Seorang gadis kecil berusia sekitar 6 tahun terlihat sedang bermain dengan boneka di halaman belakang rumahnya yang luas.
Gadis kecil bewajah imut itu sesekali mengajak benda mati tersebut untuk mengobrol dan terkadang tampak tengah menyisir rambut boneka yang panjang itu.
Beberapa saat kemudian... Bik Lasmi, pengasuh sekaligus pembantu dirumah tersebut tiba-tiba datang dari arah rumah dengan berlari kecil lalu mendekati gadis kecil itu dengan raut wajah yang bersemangat.
"Non Zahra... Non Zahra..." Panggil Bik Lasmi kepada si gadis kecil.
Zahra, nama Gadis kecil itu. Ia langsung menoleh kearah bik Lasmi dengan pandangan bingung.
"Ada apa bik?" Tanya Zahra.
"Itu Non, Papa Non Zahra sudah pulang." Jawab Bik Lasmi dengan antusias.
Mendengar jawaban dari Bik Lasmi tersebut, membuat Zahra langsung berlonjak girang. Karena Papanya Zahra sudah lama pergi meninggalkan Zahra keluar kota untuk urusan kerja. Sedangkan Mamanya Zahra, sudah meninggal dunia akibat sebuah kecelakaan satu tahun yang lalu. Maka saat itu Zahra tinggal dirumah bersama Bik Lasmi dan Juga Pak Antoni, Supir sekaligus petugas keamanan dirumah Zahra.
Zahra langsung berlari kencang menuju kedepan rumah. Ia sudah sangat merindukan Papanya itu, satu-satunya orang tua yang ia punya saat ini.
Saat gadis kecil yang imut tersebut sudah sampai di ruang tamu, tiba-tiba saja langkah kakinya terhenti saat melihat ada 2 wajah asing yang duduk didekat Papanya. Mereka adalah seorang wanita muda berparas cantik dan seorang anak laki-laki dengan gayanya yang cool berumur sekitar 11 tahunan.
"Zahra, sini sayang.." Panggil Hardika, Papanya Zahra.
Zahra lantas saja berlari menuju Papanya dan detik kemudian sudah berada dipangkuan Papanya. Hardika memeluk erat gadis kecilnya yang sudah lama ia tinggalkan itu. Ia juga mencium pipi tembem Zahra berkali-kali.
"Papa kenapa lama sekali perginya?" Tanya Zahra dengan suara manjanya yang merengek kepada Papanya itu.
"Maafkan Papa sayang, ada kerjaan yang tidak bisa Papa tinggalkan. Tapi, sekarang kan Papa sudah pulang. Kerja Papa disana sudah selesai, jadi sekarang Papa bisa nemanin Zahra lagi disini." Ucap Hardika dengan suara yang lembut.
"Janji ya Papa tidak pergi jauh lagi tinggalkan Zahra." Ucap Zahra dengan matanya yang bulat itu memandang Hardika dengan erat.
"Iya, sayang." Jawab Hardika dan kemudian kembali memeluk tubuh mungilnya Zahra.
"Oya, Papa sampai lupa mau ngenalin kamu dengan mereka berdua." Ujar Hardika seraya memandang wanita dan juga anak laki-laki yang duduk disebelah kirinya. Zahra juga mengikuti arah pandangan Papanya tersebut.
"Kenalkan, ini Tante Elisa. Dan disebelahnya adalah Haris, Anak dari Tante Elisa." Jelas Hardika memperkenalkan mereka berdua.
"Hai, Zahra. Salam kenal ya, kamu panggil Tante, Tante Lisa aja ya." Kata Lisa dengan tersenyum ramah seraya mengulurkan tangannya kearah Zahra. Zahra menyambut uluran tangan dari Lisa dengan sedikit ragu-ragu.
"Dan ini, Haris.. Anak Tante. Haris.. Ayok salam sama Zahra." Suruh Lisa kepada Haris yang sejak tadi hanya diam dan bengong. Haris lalu mengulurkan tangannya kearah Zahra. Dan Zahra langsung menyambut uluran tangan dari Haris dengan senang hati.
"Bang Haris, mau nemanin Zahra main gak dibelakang?" Tanya Zahra dengan suara manja yang tiba-tiba saja mengajak Haris untuk bermain.
"Main apa?" Tanya Haris yang akhirnya mengeluarkan suara juga.
"Main boneka." Jawab Zahra lalu tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya yang putih. Haris memandang sejenak kearah Mamanya, seakan meminta persetujuan. Elisa hanya mengangguk seraya tersenyum kepadanya. Dan kemudian akhirnya, lelaki bertopi itu menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Asyiikk.. Yuk bang, ikuti Zahra." Kata Zahra dengan girang lalu menarik tangan Haris untuk mengikuti langkah kaki mungilnya menuju ke halaman belakang rumahnya. Haris hanya bisa pasrah tangannya ditarik Zahra dan mau tidak mau mengikuti gadis imut itu dari belakang.
Sesampainya mereka dihalaman belakang rumah Zahra, Haris yang bingung harus ngapain hanya berdiri mematung disamping Zahra yang sudah asyik bermain dengan boneka-bonekanya.
"Bang Haris, sini donk duduk dekat Zahra." Kata Zahra yang melihat Haris malah berdiri saja dibelakangnya. Haris mengikuti perintah Zahra dan ikut duduk disamping gadis imut itu.
"Bang Haris pegang boneka yang ini ya. Nama boneka ini jelita, dan yang ini cantika." Kata Zahra dengan menyebutkan nama-nama boneka miliknya. Haris memegang boneka yang dikasih Zahra dengan sekali-sekali menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal.
"Zahra, kita bisa main yang lain aja gak? Jangan main boneka donk." Kata Haris akhirnya yang memang tidak nyaman dengan benda-benda yang ada disekitarnya itu.
"Mau main apa? Emangnya bang Haris gak suka main boneka ya?" Tanya Zahra dengan polos. Haris langsung menggelengkan kepalanya dengan mantap.
"Gitu ya, padahal main boneka itu asyik lo bang" Ucap Zahra lagi dengan meruncingkan mulutnya.
"Bang Haris kan anak laki-laki Zahra, masak diajak main boneka." Protes Haris akhirnya tapi dengan suara yang lembut. Bagaimanapun ia tidak mau membuat Zahra kecewa atas penolakannya itu.
"Oh iya, Zahra lupa, hihihi.." Ucap Zahra sambil nyengir.
"Terus kita harus main apa donk?" Lanjut Zahra lagi dengan bertanya.
Haris lalu melemparkan pandangannya ke sekeliling halaman belakang rumah Zahra yang cukup luas itu. Lalu matanya menangkap sebuah ayunan yang terbuat dari kayu dan terpasang pada pohon jambu yang ada disana.
"Nah, kita main disana aja yuk." Kata Haris akhirnya yang langsung ditanggapi oleh Zahra dengan anggukan. Detik kemudian, merekapun berlari kearah ayunan tersebut.
"Bang Haris, nantik sering-sering main kesini ya." Ucap Zahra. Saat itu Zahra sudah naik keatas ayunan tersebut dan Haris mendorongnya dari belakang.
"Jelas donk bang Haris sering main kesini, Zahra. Bang Haris kan bakalan tinggal disini juga." Jawab Haris yang membuat Zahra langsung memberhentikan laju ayunan tersebut dengan menggunakan kakinya.
"Bang Haris akan tinggal dirumah Zahra?" Tanya Zahra dengan tatapan bingung. Haris lalu menganggukkan kepalanya.
"Iya, Zahra. Mama bang Haris dan Papanya Zahra kan mau menikah. Jadi abang dan Mama abang akan tinggal disini juga." Tutur Haris.
"Menikah?" Tanya Zahra lagi masih terlihat kebingungan. Karena umurnya yang masih terlalu dini yang membuat Zahra belum begitu paham dengan apa yang dikatakan oleh Haris.
"Iya, menikah. Menikah itu...Hhmmm.. Maksudnya orang tua kita akan hidup bersama-sama dalam satu rumah, Zahra. Dan kita nantik jadi saudara. Bang Haris akan jadi abangnya Zahra." Jelas Haris. Sedangkan Zahra masih mencerna semua ucapan Haris tersebut dengan sorot mata yang dipenuhi oleh rasa bingung yang teramat dalam.
"Kenapa diam, Zahra? Kamu gak suka ya bang Haris akan jadi abang kamu?" Tanya Haris karena mendapati Zahra yang diam.
"Jadi nantik kita selalu sering main bareng donk bang?" Tanya Zahra dengan mata berbinar-binar.
"Iya, Zahra." Sahut Haris.
"Asyiiikk... Zahra gak akan kesepian lagi. Ada bang Haris yang nemanin Zahra. Ye. Ye.. Ye.." Kata Zahra yang langsung berlonjak - lonjak kegirangan..
#
#
#
BERSAMBUNG..
ASSALAMU'ALAIKUM, MOHON DUKUNGANNYA DENGAN MEMBERI LIKE DAN KOMENTARNYA UNTUK NOVEL SAYA YANG KETIGA INI YA..
SELAMAT MEMBACA, SEMOGA SUKA💓💓
.
.
ASSALAMU'ALAIKUM,,,
TERUNTUK SEMUA PEMBACA YANG BAIK HATII..
NOVEL INI AKAN SAYA IKUT SERTAKAN DALAM LOMBA NOVEL DENGAN TEMA
"CINTA TERLARANG".
JADI, MOHON DUKUNGANNYA DENGAN MEMBERI LIKE DAN KOMENTAR TERBAIKNYA YA..
SYUKRON...😊🙏🏻
💙HAPPY READING💙
Sinar matahari pagi masuk melalui jendela dan juga sudut kamar Zahra. Wanita berwajah manis itu langsung mengernyitkan matanya yang seakan silau dengan seberkas cahaya matahari yang masuk kedalam kamarnya itu.
Zahra lalu menggeliatkan badannya, masih dengan mata yang terpejam lalu ia meraih handphone yang terletak tidak jauh dari jaungkauan tangannya.
Perlahan - lahan mata bulat dengan bulu mata yang lentik milik gadis itupun terbuka. Zahra menatap benda itu dengan mata yang masih berat, hingga akhirnya ia langsung terduduk saat melihat angka didalam handphonenya yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
"Ya, Ampuuun... Aku telat bangun." Jerit Zahra kemudian bergegas berlari kekamar mandi.
Beberapa menit kemudian, gadis berkulit sawo matang itu langsung memasang bajunya dengan secepat kilat. Setelah bajunya terpasang, ia lalu memoles wajahnya seadanya saja dan detik kemudian langsung berlari kebawah menuruni anak tangga dengan buru-buru.
"Zahra, hati-hati sayang..!! Kenapa harus berlari sih turun dari tangga?" Tegur Elisa, Mamanya Zahra yang sudah terlihat sibuk didapur menyiapkan sarapan pagi.
Zahra tidak mengindahkan teguran dari Mamanya itu, ia lantas duduk di kursi makan dan menyomot roti dan memasukkan kedalam mulutnya dengan buru-buru.
"Zahra, makannya pelan - pelan sayang. Entar kamu tersedak bagaimana?" Elisa kembali menegur anak gadisnya itu. Ternyata teguran dari Mamanya itu menjadi kenyataan juga, Zahra langsung tersedak dan terbatuk - batuk.
"Minta air, Ma." Seru Zahra dengan mata yang sudah berair akibat tersedak barusan. Elisa langsung menyodorkan air putih ke Zahra.
"Aduh, Mama sih pakai bilang tersedak segala. Jadi benaran kan." Ucap Zahra dengan sedikit kesal setelah ia menghabiskan minuman yang diberikan oleh Elisa.
"Kan salah kamu juga Zahra, makan dan minum itu gak baik buru-buru. Emang ada apa sih? Kamu seperti tergesa - gesa gitu?" Tanya Elisa dengan penasaran.
"Zahra sudah telat Ma! Mama sih kenapa gak bangunin Zahra? Hari ini kan Zahra sudah janji mau jemput bang Haris ke bandara." Ucap Zahra dengan wajah yang masam seolah menyalahkan Mamanya yang tidak membangunkan dirinya.
"Hhhmmm... Mama sudah bangunin kamu sejak tadi, Tapi kamunya aja yang susah banget dibangunin." Jawab Elisa dengan cuek.
"Tapi, Mama kan bisa lebih usaha lagi bangunin Zahra. Entah pakai cara apa gitu." Kata Zahra yang masih mengotot.
"Pakai cara apa Zahra? Apa kamu mau Mama siram pakai air?" Sahut Elisa tanpa menoleh ke anak gadisnya itu. Ia masih terlihat sibuk menata makanan diatas meja makan.
"Ya gak gitu juga, Ya sudah.. Zahra berangkat dulu Ma. Bang Haris pasti sudah tungguin Zahra sejak tadi nih." Ucap Zahra lalu berdiri hendak menyalami Mamanya.
"Jadwal keberangkatan Haris diundur beberapa jam Zahra. Jadi percuma saja kamu ke bandara sekarang, karena orang yang kamu tunggu belum sampai." Jawab Elisa dengan datar.
Zahra langsung mengangakan mulutnya dan juga membelalakkan matanya.
"Masak sih Ma? Siapa yang bilang begitu?" Tanya Zahra.
"Ya Haris Yang bilang." Jawab Elisa.
"Ihh.. Kenapa bang Haris gak ngasih tau Zahra sih??" Tanya Zahra lagi dengan raut kekesalan diwajahnya.
"Coba kamu periksa Handphone kamu Zahra, ada berapa panggilan disana dari abangmu itu. Dia sudah ngabarin kamu sejak tadi, kamunya aja yang tidak sadar." Kata Elisa seraya menggeleng - gelengkan kepalanya. Sejurus kemudian Zahra langsung memeriksa handphonenya. Dan benar saja sudah banyak panggilan tidak terjawab dari abangnya. Zahra langsung memukul jidatnya sambil cengar cengir menatap Mamanya.
💕💕💕💕
Tepat jam 10 pagi Zahra bergerak menuju ke Bandara. Ia pergi bersama Pak Antoni, seorang supir juga merangkap petugas keamanan dirumah Zahra. Ia sudah bekerja bertahun - tahun
dirumahnya Zahra sehingga membuat Zahra sangat begitu dekat dengan pria separuh baya tersebut.
"Ayo Pak, kita langsung ke Bandara." Ajak Zahra lalu duduk dikusi depan.
"Oke, Non. Pasti Non Zahra sudah gak sabar kan mau ketemu den Haris." Tebak Pak Antoni dengan senyum sumringahnya.
"Ya jelas donk Pak, sudah 2 tahun bang Haris gak pulang-pulang. Gimana Zahra gak sabar ingin ketemu, rasanya itu.. sudah rindu, pakai banget malahan." Kata Zahra dengan sorot matanya yang berbinar-binar.
Jelas saja hari ini merupakan hari yang sudah sangat ditunggu - tunggu oleh Zahra, hari dimana abang kesayangannya itu pulang dari luar negeri. Ya.. Abang Zahra bernama Haris itu sudah 2 tahun mengambil kuliah S2 di luar negeri. Papa mereka sengaja mengkuliahkan Haris disana agar setelah lulus nantik Haris bisa melanjutkan bisnis Papanya diperusahaan- perusahaan miliknya yang ada dikota tersebut. Dan sekarang Haris sudah lulus kuliah dan mendapatkan banyak ilmu yang bermanfaat untuk dikembangkannya pada perusahaan Papanya nantik.
Perjalanan menuju Bandara tidak memakan waktu yang lama. Karena kebetulan hari itu hari libur sehingga aktifitas dijalanan tidak begitu macet.
Beberapa saat kemudian, Zahra tampak sedang mengetik sesuatu pada handphonenya.
[Bang Haris yang ganteng, Zahra sudah di jalan ni ya. Abang yang sabar ya tunggu Zahra]
Zahra mengirim pesan tersebut ke Haris yang beberapa menit kemudian langsung dibalasnya.
[Oke Zahra Sayang, Abang baru saja sampai ni. Abang sabar tungguin kamu kok.]
Zahra lalu tersenyum lebar setelah membaca pesan dari Haris tersebut.
"Pak, cepat sikit donk bawa mobilnya. Bang Haris sudah sampai nih." Ujar Zahra seraya melirik ke supirnya itu.
"Oh, Oke Non. Siap laksanakan." Jawab Pak Antoni lalu menambah laju kecepatan mobilnya.
Beberapa menit kemudian, akhirnya mobil Zahra sudah sampai diparkiran Bandara. Zahra langsung bergegas turun dan berlari kecil masuk kedalam bandara dan meninggalkan Pak Antoni yang masih didalam mobil.
Mata Zahra menyelusuri sekeliling lobby Bandara tersebut. Mencari sosok Haris disana. Dan dengan sekejap saja matanya langsung menangkap sosok lelaki tampan sedang duduk disebuah kursi diujung sana. Zahra yang yakin itu adalah abangnya lantas berlari kecil lagi menuju kesana.
"Bang Haris..." Teriak Zahra dengan senyuman manis sudah menghiasi parasnya yang cantik. Mendengar namanya dipanggil membuat Haris menoleh dan langsung berdiri. Ia membuka kaca mata hitamnya lalu tersenyum lebar melihat gadis manis yang ada dihadapannya.
Tanpa dipinta, Zahra langsung saja menghamburkan badannya kedalam pelukan Haris. Ia Seakan melampiaskan rasa rindu yang sudah tidak terbendung lagi terhadap abangnya itu. Begitu juga Haris yang membalas pelukan Zahra dengan erat seakan tidak ingin melepaskan tubuh mungilnya Zahra.
"Zahra rindu sekali dengan bang Haris.." Lirih Zahra dengan terisak - isak. Tanpa bisa ditahan juga, air matanya pun mengalir deras di pipinya yang mulus.
"Bang Haris juga rindu sekali dengan Zahra.." Ujar Haris dan kemudian menghapus air mata Zahra menggunakan jempolnya.
"Kok nangis sih? Kamu ini gak berubah ya, masih tetap cengeng" Ledek Haris lalu tertawa terkekeh melihat wajah Zahra yang langsung cemberut.
"Biarin..!!" Sahut Zahra masih memeluk abangnya itu.
"Mau sampai kapan ni meluknya?? Gak malu apa dilihatin orang - orang?" Kata Haris yang melihat Zahra masih belum melepaskan pelukannya dipinggang Haris.
"Ngapain malu, Bang Haris kan Abangnya Zahra." Sahut Zahra dengan nada yang cuek.
Namun, Tidak bagi Haris. Pelukan dari Zahra tersebut setelah 2 tahun mereka tidak bertemu malah membuat hatinya bergetar. Getaran aneh yang sama sekali tidak ia mengerti. Entah perasaan apa itu, yang jelas semakin kuat gadis manis itu memeluknya, semakin kuat pula getaran itu mengaduk - aduk hatinya.
💕
💕
💕
💕
BERSAMBUNG..
.
💙HAPPY READING💙
Zahra masih terus menggandeng tangan Haris dengan erat hingga akhirnya mereka sampai di parkiran mobil mereka.
Setelah itu, masih dengan manjanya Zahra masuk kedalam mobil kemudian duduk dibelakang dan berdekatan dengan Haris.
"Aduh, Non Zahra... Gak mau lepas dari Den Haris sepertinya nih!" Celetuk Pak Antoni yang melirik majikannya itu dari kaca spion.
"Ya biarin donk, Pak. Namanya juga masih kangen" Sahut Zahra yang kemudian meletakkan kepalanya dibahu Haris. Sedangkan Haris, hanya diam tapi dengan seuntai senyuman yang tidak berhenti menghiasi bibirnya.
"Oya Zahra, Bagaimana kamu sudah tau belum mau melanjutkan kemana setelah lulus sekolah nantik?" Tanya Haris kepada adiknya itu.
Zahra saat ini masih menduduki Sekolah Menengah Atas dikelas 3. Dan sebentar lagi, gadis berwajah manis itu akan mengikuti ujian akhir untuk menentukan kelulusannya.
"Belum Bang Haris, Zahra masih bingung.." Jawab Zahra dengan wajah yang cemberut.
"Loh, Bingung kenapa?" Tanya Haris lalu menatap wajah Zahra yang sendu.
"Ya, Zahra rasa otak Zahra ini sudah gak sanggup lagi untuk belajar dan belajar. Zahra ingin rehat sebentar lah, gak mau kuliah dulu." Jawab Zahra blak-blakan yang langsung disambut dengan pandangan protes dari Haris.
"Ngak boleh gitu, Zahra. Bang Haris gak mau lihat kamu gak kuliah, Kalo bisa kamu itu harus bisa lebih pendidikannya dari bang Haris. Jika kamu gak kuliah, lantas kamu mau ngapain donk?" Ujar Haris dengan suara protesnya.
"Rencananya Zahra ingin langsung menikah bang Haris.." Sahut Zahra dengan suara yang pelan. Mendengar jawaban dari Zahra tersebut. membuat Haris langsung melototkan matanya tanda tidak setuju.
"Tapi, Bohong..!!! Hahahaha...." Kata Zahra akhirnya ketika melihat wajah Haris yang berubah
dan siap-siap untuk mengeluarkan kalimat protesnya lagi.
"Kamu ini ya.. Diajak ngomong serius malah bercanda begini." Kata Haris sedikit kesal seraya menyubit pelan pipi Zahra yang Chubby itu. Sedangkan Zahra hanya terkekeh-kekeh dengan bahagianya karena sudah berhasil mengerjai abangnya itu.
💕💕💕💕
Zahra sangat dekat dengan Haris, meskipun ia tahu bahwa Haris bukanlah abang kandungnya. Namun, sedikipun Zahra tidak mempedulikan hal itu. Sejak kecil, Zahra sudah menganggap Haris sebagai abang Kandungnya, hal itu terlihat saat Zahra memperkenalkan Haris sebagai abang kesayangannya kepada semua teman-temannya.
Zahra selalu menjadikan Haris tempat ia bermanja - manja, tempat ia selalu merasa ketergantungan, tempat mengadu segala keluh kesahnya, tempat ia menumpahkan kesedihan dan juga kegalauan hatinya serta tempat ia mengekspresikan rasa kasih sayangnya. Ya.. Hanya kepada Harislah semua itu ia curahkan.
Semenjak kepergian Haris selama lebih kurang 2 tahun ini untuk kuliah di luar negeri, membuat Zahra sangat kesepian. Tidak ada lagi sosok abang yang setia menunggu dan mendengar ocehannya dirumah, yang selalu membelai dirinya dengan manja, menasihatinya dengan untaian kata indah dan tidak jarang juga mengisengi dirinya hingga kesal namun itu semua hanya sesaat setelah itu dia akan kembali menghibur Zahra dengan perlakuannya yang sangat baik.
Selama 2 tahun Zahra merindukan itu semua, jadi tidak heran saat ini setelah kedatangan Haris kembali membuat Zahra seperti tidak ingin lepas dari abang kesayangannya itu. Walaupun sebelum - sebelumnya komunikasi mereka tidak pernah putus sekalipun, setiap saat dan setiap hari baik Zahra maupun Haris akan selalu saling menghubungi untuk sekedar bercerita ataupun menanyai kabar masing - masing melalui telpon ataupun chattingan.
Namun, hubungan adik kakak yang sudah terjalin erat diantara mereka berdua itu seakan renggang atau bahkan terancam akan musnah ketika sebuah kalimat pengakuan terlontar dari mulutnya Haris. Pengakuan yang tidak terduga, yang tidak pernah terbayangkan sedikitpun oleh Zahra akan seperti ini jadinya.
Pada malam harinya setelah kepulangan Haris, mereka sekeluarga terlihat sedang menikmati makan malam dengan rasa bahagia. Terdengar perbincangan hangat dari masing - masing mereka yang disertai oleh tawa renyah dari mereka semua. Mereka sangat menantikan moment seperti ini, saat semuanya berkumpul dengan rasa bahagia yang tiada taranya. Mereka menghabiskan waktu bersama hingga pukul jam 9 malam.
Setelah puas keluarga itu berbincang dan saling bersenda gurau, lalu kedua orang tua mereka pamit kedalam kamar untuk tidur duluan dan meninggalkan Zahra juga Haris diruang keluarga. Karena Mereka berdua masih belum ngantuk dan ingin menonton TV.
"Ok, Tapi ingat kamu jangan kemalaman kali ya tidurnya Zahra. Karena besok kamu kan sudah mulai ujian semester. Mama gak mau kamu malah ngantuk saat ngerjain soal nantiknya." Ucap Elisa yang memberikan peringatan kepada anak gadisnya itu.
"Iya Mama, Gak lama kok. Zahra masih ingin ngobrol - ngobrol sama bang Haris sebentar aja lagi" Jawab Zahra. Setelah itu, Mama dan Papa mereka pun akhirnya masuk kedalam kamar.
"Zahra, kita keluar sebentar yuk." Ajak Haris tiba-tiba. Belum sempat Zahra bertanya mau ke mana, Haris sudah menarik tangan Zahra menuju kehalamam belakang rumah mereka melalui pintu samping.
"Mau ngapain kita kesini bang Haris?" Tanya Zahra dengan mengerutkan keningnya tanda bingung. Haris tidak langsung menjawab pertanyaan adiknya itu, ia masih saja menarik tangan Zahra dan kini sampai disebuah kursi panjang yang kebetulan ada di belakang rumah mereka. Lalu Haris mengajak Zahra duduk dikursi yang menghadap kearah taman belakang rumah.
"Kita duduk disini aja ya." Kata Haris dengan tersenyum simpul. Zahra hanya bengong dan juga terheran - heran.
"Ngapain bang? Mending kita didalam aja, nonton.." Lirih Zahra.
"Abang mau ngomong sesuatu sama kamu, kalau didalam entar kedengaran sama Mama dan Papa." Jawab Haris akhirnya.
"Ooohhh... Emang mau ngomong apa sih bang? Wajahnya kok serius gitu?" Zahra bertanya lagi.
Haris terdiam sejenak lalu memperbaiki posisi duduknya yang kini lebih dekat dengan Zahra. Lelaki itu juga masih memegang kedua tangan Zahra dengan erat. Dan Kedua manik matanya juga memandang Zahra dengan tatapan tajam.
"Zahra, selama ini kamu menganggap abang Haris sebagai apa?" Tanya Haris yang membuat Zahra langsung mendongakkan wajahnya.
"Ya.. Zahra anggap sebagai abang Zahra donk, emang kenapa sih bang? Pertanyaannya kok aneh gitu." Ujar Zahra.
"Tapi, Zahra kan tahu kalau bang Haris ini bukan abang kandungnya Zahra." Lanjut Haris lagi masih menatap Zahra dengan tatapan mautnya.
"Iya, Zahra tahu." Sahutnya dengan mengangguk mantap.
"Dan.. Perasaan Zahra bagaimana?" Tanya Haris dengan hati-hati. Namun, Zahra yang belum paham arah pembicaraan Haris malah menjawabnya dengan polos.
"Perasaan Zahra? Ya... Zahra merasa sayang sama Bang Haris, sangat-sangat Sayang. Bang Haris itu sudah seperti abang kandung Zahra. Selalu ada untuk Zahra. Zahra selalu merasa nyaman berada didekat bang Haris dan akan sangat rindu jika jauh dari Bang Haris. Makanya, bang Haris jangan pergi jauh lagi ya. Jangan tinggalkan Zahra." Pinta Zahra dengan mata yang mulai berkaca - kaca.
"Begitu berartinya ya bang Haris bagi Zahra?" Selidik Haris lagi dengan menaikkan alis matanya.
"Iya donk bang, Bang Haris sangat berarti dalam kehidupan Zahra. Kalau gak ada bang Haris, gak tahu lah bagaimana jadinya. Hidup Zahra mungkin terasa hampa, hehe.." Jawab Zahra lalu tersenyum lebar.
"Kenapa emangnya bang?" Zahra kembali bertanya. Sedangkan Haris nampak sedang menarik nafas dan mengatur getaran yang tiba-tiba muncul lagi didalam hatinya.
"Hhhmmm... Zahra, bang Haris boleh jujur gak sama kamu?" Tanya Haris.
"Ya boleh donk bang, bang Haris mau ngomong apa?" Tanya Zahra seakan tidak sabar dengan apa yang ingin dikatakan oleh abangnya itu.
"Zahra, bang Haris juga sangat sayang sama Zahra. Sejak dulu lagi, kebersamaan kita dari kecil yang membuat kita selalu dekat dan saling mengasihi satu sama yang lain. Namun, Bang Haris merasa... semakin hari seperti ada yang berbeda dihati abang. Entah kenapa, sebuah rasa yang berbeda ini muncul tiba-tiba yang membuat bang Haris tidak nyaman jika tidak diungkapkan ke Zahra." Jelas Haris. Zahra diam sejenak, seakan mencerna semua perkataan abangnya yang jelas saja Zahra belum mengerti sepenuhnya arah pembicaraan dari Haris tersebut kemana.
"Terus bang..??" Tanya Zahra dengan kedua bola matanya yang bulat itu seakan berkata bahwa ia ingin mendengar kelanjutan atas perkataan dari Haris.
"Abang harap kamu jangan kaget ya dengan pengakuan bang Haris ini." Lanjut Haris lagi. Zahra hanya mengangguk saja tanda setuju.
"Zahra, bang Haris... memiliki rasa sayang sama Zahra, tapi bukan sayang antara adik dan abang. Lebih dari itu malahan Zahra, Kamu pahamkan maksud bang Haris???" Tanya Haris yang melihat Zahra hanya melongo dengan tatapan bingung.
💕
💕
💕
💕
BERSAMBUNG..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!