NovelToon NovelToon

BROTHER LOVE ME(Aku Bukan Adikmu!)

Tiba-tiba diculik

Aera adalah seorang gadis yatim piyatu yang dibesarkan oleh nenek baik hati. Setelah kematian suaminya ketika Aera berumur dua tahun, dia berjuang sendiri membesarkan Aera disebuah kota kecil yang damai.

Karena dia tinggal di negara asia, sosoknya yang berbeda tentu saja selalu menarik perhatian. Terutama warna rambut dan bola mata bewarna birunya. Tidak jarang dia mendapat gangguan dari murid laki-laki dan perundungan dari murid perempuan. Sepanjang ia di sekolah, Aera hanya memiliki sedikit teman dekat.

Aera benar-benar berubah ketika dia memasuki universitas. Dia bertemu orang-orang yang lebih bisa menerima perbedaan. Dia juga bertemu beberapa teman yang berdarah campuran sehingga tidak dia lebih membuka diri.

Sore ini, Aera sedang mengemas barang bawaannya ditemani sang nenek yang terus memberinya petuah ini dan itu. Dia akan pergi keluar negeri untuk pertama kalinya sebagai mahasiswa yang mendapat keistimewaan mengikuti kelas dari profesor yang sangat ia idolakan.

Aera sudah mengikuti seleksi dengan susah payah. Beruntung dia memiliki kecerdasan yang bagus sehingga mampu bersaing dengan mahasiswa lain yang memiliki koneksi. Dia akan pergi bersama seorang mahasiswa yang lulus karena jalur koneksi. Seorang pria yang sebenarnya sangat tidak disukai oleh Aera.

"Ingat ya, Jangan pernah tergoda rayuan siapapun. Jangan mengikuti pria yang baru kamu kenal. Jangan minum dan jangan menerima minunan dari orang asing."

Aera tersenyum, dia memandang neneknya yang berwajah serius dengan geli. Dia tahu neneknya hanya kawatir.

"Nenek, walaupun belum sabuk hitam. Saya cukup bisa mengalahkan dua pria dalam satu waktu." jawabnya dengan membanggakan diri sendiri.

Padahal dia sama sekali belum pernah mempraktekkannya. Jika itu pria lemah, mungkin saja Aera menang, tapi jika pria itu lebih kuat, kemampuannya tentu saja tidak akan berguna.

"Tapi tetap saja kalau dia melumpuhkanmu dengan obat bagaimana? Kamu tahu bagaimana dunia bekerja saat ini. Kejahatan ada dimana-mana!"

"Ya ampun nenek... Tuhan akan melindungi saya. Tenang saja, Saya akan kembali dengan selamat." jawabnya dengan lebih meyakinkan.

Tingkat kewaspadaan Aera sangat buruk, karena itu neneknya sangat kawatir bahkan setelah diyakinkan seperti itu.

Ketika hari keberangkatan tiba. Aera dengan semangat melambai pada neneknya begitu panggilan dari pesawat yang akan membawanya terdengar. Aera mengikuti rekannya masuk ke dalam pesawat. Meninggalkan neneknya yang terlihat sedih.

Aera mengambil jurusan filsafat. Keputusannya bermula ketika ia mulai mengidolakan seorang profesor yang ia anggap sangat jenius. Saat itu, pertama kalinya Aera mengenalnya lewat sebuah vidio di media sosial. Aera mendengarkan profesor itu memaparkan pikirannya ketika menjadi bintang tamu disebuah program acara.

Dari sanalah Aera memiliki cita-cita untuk menjadi murid dari profesor itu. Karena itu, ketika ada kesempatan, dia tidak menyia-nyiakannya dan berusaha sangat keras.

.

Aera bersama rekannya akhirnya datang ke universitas tempat pertemuan kelas khusus yang diadakan di pagi hari setelah mereka mengalami tidur yang sama sekali tidak nyenyak. Meski begitu keduanya tampak antusias selama kelas berlangsung. Terutama Aera yang sengaja menempati kursi paling depan.

Setidaknya ada sekitar dua puluh anak yang mengikuti kelasnya. Aera bahkan tidak sadar kelas telah berakhir karena sangat bersemangat.

Enggan untuk kembali ke hotel bersama rekannya, dia memilih berjalan-jalan menikmati cuaca cerah siang itu. Aera juga mampir ke kafe yang dilewatinya.

Ketika sedang menikmati kopi dan kue disana, sesuatu yang aneh terjadi pada suasana kafe. Tentu saja Aera langsung bingung.

Orang-orang perlahan keluar satu persatu. Lalu ketika Aera hendak mengikuti mereka, pintu ditutup dan dikunci dari luar oleh seseorang. Lalu dari arah dalam, keluar seorang pria tinggi tegap dengan setelan jas formal yang sangat rapi. Dia juga memakai mantel panjang hingga melewati lututnya. Matanya hijau cerah dengan alis tebal yanh terkesan tegas. Sorot matanya tajam dengan aura kuat yang membuat siapapun akan tahu bahwa dia bukanlah orang biasa.

Aera menelan ludah dengan susah payah. Dia cemas tapi berusaha tenang. Aera ingin mundur tapi punggungnya sudah menempel dengan pintu. Pria itu tidak mendekat sendirian, dia bersama tiga orang dibelakangnya.

"Si-siapa kalian? Mau apa?" tanya Aera dengan gugup menggunakan bahasa Inggris.

Pria itu tidak menjawab. Dia hanya memperhatikan fitur wajah Aera dan meneliti postur tubuhnya dari atas sampai bawah.

"Syukurlah aku tidak salah lihat. Meski kita lama tidak bertemu, kamu terlihat lebih kurus selama hampir setahun kabur, Lui. Adikku yang malang, berani kabur setelah bertunangan. Bawa dia!"

Dua orang menghampiri Aera. Gadis itu hendak melawan, tapi tubuhnya mulai kehilangan tenaga. Dia menyadari ada yang salah dengan dirinya tapi sudah terlambat.

Sebelum dia memahami apa yang sebenarnya terjadi dan siapa orang-orang ini, tubuhnya yang sedari tadi sudah menjadi lemah perlahan luruh dan hampir jatuh kalau saja dua orang di depannya ini tidak menangkapnya.

.

Ketika Aera terbangun, matanya terasa sakit karena cahaya silau menusuk retinanya. Dia menutup matanya lagi, lalu perlahan membuka perlahan untuk menyesuaikan diri dengan cahaya.

Aera menatap langit-langit tempat itu. Sebuah kamar yang sangat luas. Dia melirik ke kiri dan kanan. Bingung melihat benerapa wanita dengan seragam yang sama menatapnya dengan penuh kekawatiran. Lalu, ketika sebuah langkah masuk dari arah pintu, Aera bisa melihat raut wajah tiga wanita itu langsung ketakutan dan menegang.

"Kamu sudah bangun, Luisa?"

Aera menoleh ke kanannya. Menatap pria yang menghampirinya di kafe beberapa saat yang lalu.

Itu bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Penyebutan nama dengan intonasi seperti itu, membuat Aera tahu bahwa pria disampingnya itu tidak meyakini siapa yang ia lihat. Seakan pertanyaan itu memastikan apakah dia gadis bernama Luisa atau bukan.

"Luisa?" ulang Aera pelan.

Pria itu, yang kini masih memakai pakaian yang sama namun tampa mantel, menyuruh semua orang keluar dengan isyarat. Setelah pintu tertutup dan menyisakan mereka berdua. Pria itu menarik bangku, duduk dengan kaki bersilang dan tangan dilipat di depan dada. Terlihat sangat angkuh dan juga otoriter.

"Luisa! Kenapa kamu kabur? Apa yang terjadi padamu selama setahun ini?" tanyanya dengan tegas, memperhatikan penampilan Aera sekali lagi sebelum melanjutkan. "Kamu terlihat seperti rakyat jelata yang miskin."

'Apa dia salah mengira aku orang lain?' pikir Aera. 'Tapi aku bersyukur dia memakai bahasa inggria juga bukan Jerman.'

Akhirnya ia paham alasan dia dibawa kesana. Semua hanya kesalah pahaman. Hal itu membuatnya sedikit lega. Paling tidak, dia mengira bahwa jika ia hanya perlu menjelaskan pada pria dihadapannya ini tentang kebenarannya. Tapi, apakah akan seperti itu?

"Aku bukan Luisa! Namaku Aera! Kamu salah membawa orang!"

Pria itu tidak menunjukkan reaksi berarti selain mengangkat sebelah alisnya.

"Begitu? Maka aku tidak punya pilihan."

Aera tidak mengerti. Bukankah harusnya ini telah selesai. Tapi dari gerak gerik pria ini, tampaknya hal ini belum selesai seperti perkiraannya.

"Apa maksudmu? Biarkan aku pergi. Kamu hanya salah orang." kata Aera lagi memberi penjelasan.

"Lui, apa kamu hilang ingatan atau semacam memiliki kepribadian ganda?"

"Apa yang kamu katakan? Kamu gila ya!"

Aera kesal, dia tidak bisa membaca apa yang dipikirkan pria disampingnya ini. Tubuhnya yang masih lemas ia bawa untuk duduk.

"Sial! Obat apa sih yang mereka masukkan dalam minumanku!"

Ia memggerutu dalam bahasa Indonesia setelah sebelumnya hanya menggunakan bahasa Inggris sejak tiba di Jerman. Untuk pertama kalinya ia merasa lidahnya mengucapkan kata yang benar.

"Siapa kamu?" dia akhirnya bertanya.

Pria itu menarik ujung bibirnya. Lalu perlahan, dia membuka mulutnya dan menyebutkan namanya.

"Kakakmu tercinta, Audric Martell."

Aera mengerjap beberapa kali. Dia seperti pernah mendengar nama Martell sebelumnya. Ketika ingatan itu kembali, dia sangat ingat bahwa pada kuliah pertamanya pagi tadi, profesor memberikan analogi sebuah cerita yang menyebutkan nama keluarga Martell. Sebuah keluarga yang memiliki pengaruh sangat kuat di Jerman. Keluarga yang jumlah kekayaannya sangat fantastik meski tidak tercatat di majalah forbes. Tapi banyak yang meyakini bahwa jumlah kekayaan mereka lebih banyak dari orang-orang yang tercatat disana.

"Mati aku! Kenapa aku bisa bertemu dengan orang seperti ini?"

Tampa sadar Aera kembali menggunakan bahasa Indonesia. Raut cemas dan ketidak percayaan akan situasinya saat ini jelas terpampang diwajahnya.

Sementara pria bernama Audric itu menyeringai, seolah rencananya berjalan dengan sangat lancar.

Permintaan Audric

Aera dibawa masuk ke dalam kamar mandi yang terlihat seperti pemandian umum. Dia dipaksa masuk kesana dan disuruh membersihkan diri.

"Bersihkan dirimu, setelah itu kita akan makan siang. Kita akan membicarakan banyak hal."

Aera menoleh dan melemparkan tatapan sengit pada Audric. Namun ketika Audric membalasnya dengan tatapan tajam memerintah khas dirinya, Aera memalingkan wajahnya dengan cepat. Rasa takut langsung menyelimutinya.

"Aku sudah lelah menjelaskan pada kalian, aku bukan Luisa. Harusnya kalian sudah akan tahu begitu mendengar bahasa dan caraku bicara!"

Aera melirik ke arah pintu, lalu mengumpat dalam bahasa Indonesia ketika dia tidak menemukan Audric disana. Pria itu telah pergi meninggalkannya.

"Badanku tidak bau sama sekali, apa dia maniak kebersihan?"

Lagi-lagi Aera menggunakan bahasa Indonesia yang tidak dimengerti para pelayan disana. Membuat mereka hanya saling pandang dengan wajah bingung.

Tempat berendam dengan air panas yang ditaburi bunga. Ada ruang mandi biasa di sudut lain dan ada banyak jenis sabun serta kosmetik untuk tubuh yang tersusun dengan rapi disana. Aroma terapi menyeruak dan membuat Aera mengantuk. Setelah mandi dia disuruh berendam.

"Kenapa proses mandi sebanyak ini? Dan lagi, apa sebenarnya yang aku lakukan disini?" Aera merasa dia perlu berpikir bagaimana caranya kabur dari orang-orang yang membawanya, terutama dari pria bernama Audric itu.

Aera tidak tahu apa saja yang mereka masukkan ke dalam air. Tapi dia merasa tubuhnya menjadi jauh lebih rileks dan kulitnya menjadi lebih lembut dan halus.

"Pakaian jenis apa ini? Apa semua wanita dirumah ini memakai pakaian aneh seperti ini?" tanya Aera.

Ekspresi horor langsung tersuguh diwajah cantiknya begitu ia dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan penuh gaun dan aksesoris milik adik Audric. Aera memang bukan gadis feminin. Dia terbiasa memakai kemeja dan celana panjang, atau kaus tampa lengan dan jaket sebagai rompi luar. Cukup normal untuk anak kuliahan, namun jika harus dibandingkan dengan gadis bernama Luisa ini, tentu saja seperti langit dan bumi.

"Ini semua adalah gaun Anda, Nona Luisa. Anda sangat menyukai gaun indah sejak kecil."

"Aku bukan Luisa!" bantah Aera dengan tegas atas perkataan pelayan itu.

Dia sudah lelah sejak tadi menjelaskan pada siapapun yang ia temui, namun tidak ada yang menanggapinya. Seakan perkataan Audric adalah kebenaran mutlak dirumah itu.

Setelah dirias, Aera dibawa menuju ruang makan. Seanjang jalan menuju kesana. Aera sudah berbelok entah keberapa kali. Jika dia disuruh kembali ke kamar tadi sendirian, dia yakin akan tersesat.

"Ini rumah atau istana? Kenapa aku belum melihat halaman atau bagian luar? Dimana pintu keluar?"

"Silahkan masuk Nona, Tuan Audric sudah menunggu Anda di dalam."

Aera menghembuskan napas, lagi-lagi pertanyaannya diabaikan.

Ketika pintu terbuka, Aera hanya bisa berdiri kaku di tempatnya. Bukan karena Audric tentu saja, tapi karena mewahnya ruangan itu.

"Aku benar-benar tidak mengerti mengapa aku ada disini." gumamnya.

Dia menoleh pada Audric yang duduk di meja paling Ujung. Selayaknya kursi pemimpin meski tidak ada anggota keuarga lain disana. Hanya ada Audric dan Aera yang akan makan siang. Sementara pelayan dan koki berdiri di tempatnya masing-masing.

"Duduklah." perintah Audric.

'Aku tidak tahu apa yang orang ini inginkan. Tapi mari ikuti permainannya dulu.'

Aera menghembuskan napas setelah menggerutu dalam kepalanya. Gaunnya yang panjang membuat ia sulit berjalan. Dia hampir saja tersandung kalau pelayan yang menarik bangku untuknya tidak sigap menangkap tangannya.

"Terima kasih." ucapnya setengah kesal. Bukan kesal pada si pelayan, tapi kesal karena gaun yang dipakainya.

Aera memperhatikan semua alat makan dihadapannya. Keningnya mengerut, bibirnya mengerucut dan matanya memancarkan kebingungan.

Alih-alih bertanya, dia malah menoleh pada Audric yang sedari tadi menatapnya. Bukan untuk minta diajari, dia tidak membutuhkan belajar hal-hal yang tidak ia perlukan seperti tatakrama di meja makan. Tapi Aera ingin menuntut penjelasan dan meminta Audric membiarkannya pergi.

"Apa yang coba kamu lakukan? Aku sudah bilang aku bukan adikmu!"

Mata Audric terlihat sama seperti pertama kali Aera bertemu. Sorot matanya tidak bisa dibaca olehnya. Aera merasa melihat hamparan laut hitam yang kelam disana. Menyimpan banyak sesuatu yang mungkin tak terbayangkan. Membuatnya tenggelam dalam pikiran yang dibawa olehnya, seakan terhipnotis terjun ke dalam lautan dalam.

Aera mengalihkan pandangannya, jantungnya berdetak dengan kuat seperti sebelumnya. Ada sesuatu yang membuat dia merasakan takut ketika berlama-lama terjebak dalam sorot mata itu. Bukan hanya karena aura yang Audric pancarkan, tapi wajah penuh pikat miliknya juga tidak baik untuk siapapun berlama-lama menatapnya. Begitu juga dengan Aera, dia tidak ingin terlibat lebih jauh dengan orang seperti Audric, begitu juga dengan keluarga Martell yang lain. Bukan karena merasa tidak percaya diri akan latar belakangnya yang miskin, tapi nalurinya berkata mereka bukan orang baik-baik.

"Kalian keluarlah, kami butuh ketenangan."

Seluruh orang keluar, sehingga ruangan yang tadi sudah sunyi semakin sunyi. Aera bahkan bisa mendengar suara nafasnya sendiri.

"Seingatku, hidung adikku lebih mancung. Dia juga memiliki tahi lalat dibawah matanya. Warna matanya hijau sepertiku. Selebihnya, kalian mirip."

Aera langsung membelalak, jadi sejak awal Audric tahu kalau dia bukan adiknya. Ini bukan kesalah pahaman seperti yang Aera pikirkan.

"Kamu tahu? Kamu sudah tahu sejak awal tapi kamu tetap membawaku kesini!"

"Meski jarang bertemu, mana mungkin aku tidak tahu. Tapi dari jauh, kamu memang terlihat seperti adikku. Bahkan tunangannya pasti tidak akan tahu kamu palsu."

"Palsu? Hei! Aku memang bukan adikmu dan apa-apaan kata itu? Seolah aku menipumu!"

Audric menarik sudut bibirnya, lalu dia mulai memotong daging di hadapannya. Tidak peduli akan kemarahan Aera.

"Aku sungguh tidak tahan lagi! Apa-apaan semua ini?"

Aera bangkit dari duduknya. Berjalan ke arah pintu hendak pergi dari tempat itu dan kembali ke hotel tempat ia menginap. Namun ketika ia hendak membuka pintu, pintunya terkunci. Aera berteriak agar orang diluar membukakan pintu, namun tidak ada satupun yang menyahut.

Aera berbalik, menatap Audric penuh kemarahan. Pria itu, tidak mengidahkannya. Dia masih makan dengan santai seolah tidak ada yang terjadi.

"Apa yang kamu inginkan dariku? Aku bahkan tidak punya kesalahan apapun pada keluarga kalian! Kenapa kamu menahanku disini?"

Audric menyudahi makannya, lalu minum air putih dan mengelap bibirnya dengan gerakan yang sangat elegan. Dia berdiri dari duduknya, berjalan mendekat pada Aera dan berdiri tepat di depannya.

"Kamu memang tidak memiliki kesalahan. Tapi msalahnya ada diwajah ini. Bagaimana bisa sangat mirip dengan adikku yang kabur? Aku membutuhkanmu untuk melanjutkan pernikahan."

"Apa! Apa kamu gila! Carilah adik kandungmu kenapa kamu malah menangkapku!"

"Tidak ada yang tahu kamu bukan adikku kecuali beberapa orangku. Jadi, jika kamu ingin nenekmu memiliki umur panjang. Bukankah kamu harusnya bekerja sama?"

Aera reflek mundur, kepercayaan dirinya dan keberanian yang tadi membara menjadi redup seketika. Kakinya mulai goyah begitu juga dengan hatinya.

Selain keterkejutan dan ketidak pahaman akan keadaan yang tiba-tiba berubah di depannya. Aera butuh penjelasan akan apa yang coba dilakukan Audric terhadap kehidupannya.

"Kamu mengancamku? Kamu tahu nenekku?"

"Ayo bicarakan ini dengan tenang." jawab Audric.

Dengan perasaan tertekan dan menahan kemarahan karena tidak terima akan semua hal yang seenaknya dilakukan Audric padanya, dia mengikutinya kembali duduk.

"Ini bermula ketika adikku tunangan. Dia tidak percaya diri karena dia memiliki banyak kekurangan. Dia kabur setelah meninggalkan selembar surat perpisahan. Kami mencarinya keseluruh dunia, tapi sampai saat ini belum ditemukan. Pernikahan tidak bisa diundur terus menerus karena alasan yang tidak masuk akal. Aku mohon padamu, hanya sampai adikku ditemukan. Tunjukkan wajahmu pada tunangannya. Aku akan berusaha menunda pernikahan sampai adikku ditemukan. Tapi berperanlah menjadi adikku, sampai saat itu tiba."

Audric berubah seratus delapan puluh derajat. Kemana perginya wajah penuh arogan dan nada bicara otoriter miliknya?

Aera tidak mau begitu saja terpengaruh. Dia memang lemah pada kesulitan orang lain. Tapi kali ini di benar-benar mengingat perkataan neneknya. Apalagi yang berbicara dihadapannya ini adalah Martell. Keluarga konglomerat jerman yang sangat misterius dan penuh rahasia.

Kontrak?

Aera tidak mengidahkan perkataan seorang pria tua yang menjelaskan dan memperkenalkan banyak orang padanya. Dia marah dan tidak bisa menerima keputusan sepihak Audric.

Dia hanya orang asing yang tiba-tiba dibawa kerumah itu, disuruh berpura-pura menjadi orang lain tampa persetujuannya sama sekali.

Setelah pembicaraan dan penjelasan singkat Audric siang itu, dua hari kemudian pria itu tidak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Dia menghilang dan meninggalkan Aera dengan seorang pria tua yang mengaku sebagai pelayan pribadi Luisa dan penanggung jawab rumah disana.

"Apa anda mendengarkan saya, Nona?"

Gustav, pria tua itu, juga diperintahkan Audric mendidik dan mengajarkan Aera tentang kelurga Martell dan apa saja yang harus dia ketahui tentang kehidupan Luisa.

Aera melihat foto-foto yang tertata rapi diatas meja. Lalu menatap Gustav yang langsung tersenyum padanya.

"Kamu tidak lelah? Sejak kemarin menjelasakan orang-orang dalam foto berulang kali? Sudah aku katakan, aku bukan Luisa!"

"Saya tahu anda pasti frustasi. Tapi, Saya dan Anda sama-sama tahu kita tidak punya pilihan, Nona. Saya bukan orang yang menginginkan hal ini terjadi kepada Anda."

Aera mengeraskan rahangnya. Biasanya, Gustav hanya akan mengabaikan protes darinya. Seperti yang dia lakukan dua hari yang lalu, akan melanjutkan penjelasannya tampa merespon perkataannya yang ingin dibebaskan. Karena kali ini kata-katanya dijawab, Aera yakin Gustav mulai frustasi dengan kelakuannya.

"Benar, kita sama-sama tidak menyukai hal ini. Jadi biarkan saja aku pergi dan berpura-puralah aku berhasil kabur."

Gustav menghela napas ketika Aera selesai bicara. Lalu dia teesenyum masam sebelum menjawabnya dengan nada lelah.

"Anda tahu saya tidak mungkin melakukan itu, Nona."

Aera mengalihkan pandangannya kembali ke arah lain. Dia mulai mengabaikan Gustav lagi karena keinginannya yang juga tidak dipenuhi.

Pintu ruang belajar itu diketuk dua kali. Gustav menoleh dan mengangguk ketika seorang wanita paruh baya muncul di depan pintu.

"Nona, perkenalkan. Dia adalah Cesilia. Dia akan menjadi guru tata krama anda mulai sekarang."

'Guru tata krama katanya? Dia pikir aku akan kenikahi pangeran apa!'

Aera tidak mengidahkan ucapan Gustav. Dia sibuk menggerutu di dalam kepalanya. Membuat Cesilia dan Gustav bertukar pandang sejenak.

"Nona, kita akan mulai pelajarannya ketika makan siang. Sampai jumpa beberapa jam lagi."

Mendapat respon yang sama, Cesilia mengangguk singkat pada Gustav sebelum keluar dari sana. Meninggalkan Gustav yang berakhir frustasi lagi.

"Apa kamu bisa memberikan ponselku? Aku akan mendengarkanmu kalau kamu memberikannya." Disini, Aera sudah mengikuti cara orang Jerman memanggil satu sama lain jika bukan bagian keluarga inti.

Aera memncoba membuat penawaran. Sejak dua kali berusaha kabur dalam dua hari ini, Aera sudah mendapatkan pelajaran. Bahwa dia ditempatkan pada rumah yang sangat besar dan luas. Baru saja Aera berhasil membuka pintu keluar, seorang penjaga akan langsung menunggunya diluar. Memaksanya kembali masuk kedalam rumah.

"Maafkan saya, tapi seingat saya Tuan Audric tidak menyerahkan apapun milik anda pada saya Nona."

"Jadi ponselku ada pada bajingan itu? Pria sialan yang menyeretku kesini dan menyuruhku seenaknya seolah dia adalah raja!"

"Dia adalah kakak Anda, Nona. Pemimpin keluarga Martell."

Aera tahu Gustav sedang memprotes cara bicaranya yang tidak sopan ketika menyebutkan nama Audric. Tapi siapa yang peduli, Aera merasa tidak memiliki kewajiban apapun menghormatinya. Dialah yang dipaksa masuk kerumah itu dan diperlakukan seperti tahanan perang.

"Ini lucu, bukankah keluarga ini sangat hebat! Dia menjadi pemimpin keluarga dalam usia yang masih muda. Pasti dia sangat hebat sehingga diangkat begitu cepat. Lalu mengapa menemukan adiknya yang kabur tidak bisa? Apa adiknya jauh lebih pintar darinya?"

"Beliau diangkat ketika berusia 24 tahun setelah kematian mendadak kedua orang tuanya karena kecelakaan pesawat. Adiknya sama cerdasnya dengannya, tapi tidak lebih cerdas dari Tuan Audric. Nona Luisa berumur 12 tahun saat itu tapi dia sudah duduk dibangku junior hight school karena lompat kelas. Berbeda dengab Tuan, Nona tidak suka berlama-lama disekolah."

Aera sedikit tertegun begitu mengetahui bahwa Audric, pria yang menyeretnya kesini ternyata juga sudah tidak memiliki orang tua. Namun begitu mengingat apa yang ia lakukan padanya, dia tidak jadi mengasihaninya.

'Kami tentu saja berbeda! Dia manusia jahat dan aku tidak!'

"Aku tidak mau belajar! Katakan pada tuanmu untuk membebaskanku dan jangan menyentuh nenekku. Maka aku akan memikirkan untuk bekerja sama atau tidak."

Gustav tampaknya mengerti tentang kesepakatan yang coba Aera buat. Dia memang tidak mengatakan apapun, tapi dia segera undur diri dan keluar dari ruangan itu.

Aera menghembuskan napas. Dia sedih dan lelah. Dia tidak menyangka bahwa dia akan mengalami hal buruk seperti ini dalam hidupnya. Terlibat dengan orang yang memiliki pengaruh kuat tampa tahu salahnya apa. Tentu saja membuatnya merasa tidak adil.

'Aku benar-benar membenci orang-orang yang mengira mereka bisa mengendalikan dunia dengan uang.'

Kalimat itu ia ucapkan di dalam kepalanya bukan tampa dasar. Sejak kecil dan mulai masuk sekolah dasar. Aera sudah merasakan bagaimana ketidak adilan bekerja antara orang kaya dan orang biasa. Bukan hanya dengan orang-orang disekelilingnya, ketidak adilan juga sering menimpa dirinya sendiri dalam kehidupan sosial. Ada banyak orang yang hanya memandang orang lain dari apa yang mereka pakai, bukan berdasarkan apa yang mereka hasilkan untuk manfaat orang banyak. Intinya, Aera membenci orang-orang yang memiliki keserakahan di dalam mata mereka.

.

Audric sedang bekerja digedung perusahaan milik keluarganya ketika Gustav datang padanya. Dia terlihat sangat fokus dan jelas tak ingin di ganggu.

"Apa yang membawamu kesini? Ada masalah dengannya?" tanyanya tampa mengangkat wajahnya.

"Maafkan saya, Tuan. Tapi dia tidak mau bekerja sama. Dia membuat kesepakatan akan bekerja sama jika Anda membebaskannya dan tidak akan menyentuh neneknya."

Audric meletakkan penanya. Dia menoleh pada sekretaris pribadinya yang juga berada disana.

"Bagaimana tentang surat-surat kepindahannya?"

"Ada kendala karena seorang dosen yang mencurigai kita. Sepertinya dia cukup mengenal Aera dengan baik. Dia menghalangi pihak kampus untuk mengeluarkan suratnya. Mereka ingin berbicara dengan Aera secara langsung. Mereka juga menghubungi walinya."

Audric terlihat tidak senang. Membuat siapapun yang ada disana menjadi was-was. Memancing kemarahan Audric bukanlah hal yang baik bagi siapapun. Mereka yang mengenal Audric dengan baik akan tahu bahwa pria itu tidak begitu ramah pada orang lain. Dia juga bukan tipe manusia yang bermurah hati pada kesalahan orang lain.

"Apa yang kamu lakukan sehingga menjadi sangat lambat? Gunakan sedikit kekuatan, aku tidak peduli tentang gosip. Putus rantai penghalang dan jangan biarkan walinya kawatir."

"Maafkan saya, Tuan. Saya akan lebih berusaha." jawab sekretarisnya.

"Gustav, kembalilah. Aku akan menemuinya malam nanti." perintah Audric.

Gustav segera undur diri. Meski sudah terbiasa dengan keluarga Martell, tapi tampaknya dia tetap belum terbiasa dengan Audric karena dia terbiasa melayani Luisa. Terbukti dari keringat dingin yang muncul begitu saja dikening dan telapak tangannya.

.

Gustav kembali pada sore hari ke kediaman Luisa. Dia datang bersama seorang wanita yang jauh lebih muda dari Cesilia yang memasuki umur empat puluh. Berjalan melewati lorong sepi rumah itu menuju kamar yang kini ditempati oleh Aera.

"Nona, saya membawa seseorang untuk bertemu dengan Anda." ujar Gustav setelah mengetuk dua kali.

Karena tidak ada sahutan dari dalam, Gustav mencoba membuka pintu. Seperti biasa, Aera mendengarnya, namun dia tidak mau menjawab panggilan Gustav.

"Dia adalah Lisa, dia yang akan mengajarkan Nona bahasa Jerman mulai sekarang."

Aera menoleh, dia sedang menonton TV yang menayangkan kartun berbahasa Jerman. Meski tidak mengerti, tapi gerakan hewan-hewan yang menjadi tokohnya sesekali membuat Aera terhibur.

Aera menatap langsung mata Lisa. Menilai dengan baik apakah wanita itu bisa menolongnya keluar dari sana atau tidak. Ketika tahu bahwa Lisa ini juga tidak akan bisa membantunya, dia langsung memalingkan wajahnya. Fokus pada layar televisi lagi.

Lisa tertawa tampa suara. Dia merasa lucu dengan tingkah Aera yang seperti itu. Dia sama sekali tidak tahu bahwa Aera adalah tahanan disana. Wanita antah berantah yang diambil oleh Audric untuk menggantikan adiknya. Yang Lisa tahu adalah, orang yang ada dihadapannya adalah Luisa, adik Audric yang begitu introvert dan sejak kecil hanya berbahasa Inggris.

Dia tidak memahami bahasa Jerman karena selama ini tinggal dengan pengasuhnya. Memang sedikit tidak masuk akal, tapi tentu saja Lisa tidak mempertanyakan cerita yang dikarang Gustav. Keluarga Martell sangat menjaga rahasia. Dia tidak tahu hubungan adik kakak seperti apa antara Audric dan Luisa.

Ketika malam tiba, Aera baru akan memulai makan malamnya ketika Audric datang. Masih dengan memakai pakaian yang sama, Gustav tahu bahwa Audric tidak mampir kerumahnya. Dia langsung menuju rumah Luisa untuk menemui Aera.

Gustav meninggalkan keduanya setelah menghidangkan makanan yang sama untuk Audric. Berharap bahwa Audric berhasil membuat kesepakatan dengan Aera karena dia sudah cukup frustasi terus diabaikan.

"Aku dengar kamu tidak mau mendengarkan Gustav," mulai Audric.

Ada emosi yang sangat besar dalam diri Aera yang ingin ia ledakkan. Tapi entah mengapa bibirnya tidak bisa mengatakan sumpah serapah yang sudah tersusun dikepalanya sejak kemarin. Wajah, aura dan sorot mata Audric adalah alasannya. Aera merasa ditekan dan diikat oleh tali tak kasat mata.

"Sampai kapan kamu akan menahanku disini? Aku tidak bisa berpura-pura menjadi adikmu."

"Maafkan aku, Aera. Tapi aku juga tidak punya pilihan. Kamu adalah satu-satunya harapanku. Jadi mari buat kesepakatan, bukankah kamu juga ingin membuat kesepakatan?"

Jantung Aera lagi-lagi berdetak lebih cepat. Ada persaan aneh yang terus muncul kala Audric menampilkan kesan yang sedikit lembut. Meskipun senyum tipis dibibir itu bukan bearti apa-apa selain sebuah bujukan, tapi Aera merasakan sisi manusiawi pria itu disana. Bertolak belakang dari apa yang selalu ia tanamkan dalam kepalanya tentang Audric.

"Katakan!"

Audric menarik piring dihadapan Aera dan menukarnya dengan piringnya sendiri. Aera menatap piring berisi daging yang sudah menjadi potongan kecil-kecil itu dalam diam. Entah kapan Audric melakukannya, Aera tidak menyadarinya sama sekali karena terlalu fokus pada pikirannya sendiri.

"Bagaimana kalau kita menganggap ini sebuah kontrak?"

Aera mengangkat pandangannya, kembali menatap Audric yang sedang memotong daging.

"Kontrak?"

Aera tidak terlalu senang, namun dia akan mendengarkan apa maksud Audric terlebih dahulu. Dia tidak akan membiarkan dirinya terikat terlalu jauh. Dia hanya ingin kebebasannya lagi.

"Seperti katamu, aku akan membebaskanmu dan tidak akan menyentuh satu-satunya keluargamu asal kamu bekerja sama."

"Aku hanya perlu menemui tunangan adikmu dan muncul dihadapan semua orang, bukan? Lakukan secepatnya dan biarkan aku kembali ke negaraku."

Audric tersenyum tipis. Dari ekspresinya, bisa Aera simpulkan bahwa menjadi adiknya tidak sesederhana menunjukkan wajah pada semua orang. Entah mengapa Aera merasa Audric menilainya bodoh saat ini.

"Aku tahu kamu gadis pintar. Luisa memang jarang muncul di publik. Tapi cerita tentang dia bukannya tidak ada. Setidaknya, kamu harus benar-benar mirip secara kepribadian dengannya. Kamu juga harus belajar bagaimana menjadi keluarga Martell, juga tentu saja, menguasai bahasa Jerman selain bahasa Inggris." Audric menjelaskannya setelah melihat ekspresi Aera yang seperti itu.

Aera sudah akan membuka mulutnya sebelum Audric kembali berbicara.

"Aku akan membayar untuk semua yang kamu lakukan. Aku juga akan membantu usaha nenekmu dan menyediakan dokter khusus untuk menangani penyakitnya."

Bagai tersambar petir disiang bolong, Aera terkejut luar biasa ketika Audric mengambil sebuah berkas yang telah ia siapkan. Sebuah catatan medis dari rumah sakit yang diketahui Aera adalah rumah sakit tempat neneknya terakhir berobat.

Aera hanya tahu bahwa neneknya sakit demam biasa saat itu. Tidak tahu bahwa neneknya menyembunyikan fakta yang sebenarnya.

"Dia harus dioperasi dan melakukan terapi untuk sembuh. Butuh biaya besar untuk itu. Semua keuntungan restoran kecil miliknya hanya bisa membiayai kebutuhan kalian dan uang sekolahmu. Bukankah ini saatnya untukmu membalas budi? Aku dengar kamu juga mencari orang tua kandungmu. Aku juga bisa menemukannya untukmu."

Bukankah tawaran itu sangat menggiurkan?

Aera tidak bisa berkata-kata, saat ini dia hanya teringat neneknya. Rasa bersalah dan kesedihan menyelimutinya. Dia ingin segera pulang dan menemui neneknya. Memeluknya dan menghiburnya. Aera tidak pernah tahu kesulitan neneknya selama ini karena selalu terlihat kuat dan tersenyum dihadapannya.

Tampa sadar dia menangis. Aera tidak bisa menahan isakan yang keluar. Dia memeluk kertas-kertas ditangannya seolah itu adalah sang nenek yang tidak bisa ia peluk.

Audric berhenti makan. Dia terpaku ditempatnya. Melihat wajah Aera yang menangis, perasaannya menjadi sedikit terganggu. Tampa sadar, dia menggenggam gagang garpu dan pisau ditangannya dengan kuat. Matanya menatap lurus wajah menangis Aera yang semakin terasa berbeda dalam pandangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!