Sore hari menjelang, terlihat langit mulai berwarna jingga, pertanda matahari mulai tenggelam.
Di sebuah sungai ada seorang lelaki yang tengah membersihkan cangkulnya yang kotor dari tanah. Jelas sekali lelaki itu baru saja pulang dari bekerjanya.
Diseberang sungai ada sepasang mata hanzel tengah menatap lelaki itu tanpa berkedip, sambil bersembunyi di balik sebuah pohon besar yang rindang.
Matanya yang tajam namun jernih itu masih memandang lurus ke satu titik, dimana setiap pergerakan lelaki itu tak luput dari penglihatannya, matanya melirik kekanan dan kekiri, kemudian kembali fokus melihat kegiatan lelaki itu saat sang pria mulai mengemasi barang bawaannya yang sudah selesai di bersihkan, segera dia mulai keluar dari tempat persembunyiannya ketika orang yang dia amati mulai meninggalkan sungai.
Rasa penasarannya yang tinggi membuat pemilik mata hanzel itu mulai resah ,pasalnya orang yang sedari tadi di amatinya kini mulai menjauh dari pandangan, dengan tegad ia mulai melihat ke sekeliling , lalu tanpa aba- aba dia mulai menceburkan dirinya ke dalam sungai.
BYUR
Tubuhnya mulai menahan arus sungai yang sore ini ternyata cukup deras, dengan perlahan ia mulai berenang melewati bebatuan kecil yang berada di bagian sungai.
Kepalanya menengadah untuk memastikan dia tidak tertinggal jauh dengan lelaki yang sejak pertama mencuri perhatiannya. Ekornya yang bersisik meliuk liuk ke kanan dan kekiri dengan sangat lincah, sepertinya dia sudah terbiasa berenang di sungai, dengan aliran yang deras seperti sekarang ini.
Terkadang ia mulai bersembunyi di balik batu besar, saat melihat lelaki yang ia ikuti sempat menoleh ke arah sungai.
"Apa dia melihatku?" ucapnya seraya memegang dadanya yang berdebar, lalu kepalanya sedikit mengintip untuk melihat kembali, apa lelaki itu masih melihat ke arahnya.
Terdengar helaan nafas lega, saat melihat si lelaki melanjutkan perjalanannya, melihat itu ,ia mulai kembali berenang dengan cepat.
"Apa itu rumahnya?" tanya nya saat melihat lelaki yang ia ikuti telah memasuki sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu.
Rumah kecil sederhana tapi asri, Di sekitarnya banyak sekali tanaman dari berbagai macam sayuran, sepertinya Lelaki itu suka sekali berkebun.
Tak lama kemudian lelaki itu mulai keluar rumah dengan membawa sebuah cangkir. Ia mulai duduk di sebuah kursi tunggal yang terbuat dari kayu, Sesekali menyeruput sesuatu dari cangkir yang di pegangnya, Terlihat bibirnya tersenyum manis, membuat sang pemilik mata hanzel ikut tersenyum, sambil terus mengamati gerak gerik lelaki itu, ekornya yang panjang menjuntai nampak setengahnya terbenam dan tertumpu pada batu yang terendam air sungai.
Matanya tampak berbinar indah melihat kegiatan lelaki dambaan yang masih asik menikmati sore dengan meneguk sedikit demi sedikit air di cangkir yang di pegangnya, senyumnya terus tersungging dengan tangan yang menopang dagu bertumpu pada batu besar sebagai pelindung untuknya bersembunyi, Saat tengah asik menikmati pemandangan indah di hadapannya , Perlahan senyumannya luntur ,Saat dia melihat ada seorang wanita yang mendekat ke arah lelaki itu sambil membawa sebuah rantang makanan.
"Kang Dimas" panggilnya lembut.
"ech, Dek Ririn " sapa lelaki itu sedikit terkejut" ini sudah sore dek, ada perlu apa kemari" lanjutnya ramah.
"ini kang , aku bawa makanan buat akang Dimas makan malam " ucapnya sambil memberikan rantang makanan.
"Makasih dek, tapi akang kan sudah bilang jangan terlalu sering bawa makanan, akang ga mau ngrepotin kamu" ucap Dimas.
"Ga repot ko kang, aku seneng bisa bawain akang makan malam, aku tau akang pasti cape pulang dari ladang, tapi harus masak juga buat makan malam" jawabnya sambil tersenyum manis.
"Makasih dek" ucap Dimas mengusap kepala Ririn pelan.
"Iya kang, aku pamit pulang dulu. Takut di cariin ibu, soalnya tadi bilangnya cuman sebentar " .
"Iya Dek, akang anter aja ya pake motor biar cepet". tawar Dimas.
" Apa ga papa kang, akang kan pasti cape baru pulang" jawab Ririn tak enak, tapi sekaligus senang.
"Ya ga papa kan cuman sebentar, kamu duduk disini dulu, akang mau ke dalam naruh makanan ini, sekalian ngeluarin motornya".
Ririn mengangguk patuh, sambil duduk di kursi yang tadi di duduki Dimas.
"Dek, Ayo sini" panggil Dimas yang ternyata sudah siap duduk di atas motornya.
"Ech, iya kang" jawab Ririn sedikit terkejut, tadi dia sedang mengamati sungai , seperti ada seseorang disana.
"Mungkin hanya perasaanku saja" batin Ririn menggeleng kepalanya pelan. Ia mulai duduk membonceng Dimas.
Terdengar suara motor yang mulai berjalan jauh meninggalkan rumah sederhana itu, pemilik mata hanzel itu menatap keduanya dengan sendu.
"Apa wanita itu kekasihnya?" katanya , lalu memutar tubuhnya dan menceburke sungai , mulai berenang kembali meninggalkan rumah kayu tempat tinggal dari lelaki bernama Dimas yang dari hari ini mulai mengusik hati dan fikirannya.
Namaku Berliana, panggil aku Liana. itu nama yang kakek berikan padaku, aku hanya hidup berdua dengan kakekku. kami memutuskan meninggalkan tempat dimana aku dan kakekku berasal, dan memutuskan untuk hidup di sebuah hutan yang dekat dengan pemukiman penduduk.
Aku menatap langit malam yang gelap, tidak ada bintang disana, aku menyukai tempat ini. udaranya yang segar dengan angin malam. aku suka berada di atas pohon seperti sekarang ini, dari atas sini aku bisa mengamati sekitar dengan leluasa.
Aku mulai teringat kembali pada manusia tampan yang ku lihat di sungai. selama ini , aku sudah terbiasa. melihat manusia saat aku mengelilingi sungai, tapi aku baru melihat manusia yang memiliki aura seperti lelaki itu. aura nya membuatku ingin selalu dekat dengannya. wajahnya yang berkeringat itu membuatnya semakin tampan dan seksi.
aku tersenyum senyum membayangkan setiap perilakunya, lalu aku mulai tersadar saat kakek memanggilku.
"Liana, kemari" panggilnya dengan suaranya yang terdengar serak.
"Iya kek"
Aku mulai merayap melewati berbagai ranting pohon hingga aku masuk ke dalam sebuah rumah pohon.
"Ada apa Kek?" tanya ku saat melihat kakek yang hanya diam melihatku.
Aku jadi gugup, apa kakek mengetahui jika aku hari ini tengah mengikuti manusia itu?
Aku mulai berusaha untuk tenang agar kakek tidak curiga.
"Hari ini, dari mana saja kamu" tanyanya dengan suara seraknya yang tegas.
"Tuh kan, apa kakek tahu?" ucapku dalam hati." ah itu tidak mungkin" pikirku kemudian.
"Aku, Aku bermain di dekat sungai itu kek, tempatku biasa bersantai" jawabku yakin.
"Benarkah?" tanya nya seakan tak percaya.
"Iya" jawabku mantap sambil mangangguk penuh keyakinan.
"Apa kau pergi ketempat lain setelahnya?"
DEG
"Mati lah aku" batinku
"Tttiiidak, aku hanya menikmati buah segar di sana" jawabku lagi, menatap kakek tanpa kedip.
Aku bisa melihat helaan nafas lega itu, "sebaiknya kau pergi beristirahat. Kakek juga akan beristirahat" ucapnya kemudian , membuatku segera berbalik hendak pergi dari sana.
"Liana" panggilnya lagi, membuatku mau tak mau kembali melihat ke arah Kakek.
"Jangan mengganggu atau memasuki wilayah manusia-manusia itu Lian" kata kakek memperingatiku untuk ke sekian kalinya. mungkin ini yang ke 159? atau ke 1000? aah mungkin lebih pikirku.
"Iya Kek" jawabku seraya tersenyum manis ke arahnya.
"Pergilah" ujarnya seraya pergi meninggalkanku yang masih menatap kakek kesayanganku.
aku dengan senang hati, mulai pergi untuk beristirahat.
"Aku besok akan kesana lagi" ucapku lirih dengan penuh semangat.
***
Pagi menjelang, ku sambut pagi ini dengan penuh suka cita, aku menatap cahaya matahari dari sela-sela dedaunan rindang. aku menyukai cahaya pagi dan sore .
"Aah iya, si tampan sedang apa ya sekarang?" pikirku yang tiba-tiba teringat Dimas.
"emm, namanya bagus DI MA S" eja ku menekankan kata itu, seakan sedang menghafal setiap hurufnya.
dengan semangat menggebu aku mulai merayap , meliuk liukan tubuhku melewati berbagai halang merintang yang menghalangiku.
Aku tau kakek pasti sudah pergi sedari aku tidur pagi ini, Kakek akan pergi menemui seseorang. katanya kakek sedang membantu sahabatnya untuk mengobati cucunya yang sedang terluka, dan tempatnya cukup jauh. maka dari itu aku bisa bebas pergi untuk beberapa waktu ini.
Terdengar suara air mengalir, aku telah sampai di sungai tempat biasa aku melihat para warga melakukan pekerjaannya. hanya sampai di sungai ini aku diperbolehkan kakek untuk bermain. karena di seberang sana, itu wilayah penduduk yang sangat di tentang keras oleh kakek .
Dari kejauhan aku bisa melihat para warga. ada Beberapa warga yang melintas dengan membawa dagangan di atas kepalanya, ada juga yang menggembala kambing dengan membawa sebuah tongkat kayu kecil. aku meringis membayangkan jika tongkat kayu itu mengenai kulit kambing itu, pasti sakit.
Dengan semangat aku mulai menyibukan diriku mengumpulkan buah -buah segar yang ada di sekitar sungai, aku merasa nyaman berada disini. karena ada banyak pohon yang lebat dan rindang , banyak semak belukar juga disini membuat keberadaanku tidak akan terlihat.
Aku mulai menikmati buah-buah yang sudah aku kumpulkan , aku memakannya sedikit demi sedikit, menikmati setiap rasa yang terkandung dari buah itu.
Saat aku selesai dengan makananku, aku mulai merasa bosan, ku putuskan untuk pergi berkeliling saja. jika aku menunggu Dimas disini. aku tidak yakin dia akan kembali ke sungai lagi. karena selama aku disini aku baru melihatnya kemarin. jadi aku sangat yakin, bahwa Dimas tidak pasti ke sungai.
Aku mulai melewati beberapa semak belukar, membuat beberapa pohon bergerak akibat pergerakanku, terkadang aku juga melihat teman-teman ularku yang melintas dan aku hanya menyapanya saja. tidak semua ular sepertiku, yang memiliki wujud setengah manusia. aku dan mereka hidup berdampingan disini.
Aku mulai berhenti saat aku melihat sebuah ladang yang luas, aku melihat banyak sekali warga yang sedang berkebun. ada yang memanen cabai, memanen sayuran seperti tomat, kentang dan lain sebagainya.
Ku edarkan pandangan, mencari seseorang yang mengusik fikiranku.
"Kemana dia? kenapa tidak ada?" gumamku.
Aku putuskan untuk berkeliling lagi ke ladang selanjutnya, disana tidak seperti sebelumnya yang banyak tanaman yang sudah siap panen. di ladang ini hanya ada beberapa warga laki-laki yang sibuk menanam bibit sayuran.
Lagi, aku mengedarkan pandanganku mengamati mereka satu per satu dan aku menemukan orang yang aku cari.
Aku tersenyum senang, Dimas sedang menanam bibit sayuran tak jauh dari tempatku bersembunyi.
"Kang Dimas" panggil suara wanita membuat pandanganku teralih ke arah wanita cantik yang lagi-lagi membawa rantang makanan.
Aku mendengus tak suka," kenapa sih wanita ini harus datang lagi" geramku dalam hati. dadaku bergemuruh, aku tidak suka dia dekat-dekat dengan lelaki tampanku itu. lelaki tampanku? ya, semenjak aku melihatnya untuk pertama kali. aku sudah mengklaim bahwa lelaki itu milikku.
Aku mulai berpindah tempat agar aku bisa lebih dekat mengintip dan menguping perbincangan mereka. aku melihat ke sekitar , untung saja masih ada beberapa warga di situ. setidaknya mereka berdua tidak akan melakukan kontak fisik karena ada beberapa orang di sekitar mereka.
Walaupun selama aku melihat keduanya memang cukup wajar, hanya ada percakapan saja. tapi melihat keakraban keduanya tetap saja membuat dadaku sesak.
"Dek Ririn , cuaca sedang terik kenapa kesini?" tanya Dimas sambil meletakan cangkul yang sedari tadi di pegangnya. dia mulai mengelap keringat dengan sebuah handuk kecil yang di sodorkan oleh wanita bernama Ririn.
"Namanya juga nganter bekel makan siang kang, ya datengnya pas lagi jam nya makan siang" jawab Ririn santai membuatku yang mendengarnya mendengus.
"Ga usah repot-repot dek, aku ga mau kamu kelelahan" ucap Dimas yang terkesan khawatir dari nada suaranya.
Mendengar nada suara kekhawatiran dari lelaki tampanku membuatku reflek menggigit ranting kayu yang berada di dekatku untuk mencurahkan rasa yang tak biasa ini.
" Engga repot ko kang" jawab Ririn tersenyum manis sambil tangannya sibuk membuka rantang makanan yang di bawanya dan menata makanan-makan itu dengan rapi , kedua nya duduk di bawah pohon ?dengan beralasan tikar sederhana.
"Udah cuci tangan belum kang?" tanya Ririn menoleh ke arah Dimas.
"Sudah dek" jawabnya.
"Ayo makan" ajaknya, keduanya mulai makan bersama sambil sesekali Ririn menambahkan beberapa lauk ke piring Dimas .
Perlakuan Ririn pada Dimas membuatku mengelus Dadaku" Apa ini yang dinamakan cemburu? ternyata benar, memang tidak enak" .
Aku dengan sabar menunggu keduanya selesai makan siang, tentu itu membuatku tersiksa . tapi demi lelaki tampanku aku tidak akan menyerah. sampai di saat Ririn mulai pamit aku mulai tersenyum cerah.
" Ke arah sini, Aku tadi melihatnya!!" terdengar suara teriakan seseorang membuatku beralih mencari sumber suara itu, di seberang tempatku bersembunyi ada 2 orang lelaki membawa golok dan satu lelaki lagi membawa sebatang kayu cukup besar masuk ke semak-semak membuatku heran .
" Apa yang mereka cari?" pikirku.
Aku tetap mengamati dari tempatku bersembunyi,
BUGH
Salah satu dari kedua lelaki itu memukul entah apa itu dengan kayu yang di bawanya. lalu, terdengar suara teriakan memilukan.
"Tolong!"
Aku terlonjat kaget, dadaku berdebar ada rasa kekhawatiran, aku mulai gelisah. aku takut yang di pukul itu, mungkinkah?
BUGH
BUGH
"Rasakan ini" umpat salah satu pria itu yang cukup keras.
"TO LO NG!! ssst ..ssst"
Terdengar lagi suara minta tolong yang mulai terbata di selingi sebuah desisan membuatku yakin, itu pasti salah satu bagian dariku, teman- temanku?
Aku panik, aku ingin langsung kesana. tapi? ini sangat berbahaya. tubuhku besar, sekali aku bergerak maka tanaman di sekitarku akan bergoyang.
Dengan perasaan tak karuan, aku terus mengamati keduanya, hingga kemudian salah satu dari mereka mengambil sesuatu. mataku melotot seketika ,melihat seekor ular yang tak berdaya di tangan lelaki itu. lalu melemparkannya asal ke sembarang arah.
Aku mengamati sekitar, aku harus pergi dari situ karena kondisi memang mulai tidak aman, banyak warga mulai berlalu lalang.
Dengan gerakan pelan, aku mulai pergi ke arah dimana ular itu tadi di buang.
Aku celingak celinguk melihat ke sekeliling." Sial, manusia itu! " geramku sambil mengorek beberapa daun kering. mungkin ular itu tertutup daun, karena dedaunan dan ranting pohon memang cukup banyak.
" Ketemu" pekikku saat tak sengaja melihat Ular itu tergeletak di sekitar semak belukar.
"Hei bangun" aku mulai menggoyangkan ekornya.sedih sekali melihat ada banyak sekali luka di sekujur tubuhnya, bahkan ada luka robek. aku meringis ikut merasakan sakit. tak tega rasanya melihatnya seperti ini.
"Apa dia sudah Mati?"
Aku mulai menangis, ular itu tak bergerak, bahkan sudah mulai kaku. dengan telaten aku mulai mengais tanah , untuk menguburnya. setidaknya hanya ini yang bisa aku lalukan untuknya.
Setelah selesai mengubur ular yang mati, aku mulai beranjak pergi kembali ke sungai. saat ini pikiranku benar- benar berkecambuk. manusia itu sungguh kejam, apa salah ular ini ? kenapa mereka membunuhnya?.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!