NovelToon NovelToon

You And Me

Pengenalan Awal

Hai reader, terima kasih sudah memilih novel karyaku ini untuk menemani waktu luang kamu. 🙂

Novel ini adalah karya pertamaku, harap dimaklumi jika ada typo, salah ketik, EYD dan lainnya. 😁

Semoga kamu suka dengan cerita novel ini. Happy reading. 🤗

______________________________________________

Kali ini liburan pertama Irene ke luar negeri bersama orangtuanya. Irene melihat sekeliling area ruang tunggu bandara internasional yang sudah penuh dengan aktivitas manusia. Dia sebelah kanan ada sosok orangtuanya yang sedang tidur nyenyak.

Sebelah kirinya tidak ada orang. Didepannya ada sekumpulan orang yang satu travel dengan Irene dan orangtuanya beserta pemandu wisata yang bekerja ditravel.

Irene menatap bentangan langit yang cerah dihiasi lukisan awan yang indah. Kemudian dia menatap runway yang diisi dengan beberapa pesawat yang lepas landas dan mendarat dan apron yang dipenuhi dengan pesawat yang sedang parkir dari balik jendela kaca yang besar.

Lalu Irene membuka tas ranselnya, mengambil kameranya. Diutak - atik kameranya untuk melihat hasil jepretannya. q dia mau ngeblur wajahnya yang ada difoto, tiba - tiba kameranya tidak berfungsi. Dipencet sana sini tombol yang ada dikameranya.

"Ya Allah, kenapa kameraku jadi rusak begini. " gumam Irene.

"Permisi." kata Peter sambil melihat Irene yang masih terpaku dengan mengutak - ngatuk tombol di kameranya.

"Iya, silakan." jawab Irene tanpa melihat Peter Kemudian Peter duduk disebelah kiri Irene.

"Ada yang error diprogram kameranya." celetuk Peter sambil melihat ke arah Irene yang masih juga fokus dengan kameranya.

Spontan Irene menoleh ke sumber suara tersebut.

"Oh my God, cantik sekali wanita ini, tidak bisa diungkapkan dengan kata - kata. Dag dig dug, detak jantungku tak beraturan. Kenapa jantungku mau copot?" batin Peter ketika menatap lembut wajah Irene.

Sama halnya dengan Irene, Irene terpesona melihat wajah tampan yang dimiliki oleh Peter, lalu bergumam di dalam hati, "MasyaAllah, ganteng pisan, mata hijau yang mempesona, hidung bangirnya, rambut pirangnya yang tertata apik, halus tebalnya, bentuk wajah yang klasik, tulang rahang yang mengagumkan, bibir mungilnya yang ranum, dagunya yang terbelah, dan jambang halusnya yang menghiasi wajah sempurnanya. Seperti aktor Robert Pattinson."

Irene menatap Peter dengan matanya yang berbinar. Dia mengagumkan wajah yang hampir sempurna dihadapannya. Deg... ada sesuatu yang menyentuh jantungnya sampai detakan jantung Irene tidak stabil.

"Assalamu'alaikum." sahut Peter yang membuyarkan tatapan Irene yang tercengang saat melihat wajahnya.

"Wa'alaikumsalam." kata Irene sambil menunduk kepalanya karena dia malu.

"Diprogram kamera kamu ada yang error, makanya tidak berfungsi, sini aku bantuin biar kamera kamu berfungsi lagi." kata Peter sambil tersenyum manis.

"Ini kameranya," ujar Irene sambil menyerahkan kamera dan melihat Peter yang memasang senyum manisnya.

Tak lama kemudian, Peter mengambil kamera itu, mengutak - ngatik kamera supaya kamera Irene berfungsi kembali. Irene hanya mampu menundukkan kepalanya.

"Kameranya sudah benar." ujar Peter sambil menyerahkan kamera tersebut ke Irene.

Spontan Irene menoleh ke arahnya, lalu mengambil kamera itu sambil berkata, "Terimakasih." kata Irene sambil menerima kameranya.

"Kamu mau pergi ke Jepang?" tanya Peter sambil menatap Irene.

"Ya Allah... tatapan matanya dan wajah gantengnya itu telah menusuk hatiku yang kosong dan... ah. Ya Allah, maafkan aku kalau terlalu memuja wajahnya." kata Irene dalam hati sambil menatap Peter.

"Hey!! Kamu kenapa? Kok tidak jawab?" tanya Peter yang mengagetkan Irene.

"Iya." jawab Irene sambil menundukkan kepalanya.

"Berarti kita satu tujuan ya. Kamu mau liburan atau ada tugas ke sana?"

"Iya saya mau liburan ke sana, kalau kamu mau liburan kesana juga?" tanya balik Irene yang masih belum

berani menatap Peter.

"Tidak, aku ke Jepang karena ada kerjaan. " wah asyik nich liburan kesana saat awal autumn, pasti banyak turis yang datang. Kamu sendirian kesana?"

"Tidak, aku ajak orangtuaku dan ikut rombongan travel."

"Kamu suka menfoto?" tanya Peter ramah.

"Iya, kalau kamu suka menfoto?"

"Iya, aku juga suka menfoto, kamu suka fotoin apa? "

"Apa saja. Kalau kamu suka fotoin apa? "

"Aku lebih suka fotoin pemandangan alam karena viewnya bagus. Kamu fotographer?"

"Itu hanya selingan, aku seorang karyawan di Jaya Abadi Corporation. Kalau kamu fotographer juga?"

"Nggak, itu hanya hobbyku saja. Kalau aku kerja di British Oil and Gas. Kamu kenapa menunduk melulu?" tanya Peter bingung.

"Nggak kenapa - kenapa. Maaf ya kalau kamu tersinggung atas sikapku yang itu." kata Irene

sambil tersenyum malu - malu menatap Peter.

"Iya, tidak apa - apa." sahut Peter. "Ini orang kenapa sich kalau ngomong sama aku, kepalanya sering nunduk? Apakah dia orangnya pemalu atau karena lihat wajahku yang super ganteng, hehe?" tanya Peter bingung di dalam hati.

"By the way, nama kamu siapa?" tanya Peter sambil mengulurkan tangannya.

"Irene, maaf aku tidak bisa berjabat tangan denganmu." kataku sambil menganggukkan kepala.

"Aku Peter. Tidak masalah kalau kamu tidak mau berjabat tangan denganku. Kamu sudah lama kerja di Jaya Abadi?"

"Iya sudah tujuh tahun, kalau kamu sudah lama kerja di British Oil and Gas?" tanya balik Irene yang sekarang sudah berani menatap Peter lama - lama.

"Iya sudah sepuluh tahun. Usia kamu berapa?" tanya Peter.

"Dua puluh sembilan tahun."

"Hah?? Ngga salah tuch usia kamu?"

"Engga, emang kenapa?"

"Wajahmu lebih muda dari usia kamu. Aku kira usia kamu dua puluh dua tahun."

"Bisa aja ledekin aku."

"Aku tidak ledekin kamu, sumpah wajah kamu awet muda." puji Peter.

"Your attention please, passengers of Garuda Indonesia on flight number GA321 to Tokyo please boarding from door A10, thank you. Perhatian, para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA321 tujuan Tokyo dipersilahkan naik ke pesawat udara melalui pintu A10." kalimat announcements yang keluar dari speaker.

"Ayo kita ke pesawat!" ajak Peter.

"Kamu aja duluan, soalnya aku mau bangunin orangtuaku dulu." kataku datar.

"Ya sudah, aku duluan ya, hati - hati ya." kata Peter, kemudian dia berdiri, dan ambil tas ranselnya. "Bye...., " sambung Peter sambil menoleh ke Irene dan melambaikan tangannya.

"Bye Peter," balas Irene sambil membalas lambaian tangannya Peter.

Kemudian Peter menghadapkan badannya ke jalan yang mengarah ke pintu masuk pesawat dan berjalan ke dalam pesawat sambil menggendong tas ranselnya.

-------------------------------

"Nich dia kursinya," kata Irene dalam hati sambil melihat nomor kursi yang tertulis di atas sandaran kursi, lalu dia menaruh tas ukuran sedang ke dalam kabin.

"Mama sudah ketemu kursinya?" tanya Irene sambil menoleh ke mamanya yang berada di belakangnya.

"Sudah, kursinya di samping kursi kamu," jawab mamanya Irene.

"Biar aku aj yang masukin tas mama dan papa, " ucap Irene setelah membalikkan badannya, kemudian mengambil tas dari tangannya mama dan tangannya papa, lalu menaruh ke dua tas itu ke dalam kabin.

Terima kasih sayang," ujar mamanya Irene sambil menduduki badannya.

"Sama - sama Ma," kata Irene sambil duduk di seberang mamanya.

Ketika Irene hendak memakai safety belt, tiba - tiba Peter menyapa, "Assalamu'alaikum, kita ketemu lagi."

"Wa'alaikumsalam. Eh iya," kata Irene sedikit kaget sambil mendongakkan kepalanya untuk melihat Peter yang sedang memasuki sebuah tas berukuran sedang.

Kemudian Peter mendaratkan pantatnya di sebelah Irene. Ada sesuatu yang mengalir lembut di hatinya Peter ketika dia duduk di sampingnya Irene. Detak jantungnya kembali tak stabil seperti pertama kali dia bertemu dengan Irene.

Sama halnya dengan Irene. Dia merasakan sesuatu yang lembut menyentuh relung hatinya membuat dirinya tersipu malu. Segera mungkin Irene menyembunyikan rasa itu dengan menundukkan kepalanya.

"Ya, Allah jagalah hati ini, jangan sampai hati ini menyukai seseorang secara berlebihan, " ujar Irene di dalam hati.

Pertemuan Ketiga

 

"Ini adalah masjid camii yang terkenal dengan sebuah masjid terindah se Asia karena bentuk dan segala ornamen masjid ini diciptakan dengan segala bentuk keindahan. Sungguh indah yang mengagumkan." kata Pak Biwo, seorang pemandu wisata.

"Masjid ini adalah salah satu masjid tertua di Jepang yang dibangun pada tanggal 12 Mei 1938 oleh imigran Muslim dari Rusia yang bernama Bashkir Tatar. Pada tahun 1986, masjid ini mengalami kerusakan yang parah. Pada tahun 1998, masjid dibangun lagi oleh arsitek Muharrem Hilmi Sekali yang berasal dari Turki. Semua ornamen di masjid ini berdasarkan arsitektur religius Ottoman. Silahkan kalian masuk ke dalam masjid sekalian sholat zhuhur. Nanti selesai sholat zhuhur, kita berkumpul kembali lagi disini." lanjut Pak Bowo semangat.

"Papa mau sholat dulu ya." pamit papanya Irene sambil melirik Irene.

"Mama juga mau sholat dulu sekalian mau selfie." kata mamanya Irene sambil menggandeng tangan suaminya.

"Irene tunggu disini aja pa ma." kata Irene sambil melihat kagum masjid.

Kemudian papa dan mamanya Irene beserta sebagian besar rombongan turis memasuki masjid tersebut. Terkecuali 3 orang wanita yang masih berdiri di pekarangan masjid termasuk Irene.

"Kalian tidak masuk masjid?" tanya pak Bowo.

"Tidak pak," jawab mereka kompak.

"Oh, ok, pasti kalian sedang kedatangan tamu tiap bulan." ujar Pak Bowo. Sedangkan mereka hanya mengangguk pelan kepalanya serentak sebagai jawabannya.

"Kalian tunggu di sini sampai kami kembali." kata Pak Bowo, lalu ia membalikkan badan dan pergi ke dalam masjid.

Irene ambil kameranya yang berada di dalam tas ranselnya. Jepret sana jepret sini, Irene mengambil beberapa foto keindahan masjid tersebut dari luar. Walaupun berada di pekarangan masjid, Irene tidak mau menyia - nyiakan keindahan masjid itu lewat begitu saja tanpa ada kenangan.

"Bagus banget masjidnya, pantesan dijuluki masjid terindah se Asia." puji Irene sambil melihat beberapa foto yang ada di layar kameranya. "Ah, mau ambil beberapa foto lagi untuk koleksiku." sambung Irene yang suka dengan dunia photographer.

Kaki Irene mengambil beberapa langkah mundur untuk mengambil gambar kubah masjid yang sangat bagus dari jarak jauh.

"Auh... " teriak Irene yang tiba - tiba kakinya kesandung batu dan kepeleset.

Untung ada yang menangkapnya supaya dia tidak terjatuh. Serrr... ada sesuatu yang menyentuh kulitnya dengan lembut, entah itu apa yang mengalir syahdu disetiap aliran darahnya Irene ketika menatap wajah Peter yang sedang menangkap badannya dengan mata yang berbinar.

Sungguh terpesonanya Irene ketika menatap mukanya Peter yang berjarak sangat dekat dengan wajahnya.

"Kamu tidak apa - apa?" tanya Peter khawatir yang menyadarkan Irene, saat itu juga Peter merasakan apa yang pernah ia rasakan ketika pertama kali ia berjumpa dengan Irene.

"I - iya aku tidak apa - apa." jawab Irene sedikit terbata - bata dengan tatapan mata yang berbinar, lalu dengan sigap dia berdiri yang masih tetap memegang erat kameranya.

"Dipertemuan ketiga kali kita ini, kau tetap cantik." bisik Peter yang menggoda di telinga kirinya Irene.

Spontan rona merah menghiasi pipinya Irene, Irene langsung menundukkan kepalanya karena malu. Selang beberapa detik, Irene mau melangkah kakinya. Tiba - tiba telapak tangan kirinya Irene ditahan oleh Peter, sedangkan tangan kanannya masih memegang erat kameranya.

"Jangan sentuh aku!" kata Irene sambil menepiskan tangan kirinya, kemudian berjalan cepat tanpa melihat Peter.

"Maaf Irene." kata Peter menyesal sambil menatap punggungnya Irene. "Kamu tidak sholat Irene?" tanya Peter yang masih tetap melihat punggungnya Irene.

Tanpa aba - aba, Irene langsung membalikkan badannya sehingga Irene dan Peter saling beradu mata. Peter tersenyum manis. Irene membalas senyumannya, karena Irene tahu bahwa senyum itu ibadah.

"Aku sedang tidak sholat, kamu kesini mau sholat?"

"Iya." jawab Peter semangat.

"Kamu muslim? "

"Iya aku muslim, bulan lalu aku memeluk agama Islam."

"Ya sudah, sana sholat, mumpung waktu sholat zhuhur belum habis."

"Ok, sampai ketemu lagi Irene."

"InsyaAllah."

Kemudian Peter berlari kecil menuju ke dalam masjid. Irene hanya bisa memandang Peter sampai Peter menghilang dari jangkauannya.

Irene menatap sosok Peter dengan mata yang berbinar mengagumi sebuah ciptaan Allah.

"MasyaAllah." ucap Irene dalam hati.

Sungguh beruntung sekali yang menjadi istrinya Peter. Rajin beribadah, muallaf plus ganteng pula. Andaikan aku menjadi isterinya.

"Hey bengong aja." kata Bu Mahgriet, mamanya Irene yang membuyarkan lamunan Irene sambil menepuk bahu Irene.

"Astaghfirullah." istigfar Irene sambil mengelus dada.

"Kamu kenapa nak?" tanya mamanya Irene heran sambil menatap khawatir ke Irene.

"Ngga kenapa - kenapa Mah, Mama nggak sholat?" sambil menatap papanya.

"Tadi sebelum wudhu mama ke toilet dulu, eh ternyata mama lagi datang bulan. Tadi siapa Ren?"

"Peter Mah."

"Teman kerja kamu?"

"Bukan Mah."

"Terus siapa kamu? Kok kelihatannya akrab?" selidik papanya Irene.

"Bukan siapa - siapa. Peter kenalan Irene waktu kemarin di airport Mah. "

"Ehmm... jangan sembarangan kenalan, jaman sekarang banyak orang yang jahat Ren."

"Klo dia orang jahat, dari kemarin Iren kehilangan kamera Mah. Kemaren dia yang memperbaiki kamera Irene." bela Irene.

"Awalnya baik, tapi ujung - ujungnya jahat Ren, itu biasanya modus sayang."

"Mama jangan su'udzon dulu, siapa tahu dia emang orang baik. Mah, Iren mau ke toilet dulu." kata Irene.

Mamanya Irene menganggukan kepalanya. Kemudian Irene berjalan cepat meninggalkan papanya menuju ke toilet masjid.

Irene berjalan cepat sambil menundukkan kepalanya. Sesampainya di teras masjid, dia membuka alas kakinya. Dia melihat sekeliling area masjid untuk mencari toilet wanita. Sebelah kanan masjid ada beberapa bahan - bahan bangunan dan beberapa tukang bangunan yang sedang mengangkut beberapa karung semen.

Berdasarkan keterangan di papan informasi, letak toilet wanita berada di sebelah kiri masjid. Dia melangkahkan kakinya ke toilet sesuai dengan arahan panah yang tertera di papan informasi.

Tidak sengaja dia melihat Peter sedang berjalan cepat ke arahnya. Peter tersenyum manis ke Irene yang membuat Irene tersipu malu, spontan Irene menundukkan kepalanya lagi sambil berjalan.

Tak jauh dari Irene dan Peter, ada seorang tukang bangunan yang membawa beberapa bambu. Tiba - tiba jalannya tukang bangunan itu sempoyongan, hingga bambu - bambu yang dia bawa bergerak sana - sini.

"Madamu ni kiwotsukero!" teriak tukang bangunan itu ketika melihat bambu - bambu itu bergerak ke arah kepalanya Irene.

Spontan Irene menoleh ke arah suara itu. Gerakan bambu - bambu itu hampir mengenai kepalanya Irene, untung ada Peter yang manahan gerakan bambu - bambu itu sambil berdiri di samping kanan Irene.

Irene melirik ke Peter yang sekarang berada di sebelah kanannya sambil menahan tiga buah bambu. Tukang bangunan itu perlahan menurunkan tiga buah bambu itu ke lantai. Peter ikut menurunkan tiga buah bambu itu ke lantai. Tukang bangunan itu berlari kecil menuju ke Peter dan Irene.

"Gomen'nasai madamu, watashi wa wazato sore orang shimasendeshita." ujar tukang bangunan itu sambil mengbungkukkan badannya.

"Hai, daijobudesu. Yurushimasu." balas Peter ramah sambil mengbungkukkan badannya.

"Arigatogozaimashita." balas orang itu ramah. "Watashi WA mata hataraku yo ni wakare O tsugeta. " lanjut tukang bangunan itu sambil mengbungkukkan badannya.

"Hai, " balas Peter ramah sambil mengbungkukkan badannya lagi.

Kemudian tukang bangunan itu balik lagi ke posisi semula, lalu mengangkat ketiga bambu itu dan berjalan pelan. Dia tersenyum saat melewati Irene dan Peter. Irene dan Peter membalas senyuman tukang bangunan itu.

"Terima kasih." ujar Irene memulai percakapan kecil mereka.

"Sama - sama."

"Kok kamu dari toilet wanita?" tanya Irene sedikit bingung.

"Toilet prianya sedang ada perbaikan. " jawab Peter. "Aku sholat dulu ya, hati - hati." lanjut Peter.

"Iya."

Tak lama dari situ, Peter berjalan cepat sambil menundukkan kepalanya memasuki sebuah ruangan untuk sholat di dalam masjid camii.

"Memiliki wajah dan postur tubuhnya yang membuat kaum hawa tergila - gila tidak membuat Peter melupakan kewajibannya sebagai seorang muslim dan tidak menjadikan dia sombong." kata hati Irene sambil menatap punggungnya Peter.

Irene Dan Peter

Peter mendekati bibir wastafel. Dia membuka kran air, menjulurkan tangannya untuk menyentuh air yang mengalir, lalu membasuhkannya ke wajahnya. Pikiran - pikiran yang terpatri di dirinya terseret bersama aliran air. Sel - sel yang lelah kembali segar dari penatnya pekerjaan.

Peter menatap dirinya sendiri di sebuah cermin yang besar. Dia menerawang jauh ke peristiwa pertama dan kedua kalinya bertemu dengan wanita cantik yang bernama Irene. Dari awal pengenalan dan pertemuan kedua dengan Irene, dia selalu membayangi rupa cantik wajah Irene.

"Kenapa aku selalu mengingat paras cantiknya walaupun Irene sedikit bersikap dingin kepadaku, rona merah pipinya yang menandakan dia seorang pemalu, netra hitam pekat yang bulat sempurna, kulit sawo matangnya yang excotis, tatapan matanya yang berbinar, lesung pipinya yang menyempurnakan senyuman manisnya, dan perempuan yang pertama kali menolak bersentuhan denganku. Kenapa detak jantungku tak beraturan ketika bersamanya, seperti jantung ini mau copot?" gumam Peter.

Sudah tiga hari wajah Irene menari bebas di alam sadarnya Peter.

"Apakah aku sudah jatuh cinta kepadanya sejak jumpa pertama kali?" tanya Peter pada dirinya sendiri.

Dia menolehkan matanya ke sebuah laptop yang berada di atas tempat tidur. Ia melangkah kakinya menuju ke tempat tidur. Naik ke atas tempat tidur, duduk menyilangkan kakinya di atas tempat tidur. Matanya mengamati laptop yang sedari tadi menyala.

"Ok, aku ingin mencari jati diri Irene." gumam Peter.

Selang beberapa detik kemudian ia memecat beberapa keyboard laptopnya. Kemampuan fotografik memori yang sangat kuat dimiliki oleh Peter. Dengan mudahnya dia mampu menyimpan segala ingatan materi pembelajaran secara otodidak maupun legal. Dia salah satu orang yang jenius di dunia ini.

Tanpa membutuhkan waktu yang lama, dia bisa menghacker akun media sosial yang dimiliki Irene sehingga dengan cepat dia membuka akun media sosial milik Irene.

Dia mengamati satu demi satu bagian akun media sosial Irene mulai dari profil, status, catatan dan beberapa album foto. Semua data yang ada di akun media sosial Irene dicermati oleh Peter.

"Ternyata dia seorang janda beranak satu." gumam Peter sambil menganggukkan kepalanya.

"Suaminya sudah meninggal dunia, berprofesi sebagai manajer keuangan, anaknya bernama Muhammad Zayn, orang tuanya masih lengkap, mempunyai satu orang kakak perempuan, memiliki satu kakak laki - laki. dan satu adik perempuan. Kakak perempuannya bernama Iriana, kakak laki - lakinya bernama Irgi, dan adik perempuannya bernama Ira. Yang menggunakan jilbab hanya Irene dan mamanya. Mamanya cukup gaul. Mamanya Irene bernama Mahgrid Kusuma dan papanya bernama Herman Hardian. Seorang fotografer dan manajer keuangan di perusahaan ternama si negara ini, sering ikut kajian dan seorang aktivis kemanusiaan. Ada tiga buah album foto yang memperlihatkan lekuk tubuh indahnya dan rambut panjangnya dengan berbagai gaya dikunci sama Irene. Kenapa ya? Sepertinya dia dulu seorang model. Dan tidak ada foto selfie. Ada sepuluh album foto hasil jepretannya. Ada empat album foto keluarga. Dan satu album foto pernikahan Irene sama mendiang suaminya. Dilihat dari album foto pernikahannya, mereka pasangan serasi. Almarhum suaminya seorang ustadz yang entah siapa namanya. Irene juga sangat akrab sama keluarga almarhum suaminya. Keluarga almarhumnya mempunyai yayasan yatim piatu dan pesantren, ayah mertuanya bernama KH. Muhammad Abdullah dan ibu mertuanya bernama Hasanah. Mereke orang betawi tulen. kayak keluarga sidoel aj hehhe." kesimpulan Peter setelah membuka semua data di akun media sosial milik Irene sambil mengangkat sudut alis tebalnya.

Tanpa Peter sadari, ketika dia mulai mengamati foto berdua antara Umar dan Irene di hari pernikahan mereka sampai mengambil kesimpulan, dia mengepalkan telapak tangannya. Ada rasa cemburu di hati Peter, tetapi alasan kecemburuannya dia sendiri tidak tahu pasti.

Kemudian Peter mematikan laptopnya ke sebuah nakas yang berada disebelah kanan tempat tidur. Dia merebahkan badannya di tempat tidur. Kepalanya mengadah ke atas menatap langit - langit kamar hotel yang mewah.

"Cinta, iya aku jatuh cinta kepada Irene." kata Peter yakin. "Oahmmmm.... " rasa kantuk yang menyerang Peter.

Kringggg... bunyi hpnya Peter yang mengagetkan Peter. Lalu dia menggetarkan tubuhnya dan mengambil hpnya yang berada di atas nakas sebelah kiri tempat tidur dan mengangkat telepon tersebut.

"Hello Bro, your Dad's is sick. Now he is in the ICU." kata Andre, adek angkat Peter terburu - buru.

"What?? Are you sure?" kata Peter kaget.

"Yes, I am sure."

"What is he sick with?"

"He was not sick, but he had an accident.

" Why did an accident? " tanya Peter khawatir.

"The escort car and the car your Dad's were surrounded, attacked and exchanged fire. Your Dad's was shot in the chest." penjelasan Andre.

"Who did that? "

"Mister Hendrix Smith, your Dad's mortal enemy."

"Has him been captured? "

"Him has fled abroad, we can not kill him, because it is too risky. Can you go home now?"

"Can not Dre."

"Can you take time off work?"

"Can not. Please take care of him, until heald because I can not go home. I always pray for the best for him."

"Ok Bro." kata Andre, lalu Andre menutup sambungan telepon tersebut.

"Daddy, I miss you." kata Peter lirih. "Ada apa lagi denganmu Daddy? Apakah semua ini karena permusuhan antara gengster?" kata Peter sambil memikirkan penyebab kecelakaan ayahnya.

William Pattinson adalah ayahnya Peter Pattinson. Pria yang sedang terbaring lemas di ruang ICU berumur 60 tahun. Walaupun sudah lanjut usia, wajahnya tidak kalah ganteng sama anaknya.

Tubuhnya masih gagah dan berotot. Pria tua itu adalah pemimpin sekaligus pemilik geng mafia terbesar di benua Eropa yang bernama eyes blue man. Semua orang mengenalinya, baik dari dunia bisnis, bangsawan maupun dunia gelap.

Dia juga salah satu pengusaha sukses di negara Inggris. Namun Peter tidak mau mengikuti jejak ayahnya. Padahal Peter diiming - imingi berbagai macam hadiah dan fasilitas baik berupa harta, wanita dan tahta jika dia mau jadi penerus jejak ayahnya.

Alasan Peter tidak mau jadi penerus ayahnya karena dulu waktu dia berumur sepuluh tahun, dia harus kehilangan adik kesayangan nya yang dibunuh oleh musuh papanya secara tragis dan juga harus kehilangan ibunya yang pergi meninggalkan dia beserta ayahnya.

Ibunya pergi karena sudah tidak nyaman dan tidak sanggup lagi bertahan di sisi ayahnya. Selain itu juga, kebanyakan wanita yang pernah jadi kekasihnya hanya melihat harta dan ketampanannya saja bukan melihat jati dirinya.

Peter lebih memilih untuk mencari keberadaan ibunya yang telah lama menghilang. Dia sengaja keluar dari kekangan ayahnya supaya leluasa mencari ibunya. Setelah lulus kuliah, dia hidup mandiri dari hasil kerjanya.

Selama bertahun - tahun, sembari bekerja, Peter mencari ibunya. Peter mendapatkan informasi bahwa ibunya berada di Indonesia. Untung ada temannya yang berasal dari Indonesia yang membantu mencari keberadaan ibunda tercinta. Karena itu, ia membujuk atasannya supaya dia bisa dimutasi ke Indonesia.

Berkat kejeniusan, bantuan temannya dan atasannya, dia akhirnya dimutasi ke Indonesia. Butuh waktu satu tahun dia berhasil menemukan ibunya yang bernama Marie Claire.

Peter mengambil handphonenya, lalu melihat jam yang tertera di layar handphonenya. Kemudian menaruh kembali handphonenya di atas nakas sebelah kiri tempat tidur.

"Masih jam setengah dua belas malam. sholat hajat dulu, berdoa minta sama Allah agar ayah cepat pulih dan minta yang terbaik untuk Daddy." kata Peter.

Lalu Peter beranjak dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi lagi untuk berwudhu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!