Mentari. Dia tidak ingin disebut sebagai perebut tunangan orang lain.
Mentari terkadang menertawakan dirinya sendiri, mengapa dia selalu bertemu dan dekat dengan pria yang sudah terikat janji dengan wanita lain.
"Abah, semoga keputusan abah yang akan menikahkan aku dengan putra sahabat abah membuka jalan bahagia untuk ku." ucap Mentari, berharap dia bisa lepas dari belenggu cinta Adam dan Hardi.
"Apa yang kamu pikirkan, hem?"
"Mas." panggil Mentari terkejut karena yang bertanya padanya adalah Adam.
"Apa yang kamu pikirkan?" ulang Adam pertanyaannya.
"Tidak ada." jawab Mentari.
"Mas, banyak orang yang akan melihat kita, tolong jangan sedekat ini." pinta Mentari pada Adam yang mengikis jarak diantara mereka.
Mentari selalu takut kedekatannya dengan Adam terlihat banyak orang. Bukan tanpa sebab, tapi karena status Adam yang beristri.
"Selepas acara kita pergi ke tempat biasa." bisik Adam lalu mencium kening Mentari membuat gadis itu memejamkan matanya.
"I love matahari ku." ucap Adam sambil mengecup pipi Mentari lalu berjalan meninggalkan wanita yang dicintainya.
"Mengapa kamu selalu membuat aku untuk kembali berharap bisa bersamamu, Mas?" tanya Mentari pelan tanpa berniat Adam mendengarkannya sambil menatap punggung Adam yang menjauh.
Acara berlangsung meriah, Adam tentu saja menjadi perhatian para mahasiswa disana, bukan hanya ketampanannya tapi kehebatan Adam yang mampu membuka perusahaan baru dan berkembang dengan pesat di Malaysia.
"Pak Adam semakin tampan saja ya, beruntung sekali wanita yang menjadi istrinya." ucap Meta yang langsung menutup mulutnya, dia sadar sudah salah bicara, kata-katanya tentu saja menyakitkan untuk Mentari.
"Maaf Ay." ucapnya lagi.
"Tidak apa-apa Met, memang itu kenyataanya." jawab Mentari.
Mentari lalu keluar dari aula, dia tidak perlu tahu apa yang terjadi dengan Adam selama empat tahun terakhir ini. Begitu menyesakkan baginya jika semakin tahu Adam yang bahagia dengan kehidupannya sekarang.
"Mengapa tidak meneruskan mendengarkan acara di dalam?" tanya Hardi yang ikut keluar setelah melihat Mentari keluar dari aula.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin duduk sendiri." jawab Mentari.
"Kalau ingin bicara tetap disana." ucap Mentari lagi menahan langkah Hardi yang akan mendekat padanya.
"Sebelum aku menikah dengan Ratu, bisakah aku berharap sekali saja kamu menerima permintaanku, Tari?" tanya Hardi.
"Maaf kak, aku tidak bisa. Aku akan menikah dengan pria pilihan orang tuaku." jawab Mentari.
"Kamu mengatakan itu hanya untuk menolak permintaanku, kan?" tanya Hardi tidak percaya.
"Aku tidak pernah main-main dengan apa yang aku ucapkan Kak." jawab Mentari sambil berdiri meninggalkan Hardi.
"Tapi kamu tidak mencintainya, Tari." ucap Hardi.
"Aku juga tidak mencintai Kakak." balas Mentari membuat Hardi terdiam.
Mentari terpaksa kembali kedalam aula hingga acara selesai, lebih baik dia berada disamping Meta dan Hugo dari pada dia harus berdua dengan Hardi diluar sana.
"Mbak Tari, Anda sudah ditunggu di mobil." ucap Aryo membuat Mentari mengikuti langkah laki-laki yang Mentari kenal sebagai sopir Adam. Bahkan Aryo selalu menjadi kurir Adam setiap laki-laki itu mengirimkan hadiah untuknya.
Mentari masuk kedalam mobil Adam dan menemukan pria itu sudah duduk menunggunya.
"Manja." ucap Adam membuat Mentari menoleh padanya.
"Kenapa harus dijemput dulu baru datang, bukankah itu manja." ucap Adam menjawab tatapan tidak suka Mentari atas tuduhannya.
Tidak ingin berdebat, Mentari membuang pandangannya keluar jendela dan bersandar di kursi. Adam menarik Mentari untuk mendekat padanya, pria itu merangkul Mentari yang tidak bisa menolak.
"Kenapa kalian tidak menikah saja bos, dari pada menjalin hubungan terlarang seperti ini." rutuk Aryo yang melihat bosnya dari kaca spion.
...🌻🌻🌻🌻🌻...
...L🌻VE untuk MATAHARI ku...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!