NovelToon NovelToon

Horror Disturbing

Awal

"Kamu. Berita macam apa yang kamu tulis ini. Sama sekali tidak ada nilai jual dan menarik minat membaca orang-orang!" ucapnya meluapkan emosi.

Pria paruh baya berumur 40 an memasuki ruang kerja karyawannya dan langsung menaruh kasar sampel berita yang telah di cetak pada sebuah meja. Sementara bentuk digitalnya sudah beredar pada khalayak umum.

"Maaf pak, apa saya berbuat salah?"

"Yah. Kamu lihat sendiri data berita Mingguan perusahaan kita, sudah turun drastis semenjak kamu mengedarkan berita ini!"

Orang yang diajak bicara pun beranjak bangun dari tempat duduknya "Biar saya lihat."

Berita tersebut menginformasikan kebenaran tentang berita sebelah yang menuliskan rumor seperti halnya menjatuhkan satu pihak tanpa perizinan pihak terkait.

Dan berita tersebut ditulis oleh Hani nama panggilan yang biasa rekan kerjanya panggil seorang wanita pekerja berusia 22 tahun dan sudah menikah.

"Tidak ada yang salah pak, saya sendiri mengedarkan berita ini untuk mengungkapkan fakta yang sesungguhnya. Bahwa perusahaan berita sebelah memang salah dalam menjalankan bisnisnya."

"Tch, kamu terlalu naif hendak menyerang perusahaan sebelah tanpa kamu antisipasi dulu akibatnya. Saya tahu jika perusahaan sebelah sering mengedarkan berita hangat yang menimbulkan konflik. Tapi mereka ini perusahaan berita ternama, bisa mengatur pasar saham dan sebagainya!"

"Maaf pak, saya akhirnya menyadari kesalahan saya. Ini karena saya tersulut emosi pada perusahaan sebelah, dan berita dua hari yang lalu, yang mereka edarkan mengulas isu pada kantor suami saya bekerja!" sahut Hani membela diri sembari menjelaskan alasan dirinya menulis berita tentang perusahaan sebelah. Yang tak lain karena ego dan fakta yang menurutnya terbukti secara klinis.

Namun perkataannya tersebut tidak menurunkan emosi boss tempat Hani bekerja lantaran berita Mingguan kemarin sudah banyak menimbulkan kerugian pada Perusahaan.

Yah. Selain menimbulkan banyak kecaman publik Perusahaan Micro word terancam bangkrut dalam beberapa hari kedepan.

"Saya tidak mau mendengar alasan mu, yang saya mau kamu harus membayar ganti rugi sebesar 300 juta kepada perusahaan ini!"

"Apa!? Mana mungkin saya harus membayar ganti rugi sebanyak itu? Harusnya dengan hal lain yang bisa saya lakukan sebagai bentuk tanggungjawab saya untuk menyelamatkan perusahaan ini."

Bagi Hani bertanggung jawab adalah moto kerja nya yang sudah ia terapkan selama dirinya bekerja di perusahaan berita ini, kurang lebih dua tahun lamanya ia bekerja.

Maka jika ia melakukan kesalahan apalagi memahami perusahaan tempat kerjanya merugi akibat kesalahan dirinya, Hani siap untuk pasang badan.

Plak!

Tamparan melayang di pipi Hani hingga membuatnya tersentak.

"Kamu tahu! CEO Perusahaan sebelah mengancam perusahaan kita akan bangkrut dalam beberapa hari kedepan. Lantaran tersinggung dengan berita yang kamu tulis ini."

Emosi pria paruh baya tersebut tidak lagi terbendung dan telah melampaui batasnya.

Sementara Hani tidak melawan balik setelah pipi sebelah kirinya memerah, karena tamparan dari boss nya tadi.

Ia tidak ingin menimbulkan banyak masalah di atas masalah utamanya. Yang belum terpikirkan olehnya sebuah ide.

"Saya benar-benar minta maaf yang sebesar-besarnya Pak, sebenarnya saya terlalu ceroboh langsung mengedarkan berita ini tanpa peninjauan lebih lanjut. Maafkan saya..." sembari Hani menundukkan wajahnya.

Merasa emosinya sudah menurun mengingat istrinya di rumah yang sedang hamil 5 bulan, pria paruh baya ini akhirnya mengambil jalur tengah.

"Ya sudah, kamu harus bertanggung jawab atas kesalahan mu ini. Untuk denda sebesar 300 juta itu bisa kita bicarakan lagi dengan kepala dingin nanti. Saya harus pulang terlebih dahulu!"

"Terimakasih, terimakasih banyak Pak. Saya janji akan bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah ini semampu saya."

"Bagus, kamu memang wanita tangguh, aku salut padamu. Ingat untuk mengunci ruangan ini sebelum kamu pulang, sudah pukul 23.24 sekarang!"

"Baik Pak."

Sebenarnya sudah dua hari ini Hani lembur dari pekerjaannya menulis berita sekaligus mencari bahan dan isi berita tersebut secara langsung dengan turun kelapangan.

"Mbak, sudah waktunya perusahaan tutup!" ujar penjaga malam sembari menunjuk ke arah jam dinding sontak mengejutkan Hani yang sedang berkutat di depan monitor.

"Ah iya, sudah larut malam, aku juga mengantuk mau cepat tidur hehe.."

Yang di sahut hanya diam tidak berbicara lagi lalu keluar meninggalkan ruangan tempat kerja Hani.

"Mas Difan tumben sekali nggak melawak, dia kan orangnya humoris. Hmm mungkin dia lelah karena pekerjaannya. Ya sudah aku bersiap-siap untuk pulang."

Klek!

Pintu ruangan tempat kerjanya sudah ia kunci dengan keadaan didalamnya yang sudah gelap dan AC yang sudah dimatikan.

Langkah Hani mulai menuju ke arah lift dan bergegas untuk pulang sembari melihat keadaan sekitarnya yang menurutnya sunyi sepi tak ada seorangpun kecuali mas Difan yang sedang mengecek setiap ruangan.

Ting!

Pintu lift terbuka ia pun memasuki lift tersebut, Hani menghela nafas panjang kembali karena tak habis pikir dengan masalah perusahaannya. Yang tak lain disebabkan oleh dirinya sendiri.

"Aku harus kuat menghadapi masalah ini, akan ada jalan keluar jika aku sabar dan berusaha."

Terlintas di pikiran Hani jika Perusahaan tempat kerjanya tidak pernah membatasi jam tutup saat dia lembur. Mengingat bos nya selalu memanjakan karyawannya yang sedang lembur. Artinya bebas pulang kapanpun asal kewajiban lembur telah diselesaikan.

"Eh, tadi aneh. Mas Difan kok mengatakan "waktu perusahaan tutup" padahal seingat ku perusahaan tidak membatasi karyawan yang lembur untuk pulang di jam tertentu."

Tidak berpikir ke arah negatif justru Hani memilih jawaban positif mengapa Mas Difan mengatakan hal tersebut. Menurutnya karena hati nurani manusia, mungkin mas Difan merasa jika Hani kelelahan dan hendak mengingatkan dirinya untuk pulang dan segera beristirahat.

Kini Hani sudah berada di dalam mobilnya dan mengendarainya menuju pintu keluar tempat parkiran khusus transportasi beroda empat.

"Pulang Han, hati-hati di jalan. Awas jangan sampai meleng!" ujar mas Difan yang tengah menyapa Hani disela-sela langkahnya sambil melahap gorengan di tangannya.

"Iya mas Difan, makasih..."

Hani yang sempat melihat mas Difan dari luar kaca mobilnya terlihat dengan wajah berseri-seri dan menurutnya seperti biasa, mas Difan memang selalu begitu.

Kini tangan Hani sedikit menegang, ketika memegang kemudi stir setelah mengingat kembali mas Difan yang berada di lantai 4 yang sebelumnya menyuruhnya untuk pulang dan kini ia bertemu kembali dengannya lagi di parkiran.

"Hu... apa jangan-jangan..."

Drrtttt...

Suara pesan chat membuyarkan pikiran negatifnya kini membuat Hani mengulum senyum saat membaca pesan teks dari suaminya itu. Yang katanya sedang menunggunya sambil menonton siaran televisi.

"Nggak sabar nobar bareng sama suami tercintaku, apalagi besok hari Minggu, aku mau mengajaknya dinner."

Di tengah perjalanan Hani memilih untuk melewati jalur pintas agar dirinya cepat sampai ke rumah dan bertemu dengan suaminya. Melewati jalur sepi tak ada kendaraan satupun karena di sebelah kirinya terdapat jurang. Jalur yang ia tahu jarang dilalui kendaraan.

Hingga mobilnya terpaksa Hani hentikan lantaran dihadang oleh tiga pria yang tengah berdiri di jalan terlihat dari sorot lampu mobil, mereka bertampang bak preman.

"Siapa mereka?"

Merasakan firasat buruk Hani memaksa untuk melewati jalan yang dihadang oleh mereka seraya menginjak pedal gas.

Tiga penghadang itupun tertinggal namun dari kaca spion Hani melihat mereka mengejarnya dengan sepeda motor.

"Apa-apaan sih mereka ini, ganggu perjalanan aku saja."

Melewati tingkungan tajam Hani mengendarai mobilnya bak pembalap lalu mempercepat laju mobilnya hingga membuat mereka tertinggal jauh.

Didalam Hani merasakan hawa aneh dan bau anyir sehingga mau tak mau dirinya harus menengok kebelakang.

Sontak Hani terkejut saat melihat sosok perempuan berpakaian kuno dengan wajah rusak membuatnya secara tak sengaja membanting stir ke kiri hingga mobilnya menabrak pohon dekat dengan jurang.

Brak!!

Mendengar suara kendaraan bermotor Hani langsung keluar dari mobilnya meskipun dalam keadaan berdarah-darah di kepala dan tangannya.

Penggerakan Hani terlihat oleh ketiga penghadang dan membuat dirinya dalam pilihan sulit antara pasrah dan lari dengan sisa tenaganya.

Iapun memilih terus berlari tanpa memperdulikan kondisi dirinya yang cukup parah hingga kakinya tersandung akar pohon besar dan membuatnya jatuh ke jurang.

"Aahhh!!!"

Melihat korbannya yang jatuh ke jurang ketiga pria itu bergidik ngeri dan meninggalkan tempat kejadian begitu saja.

Bangun!

Keesokan harinya, Hani terbangun dalam keadaan dirinya yang tengah tergeletak di tanah pekarangan milik warga dengan rasa sakit di sekujur badannya.

Dia bersyukur karena dirinya selamat dari kejaran pria semalam.

Samar-samar ingatannya mengingatkan dirinya pada kejadian semalam saat mobil dihadang oleh tiga orang pria.

Tragisnya lagi ia harus mengalami nasib buruk berulang kali, pertama mobilnya menabrak pohon lantaran dirinya melihat sosok perempuan didalam mobilnya dengan wajah rusak. Kedua dirinya tak sengaja tersandung akar pohon yang membuatnya masuk ke jurang.

Sungguh pengalaman malam yang mengerikan sekaligus menegangkan seumur hidupnya, kata Hani.

"Aduh... badanku sakit banget... Lutut ku juga rasanya nyeri kayak bergeser didalamnya. Terus sekarang aku ada dimana? Ini bukan tempat yang aku ingat saat terakhir kali aku pingsan."

Cuaca mendung membuat Hani agak khawatir dengan kondisi saat ini, apalagi untuk berdiri pun ia kesusahan.

Tidak ada alat komunikasi yang bisa ia gunakan untuk menghubungi sang suami demi mengabari kondisinya sekarang yang memerlukan bantuan.

Terlintas kenangan indah dan sukar saat dirinya bersama sang suami sampai suaminya menyebut bahwa Hani adalah wanita paling tangguh dan kuat yang pernah dia temui. Dan sekarang ini telah menjadi istrinya.

"Aku harus kuat. Rasa sakit tidak membuatku lemah seperti ini, aku pasti akan kembali ke rumah mas..."

Berhasil bangkit dari posisi setengah duduk Hani lalu berjalan dengan langkah gontai mencari bantuan dari seseorang. Dia berharap bisa cepat bertemu dengan siapapun yang mau membantunya.

Hani kemudian bangkit dalam kondisi setengah duduk sembari mengecek dirinya secara seksama dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Sementara bagian kepala ia mengecek dengan cara meraba.

Saat jari jemarinya menyentuh kening Hani meringis kesakitan hingga jarinya spontan menekan bagian yang terluka tersebut. Darah segar lalu mengalir di atas alisnya.

Hani pun berusaha mengusap darah tersebut, dirasa masih mengalir ia pun berusaha untuk bangkit meminta pertolongan dari seseorang.

Darah segar menetes dari luka di tangan dan dahinya hingga meninggalkan jejak darah kental pada rumput, ketika Hani sudah sepenuhnya bangkit dari posisinya tadi.

"Kau cukup tangguh juga, bisa berjalan meskipun dalam keadaan seperti itu, aku sangat salut pada wanita sepertimu!"

"Hiks... akhirnya aku mendapati seseorang yang mau membantuku..."

Hani menangis tersedu-sedu karena beberapa menit ia berjalan menurut hitungannya belum bertemu dengan seorangpun, dikala dirinya pasrah sampai tenaganya habis Hani terkejut mendengar suara seseorang.

Yang mengisyaratkan kepada dirinya ada titik terang dari musibah yang ia alami.

"Menangis tidak akan menyelesaikan masalahmu, dan tidak membuatmu selamat dari maut!"

Hani terperangah mendengar perkataan pria berambut hitam dengan gaya rambut di bela dua barusan. Matanya yang berwarna biru terlihat seperti orangnya sangat dingin, menurutnya.

"Maksudnya?"

"Sebentar lagi dirimu akan pingsan lalu mati karena kehabisan darah!"

"Em apa kamu bisa bantu aku, aku akan melakukan apa saja sebagai balasan kalau kamu mau membantuku, asalkan aku hidup aku janji, bakal membayar kamu berapapun kamu mau."

"Aku tidak membutuhkan uang lagi, tapi berhubung kamu mengatakan akan "melakukan apa saja" aku jadi akan membantumu, dengan syarat kamu harus menulis berita tentang kejadian aneh dan tidak masuk akal di kota ini!"

Masih mencerna syarat dari pria dingin didepannya, Hani berpikir jika dia sangat aneh. Menyuruhnya menulis berita adalah hal biasa baginya tapi untuk menulis berita aneh dan tidak masuk akal seperti yang dikatakan oleh pria ini akan sulit untuk ia terima.

"Kamu yakin menyuruhku untuk menulis berita seperti yang kamu sebutkan, setelah diriku sembuh? Dan akan membantuku bila aku setuju?" ucap Hani memastikan.

"Tentu saja, aku tidak akan mengingkari janji."

"Baiklah, aku setuju."

Hani mengulum senyuman manis saat mengatakan dirinya setuju pada syaraf dari pria yang ingin membantunya tersebut.

Namun karena matanya berkunang-kunang ia pun tumbang saat berjabat tangan dengan pria didepannya.

Ketika tubuh Hani hampir dekat dengan tanah pria itupun langsung menangkapnya dan membawanya pergi dari tempat temaram tersebut.

Langit yang sudah gelap lantaran tidak ada celah bagi cahaya untuk menyinari.

•••

Hujan deras turun dengan derasnya disertai petir yang menggelegar membuat Hani terbangun dari tidurnya. Ia sekarang terlihat kaget saat mendapati dirinya berada di kasur rumah sakit dengan lengan yang di infus dan alat pernafasan di hidungnya.

"Pada akhirnya pria itu benar-benar mau membantuku, meskipun aku tidak benar-benar akan menuruti syaratnya."

Jdarrr!

"Ah!"

"Em, aku terkejut mendengar suara petir tadi."

Hani mendapatkan jahitan di bagian dahi dan kepalanya totalnya tiga jahitan sedangkan jahitan lain berada di kedua lengan dan badannya.

Tengah malam Hani terbangun dari mimpi buruknya disana ia yang dikejar oleh seseorang dan orang itu adalah pria yang menyelamatkan dirinya dari kematian karena kehabisan darah.

Mimpi yang sangat nyata sehingga Hani masih khawatir jika kini ia sedang bermimpi, yang padahal dirinya kini terbangun dari mimpi buruknya itu.

Dan karena mimpi itu Hani memutuskan untuk pergi dari rumah sakit ini secara sembunyi-sembunyi tak peduli lagi pada orang yang telah menyelamatkan. Yang sekarang belum ia lihat lagi batang hidungnya.

Mencabut dengan hati-hati infus yang menancap pada kulit lengannya lalu melepas alat pernafasan pada hidungnya Hani pun buru-buru beranjak.

Takut dirinya ketahuan ia pun mengakalinya dengan mencari barang yang ditinggalkan oleh pasien sebelumnya yang menghuni kamar ini.

Berupa baju pasien yang tertinggal didalam nakas rumah sakit. Itulah target pencariannya.

Beberapa saat mencari akhirnya ia menemukan baju dan rok panjang sekaligus, sungguh keberuntungan kali ini berada di pihak Hani.

Berjalan menyusuri rumah sakit mencari lift kosong yang membuatnya seorang diri didalamnya, Hani kini terpaksa jalan normal. Walaupun keduanya kakinya merasa sangat sakit, namun Hani tetap memaksakan diri.

Hingga dirinya mulai gontai dan terpaksa menyadarkan satu lengannya pada tembok, terlihat darah yang merembes pada perban yang membalut tangannya yang bersandar tadi.

Sambil menahan rasa sakit dan menyembunyikan perban di tangannya yang rembes Hani akhirnya sampai di lift dan cepat-cepat masuk kedalamnya.

Kini dirinya menyadari jika ia berada di lantai paling atas.

"Akhirnya..."

Hani bernafas lega bersamaan dengan mulutnya yang sempat mengigit bibir saking menahan rasa sakit pada dirinya.

Ting!

Keluar dari lift Hani langsung bergegas pergi dari dua orang didepannya yang hendak menggunakan lift, ia lalu mempercepat langkahnya yang mulai tidak terasa sebagian.

Hampir dekat dengan pintu bertuliskan "Exit" Hani pun mempercepat langkahnya kembali namun sayangnya dirinya jatuh karena kakinya tidak terasa saat dirinya berjalan.

"Apa aku bakal mati... hiks..."

Dua orang perawat dan dokter yang ada disana melihat pasien jatuh tersebut dan bergegas untuk menolongnya.

Melihat dokter didekatnya seperti orang yang ada didalam mimpi Hani pun berteriak histeris sambil meronta-ronta ingin dilepaskan.

Perbedaan Waktu

Terpaksa dokter tersebut menyuntikkan obat bius kepada Hani untuk membuatnya pingsan agar memudahkan perawat dalam membawanya.

Kembali pada kamar tempat sebelumnya Hani dirawat, yang kini tubuhnya direbahkan pada kasur rumah sakit. Lalu Hani diberi lagi infusan dan alat bantu pernafasan.

Dokter tersebut bilang kepada perawat untuk tak lepas pandangan dari pasien bernama Hani agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Kedua perawat mengangguk paham dan langsung melenggang pergi setelah selesai dengan kewajibannya. Sementara dokter tersebut menyeringai kepada Hani yang sedang tertidur pulas.

"Kau tidak akan bisa lepas dariku. Sebelum syarat yang ku katakan padamu kau tepati dan selesai pada tugas dari syarat ku hingga benar-benar terselesaikan!"

Setelahnya dokter tersebut pergi meninggalkan ruangan tersebut dan mengunci pintu ruangan dari luar.

•••

Terlihat Hani yang bergerak-gerak, tubuh dan wajahnya seperti sedang mengalami mimpi buruk kembali. Napasnya pun terasa sesak meskipun alat bantu pernafasan telah terpasang padanya.

"Hem, hem, hem."

Hujan yang masih mengguyur dengan derasnya menyamarkan suara Hani yang semakin lama semakin keras.

Bayangan hitam lalu terlihat di atas perut Hani yang masih bertengger tanpa tergoyahkan sekalipun, meskipun gerakan tangan dan wajah Hani seakan mengusir sosok hitam tersebut.

Wujudnya seperti manusia dewasa pada umumnya namun seluruh tubuhnya hitam gelap tak terlihat wajah dan rambut. Atau memang sosok tersebut tidak memilikinya.

Baru saat sosok tersebut menghilang Hani perlahan-lahan tenang kembali seakan dirinya telah dicabut roh dari raganya.

Pagi ini Hani terbangun sembari mengingat mimpinya semalam yang masih membekas di ingatannya. Lalu dalam beberapa detik setelahnya memori mimpi tersebut perlahan-lahan terlupakan hingga benar-benar lenyap dari ingatan Hani.

"Aku tidak berhasil keluar semalam, mungkin karena aku terlalu bertindak ceroboh mengikuti perintah dari otakku yang menggambarkan dengan jelas mimpi pria itu yang akan membunuhku. Dan sebenarnya aku ingin pergi dari sini sih."

Panjang bergumam ia tidak tahu jika orang yang dibicarakan sedang mendengarkan ucapannya dari luar pintu.

Ceklek!

Pria tersebut pun masuk kedalam ruangan Hani yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Dengan pakaian dokter.

"Kamu berencana melanggar janjimu, wanita?"

"Jujur aku tidak ingin menyanggupi permintaan mu yang menyuruhku untuk menulis berita aneh dan tidak masuk akal, karena aku sudah bekerja di tempat lain. Kalau boleh, aku mau minjam ponselmu?" sahut Hani sembari meminta dipinjamkan ponsel untuk dirinya menelpon sang suami.

Pria tersebut mengeluarkan nafas panjang lalu berkata "Aku jelaskan padamu sekarang wanita, bahwa dirimu sekarang ini berada di kota "Tragedy" kota penuh akan hal-hal supranatural dan kejadian misterius yang sulit dipecahkan, bahkan aneh. Dan jika dirimu mengeluh ingin pulang maka aku tegas kepadamu, tidak ada jalan keluar!"

"Apa maksudmu tidak ada jalan keluar, apa aku terjebak di dalam kota ini gitu?"

"Begitulah, meskipun begitu kamu dapat menghubungi suamimu. Jadi tidak ada alasan lagi bagi dirimu untuk tidak menyanggupi syarat ku!" ucapnya menekan kata diakhir.

"Tunggu. Aku butuh waktu untuk mencerna yang kamu omongkan, yang menurutku sangat membingungkan. Jadi intinya aku tidak bisa kembali ke rumah karena terjebak di kota ini, seperti di film-film horor?"

"Kau akhirnya memahami maksud perkataan diriku, itu sungguh awal yang bagus. Sekarang waktunya kita pergi ke tempat tinggal sementara, kau akan keluar dari rumah ini sakit segera!"

"Bukannya aku masih... eh!? Tubuhku sudah tidak merasakan rasa sakit dan kakiku bisa digerakkan kembali."

Terkejut akal keajaiban tersebut Hani pun setuju untuk pergi dari rumah sakit segera. Karena di satu sisi ia memang membenci rumah sakit yang tentunya dengan suatu alasan.

Kini mereka berdua berada di dalam mobil yang dikendarai oleh pria dingin sebutan Hani padanya. Hingga akhirnya dia mengenalkan diri kepada Hani.

"Namaku Stefan Ju. Kamu panggil saja aku Stefan, jangan sebutan lain tentang diriku."

"Tapi sebutan itu benar-benar cocok dengan kepribadian dirimu."

"Terserah saja, asal kamu mau menyanggupi syarat yang sudah kamu janjikan."

Memikirkan kembali perkataan pria ini saat dirinya bertemu untuk yang pertama kalinya Hani kira dia sangat polos, lalu tak lama setelahnya pandangannya berubah bahwa pria ini orang yang suka mencari kesempatan dalam kesempatan.

Sekarang ini pun pandangannya kepada pria bernama Stefan pun berubah lagi menjadi pria dengan kepribadian dingin dan aneh.

Fakta bahwa dirinya sudah sembuh seperti sediakala kini membuatnya ngeri sekaligus berpikir hal tersebut memang keajaiban atau mungkin ulah seseorang.

Hani sempat berpikir jika ia adalah korban uji coba obat tertentu atau kelinci percobaan pada rumah sakit sehingga dari pikirannya itu ia simpulkan dirinya dapat sembuh seperti sekarang ini.

"Kita akan tinggal sementara di rumah ini, rumahnya tidak terlalu luas, tapi lumayan untuk kita tinggali."

"Tunggu, jangan bilang kita berdua akan tinggal bersama?"

"Perkataanmu barusan tepat sekali, kita akan tinggal bersama kedepanya, sampai kau benar-benar selesai dengan tugasmu!"

"Kalau begitu aku menolak, karena aku sudah menikah dan mempunyai orang yang sangat aku cintai!" tolak Hani dengan tegas.

"Bagaimana jika dirimu menelpon dulu suamimu yang kau bicarakan itu, agar dirinya tidak resah dengan keadaan dan keberadaan dirimu sekarang!"

"Oke, huh...?"

Kini Hani sedang terhubung dengan suaminya lewat sambungan telepon.

"Han apa kamu baik-baik saja!?"

"Aku baik-baik saja mas, aku diselamatkan oleh seseorang yang membawaku ke rumah sakit!"

"Syukurlah, jika kamu baik-baik saja, aku senang mendengarnya. Barusan aku sangat terpuruk mendapatkan kabar dari pihak kepolisian, yang katanya ditemukan mobil di dekat jurang dan bekas darah disekitar tempat kejadian, ciri-ciri mobilnya pun sama seperti mobil punyamu. Tapi sekarang aku senang hanya sekedar mendengar suaramu lewat sambungan telepon."

"Iya mas, aku juga senang bisa mengabari keadaan diriku sekarang ini pada suami tercintaku. Oh ya, aku sekarang ada di..."

"Jalan xxx no. 3 sebelah kedai kopi!" ucap Stefan memberitahu.

"Aku ada di jalan xxx no. 3 sebelah kedai kopi mas!"

"Eh, serius kamu ada disana sayang?"

"Memangnya kenapa mas, aku beneran ada disini kok, iyakan Stefan?"

"Benar, kau ada di alamat yang aku katakan barusan. Jujur aku tidak membohongi dirimu."

"Han, kamu bicara dengan siapa, suaranya seperti suara laki-laki?"

"Kebetulan dia adalah orang yang secara sukarela membantuku mas, dia orangnya sangat baik sekali padaku."

"Hmm begitu, mas senang dengar nya. Btw mengenai alamat yang kamu bicarakan tadi di mesin pencarian menampilkan sebuah kota tua yang pernah dilanda bencana dahsyat, yang kita sudah tidak ada lagi!"

"Seriusan mas, mungkin mas salah ketik?"

"Kayaknya nggak deh, udah benar alamat tersebut pernah tertulis di mesin pencarian, bahkan mengarahkan pada tahun 2008 yang sekarang ini tahun 2022!"

Hani pun sangat shock mendengar penuturan suaminya barusan bahwa dirinya telah berada di kota yang sudah tidak lagi ada di tahun 2022.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!