Happy reading
"Saya terima nikah dan kawinnya Zahra Jasmine binti Nahendra dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar 100 juta di bayar tunai," ucap Abi dengan sekali tarikan.
SAH
Aisyah yang duduk di belakang Abi itu tersenyum tapi air matanya mengalir begitu saja.
Abi membalikkan badannya dan melihat sang istri pertamanya. Kemudian memeluk tubuh Aisyah yang menangis.
"Aku gak apa apa, tapi aku mohon Mas Abi harus adil sama kami," ucap Aisyah menghapus air matanya.
"Iya sayang, Mas akan adil pada kalian."
Kemudian pak penghulu memberikan surat surat untuk di tandatangani Abi dan Zahra, wanita yang kini menjadi istri kedua dari seorang Abimana Baratama.
Setelah proses pernikahan di lakukan dengan sederhana di kediaman Abi. Tapi jangan salah walau secara sederhana tapi banyak tadi rekan kerja Abi dan Aisyah yang datang ke pernikahan kedua Abi ini. Kini Abi, Aisyah dan Zahra sedang berada di ruang tamu.
Orang tua Abi juga sudah pulang karena ia tak bisa meninggalkan rumah terlalu lama. Tapi pesan orang tua Abi tadi adalah seorang pria itu yang dipegang adalah kesetiaan dan juga tanggung jawabnya. Apalagi Abi sekarang sudah memiliki dua istri yang sama sama baik dan shalehahnya.
"Mas mau kasih peraturan buat kalian berdua," ucap Abi dengan suara tegasnya. Ia menatap Aisyah dan juga Zahra yang duduk sampingnya.
"Peraturan apa Mas?" tanya Aisyah.
"Peraturan tentang tidur kita Asiyah sayang, Mas sekarang bukan cuma punya kamu aja tapi juga milik Zahra. Kan kamu sendiri yang bilang," ucap Abi mencubit hidung Aisyah.
"Sakit tahu," ringisnya mengusap hidungnya yang merah.
Zahra yang melihat itu tersenyum, Aisyah dan Abi sangat mesra ia jadi sungkan menjadi yang ke tiga atau madu dari wanita baik seperti Aisyah apalagi Aisyah adalah seorang guru.
"Mas tanya sama kalian, 1 Minggu itu ada berapa hari?" tanya Abi pada kedua istrinya.
"7 hari lah Mas gitu aja masa gak tahu," jawab Zahra yang sedikit bingung dengan pertanyaan Abi.
"Mas tahu, jadi gini ya Zahra. Kamu sekarang sudah jadi istri aku. Mas sudah memutuskan untuk kamu tinggal disini. Mas gak mau kamu dan Aisyah pisah karena Mas juga pulangnya gak tentu."
"Maaf Mas jadi kita bakal satu rumah gitu? Bertiga?" tanya Zahra menatap Abi yang menangguk.
"Gak apa apa kan Aisyah, Zahra. Kalau kalian tinggal bersama, aku melihat kalian itu sudah seperti sahabat, jadi aku pikir aku akan menempatkan kalian di rumah ini."
"Gak apa apa kok. Aisyah in syaa Allah ikhlas dengan apa yang selama ini kita lakuin. Aisyah tahu punya madu itu tidak mudah tapi in syaa Allah kita gak seperti yang ada di novel novel," jawab Aisyah dengan senyum manisnya.
Memang dulu ia sangat sakit jika berbagi suami, tapi Aisyah akan berusaha ikhlas.
Zahra menatap Aisyah dengan kagum, bagaimana tidak wanita secantik Aisyah mau dimadu. Ia tak akan pernah melupakan kebaikan yang sudah Aisyah berikan padanya. Zahra janji itu.
"Aku ikut apa kalian."
"Kalau kamar? Gak mungkin kan kalau kita bakal satu kamar bertiga?" tanya Aisyah pada suami dan madunya.
"Enaknya gimana?" tanya Abi meminta pendapat kedua istrinya.
Zahra tak banyak komentar karena ia tahu apa yang terbaik untuk hubungan mereka bertiga.
"Emmm gimana ya?"
"Ahh gini aja, gimana kalau hari senin sampai rabu mas di kamar Mbak Zahra. Sedangkan kamis sampai sabtu di kamar kita."
"Hari minggunya?"
"Hari minggu aku sama Zahra tidur aja bersama. Mas yang ngalah, adil kan? Aku gak mau pernikahan kita seperti yang di novel novel. Bagiku pernikahan itu sakral dan tidak bisa dibuat permainan."
"Aku setuju apa kata Aisyah. Walau nanti kita akan berbagi suami tapi aku ikhlas dengan semua ini. Kalian yang sudah mengangkat derajatku sampai setinggi ini." Zahra menarik nafasnya.
"Aku tak akan melupakan semua itu. Asal Mas Abi gak nikah lagi, cukup dua istri aja. Aku gak mau punya madu selain Aisyah, kalau sampai Mas Abi kawin lagi awas saja apa yang akan kami lakukan pada Mas Abi," ancam Zahra yang langsing dianggukkan oleh Aisyah.
Sejak pertama bertemu Zahra dulu membuat Aisyah langsung tahu jika Zahra adalah wanita baik.
"Iya sayang sayangnya Mas."
"Emang Mas Abi udah sayang aku?" tanya Abi seraya menatap Aisyah. Ia takut jika Aisyah salah arti akan kalimatnya.
"Setelah ijab kabul tadi tidak ada halangan untuk tidak sayang kepada istri kita sendiri. Mas sayang kalian berdua, maafkan Mas jika nanti belum bisa menjadi suami yang sempurna," jawab Abi yang dianggukkan keduanya.
Abi menatap kedua wanita cantik yang ada di hadapannya. Kedua istrinya itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing. Tapi ia tak masalah, baginya dua istri itu sudah cukup apalagi sama sama shalehahnya walau kedua istrinya tidak berhijab.
"Jadi hari ini hari Minggu, Mbak Zahra harus tidur sama aku. Malam pertamanya ditunda sampai besok," ucap Aisyah menggoda suami serta madunya.
"Aisyah jangan ngomong gitu jika akhirnya membuatmu sakit hati. Aku gak akan merebut perhatian suami kita kok. Aku tahu orang orang pasti berpikir seorang madu itu pasti akan selalu menggoda suaminya dan membuat istri pertama tersingkirkan tapi aku tak seperti itu."
"Hehehe maaf ya mbak, Mas."
"Iya," jawab keduanya.
"Boleh ya Mas, aku juga mau banyak berbincang bincang sama Mbak Zahra sebagai istri kedua Mas Abi."
"Boleh," jawab Abi pada Aisyah.
Mereka tahu menjadi istri pertama yang mempunyai madu itu tak akan mudah. Tapi mereka salut dengan Aisyah.
Setelah perbincangan mereka selesai, Aisyah mengajak Zahra untuk menata barang barang Zahra ke kamar yang memang sudah disediakan untuk Zahra.
Sedangkan Abi pamit pada kedua istrinya menuju ruang kerjanya yang ada di lantai atas. Ia tak mau mengganggu kedua istrinya dulu.
Pria itu menyandarkan badannya di kursi itu. Ia menatap langit langit ruangan itu. Ia tak menyangka sudah memiliki dua istri dalam jangka waktu 3 bulan. Dulu ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk hanya menikahi Aisyah tapi kenapa Aisyah malah meminta Abi menikah lagi.
Tapi karena pada dasarnya Abi menyayangi Aisyah apapun akan Abi lakukan untuk istri tercintanya itu. Jika ditanya apakah Abi juga sayang dengan Zahra? Jawabannya adalah sayang bagaimana tidak, Zahra istrinya tentu tak akan adil jika Abi tidak sayang dengan istri keduanya. Tapi jika dibanding dengan Aisyah, mungkin Zahra hanya menempati 25% isi hatinya selebihnya adalah milik Aisyah.
"Ya Allah beri hamba keadilanmu. Hamba tak yakin bisa adil dengan kedua istri hamba."
Bersambung
Hai hai untuk pemula yes. Aku biasanya selalu buat yang romantis dua orang kini aku coba untuk berpoligami. Hehehe tapi tetap kok dalam novel ini banyak menceritakan tentang dua istri dan satu Suami alias poligami.
Semoga kalian suka, love kalian yang udah luangin waktu buat baca novel ini😘😘
Happy reading
"Ai," panggil Zahra pada Aisyah yang berjalan menuju kamarnya.
"Ya mbak ada apa?" tanya Aisyah pada Zahra.
"Mbak mau tanya sama kamu, tapi di dalam kamar ya," ucap Zahra membuka pintu kamar itu.
Aisyah mengangguk ia mengikuti langkah Zahra yang sudah berada di dalam kamar. Kamar itu lebih besar daripada kamarnya dulu sebelum kesini.
"Mbak mau tanya apa sama Aisyah?" tanya Aisyah yang sudah duduk di sana.
"Kenapa kamu mau menjadikan mbak sebagai madu kamu, kamu gak takut kalau nanti Mbak rebut Mas Abi dari kamu? Apa ini memang sudah dari dalam hati kamu atau tidak?" tanya Zahra pada Aisyah yang ada disampingnya.
Aisyah yang mendengar pertanyaan dari Aisyah itu mulai tersenyum. Sekarang ia tahu apa yang ada di dalam otak madunya ini.
"Kenapa ya Mbak? Lupa juga aku. Aku ingin mbak itu tidak larut dalam kesedihan terus. Lagian selama ini aku lihat mbak itu baik, hingga aku rela membagi suamiku dengan Mbak Zahra."
"Tapi tak seharusnya kamu meminta Mas Abi untuk menikahiku, aku akan menjadi orang yang berdosa jika merebut kamu dari dia."
"Mbak gak akan merebut Mas Abi dari aku kok. Aisyah ikhlas jika Mas Abi menikah sama Mbak Zahra," ucap Aisyah yang membuat Zahra tak habis pikir. Terbuat dari apa hati Aisyah ini, orang baik akan berpikir dua kali untuk menyakiti wanita sebaik dan selembut Aisyah.
"Sekarang kita adalah istri Mas Abi. Kita ini bagai saudara, aku gak mau Mbak Zahra merasa gak enak sama aku. Aku udah anggap Mbak itu sebagai kakak aku sendiri," tambahan Aisyah mengelus punggung tangan Zahra.
Zahra tersenyum dan mengangguk, walau ia belum cinta dengan Abi tapi ia memiliki rasa kagum untuk pria yang kini menjadi suaminya itu.
Tanpa sadar air mata Zahra keluar yang membuat Aisyah langsung menghapus air mata Zahra.
"Jangan nangis, nanti Mas Abi mikir yang enggak enggak," ucap Aisyah yang dianggukkan oleh Zahra.
"Maaf, mbak terlalu bawa perasaan. Maafin mbak juga kalau Mbak punya salah sama kamu. Mbak janji gak akan rebut perhatian Mas Abi buat kamu," ucap Zahra memeluk tubuh Aisyah yang hanya terpaut satu tahun dibawahnya itu tapi jika tinggi badan lebih tinggi Aisyah.
Setelah itu, mereka mulai menyusun baju baju milik Zahra ke lemari yang cukup tinggi itu. Hingga akhirnya mereka selesai menyusun baju baju itu.
"Mbak kapan kapan kita ke mall bareng yuk. Mbak sepertinya harus berberapa baju untuk Mas Abi," ucap Aisyah menatap baju Zahra yang sepertinya sudah lama.
"Aku ngikut aja apa kata kamu," jawab Zahra tak mau banyak komentar. Selagi itu baik untuknya dan untuk Aisyah. Karena jujur Zahra sudah menganggap Aisyah sebagai adiknya sendiri.
"Mbak Zahra gak papa kan kalau malam pertamanya diundur jadi besok?"
"Gak apa apa, Ai. Lagipula Mbak belum siap tidur bareng sama Mas Abi walau dia suami Mbak juga saat ini."
"Tapi gak boleh gitu mbak. Melayani Suami itu hukumnya wajib bagi seorang istri."
Zahra mengangguk, ia sendiri juga paham dengan apa yang dimaksud Aisyah.
"Udah jangan bahas itu, mbak ngantuk mau tidur. Udah malam juga," ucap Zahra pada Aisyah yang mengangguk.
Aisyah dan Zahra tidur di satu ranjang yang sama. Mereka memejamkan matanya dan mulai tidur.
Tapi setelah Zahra tidur, Aisyah malah membuka matanya. Sebenarnya ia tak mau seperti ini. Wanita mana yang mau dimadu? Walaupun madunya itu wanita sholehah.
"Ya Allah kuatkan hati hamba ini, hamba ikhlas karena ini juga keputusan hamba," batin Aisyah tanpa sadar mengeluarkan air matanya.
***
Sedangkan disisi lain, Abi yang tak bisa tidur itu langsung melakukan sholat tahajud. Biasanya ia akan memeluk tubuh Aisyah tapi kini istrinya itu sedang bersama istri keduanya.
Abi langsung berjalan menuju kamar Zahra yang ada di lantai 2 sedangkan kamarnya dan kamar Aisyah ada di lantai 4.
Dengan perlahan Abi membuka pintu yang tidak di tutup itu. Kedua wanitanya sudah tidur, lihatlah bagaimana imutnya Aisyah saat itu berbeda dengan Zahra walau kecantikan mereka tak bisa diragukan.
"Stt sayang," panggil Abi pada Aisyah dengan bisik agar Zahra tidak terbangun.
Aisyah yang memang sangat peka dengan suara suara yang ada disekitarnya itu langsung membuka matanya.
Ia melihat suaminya yang sedang bersimpuh di samping kasur itu tepatnya disebelahnya.
"Kenapa Mas?" tanya Aisyah pada suaminya yang sepertinya sedang tak bisa tidur itu. Darimana Aisyah tahu? Tentu karena selama ini Abi tak bisa tidur jika tidak memeluknya.
"Gak bisa tidur sayang," jawabnya mengelus pipi Aisyah.
Aisyah bangun dan membawa suaminya keluar, ia tak mau mengganggu Zahra yang sedang terlelap.
Aisyah melepas jaket yang ia pakai dan memberikannya pada Abi.
"Mas Abi pakai jaket aku ya dulu. Hari ini aja aku mau tidur sama Mbak Zahra, kan Mas sendiri juga setuju," ucap Aisyah yang hanya dibalas anggukan oleh Abi.
"Tapi mas pengen peluk kamu sayang," ucap Abi dengan melas. Akhirnya Aisyah memeluk tubuh suaminya yang sangat tinggi itu dengan lembut.
Ia berharap bisa mengurangi rasa rindunya dengan suaminya.
Abi juga membalas pelukan istri pertamanya. Sebenarnya jika boleh jujur Abi ingin 4 hari ia habiskan bersama istri pertamanya ini karena apa? Karena Abi hanya mencintai Aisyah. Walaupun ia juga sudah menikahi Zahra sebagai istri ke dua.
"Sudah ya aku takut mbak Zahra bangun gara gara aku gak ada," ucap Aisyah mengecup rahang suaminya.
Abi menatap istrinya dan memajukannya wajahnya hingga hidung mereka saling bersentuhan.
Cups
"Iya aku juga mau tidur, semoga aku bisa. Dan ini sebagai night kiss karena seharian ini aku tak mendapatkan jatah cium ku," jawab Abi mencium bibir Aisyah yang sangat lembut.
"Besok Kamis, Mas akan mendapatkan apa yang mas mau dari aku. Aku juga udah suci kok," jawab Aisyah dengan senyum manisnya.
Sebenarnya ia sudah bersih sejak 4 hari yang lalu tapi ia belum sempat bilang. Apalagi saat itu Abi sedang menyiapkan segala pernikahan Abi dan Zahra. Hingga membuat Aisyah lupa.
"Kenapa gak bilang sih?"
"Mas gak tanya kok," jawab Aisyah.
Akhirnya Abi mengalah, kemudian kembali memberikan ciuman selamat malam untuk Aisyah dan berjalan menuju kamarnya sendiri.
"Semoga kamu bisa adil ya Mas."
Aisyah menatap punggung Abi yang sudah menjauh hingga akhirnya dia juga ikut masuk ke dalam kamar Zahra.
Aisyah naik ke kasur dan menutup tubuhnya dengan selimut. Wajahnya masih memanas karena ciuman tadi. Sekarang ia jadi berdosa pada Zahra yang notabene adalah istri kedua Abi yang masih berada di alam.
Sedangkan Abi berjalan menuju kamar dan memeluk jaket istrinya dengan erat. Semoga dengan wangi ini Abi bisa tidur dengan nyenyak.
"Kamu memang segalanya sayang."
Akhirnya Abi bisa terlelap karena bisa mencium bau badan Aisyah yang sangat khas baginya.
Bersambung
Happy reading
Tak terasa hari sudah pagi, dimana Aisyah dan Zahra juga sudah bangun dari tidur mereka. Kedua istri itu langsung berjalan ke kamar mandi.
Setelah mandi keduanya menyiapkan sarapan untuk suaminya. Mereka saling membagi tugas dalam memasak. Sebenarnya mereka memiliki banyak pembantu dan koki tapi mereka hanya ingin menyajikan apa yang bisa mereka buat untuk suami mereka.
"Semoga Mas Abi suka ya, Ai," ucap Zahra seraya mengaduk opor ayam yang ia buat.
"Mas Abi bukan orang yang pemilih makanan. Dia menyukai apapun kecuali bawang putih dan bawang merah yang diiris," jawab Aisyah yang sedang menggoreng udang yang baru ia bumbui tadi.
"Memangnya kenapa Mas Abi gak suka bawang merah dan Putih yang diiris?" tanya Zahra yang terkesan kepo tapi Aisyah memakluminya.
"Karena dulu Mas Abi pernah muntah muntah gara gara keselek bawang merah dan bawang putih yang diiris. Hingga saat ini Mas Abi gak mau kalau makanannya ada bawang merah dan bawang putihnya," jawab Aisyah yang senyum.
Jujur ia jadi teringat tentang cerita suaminya yang mengatakan jika Abi itu sangat tidak suka dengan yang namanya bawang merah dan bawang putih iris.
Akhirnya setelah berberapa saat masakan mereka selesai.
"Aku bangunkan Mas Abi duku ya, Mbak," ucap Aisyah pada Zahra yang masih menuangkan opor ayam itu ke dalam mangkuk.
"Iya, aku juga mau ke kamar mandi. Setelah ini biasanya mau buang ***," jawab Zahra yang memang sedang kebelet. Aisyah mengangguk dengan senyum tipis.
Aisyah memanggil suaminya untuk sarapan. Biasanya jam segini Abi sudah bangun dan merecokinya memasak tapi entah kenapa sekarang tidak lagi.
Sampainya di kamar Aisyah langsung disuguhkan oleh Abi yang masih memeluk jaketnya dengan erat.
"Mas Abi bangun dulu yuk. Udah pagi nih, kamu harus mandi dan sarapan," suara lembut Aisyah membuat Abi langsung bangun.
Melihat wajah teduh Aisyah membuat Abi langsung semangat lagi. Dengan pelan ia menarik tangan Aisyah hingga wanita itu terjatuh ke atas kasur empuk yang jadi saksi bisu mereka bercin** dulu.
"Mas."
"Nah kan mas kangen sama kamu, semalam gak bisa peluk tubuh kamu ini sayang. Aku kangen banget," ucap Abi memeluk erat tubuh Aisyah.
Sedangkan Aisyah mengelus singkat kepala Abi sehingga Abi tenang. Kemudian ia mulai melepas pelukannya itu sebentar.
"Mas Abi bukan cuma milikku, tapi juga milik Mbak Zahra. Mas gak boleh kayak gini ya," ucap Aisyah dengan senyum manisnya seraya mengelus dada suaminya.
Abi tak suka ucapan Aisyah yang seakan harus membagi hatinya. Padahal Aisyah tahu jika hatinya ini hanya milik seorang Aisyah bukan wanita manapun.
"Jangan paksa aku untuk membagi hatiku. Walau aku sudah menikahi Zahra aku tak bisa membagi hatiku sayang. Aku akan adil tapi jangan paksa hatiku," tegas Abi menatap dalam mata Aisyah.
"Semua itu tergantung hati kamu Mas. Aisyah juga tak akan bisa mencegah hati kamu untuk memasukkan nama Mbak Zahra di hati Mas Abi," ucap Aisyah mengelus dada suaminya.
"Akan aku pagari."
"Mas gak boleh gitu, Allah itu maha membolak balikkan hati manusia," ucap Aisyah dengan lembut.
Abi hanya diam, benar apa yang dikatakan istrinya. Tapi apa iya, nanti Abi dan Zahra bisa saling mencintai.
"Hari ini sampai hari Rabu aku ke panti dulu ya Mas. Biar kamu sama Mbak Zahra bisa leluasa menikmati waktu waktu kalian sebagai pasangan baru. Siapa tahu aku cepat punya anak walau bukan dari rahim aku," tambah Aisyah yang membuat Abi tak suka.
"Jangan bahas itu, aku gak suka. Walaupun nanti aku bakal punya anak dari kalian aku tak akan pernah membedakan kasih sayangku pada anak anakku nanti," ucap Abi yang membuat bungkam Aisyah.
Aisyah dengan senyum. Ia tak tahu harus menjawab apa lagi.
"Jadi gimana? Aku boleh ke panti apa enggak?"
"Lagian jarak sekolah sama panti dekat loh daripada sama disini," jawabnya dengan senyum manisnya mencoba untuk membujuk suaminya.
"Kenapa sih harus ke panti?" tanya Abi.
"Biar kalian bisa menikmati waktu berdua dulu," jawab Aisyah yang membuat Abi menghembuskan nafasnya pelan. Kenapa istri pertamanya itu kekeuh ingin pergi dan meninggalkan dia dan Zahra dirumah sih?
"Kapan kamu ke pantinya?" tanya Abi pada Aisyah.
"Nanti siang, besok udah mulai ngajar pagi jadi gak bisa telat."
Abi mengangguk dan mengizinkan Aisyah untuk ke panti. Kemudian Abi mengecup kening Aisyah dan berjalan menuju kamar mandi. Sedangkan Aisyah mengambil tas ranselnya lalu memasukkan berberapa potong pakaiannya dan meletakkannya di dalam tas.
Di dalam kamar mandi, Abi menatap wajahnya di cermin besar itu. Kadang Abi heran terbuat dari apa hati istrinya itu. Abi tahu jika Aisyah juga sakit melihat ia dan Zahra menikah tapi kenapa Aisyah malah mengajukan ingin dia menikah lagi.
"Terbuat dari apa hati kamu sayang. Bahkan aku sempat menolak Zahra tapi kenapa kamu kekeuh ingin aku menikah dengannya? Kenapa kamu tidak egois dan mengungkap aku saja tanpa mau membaginya pada wanita lain," gumam Abi.
Sebenarnya Abi kecewa dengan keputusan Aisyah dulu tapi mau bagaimana lagi. Abi terlalu cinta dengan Aisyah. Apapun yang diminta Aisyah maka ia akan mengabulkannya. Termasuk menikah lagi.
Aisyah memutuskan hal untuk Abi menikah lagi ini karena Aisyah belum juga hamil padahal pernikahan mereka masih berjalan 4 bulan.
"Apa gara gara anak kamu sampai menyerahkan aku kepada wanita lain?" tanya Abi lagi.
Setelah puas berbicara sendiri dengan cermin kamar mandi ia berjalan menuju shower dan mulai mandi. Ia tak mau membuat Aisyah menunggu lama.
***
Sedangkan di luar Aisyah menatap foto pernikahannya dengan Abi berberapa bulan lalu. Ia tersenyum dan memasukkannya ke dalam tas.
"Maaf mas kalau selama ini aku membuat banyak keinginan untuk kamu. Jujur aku sakit melihat kamu dan Mbak Zahra menikah tapi aku tak punya cara lain. Hanya dia yang bisa membuat kamu bahagia," ucapnya dengan tangan yang mengelus lembut foto pernikahannya itu.
Setelah selesai berkemas, Abi juga sudah selesai dengan aktivitas mandinya. Abi memeluk tubuh Aisyah dari belakang, kemudian mengecup kuping Aisyah.
"Udah selesai mandinya? Itu aku juga udah siapin baju buat kamu," ucap Aisyah menujuk baju yang ada di kasur.
Dengan senyum Abi langsung berjalan menuju kasur dan memakai pakaiannya sendiri. Ia tak mau membuat Aisyah makin repot lagi mengurusnya. Walaupun ia juga tahu Aisyah tidak apa apa walau dengan sifat manjanya yang kumatan.
"Makasih sudah menjadi istri yang baik buat aku. Maaf jika selama ini aku belum menjadi suami yang baik buat kamu," ucap Abi memeluk Aisyah dari belakang.
"Mas Abi udah jadi yang terbaik kok buat aku, selama ini Mas Abi juga sudah menjadi suami yang bertanggung jawab untuk aku. Buat apa minta maaf?"
Abi hanya diam dengan tangan yang masih memeluk tubuh Aisyah dari belakang. Kemudian tangannya beralih untuk mengelus perut Aisyah. Aisyah yang merasakan Abi mengelus perutnya itu hanya mampu menerima. Rasanya hangat saat saat seperti ini, jika bisa Aisyah ingin menghentikan waktu agar bisa tetap seperti ini.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!