Hallo semua. Semoga selalu sehat yaaaa
bertemu lagi dengan cerita sederhana Yanktie. Jangan lupa masukkan FAVORITE, agar kamu selalu tahu kapan Yanktie update episode barunya.
WIENARNI POV
“Wah Awan sehat banget ya, kelihatan gemuk setelah diasuh Ririn,” celetuk ibu mertuaku. Hari ini aku sengaja mengundang ibu mertua dan kedua orang tuaku juga kakak perempuanku mbak Wienarsih atau yang dipanggil mbak Asih.
Aku hanya tersenyum manis dan memberi salim pada ibu mertuaku itu. Dia datang berdua suaminya, ayah mertuaku. Mereka tinggal tak terlalu jauh dariku. Rumahku di Cilandak Tengah I dan ibu mertuaku di Pondok Labu. Masih sama-sama Jakarta Selatan.
Awan adalah putra pertamaku. Usianya baru enam bulan, dan baru tadi aku berikan dia MPASI. Nama lengkapnya Ananda Wiryawan dan aku lebih senang memanggilnya Awan dari pada Nanda.
Suamiku Bayu Indratama, dia sarjana komunikasi. Sekarang bekerja sebagai wakil manager produksi disebuah tabloid yang cukup besar. Kami menikah dua tahun lalu begitu aku selesai kuliah D3 bisnis. Aku sendiri bekerja disebuah toko retail besar.
Tak lama mbak Asih dan suaminya serta dua keponakanku datang. Aku sangat senang. Ibuku malah datang sejak pagi. Dia ingin ikut membantuku masak. Padahal semua makanan sudah aku pesan ke tetangga yang terima catering. Aku tak mau terlalu repot. Toh yang datang hanya tiga keluarga saja, selain keluarga intiku. Jadi total hanya empat keluarga.
Setelah selesai makan siang semua duduk santai di ruang keluarga yang sekarang aku kosongkan untuk tempat Awan bermain. Di ruangan ini hanya ada karpet tebal besar dan TV besar di dinding. Tak ada meja atau kursi.
“Eh sudah kumpul semua ya, Rin tolong bawa Awan dan kamu pangku di sini,” aku meminta Marini yang biasa dipanggil Ririn membawa anakku ke ruangan ini. Marini adalah pembantuku yang direkomendasikan oleh ibu mertuaku.
“Bu, Yah, Pak, Bu, aku lagi belajar ngedit. Tolong kasih saran atas editanku ini ya,” aku membuka laptopku. Aku memanggil kedua orang tuaku IBU dan BAPAK. Sedang suamiku memanggil kedua orang tuanya dengan sebutan IBU dan AYAH. Sehingga aku juga memanggil kedua mertuaku dengan sebutan ibu dan ayah.
“Opo tho Wien, Ibu mana ngerti masalah edit,” jawab Iswarni ibu mertuaku. Dia meminta Awan untuk dia pangku. Dan Ririn akan mundur ke belakang.
“Kamu tetap di sini aja Rin,” pintaku lalu segera menyalakan tombol power. Suamiku santai memperhatikan ponselnya. Dia seakan tak peduli pada keramaian kumpul keluarga saat ini.
“Astagfirullaaaaaaaaaaaaaah … Bayu!” pekik ayah mertuaku yang bernama Joko Susetyo saat melihat layar laptopku memperlihatkan rekaman Bayu suamiku sedang mencium bibir Marini dengan lahapnya.
Suamiku segera melihat layar laptopku dengan nanar. Sementara Ririn hanya tertunduk. Aku tetap tenang. Karena aku sudah ji-jik melihat kelakuan busuk mereka hampir setiap hari.
Banyak kejadian terlihat di layar laptop milikku. Saat Bayu mengisap pu-ting Ririn sambil Ririn menggendong Awan. Atau Bayu meremas bo-kong Ririn ketika pembantuku itu lewat sambil menggendong Awan dan saat itu Bayu baru pulang kantor karena dia masih memegang tas kerjanya.
Ada juga saat Awan sedang diberi ASIP oleh Rini dan Bayu menciumi leher Ririn dengan buasnya seakan hanya Ririn lah yang bisa memberi dia kenikmatan seperti itu.
“Biadaaab kamu Le,” Iswarni, ibu mertuaku memaki anak tunggalnya yang paling hebat. Dan Iswarni sangat kecewa karena yang mencarikan Ririn untuk mengasuh Awan adalah dirinya. Dia tak menyangka gadis yang dia kira polos malah berbuat kotor seperti itu.
“Saya tak ingin ada penjelasan. Saya minta talak saat ini juga dan sampah seperti kamu Rin, silakan kamu ikut dengan lalat seperti Bayu. Karena sampah itu cocok dengan lalat. Kalau kamu perempuan baik, biar dirayu seperti apa pun kamu tak akan mau jadi selingkuhan,” tanpa tangis dan tanpa emosi aku minta suamiku menjatuhkan talak padaku saat ini juga didepan kedua orang tua kami.
“Bukan itu saja. Saya sudah melaporkan Ririn. Karena membuat anak saya tak banyak bergerak. Dia memberi obat agar Awan banyak tidur. Dia tidak mau repot menjaga Awan yang mulai aktif bergerak. Ini buktinya,” aku memindah rekaman CCTV. Di sana terlihat Ririn meneteskan cairan ke mulut Awan. Dan menyimpan botolnya kembali ke tas miliknya di kamar.
“Ibu tolong ambil sekarang tas dan ponsel Ririn. Saya yakin diponselnya banyak chat mesum dengan Bayu anak Ibu,” aku meminta mertuaku masuk ke kamar pembantu di belakang.
Iswarni ibu mertuaku mengambil tas Ririn dan akan mengeluarkan isinya tapi aku cegah. “Bu, pakai alat kalau memegang sesuatu di sana,” pintaku.
Saat itu mbok Ranti pembantuku sejak aku SMA masuk mengantarkan dua orang tamu yang aku tunggu kedatangannya. Dua orang berseragam polisi.
“Selamat siang Bu Wiwien,” sapa seorang petugas.
“Silakan Pak, ibu mertua sedang akan mengambil barang buktinya,” kulihat Ririn terisak dan menggeleng terus menerus. Dia seakan tak percaya sudah ditunggu oleh polisi yang menerima pengaduanku.
Joko Susetyo ayah mertuanya merebut ponsel ditangan Ririn. ”Bisa saya lihat Pak?” pintaku pada ayah mertuaku.
“Pak, suruh dia memberitahu kode kunci ponselnya,” bisikku pada seorang petugas yang berdiri dekat denganku.
Kulihat ibu mertua dibantu seorang polisi melihat tas Ririn. Di sana ditemukan satu botol obat yang sudah terbuka dan satu botol obat yang masih tersegel juga pil KB. “Edaaaaaaaaaan kowe Yu. Mulai sekarang kamu bukan anakku. Aku tak mau punya anak sebejad kowe,” teriak bu Iswarni.
Tak perlu dijelaskan apa arti pil KB bagi seorang perempuan tanpa suami seperti Ririn.
“Saudari Ririn, apa kunci ponsel ini?” petugas yang aku bisiki langsung bertanya dengan tegas.
Ririn memberi tahu kode ponselnya nya dan aku buka percakapan chat yang teratas. Kulihat nama PUJAANKU disana dengan foto profil suamiku yang sedang tertawa bahagia menggendong Awan ada di sana.
Kubikin screenshoot semua percakapan. Lalu aku kirim ke nomorku untuk aku gunakan sebagai barang bukti di pengadilan ceraiku nanti. Kukirim juga bukti itu ke ibu mertuaku.
“Bu Wiwien, kami langsung pamit. Ponsel kami bawa sebagai barang bukti sekalian juga botol obat dan pil KB serta tasnya,” dua orang petugas segera membawa Ririn keluar rumahku. Aku tak mencegahnya karena memang aku yang membuat pengaduan resmi.
Ririn diproses bukan karena jadi pelakor, tapi karena telah memberi obat berbahaya bagi bayiku.
“Bayu, saya minta sekarang juga jatuhkan talakmu. Dan besok akan saya urus proses cerai secara resmi,” tanpa menyebutnya Mas, atau Ayah seperti biasa, kusebut lelaki yang aku kenal sejak kami sama-sama duduk di SMP Negeri di Cipete. Dia kelas sembilan dan aku siswi baru kelas tujuh.
Lalu Bayu bersekolah di sekolah di SMA Negeri di daerah Pondok Labu Jakarta Selatan sedang aku di SMA Negeri daerah Bulungan, Blok M masih Jakarta Selatan
\=====================================================================
YANKTIE mengucapkan terima kasih kalian sudah mampir ke cerita sederhana ini. Ditunggu komen manisnya ya
Jangan lupa juga kasih LIKE, hadiah secangkir kopi atau setangkai mawar dan setiap hari Senin gunakan VOTE yang kalian dapat gratis dari noveltoon/mangatoon untuk diberikan ke novel ini ya
Salam manis dari Sedayu~Yogyakarta
SUDAH DI BAB 2, SUDAH DIMAKSUKKAN KE RAK BUKU DENGAN MEMASUKKAN FAVORITE BELUM?
\==================================================================================
Walau saat SMA kami tidak satu sekolah, kami masih sering bertemu karena kami satu gugus depan atau GUDEP Pramuka di SMP kami. Kami berdua memaang aktivis gerakan pramuka. Karena sudah lulus SMP kami menjadi penegak melatih siaga. Lalu kami terus aktiv hingga kami harus sibuk kuliah dan menikah
Bayu menyatakan cinta ketika aku lulus dari SMA dan dia masih kuliah.
Kami menikah dengan cukup mewah karena Bayu anak tunggal dan ayahnya punya tiga buah mini market.
“Seperti tadi istri saya katakan, dia bukan anak kami lagi. Kami menyesal mempunyai anak lelaki yang tak punya moral seperti dirinya. Dan seharusnya kalau dia bukan banci, di segera menjatuhkan talak yang kamu minta Wien,” pak Joko ayah mertuaku menyindir lelaki itu. Lelaki yang selama dua tahun menjadi suamiku.
Sementara Indarwati yang biasa dipanggil bu Iin dan pak Teguh Susilo kedua orang tuaku sejak tadi hanya terdiam. Mereka merasakan beban batinku. Mbak Asih yang sejak tadi menggendong Awan sejak ibu mertuaku akan mengambil tas Ririn juga aku lihat berusaha tegar.
Aku perhatikan Bayu suamiku tercekat mendengar kata-kata ayah kandungnya yang sangat menusuknya.
“Dan kamu Wien. Kamu anak Ibu, walau bedebah itu sudah menceraikanmu. Rumah ini milikmu. Karena Ibu dan Ayah membelikan untukmu sebagai hadiah ketika kamu hamil. Ini bukan harta gono gini. Yang harta gono gini adalah mobil yang digunakan lelaki itu. Kamu harus minta itu dibagi dua,” seru bu Iswarni lagi.
Memang sehabis menikah ibu dan bapakku tidak membolehkan aku dan Bayu mengontrak. Kami tinggal bersama mereka dan Wienarno adik bungsuku di rumah mereka di jalan Gaharu 1. Sedang mbak Asih dibawa suaminya mas Slamet Kasmojo tinggal di Terogong.
Mertuaku sangat baik. Dia pernah keguguran sebelum mendapatkan Bayu. Dan ketika Bayu SD mertua hamil lagi tapi kembali keguguran dan disarankan untuk berhenti berusaha punya anak lagi. Jadilah Bayu menjadi anak tunggal mereka.
“Kamu gadis pertama yang Bayu kenalkan ke Ibu,” demikian dulu mertuaku berbisik padaku saat pertama kali aku diajak Bayu ke rumahnya. Saat itu aku masih kuliah semester kedua. Ibu juga bertanya mengapa aku memilih D3 bukan S1 saja.
Saat itu memang aku kuliah dengan dana pas-pas an. Bapak bukan pegawai tinggi yang bisa menguliahkanku sedang Arno masih sekolah di SMK yang biaya praktik hariannya sangat besar karena dia ambil jurusan otomotif. Aku ngotot kuliah dan berjanji pada bapak akan menanggung separo uang kuliahku.
Saat Bayu mengajukan lamaran, bu Iswarni mengatakan aku akan menjadi putrinya, bukan menantu. Dan memang seperti itu kenyataannya. Dia sangat menyayangiku. Saat aku memperlihatkan test pack bergaris dua dia memelukku erat, dan seminggu kemudian dia datang ke rumahku memberi hadiah berupa rumah atas namaku.
“Bayu, sekarang Wiwien sedang hamil. Kamu harus membeli mobil. Jual motormu itu,” perintah ayah mertuaku saat itu. Maka Bayu pun menjual motornya dan dengan tambahan uang tabungan kami, kami mengambil sebuah mobil baru dengan uang muka yang cukup besar sehingga angsuran yang kami harus bayarkan selama satu tahun tidak terlalu membebani kami yang masih merangkak dalam penghasilan dikantor.
Mobil itu sudah lunas ketika Awan berusia tiga bulan.
“Cepat!” kata-kata ayah mertuaku menyadarkanku dari lamunan masa lalu.
WIENARNI END POV
****
BAYU POV
Istriku baru saja melahirkan dua bulan lalu, minggu depan dia sudah harus masuk kerja karena cuti melahirkannya hanya tiga bulan. Sejak satu bulan lalu dia sudah meminta pada ibuku dan ibunya mencarikan pembantu rumah tangga yang bisa merawat anak bayi.
Di rumah sudah ada mbok Ranti, seorang asisten rumah tangga yang sudah cukup umur. Mbok Ranti ikut mertuaku sejak Wiwien SMA. Dan sejak kami pindah ke rumah ini dia memang ikut Wiwien.
Tapi Wiwien tak tega bila mbok Ranti menjaga Awan. Dia ingin ada tenaga lain yang menjaga anak kami itu. Tapi Wiwien tak ingin mencari tenaga baby sitter. Dia ingin pembantu rumah tangga biasa saja.
Akhirnya ibuku mendapat seorang gadis polos dari desa yang terpaksa berhenti sekolah karena tak ada biaya. Dia baru naik kelas dua SMK atau baru selesai kelas sepuluh saja. Naik kelas sebelas tapi berhenti.
Dua minggu ibu melatih Ririn -nama gadis itu- menggunakan alat rumah tangga seperti mesin cuci dan majic jar serta setrika. Ibu melatih Ririn menyetrika baju, mengepel dengan alat pel yang bukan sekedar lap pel biasa. Setelah siap baru Ririn diantar ke rumahku.
Satu minggu ibu menginap di rumahku melatih Ririn merawat Awan. Ibu tak ingin langsung meninggalkan Ririn mengasuh Awan. Tentu dia tak ingin cucu pertamanya salah penanganan.
***
Suatu hari ada berkas yang aku lupa bawa ke kantor. Aku mengambilnya dan aku lihat ternyata Ririn punya ponsel yang cukup bagus.
‘Kalau dia tak ada biaya untuk sekolah, mengapa dia punya ponsel bagus?’ batinku. Saat itu Ririn sudah satu bulan mengasuh Awan.
Akhirnya tanpa sadar aku memperhatikan pakaiannya. Bukan baju pudar yang jelek. Pakaian yang dia pakai cukup bagus dan modis untuk anak seusianya. Bukan seperti pakaian orang desa yang kekurangan uang.
“Kamu sedang melihat apa?” tanyaku penasaran.
“Eh Bapak. Koq pulang?” tanyanya berdiri dari sofa ruang tamuku.
Aku tak menjawab dan memperhatikan apa yang terlihat diponselnya. Dia sedang search toko pakaian online yang cukup terkenal.
‘Anak desa belanja online? Berarti dia pakai mBanking atau bayar COD,” pikirku.
Aku mengambil berkasku dan duduk di sofa. “Kamu mengapa berhenti sekolah?” tanyaku penasaran. Saat ini aku hanya penasaran saja karena selama dia bekerja di rumahku, aku belum pernah mengajaknya bicara.
“Orang tua saya enggak ada biaya Pak,” sahutnya sambil ikut duduk disebelahku tanpa ragu. Saat itu dia menggunakan baju terusan selutut yang tersingkap saat dia tiba-tiba duduk. Dan dia tak segera membenarkan roknya ketika tahu aku melihat paha mulusnya.
Seharusnya saat dia duduk di sebelahku bukan di seberangku. Aku harus berpikir jernih dan mewaspadai hal buruk. Tapi aku tak berpikir itu. Aku menganggap dia duduk disebelahku adalah hal wajar.
“Saya koq ragu. Kalau tak ada biaya, bagaimana kamu bisa beli baju online dan punya ponsel sebagus itu?” tanyaku curiga.
“Itu … itu, jawabnya bingung.
“Katakan sejujurnya,” jawabku sambil memberi usapan di pahanya agar dia merasa nyaman. Serius sumpah demi apa pun, saat itu aku tak ada pikiran kotor untuk menggodanya atau mengambil keuntunga. Aku hanya ingin dia menjawab pertanyaanku tanpa merasa bersalah. Aku tak bermaksud buruk. Hanya ingin dia nyaman bercerita saja.
Tapi aku malah mendapat respon tak terduga! Tangan Ririn menggenggam tanganku. Bukan untuk menghentikan perlakuanku. Dia malah meremas jemariku.
Diberi perlakuan seperti itu tentu jiwa lelakiku memberontak. Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Dia tak mundur atau menghindar. Kulihat bibirnya sedikit terbuka dan matanya terpejam seakan menunggu aku untuk ******* bibir tebalnya yang menggoda.
Dan siang itu pertama kalinya aku merasakan bibir hangat selain bibir Wiwien istriku. Cukup lama aku ******* bibir manisnya, dan kuhisap kuat lidahnya yang berhasil aku dapatkan. Ririn tak polos. Dia good kisser. Bisa mengimbangi permainan lidahku.
“Pak … ah pak,” desahnya sambil tangannya mengusap pangkal pahaku. Aku menghentikan pertempuran bibir kami ketika tangannya memegang erat senjata tempurku yang sudah siap menghujam sasaran. Tanpa pamit aku langsung kembali ke kantor membawa berkas yang tadi ingin ku ambil di rumah. Aku tak ingin rumah tanggaku hancur.
Di kantor tak bisa aku kembali fokus pada pekerjaan. ******* Ririn selalu terngiang. Berkali-kali aku ke toilet membasuh kepalaku.
Esoknya aku berupaya tak mendekati Awan ketika dia hanya berdua dengan Ririn. Aku menggoda Awan ketika dia digendong mbok Ranti atau Wiwien. Aku berupaya meminimalisir kedekatanku dengan Ririn. Aku ingin tetap setia pada Wiwien istri tercintaku.
Hari ini mbok Ranti ke rumah ibu mertuaku karena ibu mertua minta bantuannya untuk masak. Mertuaku ketempatan sebagai nyonya rumah arisan. Dan Wiwien mengantar simbok sekalian dia lembur di hari Sabtu ini.
Terpaksa aku berdua Ririn di rumah. Awan yang memang kalau malam tidur denganku sudah selesai dimandikan oleh Wiwien sebelum istriku berangkat lembur. Awan juga sudah kenyang minum ASI langsung dari Wiwien. Saat ini bayi gembul itu sedang tidur nyenyak.
Nanti kalau Awan bangun baru diberi ASIP. Memang Wiwien menerapkan ASI eksklusif. Selama enam bulan Awan hanya akan minum ASI tanpa tambahan sussu formula sebagai tambahan. Aku kagum pada istriku itu.
Aku sarapan sendirian. Aku lihat Ririn menggunakan kaos biasa tidak ketat dan celana kain dibawah lutut atau biasa disebut celana tujuh perdelapan. Tak ada kesengajaan menarikku untuk tergoda dari pakaiannya.
Kudengar Awan menangis dan Ririn langsung mengambil botol ASIP. Dia memanaskan ASI agar bisa diminum oleh Awan. Aku yang tidak tega mendengar tangisan bayiku langsung menuju kamarku untuk menggendongnya.
Aku membawa Awan ke ruang tamu dan duduk di sofa menunggu Ririn membawakan botol susuu untuk Awan. Ririn memberikan botol dan duduk mepet disebelahku. Aku tak bisa bergeser karena duduk dipinggiran kursi yang ada pembatasnya untuk dudukan tangan.
“Ade haus ya sayang,” Ririn menggoda Awan. Tangan kirinya memegang pahaku dan tangan kanannya mengelus pipi Awan. Pipinya hanya berjarak sangat dekat dengan bibirku. Dia menyibakkan rambutnya dan kuhirup bau shampoonya.
“Sini ikut Embak aja,” Ririn mengambil Awan dengan menekankan sikut kirinya dipahaku. Dia pangku Awan tapi bahunya bersandar di bahuku. Aku terpojok tak bisa bangkit. Kulihat leher jenjang Ririn berada sangat dekat dengan bibirku.
Rejeki tak mungkin aku tolak. Lehernya yang sangat dekat dengan bibirku langsung kulahap. Dia mendesah membuatku tambah ingin melakukan hal yang lebih.
“Aaah …,” kudengar desah Ririn saat aku memegang kedua pepaya mengkalnya dari belakang sambil mencecap leher bagian belakangnya. Banyak kiss mark aku buat, sambil tanganku memilin dua buah pepaya didada Ririn. Aku memegangnya langsung karena tanganku masuk kedalam penghalangnya. Bukan dari luar kaos.
Satu tanganku turun kupegang gundukan yang tertutup segitiga dari bahan kaos miliknya. Kuusap lembut rumput dibalik bahan kaos itu dengan sesekali jemariku menusuk lubang semut miliknya yang masih belum aku buka.
Aku mengambil Awan dan membaringkan putraku di sofa. Dan sekarang aku leluasa menciumi bibir tebal Ririn. Tak lupa satu tanganku menjelajah kesemua arena yang bisa aku jangkau. Kuusap rumput halus di sana sambil terus memainkan lidah Ririn. Lalu aku berpindah ke leher bagian depannya yang sejak tadi belum kuberi kiss mark.
“Bagian depan jangan dimerahin,” bisik Ririn sambil tangannya mengelus senjata tajamku. Aku pun patuh. Leher depannya hanya kukecupi, kadang kugigit pelan tanpa kuhisap. Dan jemari Ririn ternyata sudah memegang dan meremas meriamku secara langsung tanpa perantara kain celanaku lagi.
Tak sabar aku buka segitiga kaos Ririn dengan mudah. Dia tetap duduk disofa dan aku berjongkok di depannya bermain dengan lubang semut miliknya. Kukecup dan kuhisap hingga berkali-kali dia merasakan pelepasan.
Akhirnya aku pun membungkam lubang semut itu dengan senjata tajamku. Kuhujam berkali-kali hingga aku pun mendapat pelepasan. Tak cukup satu kali. Aku melakukan serangan ulang. Kami melakukannya di sofa.
Tersadar aku saat menembaknya tadi tak menggunakan pengaman. Aku langsung pergi ke apotik untuk membeli pil pencegah kehamilan. Aku tahu ada pil itu karena banyak teman yang menggunakannya.
Pil itu khusus untuk kontrasepsi darurat yang dapat mencegah sel telur dibuahi ******. Dan maksimal penggunaannya yaitu 72 jam setelah bercinta tanpa pengamaan. Aku juga membeli pil KB. Mulai besok Ririn harus rutin minum itu. Aku tak ingin punya anak dari perempuan lain selain istri sahku.
“Minum ini, aku tak mau kamu hamil. Dan kalau kamu hamil, aku yakin itu bukan anakku karena aku baru kali ini menyentuhmu dan kamu sudah tidak perawan!” tanpa kata-kata manis aku beri dia pil kontrasepsi darurat yang harus segera dia minum.
“Dan ini, kamu minum mulai besok,” lanjutku. Kulihat saat ini Awan sudah pindah ke box, tidak di sofa tempat kami bertempur tadi.
Sejak hari itu, tiap ada kesempatan aku menyempatkan diri menghujam Ririn. Beberapa kali dia kuberikan uang jajan yang cukup lumayan secara cash. Karena laporan mBankingku bisa dilihat Wiwien. Kalau ada bonus harian aku ambil sedikit untuk Ririn.
Aku tak berani mendatangi kamar Ririn saat malam. Aku hanya kencan dengan Ririn di rumahku pagi atau siang. Saat itu sengaja aku menyuruh mbok Ranti membeli sesuatu.
Bila malam sesekali Ririn menyatakan kangen akan hujamanku dan aku janjikan besok siang akan kuobati kangennya.
***
Siang ini dua bulan sudah hubunganku dengan Ririn. Istriku mengundang kedua orang tuaku dan orang tuanya serta kakak iparku untuk makan siang. Aku sangat senang kedua orang tua bahagia melihat Awan yang makin chubby.
Sehabis makan siang tetiba Wiwien berkata dia minta pendapat tentang hasil editannya. Aku tak tertarik melihatnya. Aku melihat email kerjaanku di kantor. Pekerjaanku tentu banyak menumpuk karena aku sering tinggal pulang untuk bertemu dengan lubang semut milik Ririn.
Satu bulan setelah aku menikmati lubang semutnya memang Ririn meminta nomor ponselku. Sejak itu dia sering menghubngi via chat meminta aku segera pulang saat Wiwien baru saja berangkat kerja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!