NovelToon NovelToon

Gairah Cinta Sang Mafia

Bab 1 Darren Alfred

Seorang pria lajang dengan wajah tampan dan rahang tegas berusia 30 tahun, panggil saja Darren menuruni anak tangga menunju meja makan. Penampilan nya sedikit acak-acakan tapi sama sekali tidak mengurangi pesona pria itu.

Darren adalah seorang Ceo muda yang cukup terkenal di kota. Sikap nya yang dingin, datar dan tubuh tegap atletis nya menambah kesan sempurna di mata para wanita yang melihat nya.

Banyak wanita dari yang single, perawan, maupun janda mengantri bahkan berlomba mendapatkan hatinya. Mereka juga rela menyerahkan tubuhnya untuk melayani Darren namun di tolak mentah-mentah olehnya.

Kesuksesan yang ia capai saat ini tidak sebanding dengan kehidupan percintaan nya yang selama ini tidak berjalan dengan mulus. Penyakit yang di derita nya sejak lahir membuat ia tidak bisa melihat jelas wajah seorang wanita, bahkan ibu dan adik kandungnya sendiri.

Sejak saat itu, Darren memutuskan untuk menutup hati dan tidak menjalin hubungan serius dengan wanita manapun meskipun kedua orang tua nya mendesak agar dirinya segera menikah.

"Pagi semua nya," sapa Darren pada semua orang yang sudah berada di meja makan. Pria itu duduk tepat di samping adik perempuan nya, Clara.

"Pagi kak," sapa Clara melirik sekilas ke arah Darren. "Kenapa rambutnya tidak di sisir, lihat kau terlihat seperti belum mandi." ledeknya dengan kekehan kecil.

"Sepertinya kau harus segera menikah sayang, biar ada yang mengurus mu nanti saat kami tidak ada." sindir Lauren, Mommy nya.

Darren menghela nafas tanpa berkomentar apapun. Setiap hari hanya itu yang keluarga nya katakan saat bertemu dengan nya dan membuat nya sedikit muak. Ia lebih memilih tinggal di apartemen daripada harus kembali ke mansion utama dan kembali mendengar ceramah yang baginya tidak bermutu sama sekali.

"Sudahlah, jangan meledek kakak mu sayang. Kau bisa di gigit olehnya nanti," celetuk Bastian yang tak lain adalah Daddy nya.

"Ck!" Darren berdecak kesal dan mulai menyantap makanan yang ada di depan nya tanpa mempedulikan mereka. Meski sikap nya sangat dingin, jauh di dalam hatinya ia sangat menyayangi keluarganya. Terutama Clara, adik perempuan satu-satunya yang harus dia lindungi.

"Kami akan pergi berlibur ke Jerman," ucap Lauren. Wanita itu terlihat cantik dan awet muda meski usianya sudah hampir kepala lima.

"Kenapa mendadak sekali Mom, bahkan kalian tidak memberitahu kami terlebih dahulu." protes Clara yang sedikit kecewa dengan keputusan orangtuanya yang terkesan mendadak.

"Maaf sayang, kami harus melakukan perjalanan bisnis dan tidak bisa ditinggalkan begitu saja."

"Lalu bagaimana denganku Mom, Dad. Aku tidak mau tinggal bersama kakak yang dingin dan menyebalkan itu." ucapan Clara berhasil membuat Darren melotot tajam ke arah nya. Meskipun sebenarnya ia hanya bisa melihat wajah adik dan Mommy nya itu samar-samar.

"Hehe maaf kak aku hanya bercanda." Clara menggaruk tengkuk nya yang tak gatal dan tersenyum kikuk di hadapan Darren.

"Pergilah, aku dan Steve akan menjaga gadis bawel dan berisik ini." Darren berdiri dari duduk nya. "Aku ada meeting penting, jadi tidak bisa mengantarmu ke kampus."

Mereka mengangguk dan membiarkan Darren pergi dari sana. "Mom, bagaimana kakak jadi sedingin itu. Apa nanti ada wanita yang mau menikah dengannya?" gerutu Clara kesal.

Kedua orangtuanya terkekeh melihat tingkah putrinya yang begitu menghawatirkan Darren. "Kakakmu pasti akan segera menikah sayang." tegas Bastian.

*

*

*

Darren berada dalam perjalanan menuju kantor bersama dengan Steve, asisten pribadi sekaligus sahabatnya sejak kecil. Seseorang yang selama ini ada di samping Darren dan mengetahui semua kelemahan juga kelebihan nya.

"Tuan kenapa anda melamun sejak tadi, apa ada masalah?" tanya Steve mencoba untuk membuka pembicaraan. Tidak biasanya seorang Darren terdiam membisu tanpa alasan.

"Tidak." jawab Darren singkat.

"Tapi biasanya tuan tidak seperti ini, saya yakin ada sesuatu yang menganggu pikiran anda." ucap Steve kembali dan kali ini berhasil membuat Darren menghela nafas dan menceritakan semuanya.

"Jadi mereka mau anda menikah tuan?" Darren mengangguk sekilas dan kembali melihat ke luar jendela. Senyuman kecil terukir di bibirnya mendengar penuturan Tuan nya.

"Kau tau bukan aku bahkan tidak bisa melihat wajah wanita dengan jelas bagaimana bisa aku--" belum selesai Darren bicara tiba-tiba saja Steve menginjak rem mendadak.

"Astaga, maafkan saya tuan. Sepertinya saya menabrak sesuatu." Steve turun dan mengeceknya keluar. Benar saja mobil nya menabrak mobil milik orang lain dan membuat bagian belakang nya lecet.

"Stupid!" maki Darren pada Steve dalam hati dan mengambil ponsel nya untuk menghubungi seseorang.

"Oh god!" pekik seorang wanita yang baru saja keluar dan shock melihat keadaan mobil nya yang penyok. "Apa kau tidak bisa menyetir hah? Kalau masih mengantuk sebaiknya kau tidur saja di rumah. Menyebalkan sekali." omel wanita itu pada Steve yang hanya diam tak bisa berkata-kata.

Bagaimana tidak, semua ucapan nya selalu di potong tanpa memberi kesempatan untuk menjelaskan.

"Aku ada meeting dengan rekan bisnisku dan sekarang aku tidak bisa pergi karena ulah mu. Kau harus mengganti rugi." Jean memijat pelipis nya yang terasa pusing. Di tambah lagi wanita itu juga belum sarapan pagi, perutnya terasa lapar.

Darren yang kesal karena menunggu lama di dalam mobil pun keluar dan menghampiri mereka berdua. "Pakai ini dan gunakan sepuas mu." ketus nya memberikan sebuah black card tanpa tanpa menatap ke arah Jean.

"Hei sombong sekali kau! Dan lagi wajahku ada disini kenapa kau melihat kearah sana hah!" omel Jean pada Darren yang seakan jijik menatap wajah nya.

"Kau ini wanita menyebal--" Darren tidak melanjutkan ucapannya dan menganga tidak percaya saat matanya bisa melihat dengan jelas wanita yang ada di hadapan nya sekarang. "Apa seperti ini wajah seorang wanita? Cantik sekali." ucap nya dalam hati,

Namun kini matanya menatap ke arah dua gundukan kenyal milik Jean yang sedikit terekspos.

Jean yang merasa risih dengan tatapan Darren melayangkan satu tamparan keras ke pipi kanan nya.

"Dasar pria mesum." Jean mengambil black card dari tangan Darren dan masuk ke dalam mobil sebelum pergi meninggalkan mereka berdua.

Darren menyentuh pipinya dan senyum-senyum sendiri seperti pria yang tidak waras. Berbeda dengan Steve yang menatap heran ke arah Tuan nya. "Tumben sekali biasanya dia akan menembak mati seseorang yang mengusiknya tanpa pandang bulu. Kenapa sekarang diam saja."

"Cari tau identitas wanita itu dan berikan padaku Steve. Tanpa ada yang terlewat sedikitpun."

"Tapi Tuan wanita tadi--"

"Tanpa penolakan dan protes." perintah Darren pada Steve dan kembali masuk ke mobilnya.

"Haish kenapa anda selalu memotong ucapan saya tuan. Padahal saya belum selesai menjelaskan." gerutu nya kesal.

"Steve Lewis!" teriak Darren dari dalam mobil.

"Iya tuan, iya!" Steve menyusul Darren dan kembali melanjutkan perjalanan menuju ke kantor.

...----------------...

Jangan Lupa Like dan Dukungan nya kakak.

Terima Kasih..💕

Maaf jika typo bertebaran dimana-mana🤭

Bab 2 Ulat bulu

D.A Company.

Darren sudah berada di dalam ruangan, lebih tepatnya ruang Ceo. Pria itu tengah sibuk dengan beberapa tumpukan berkas dan laporan keuangan bulanan yang baru saja di berikan oleh asisten pribadinya.

Tiba-tiba pintu yang berada di depannya terbuka. Munculah seorang wanita cantik, tinggi dengan pakaian seksi yang kini sedang berdiri berjalan ke arahnya. Aroma menyengat parfum dari tubuh wanita itu tercium dan menyebar ke seluruh ruangan Darren.

"Siapa yang sudah mengijinkan mu masuk," ucap Darren datar tanpa menoleh sedikitpun. Bukan nya tergoda pria itu seakan ingin muntah saat menghirup udara di sekitarnya yang seakan sudah terkontaminasi.

"Kenapa kau menyebalkan sekali, padahal aku datang baik-baik karena ingin bertemu denganmu," jawab wanita itu yang tak lain adalah Veronica. Wanita yang selalu datang tanpa diundang dan sudah lama mencintai Darren.

"Steve! Seret dia keluar!" perintahnya dengan suara lantang seakan ingin menelan asistennya itu hidup-hidup.

"Baik Tuan.''

Veronica yang tak terima langsung berlari mendekat dan melingkarkan kedua tangannya ke leher Darren, memeluknya dari belakang. Dengan sengaja pula wanita itu mencium pipinya tanpa ijin.

"Aku mencintaimu Darren, sangat mencintaimu."

"Nona apa yang anda lakukan, lepaskan Tuan Darren!" teriak Steve namun tidak dihiraukan sama sekali oleh Veronica yang malah semakin membabi buta mendaratkan beberapa ciuman di pipi Darren.

Brugh!

Darren berdiri dan mendorong kasar wanita yang berani menyentuhnya tanpa ijin. Bahkan jika wanita yang berada di hadapannya ini bukan sahabat adiknya, mungkin saja Darren sudah menghabisinya saat ini juga.

"Arghh...Apa yang kau lakukan Darren!" teriak Veronica tak terima diperlakukan seperti itu. Banyak pria yang menempel dan tergoda hanya dengan senyumannya saja. Tapi tidak dengan Darren. Dia berbeda, maka dari itu Veronica berniat menjadikan pria itu miliknya.

"Cinta kau bilang hah?! Bahkan jantungku sama sekali tidak berdetak kencang saat berada di dekatmu sialan!" bentaknya membuat Veronica tersentak.

"Tapi aku bisa memberikan semuanya padamu! Bahkan tubuhku dan juga segalanya," Veronica memohon dan berlutut di hadapan Darren.

"Bawa dia keluar sekarang, jika dia memberontak habisi saja," Darren kembali menyuruh Steve untuk menyeret Veronica keluar. Kali ini wanita itu menurut. Sudah sering ia berkunjung dan melakukan hal semacam ini tapi sama sekali tidak takut dan kapok.

"Lihat saja aku pasti akan mendapatkan mu Darren," batin nya dengan tangan terkepal dan beranjak keluar dari sana.

"Shhh...shitt! Berikan obat itu padaku Steve," tubuh Darren bergetar hebat, keringat dingin keluar dan juga nafasnya sesak. Inilah sisi lain dari seorang Darren, penyakitnya yang aneh dan langka belum bisa disembuhkan.

Hanya obat dan beberapa suntikan yang bisa jadi penawar tapi hanya sementara. Saat ada yang menyentuhnya lagi, maka penyakitnya akan kambuh. Beberapa dokter hebatnya sedang mencari apa penyebabnya. Namun sampai sekarang hasilnya nihil.

"Bagaimana, apa anda sudah baikan Tuan?" tanya Steve sedikit ketakutan dan berdiri agak jauh dari Darren.

Darren mengangguk.

"Lain kali jangan biarkan ulat bulu itu masuk lagi kemari. Tubuhku gatal setiap kali dia menyentuhku."

"Ulat bulu?" Steve melongo. Kemudian kembali fokus karena mendapat lirikan maut dari Darren. "Maafkan saya tuan, padahal banyak bodyguard yang berjaga di luar tapi anehnya Nona Veronica selalu saja berhasil masuk," ujar Steve.

"Apa kau sudah menyelidiki tentang wanita yang mobilnya kau tabrak tadi?" tanya Darren menatap serius asistennya itu.

"Sudah tuan, wanita itu bernama Jean."

"Jean?"

"Ya tuan, Jean Ashley Ceo dari Jeans company. Usianya tidak jauh berbeda dari Nona Clara. Seorang wanita karir yang sukses di usia muda. Bahkan perusahaannya sudah memiliki cabang di seluruh Asia," jelas Steve dengan lantang dan percaya diri.

"Apa dia sudah punya kekasih?"

"What? Apa saya tidak salah dengar? Tuan menanyakan kekasih Nona Jean?!" Steve menganga tak percaya, untuk pertama kalinya Darren menanyakan sesuatu yang tidak masuk di akal. Pria yang tidak pernah jatuh cinta menanyakan seorang wanita bar-bar yang membentaknya di tempat umum.

"Ada masalah? Kenapa kau terlihat tidak senang hah?!" Darren menggebrak meja kuat membuat Steve mengusap dada nya berkali-kali.

"Mana saya tau tuan, dia punya kekasih atau belum. Saya hanya menyelidiki tentang prestasinya saja bukan kekasihnya."

"Kalau begitu mulai sekarang selidiki siapa kekasihnya dan apa yang dia lakukan setiap menitnya, lalu laporkan padaku." tegas Darren tanpa mau menerima penolakan dari Steve.

"Tuan, anda sedang tidak sakit bukan?" Steve mencoba memeriksa keadaan Darren yang mulai aneh sejak kejadian pagi tadi.

"Steve Lewis apa kau cari mati?!" teriak Darren sebelum asistennya itu kabur dan pergi meninggalkan ruangan.

"Kenapa aku bisa punya asisten sebodoh dia!" gerutunya kesal.

Drrt...Drrt...!

Darren meraih ponsel yang berada tidak jauh darinya dan membuka satu pesan yang tertera di layar.

..."Kak jangan lupa, malam ini Mommy dan Daddy akan terbang ke Jerman. Aku menunggumu, ingat jangan sampai terlambat"...

Pesan singkat yang dikirim oleh adiknya membuat Darren melirik jam tangannya. Ia hampir lupa kalau malam ini kedua orangtuanya akan melakukan perjalanan bisnis.

Darren meletakkan ponselnya, pikirannya kembali saat dimana ia bisa melihat dengan jelas wajah Jean. Jantungnya kembali berdetak sangat kencang. Entah kenapa rasanya ada kupu-kupu berterbangan di perutnya.

"Jean Ashley, you are mine!"

...----------------...

Jangan lupa like dan dukungan nya. Terima kasih 💕

Bab 3 Bandara

Darren sudah berada di bandara, dimana adik dan kedua orangtuanya berada. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia akan menetap tanpa keluarga yang selama ini selalu berada di sampingnya.

Meski ada Clara dan juga Steve yang akan tinggal, tetap saja pertengkaran kecil saat berada di meja makan pasti akan sangat ia rindukan.

Entah kenapa perasaannya tidak tenang saat menatap wajah yang tersenyum di depannya itu bergantian.

"Mom, Dad jangan pergi kumohon," ucap Clara manja. "Apa kalian tidak kasihan padaku yang harus berada disini seorang diri," lanjutnya melirik Darren.

"Ck!" Darren berdecak dan memalingkan wajahnya.

"Lihat itu, bahkan kakak tidak peduli dan diam saja saat kalian akan pergi. Bagaimana nasibku nanti saat tinggal bersamanya." Clara merengek seperti bocah yang meminta permen.

"Sayang, kalau kami bisa pasti kami akan lebih memilih tinggal," Lauren dan Bastian mengecup kening Clara bergantian.

"Daddy titip adikmu, jaga dia baik-baik." ucapnya hendak memeluk Darren, namun pria itu melotot tajam ke arah Sebastian.

"Jangan menyentuhku Dad!" sorot mata tajam dan raut wajah datar terlihat di mata Darren. Seperti inilah dirinya, bahkan dengan Daddy pun ia tak mau di sentuh. Karena takut hal yang baru saja terjadi di kantor akan terulang kembali.

"Ah ya baiklah, Daddy khilaf," Sebastian merangkul pundak istrinya dan berjalan menjauh dari mereka bertiga. Tak lupa ia lambaikan tangan tangan sebagai tanda perpisahan.

"Pulang sekarang!" ajak Darren berjalan lebih dulu.

"Nona kita pulang sekarang," tanpa sadar Steve menggenggam tangan Clara dan mengajaknya pergi dari sana.

"Singkirkan tangan mu itu dari tangan adikku bodoh!" bentak Darren membuat Steve langsung melepaskan genggaman tangannya dan sedikit menjauh.

"Maafkan tuan, tangan saja bergerak sendiri ke sana," jawabnya dengan wajah tanpa dosa.

"Apa kau bilang hah?!"

"Tidak tuan, saya tidak berani," Steve menunduk menatap lantai berbeda dengan Clara yang masih bersedih karena kepergian orangtuanya dan acuh mendengar perdebatan mereka.

"Come on Clara! Kau bukan anak kecil lagi," ucap Darren yang ingin sekali memeluk adiknya itu, tapi tidak bisa ia lakukan.

"Dan ingatlah setelah ini jangan pernah menemui semua koleksi kekasihmu yang tidak jelas itu. Atau aku akan menghabisinya satu persatu dan mengurung mu di mansion," ancam Darren penuh penekanan.

"Terserah kau saja kak! Aku mau ke kamar mandi merapikan riasan ku yang berantakan," ketusnya.

"Ikuti dia Steve," perintah Darren tegas.

Baru saja kaki Steve melangkah, wanita itu berhenti. "Tidak perlu mengikuti ku. Aku bukan anak kecil yang kemanapun harus di awasi," Clara membalikan ucapan Darren.

"Lagipula lihat itu," Clara menunjuk pada salah satu bodyguard. "Para pengawal kakak menarik perhatian mereka semua yang ada disini. Sebenarnya berapa banyak mereka? Oh ya ampun aku merasa seperti artis ibukota saja."

Benar yang Clara ucapkan. Tidak hanya satu atau dua orang. Darren menempatkan banyak bodyguard yang menyebar di titik-titik tertentu. Keputusannya untuk masuk ke dunia gelap membuatnya harus mengawasi dan menjaga orang-orang yang ia sayangi.

"Maafkan aku, kau boleh pergi." Darren membiarkan adiknya berjalan seorang diri dan menjauh dari sana.

"Tuan kenapa dilepas, bagaimana kalau Nona--"

"Ikuti dia diam-diam Steve! Kenapa kau malah kebanyakan protes hah!" geramnya kesal melihat tingkah bodoh asistennya itu.

Tanpa menunggu lama Steve berlari mengikuti kemana Clara pergi. "Aku menyuruhnya untuk mengikuti adikku diam-diam, kenapa dia malah berlari," Darren memijat pelipisnya yang terasa pusing.

Brugh!

Seseorang wanita menabrak lengan Darren. "Maaf tuan, maafkan aku," ucap nya berlari menjauh. Terlihat sekilas wajahnya yang sembab karena menangis.

"Tunggu! Wajah nya aku bisa melihatnya?!" tanya Darren pada dirinya sendiri. "Shiit! Aku harus mengejar dan mendapatkan nya."

Darren mengirim pesan pada Steve dan meminta asistennya itu mengantar adiknya kembali ke mansion dengan selamat. Sedangkan ia fokus mengejar wanita yang baru saja menabraknya dan pergi begitu saja tanpa mempedulikannya.

''Ikuti wanita yang memakai topi dan jaket kulit berwarna hitam yang berjalan menuju pintu keluar. Beritahu aku kemana perginya." ucapnya menekan earpiece yang ada di telinganya.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!