...Menjadi istri kedua adalah hal yang tidak pernah aku bayangkan terjadi dalam hidupku....
...Aku pernah berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain....
...Aku tidak suka pria yang tidak cukup dengan satu wanita, karena itu mengingatkanku pada papahku....
...Papahku tukang selingkuh dan memiliki istri lebih dari satu....
...Sampai suatu hari, aku tidak sengaja mendengarkan obrolan seorang ibu yang mengharapkan cucu dari anaknya dan aku terdorong untuk membantu mereka....
...Aku menikah dengan laki-laki saleh yang paham ilmu agama. Menjadi madu bagi wanita shalihah bernama Zahra....
...Sementara aku, aku hanya wanita fakir ilmu agama yang menjadi orang ketiga dalam pernikahan mereka....
...Mas Abian -suamiku adalah laki-laki luar biasa yang mengungkapkan kasih sayangnya melalui tindakan....
...Tidak ada kesatu dan kedua diantara aku dan Mba Zahra, karena bagi mas Abian kami adalah prioritas nya....
...Mas Abian memiliki dua istri, tapi bukan karena dia tidak cukup dengan satu wanita. Keadaan yang membuat Mas Abian tidak memiliki pilihan lain....
...Mas Abian sempat menolak bantuan dariku, dengan alasan tidak ingin menyakiti perasaan istrinya....
...Mas Abian menerima bantuanku karena ibunya....
...Aku yakin mas Abian akan membuat kalian kagum jika kalian mengikuti kisah kami. Tapi perlu kalian ingat, aku cemburuan....
...Aku mohon, jangan membenciku hanya karena aku istri kedua....
...Shakila Anara Ainur...
...-...
...Tidak ada wanita yang benar-benar ikhlas diduakan, termasuk aku....
...Aku mendorong suamiku menikah lagi untuk mewujudkan keinginan ibu mertuaku memiliki cucu, tapi ketika kata sah terdengar menggema di telingaku hatiku sakit....
...Apalagi, aku tahu suamiku mencintai istri keduanya....
...Aku tidak sepenuhnya ikhlas suamiku menikah lagi, aku hanya berusaha ikhlas....
...Aku ingin suamiku menjadi milikku seutuhnya, tapi takdir berkata lain....
...Aku terpaksa berbagi suami, karena aku tidak bisa memberikan anak untuk suamiku....
...Almeera Azzahra Alfathunissa....
...-...
...Pertemuan pertamaku dengan Zahra saat kami kuliah di Mesir....
...Aku jatuh cinta pandangan pertama kepada Zahra dan Zahra cinta pertamaku....
...Aku menolak menikah lagi karena aku mencintai istriku, tapi hatiku goyah setelah bertemu dengan Shakila....
...Aku menyadari satu hal, hatiku akan lemah jika memandang perempuan terlalu lama. Dan itu alasan aku mencintai Zahra dan Shakila, karena aku terlalu lama memandang mereka....
...Siapa yang paling aku cintai? keduanya!...
...Jangan ada yang bertanya siapa yang paling aku cintai, karena itu akan menyakiti istri-istriku....
...Aku mencintai mereka berdua, itu sebabnya aku menikahi mereka....
...Oh ya, aku ingin berpesan kepada kalian. Jangan pernah berpikir memiliki dua istri atau bahkan lebih, jika tidak sanggup adil....
...Aku sudah berusaha adil, tapi aku tetap menyakiti mereka....
...Abian Devan Sanjaya....
...-...
..."demi Allah, aku tidak keberatan kalian bercumbu di depanku sekalipun. Lakukan apapun itu sesuka kalian."...
...-...
..."Aku berubah pikiran! lebih baik kalian berdua bermesraan di kamar, aku lebih suka melihat adegan pembunuhan daripada adegan manis."...
...-...
..."Aku berjanji tidak akan merebut mas Abian."...
..."Apa yang kamu bicarakan? mas Abian juga suami kamu, milikmu."...
..."aku dan suamimu akan bercerai setelah aku melahirkan anak kalian."...
...-...
..."Mas memilihmu karena mas tahu kamu bisa menjaga perasaan Zahra dan kamu akan lebih mementingkan Zahra daripada dirimu sendiri."...
..."Mas tidak akan memintamu untuk mengalah dari Zahra, mas cuma minta marahi mas jika suatu hari mas berlaku tidak adil pada kalian."...
...-...
..."Mas tidak perlu khawatir, disini ada Adiba yang menjagaku, lebih baik mas fokus saja bulan madu."...
..."Bagaimana mas bisa fokus kalau istri mas disana tidak bisa tidur sampai jam segini?"...
..."Ternyata mas Abian tidak mau menyentuhku karena menjaga perasaan mba Zahra."...
...-...
..."Aku bahkan tidak tahu mba Zahra sakit, tapi kalian menyalahkanku?"...
...-...
..."Apa kalian pikir mba Zahra membutuhkan mas Abian hanya karena mba Zahra sedang sakit?"...
...-...
..."Aku juga butuh kamu, mas. Tapi aku tidak boleh egois kan?"...
......................
...Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
...Selamat datang di novel pertama yang aku buat setelah sekian lamanya....
...Konfliknya tentang istri kedua, tapi ini Abian, jadi insyaallah bisa adil ke istri-istrinya....
...Terimakasih buat yang udah baca novel aku dan salam kenal ya...
...Aku tidak akan menyapa kalian di setiap bab supaya kalian bisa fokus dengan ceritanya...
...Tolong kritik dan sarannya supaya aku bisa memperbaiki karyaku....
...Ceritanya hanya fiksi, jangan terbawa emosi kalau karakternya kurang berkenan di hati kalian...
"Sah!" seharusnya saat kata itu terdengar, ada pasangan yang bahagia karena resmi menjadi suami istri. Tapi kebahagiaan itu tidak terlihat di wajah mempelai pria -Abian Devan Sanjaya.
Abian menatap istri pertamanya setelah 'sah' menikahi wanita lain. Abian bisa melihat Zahra -istri pertamanya memalingkan wajah darinya dan melihat istrinya itu meneteskan air mata.
Zahra memakai cadar, hanya matanya yang terlihat, sehingga Abian bisa melihat dengan jelas bahwa istri kesayangannya menangis.
"Maaf, sayang." gumam Abian dalam hatinya.
Demi Allah, Abian tidak berniat melukai Zahra. Sedikitpun tidak pernah terpikir untuk melukai hati wanita yang sangat dicintainya itu. Abian sungguh menyesal membuat Zahra menangis.
Abian terpaksa menikah lagi, meskipun Abian mengaku mencintai istri keduanya. Terdengar tidak masuk akal, Abian terpaksa menikah tapi telah jatuh hati kepada Shakila -istri keduanya.
Sebelum memutuskan menikah, Abian sudah menyimpan perasaan terhadap Shakila yang merupakan rekan bisnisnya. Selama ini Abian sudah berusaha menghapus perasaannya itu karena tidak ingin menyakiti perasaan Zahra.
Tapi, disaat Abian berusaha untuk menghapus perasaannya, ibunya berniat menjodohkannya dengan wanita lain dan tanpa berpikir panjang lagi Abian mengatakan memiliki calon sendiri.
Menurut Abian, ini keputusan yang paling tepat daripada Abian harus menikah dengan wanita yang tidak jelas. Setidaknya Abian tahu Shakila wanita baik dan lumayan akrab dengan Zahra.
"Saya tidak akan ikhlas anak saya di poligami."
Nyai Aisyah -mertua Abian bicara tepat saat Shakila keluar dari sebuah ruangan di masjid. Setelah akad, pengantin wanita diminta untuk menghampiri pengantin pria dan Nyai Aisyah bicara tepat setelah madu anaknya itu keluar.
"Ummi..." Zahra menegur ibunya, merasa tidak enak kepada semua orang yang hadir disana.
Tidak banyak yang hadir di pernikahan Abian dan Shakila, hanya ada keluarga dari ketiga belah pihak, penghulu dan tetangga terdekat.
Tapi meskipun tidak banyak yang hadir, Zahra tidak enak karena ibunya membuat keributan di masjid, yang seharusnya dijadikan tempat beribadah. Dan Zahra tidak enak pada Shakila.
"Ibu mana yang ikhlas anak perempuannya di poligami hanya karena dia belum memberikan anak?" Nyai Aisyah tidak mampu menahan air matanya melihat nasib menyedihkan anaknya.
"Ummi, Ayolah. Kita sudah membicarakan ini. Aku mohon jangan membuat keributan disini."
Nyai Aisyah mengabaikan Zahra dan menatap menantunya. "apa kamu menikahi putri saya hanya untuk anak? kamu lupa dengan janjimu padaku? kamu tidak serius mencintai Zahra?!"
"Mas Abian tidak salah ummi, aku yang salah."
Zahra membela Abian, karena suaminya tidak salah. Abian tidak mungkin menikah lagi kalau Zahra bisa memberikan anak untuk suaminya.
"Apa belum memiliki anak itu kesalahanmu?! tidak, nak. Ini bukan kesalahanmu, suamimu yang salah tidak bersyukur memilikimu dan menikahi wanita yang tidak jelas seperti dia."
"Hey! singkirkan tangan anda dari putri saya!"
Suasana seketika berubah ketika Nyai Aisyah menunjuk wajah Shakila dan Bayu Arga Wijaya -papah Shakila tidak terima dan angkat bicara.
"Seperti dia seperti apa maksud anda, hah?!"
"Dia bukan ning seperti anak saya dan hanya seorang fakir ilmu agama." jawab Nyai Aisyah.
Bayu mendengus. "maksud anda bukan anak Kyai atau pemimpin pondok pesantren, huh?"
Tidak ada satupun yang berani bicara karena yang sedang berdebat keduanya bukan orang sembarangan. Apalagi, semua orang disana tahu siapa Bayu Arga Wijaya dan Nyai Aisyah.
"Memang bukan. Anak saya hanya CEO muda yang memiliki pondok pesantren dan meminta seorang Kyai untuk memimpin pesantren nya."
Semua orang terkejut, termasuk Abian. Tidak banyak yang tahu Shakila memiliki pesantren karena kehidupan pribadinya sangat tertutup.
Shakila tidak pernah menunjukkan kekayaan, tidak pernah memposting sesuatu di media sosial, yang orang lain kenal hanya namanya.
Shakila berusia 26 tahun, tapi asetnya sudah tidak terhitung. Shakila mendirikan sekolah, pesantren, tapi tidak diketahui banyak orang.
"Pengetahuan putri saya tentang agama tidak sebanding dengan putri anda, tapi putri saya pintar mengelola perusahaan dan ada banyak anak yatim yang berhasil dimuliakan olehnya."
Bayu seperti tidak memberi celah pada orang lain untuk menjelekkan putrinya. Karena bagi Bayu, Shakila adalah putrinya yang luar biasa.
"Anda pikir anda saja yang tidak setuju dengan pernikahan ini? saya juga tidak menyetujuinya."
Bayu menatap menantunya yang hanya diam dan tidak berusaha untuk membela putrinya.
"Lantas kenapa anda membiarkan pernikahan ini kalau memang anda tidak menyetujuinya?! kenapa anda datang kesini menjadi walinya?!"
Nyai Aisyah tidak peduli siapa Shakila dan apa yang sudah Shakila lakukan untuk anak yatim. Persetan dengan semua itu. Baginya, Shakila hanya orang ketiga di dalam pernikahan Zahra.
"Karena setelah bertahun-tahun akhirnya putri saya meminta sesuatu dari saya," jawab Bayu, kembali menatap Nyai Aisyah. "itu alasannya."
"Putri saya tidak pernah meminta apapun dari saya setelah dewasa, bagaimana bisa saya menolak saat dia meminta saya menjadi wali nikahnya?" mata Bayu nampak berkaca-kaca.
"Tapi tidak harus menikahi suami orang kan?"
"Putri saya membenci semua pria, termasuk saya. Dia mungkin tidak akan pernah menikah kalau saya sampai menolak permintaannya."
Bayu menatap kearah Shakila, melihat putri kesayangannya tidak berkutik sama sekali.
"Shakila pernah mengatakan, dia tidak butuh pasangan, yang dia butuhkan hanya seorang anak yang mampu mengurus pemakamannya saat meninggal nanti dan dia bisa mengambil anak itu dari panti asuhan, tanpa perlu hamil."
Tatapan Bayu sekarang beralih pada Abian, ingin melihat bagaimana reaksi menantunya.
"Tapi demi membantu pasangan yang belum memiliki anak, dia akhirnya bersedia menikah. Hanya untuk memberikan pasangan itu anak."
Bayu kembali menatap Nyai Aisyah. Tetangga yang hadir sudah tidak ada di masjid, mereka sudah diminta pergi baik-baik oleh supir Bayu.
"Apa anda pikir hanya putri anda yang tersakiti disini? Shakila juga sama! dia menikah hanya untuk melahirkan anak mereka!" tambah Bayu menunjuk kepada Zahra dan juga menantunya.
Nyai Aisyah bungkam, menatap wanita yang memakai gaun pengantin. Karena rasa benci yang begitu besar dalam hatinya, Nyai Aisyah sampai lupa untuk menjaga perasaan orang.
"Di poligami karena belum memberikan anak atau menikah hanya untuk melahirkan anak, menurut anda mana yang lebih menyakitkan?"
"Saya tidak menikahi putri anda hanya untuk melahirkan anak." Abian akhirnya ikut bicara, "saya sudah lama mencintainya." tambahnya.
Dalam hati, Abian meminta maaf pada Zahra karena mengatakan itu di depan mertuanya. Abian tahu itu akan melukai perasaan Zahra dan mertuanya, tapi Abian harus meluruskan hal ini. Abian tidak ingin papah Shakila salah paham, karena papah Shakila juga mertuanya.
"Dasar bodoh!" umpat Shakila menatap Abian, "kamu mengatakan itu di depan istrimu, hoh?!"
Inilah alasan Abian menikahi Shakila. Karena Shakila menghormati dan menghargai Zahra, bahkan sebelum kedua istrinya dipertemukan.
Abian pernah digoda oleh wanita yang tidak dikenal, kebetulan saat itu Shakila berada di tempat yang sama dan mengatakan dengan tegas kalau Abian sudah memiliki istri cantik.
Shakila belum bertemu Zahra, tapi membantu Zahra supaya Abian tidak digoda wanita lain dengan mengatakan bahwa istri Abian cantik.
"Kamu juga istriku, Kila!" jawab Abian tenang.
Nyai Aisyah meradang mendengarnya, Abian dengan tidak tahu malu mengakui mencintai wanita yang baru dinikahinya di hadapannya.
"Jangan bilang kalau selama ini kalian berdua bermain dibelakang Zahra?" ucap Nyai Aisyah.
"Saya tidak keberatan jika anda berpikir buruk tentang saya, tapi jauhkan pikiran buruk anda dari Mas Abian. Suami saya tidak seburuk itu."
Abian diam-diam tersenyum mendengarnya, karena Shakila mengakuinya sebagai suami. Abian menyesal menikahi Shakila, sehingga membuat Zahra menangis, tapi hatinya juga bahagia karena kini Shakila menjadi istrinya.
Nyai Aisyah mendengus kesal. "lihatlah?! apa kamu tidak diajarkan sopan santun berbicara dengan yang lebih tua darimu hah?" tanyanya.
"Apa mba Zahra benar-benar putri anda, huh?"
Shakila membalikan pertanyaan Nyai Aisyah.
"Apa maksudmu?!" Nyai Aisyah semakin kesal.
"Bagaimana bisa seorang bidadari surga lahir dari wanita seperti anda?" tanya Shakila sinis.
Shakila bukan tipe orang yang mudah ditindas, hanya orang yang malas meladeni orang lain. Shakila bisa saja menghajar wanita setengah baya yang sudah banyak bicara itu kalau mau.
"Maaf..." ucap Nyai Annisa -ibu Abian menyela Nyai Aisyah yang hendak menanggapi Shakila.
"Saya yang salah, saya yang meminta Abian menikah lagi. Saya benar-benar minta maaf."
Nyai Aisyah ingin bicara, membenarkan kalau besannya salah, tapi lagi-lagi ada orang yang menyelanya dan tidak membiarkannya bicara.
"Kita bisa bicarakan di rumah, masjid bukan tempat untuk membicarakan hal seperti ini."
Nyai Aisyah terdiam. Nyai Aisyah seorang ibu yang tidak terima anaknya di poligami, namun selebihnya dia adalah istri yang sangat patuh.
...~Bersambung...
Zahra mondar-mandir di ruang makan, dalam hati dia berdoa untuk suaminya yang sedang berbicara dengan orang tuanya di ruang kerja.
Bukan hanya orang tua Zahra, papah Shakila dan orang tua Abian juga ada di ruang kerja Abian, membicarakan yang perlu dibicarakan.
"Aku yakin suami mba baik-baik saja, jadi mba tidak perlu khawatir. Duduk dan bersantailah."
Zahra menatap Shakila yang sedang makan buah apel, suaminya sedang di interogasi di ruangan lain dan Shakila masih bisa makan.
Zahra khawatir Abian mengalami masalah di ruangan kerjanya, tapi Shakila seperti tidak ada beban bahkan dengan santainya makan.
Ceklek!
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Zahra dari Shakila, bisa dilihat orang tuanya keluar dari sebuah ruangan yang berada di lantai dua disusul Abian dan papah Shakila.
Zahra langsung berlari dan memeluk Abian saat suaminya tiba di lantai bawah, sampai lupa dengan orang lain disekitarnya karena terlalu khawatir dengan keadaan suaminya.
"Kamu baik-baik saja, mas? ummi dan abi tidak mengatakan hal buruk padamu, kan?"
Nyai Aisyah mencedih mendengar perkataan putrinya. "apa dimatamu ummi seburuk itu?"
Zahra menatap Nyai Aisyah dengan tangan yang masih memeluk tubuh suaminya. Dia wanita salihah yang manja pada suaminya sebelum Shakila hadir dalam kehidupannya.
Zahra tidak sedang menunjukan apapun dan pada siapa pun, hanya ingin memeluk Abian. Tapi Bayu memiliki pemikiran sendiri melihat Zahra manja pada Abian di hadapan Shakila.
"Saya berharap kamu benar-benar bisa adil."
Setelah mengatakan itu, Bayu pamit dan pergi. Tidak ada percakapan antara Bayu dan Shakila karena mereka berdua memang tidak sedekat itu. Seperti kata Bayu, Shakila membenci Bayu.
Zahra berdehem dan melepaskan pelukannya, teringat sekarang dirinya bukan satu-satunya istri Abian. "maaf ... aku lupa kalau sekarang-"
"Kenapa meminta maaf?" sela Abian dengan suara yang lembut. "mas menikah lagi bukan berarti kamu tidak boleh memeluk mas, kan?"
Zahra tidak menjawab, menatap Shakila yang nampak tidak peduli apapun selain buah apel.
"Apa menurutmu Kila akan peduli pada kita?"
"Tentu saja, Kila juga istrimu mas. Dia hanya sedang lapar sekarang." jawab Zahra cepat.
"Lagipula kita sudah sepakat, saat kita bertiga mas tidak boleh mesra dengan salah satu dari kami karena akan menyakiti hati yang lainnya."
Gigitan Shakila pada apelnya terhenti karena mendengar perkataan Zahra. "demi Allah, aku tidak keberatan kalian bercumbu di depanku sekalipun. Lakukan apapun itu sesuka kalian."
Zahra dan Abian saling menatap, begitu pula Nyai Aisyah dan Kyai Ihsan. Sepertinya benar kata Abian, istri keduanya tidak mencintainya.
Shakila terlihat serius dengan perkataannya, tidak ada kebohongan dari wajah wanita itu saat mengatakan tidak keberatan Zahra dan Abian bercumbu di depannya. Tapi sebagai ibu, Nyai Aisyah tetap saja merasa khawatir.
Abian terang-terangan mengatakan mencintai Shakila dan itu akan jauh lebih berbahaya lagi karena sekarang ada wanita lain di hati Abian.
Abian sudah berjanji akan adil terhadap kedua istrinya, tapi bagaimana kalau perasaaan cinta Abian kepada Shakila nanti membuatnya lalai?
Shakila cantik, lebih muda dari Zahra, mungkin Abian akan lalai dan melupakan kewajibannya sebagai pria yang memiliki dua istri. Tidak ada yang tahu ke depannya nanti akan bagaimana.
"Zahra, abi dan ummi harus pulang sekarang."
Tidak ingin ikut campur dengan rumah tangga putrinya, Kyai Ihsan memutuskan untuk pamit. Zahra memang putrinya, tapi sekarang Zahra sudah bukan menjadi tanggung jawabnya lagi.
"Biar aku antar kalian sampai depan." Zahra menggandeng tangan abinya keluar rumah.
"Mas disini saja, temani Shakila." tegur Zahra saat Abian hendak ikut mengantar mertuanya ke depan. "jangan protes, temani Shakila oke?"
Astaghfirullah! padahal Abian baru membuka mulutnya, tapi istrinya langsung menyelanya.
Nyai Aisyah melirik sinis Shakila, meskipun Abian sudah menceritakan semuanya dan menjelaskan Shakila tidak pernah sekalipun menggodanya, status Shakila sebagai madu Zahra membuatnya tidak menyukai Shakila.
"Hati-hati, ummi, abi." sebagai menantu yang baik, Abian mencium tangan orang tua Zahra.
Abian bukan tidak ingin melakukan hal yang sama kepada papah Shakila, tapi tadi Bayu pergi begitu saja saat Abian akan mencium tangannya. Abian juga tidak bisa memaksa.
Abian mencintai kedua istrinya, orang tua istri-istrinya adalah orang tuanya juga dan Abian tidak akan membedakan keduanya.
Abian tidak asal menikah lagi, sudah banyak hal yang Abian pertimbangkan sebelumnya. Karena pernikahan bukan sekedar merubah status saja, ada tanggung jawab di dalamnya.
Sebenarnya, Abian juga sudah meminta izin dari jauh-jauh hari kepada orang tua istrinya kalau dirinya akan menikah lagi, sebelum hari ini, supaya tidak ada keributan. Dan semua yang terjadi di pernikahannya diluar dugaan.
"Tolong kamu jaga Zahra." itu pesan yang Kyai Ihsan ucapkan sebelum keluar bersama anak dan istrinya. Tidak ikut campur bukan berarti Kyai Ihsan membiarkan putrinya disakiti, kan?
Jaga yang Kyai Ihsan maksud adalah menjaga dan memastikan putrinya tidak sampai terluka, baik lahir maupun batin. Abian sudah berhasil menjaga Zahra selama lima tahun, tapi belum tentu ke depannya Abian tetap menjaga Zahra.
"Kesepakatan macam apa tadi?" seru Shakila. "tidak boleh bermesraan saat kita bertiga eh?"
Abian menatap Shakila yang kembali makan buah apelnya, mulutnya penuh dengan buah apel tapi bisa-bisanya wanita itu menggerutu.
"Jangan berbicara sambil makan." tegur Abian.
"Tapi serius! apa mba Zahra berpikir kita akan bermesraan di depannya, huh?" tanya Shakila.
Abian tidak menjawab, melangkahkan kakinya mendekati Shakila dan berdiri di hadapannya.
"Kenapa?" tanya Shakila bingung, apalagi saat tangan Abian mendarat di puncak kepalanya.
Abian tersenyum, melihat wajah panik Shakila.
"Mas izin mendoakan kamu ya?" ucap Abian.
"Hah?" Shakila tidak mengerti maksud Abian.
Abian mengusap kepala Shakila dan berdoa pelan. “Allahumma inni as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltaha alaihi, wa a'udzubika min syarriha wa syarri maa jabaltaha alaihi.”
Artinya: “Ya Allah, aku memohon darimu kebaikan istriku dan kebaikan dari tabiat yang kau simpankan pada dirinya. Dan aku berlindung kepadamu dari keburukan istriku, dan keburukan dari tabiat yang Kau simpankan pada dirinya.”
Setelah akad, Abian tidak mendoakan wanita yang dinikahinya karena Nyai Aisyah membuat keributan dan baru mendoakannya sekarang.
Shakila fakir ilmu agama, tidak tertarik dengan segala hal mengenai pernikahan, Shakila tidak mengerti tujuan Abian mendoakannya saat ini. Shakila hanya menatap Abian saat suaminya berdoa, tanpa paham tujuan dari doa tersebut.
Shakila sedang proses hijrah, tapi yang Shakila kejar bukan pernikahan melainkan surga Allah. Shakila tidak memiliki bekal untuk menjadi istri dan belum ada satu pun yang Shakila pelajari mengenai rumah tangga dari guru mengajinya.
Tapi satu hal yang pasti, Shakila akan menjadi istri yang shalihah selama menjadi istri Abian. Shakila ingin menjadikan pernikahan mereka sebagai ladang mendapatkan surga-Nya Allah.
Shakila tahu tujuannya menikah salah. Bukan untuk bersama seumur hidup, namun sekedar memberikan anak untuk pria yang dinikahinya. Tapi bukankah menyenangkan orang lain juga termasuk kebaikan? Shakila tidak salah, kan?
Cup!
Mata Shakila membulat saat Abian mencium keningnya, apalagi tepat sekali Zahra kembali.
Plak!
Shakila reflek menampar Abian, melihat ada Zahra yang berdiri dibelakang suami mereka. Reflek nya memang agak kurang ajar, tapi itu sudah menjadi salah satu kebiasaan Shakila.
"Astaghfirullah, maaf mas." pekik Shakila saat menyadari yang sudah dilakukan tangannya.
"Mba Zahra." bukannya melihat keadaan Abian yang baru saja ditampar, Shakila malah kabur dan berlindung di belakang Zahra. "demi Allah, aku tidak sengaja menampar suamimu, mba."
Abian berbalik menatap Shakila yang berada dibelakang tubuh Zahra. Awalnya Abian kesal Shakila menamparnya, tapi sepertinya Abian tahu alasan istrinya itu berani menamparnya.
"Tolong mba lihat apakah tamparanku terlalu keras? apakah membekas di pipi suami mba?"
Abian sudah bosan mendengar kata 'suami mba' yang keluar dari mulut Shakila, merasa tidak diakui sebagai suami oleh istri sendiri.
"Mas juga suami kamu, Shakila." tekan Abian barangkali Shakila lupa mereka baru menikah.
"Iya-iya, mas suamiku." jawab Shakila cepat.
"Mba, tolong mba lihat apa tamparan aku tadi membekas di pipi suami kita?" ucap Shakila memperbaiki panggilannya kepada suaminya.
"Kenapa tidak kamu sendiri yang melihatnya?"
"Iya, lebih baik kamu sendiri yang melihatnya, Kila. Dan meminta maaflah kepada suamimu."
Abian menghela nafasnya, Zahra ikut-ikutan memanggil suamimu seakan tidak mengakui Abian sebagai suaminya. "sudahlah! lagipula, tamparannya tidak sakit, tidak perlu meminta maaf." ucapnya merajuk kepada istri-istrinya.
"Tamparanku cukup keras, masa tidak sakit?"
Shakila menajamkan matanya, melihat bekas tamparan di pipi suaminya, tapi Shakila tidak bisa melihatnya karena jarak diantara mereka.
"Iya, tidak sakit. Ada yang lebih menyakitkan."
Zahra lebih mengerti maksud Abian dibanding Shakila, membuatnya tersenyum dibalik cadar.
...~ Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!