Nara Alensya 19 tahun.
Bekerja sebagai asisten rumah tangga disebuah mansion megah milik seorang putra tunggal dari keluarga Alexander. Sudah tiga bulan Nara bekerja disana namun sekalipun gadis itu tidak pernah melihat wajah dari sang majikan dan yang hanya ia tau jika namanya adalah Reiner.
Malam ini Nara berkesempatan untuk bisa melihat wajah majikannya itu lantaran ia mendapat tugas untuk mengantar makan malam kekamarnya. Nara mengetuk pintu kamar Reiner dan setelah mendapat perintah lantas Nara membuka pintu tersebut.
Nara berjalan perlahan masuk kekamar Reiner dan disisi tempat tidur ia melihat Reiner yang tengah duduk tanpa memakai baju. Nara sangat mengagumi keindahan tubuhnya, dari belakang saja sudah terlihat gagah apalagi kalau dilihat dari depan.
"Letakkan saja diatas meja dan segera keluar." Ucap Reiner tanpa melihat kearah Nara. "I-iya tuan." Ujar Nara dengan sedikit gugup. Karena kurang berhati-hati tanpa sengaja Nara menjatuhkan vas bunga yang ada diatas meja.
"Prang..."
Terdengar suara vas yang pecah sontak Reiner pun langsung menoleh kearah Nara dan menatapnya sangat tajam. Nara yang sedang berjongkok untuk memunguti pecahan vas tersebut pun menoleh kearah Reiner dan mata kalian pun saling menatap yang membuat jantung Nara berdegup begitu kencang.
Ya, ini adalah pertama kalinya gadis itu melihat wajah majikannya. Terlihat sangat tampan dengan garis wajah yang begitu tegas. "Turunkan pandanganmu itu!" Dengan cepat gadis itu pun mengalihkan pandangannya lalu kembali memunguti pecahan vas tersebut.
"Astaga kenapa aku ini ceroboh sekali." Gumam Nara seraya membersihkan sisa pecahan vas tersebut. Tanpa Nara sadari kini Reiner sudah berdiri dihadapannya yang membuatnya sampai menelan salivanya berkali-kali karena takut.
"Berdiri!" Ujar Reiner dengan suara datarnya. Nara pun dengan tubuh yang bergetar berdiri menghadap pada Reiner namun tetap dengan tidak berani menatapnya. Kemudian Reiner menarik pinggang Nara dan mendekatkan wajahnya ditelinga Nara.
"Hukuman apa yang pantas aku berikan untuk orang yang ceroboh sepertimu? Hum?" Bisik Reiner ditelinga Nara. "Maaf tuan, aku tidak sengaja menjatuhkannya." Lirih Nara dengan sangat ketakutan.
"Tidak sengaja katamu? Apa kau tau berapa harga vas yang sudah kau jatuhkan itu hum?" Nara pun menggeleng takut dan Reiner semakin merapatkan tubuh Nara kedalam dekapannya seraya tersenyum menyeringai. "Satu ginjalmu pun tidak dapat mengganti vas yang sudah kau jatuhkan itu." Ujar Reiner yang semakin membuat Nara ketakutan setengah mati.
"Lihat aku." Reiner menarik dagu Nara dan Nara pun menatap begitu dekat pada wajah Reiner. Wajah keduanya yang semakin terlihat sangat dekat bahkan hidung mereka yang hampir menempel membuat Nara sedikit mendorong dada Reiner untuk memberinya jarak.
"Tu-tuan begini aku minta maaf, kau bisa memotong setengah gajiku untuk mengganti vasmu itu." Ucap Nara dengan sangat gugupnya. Reiner dengan senyum smirknya lantas semakin mendekatkan wajah tampannya pada wajah Nara. Dengan sedikit melirik wajah Reiner seraya memiring-miringkan kepala, sungguh membuatnya semakin tidak bisa bernafas dihadapan tuannya itu.
"Berapa gajimu bekerja disini sampai kau ingin aku memotong setengahnya?" Tanya Reiner dengan menarik semakin dalam pinggang Nara. "Egh... tuan jangan seperti ini aku mo--" Nara yang mencoba melepaskan diri itu justru semakin membuat Reiner mendekapnya dengan kuat. "Katakan padaku berapa?" Ucap Reiner dengan hidung yang hampir menempel pada wajah Nara.
"Kenapa kau bertanya padaku! Kau kan majikanku, jadi harusnya kau tau kan berapa gajiku!" Nara yang mulai kesal tanpa sadar berbicara dengan nada yang cukup tinggi pada Reiner. Memalingkan wajah dari hadapan Reiner membuat pria itu seolah semakin senang sekali untuk menggoda sang asisten rumah tangganya itu.
Reiner dengan tangan nakalnya lantas meraba bagian pinggang Nara yang sejak tadi belum ia lepaskan sampai membuat gadis itu pun mulai tersadar dari rasa kesalnya. "Tu-tuan maaf aku hanya--" Ucap Nara yang terhenti saat tiba-tiba terdengar suara memanggil dari luar kamar.
"Reiner ku sayang... helooo... apa kau dikamar nak?" Suara teriakan yang sontak membuat Reiner langsung melepas dekapannya terhadap Nara. "Gawat, itu suara ibuku." Reiner bak kalang kabut justru mondar mandir kesana kemari.
"Apa ibumu? itu artinya--" Nara yang ikut dalam kebingungan itu pun Segera beranjak pergi dari kamar Reiner. Namun saat ia sudah sampai didepan pintu, terdengar langkah kaki yang semakin dekat dengan suara teriakan ibu Reiner dari luar yang semakin terdengar jelas. Gadis itu pun segera memutar tubuhnya dan menatap kearah Reiner lalu mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar. "Bagaimana ini tuan?" Tanya Namira dengan ketakutannya.
"Sembunyi." Ujar Reiner.
"Sembunyi? Ah.. iya kau benar." Ucap Nara membenarkan ucapan Reiner. Bukannya Nara yang bersembunyi justru ia malah mendorong Reiner masuk kedalam lemari pakaian dan menyembunyikan majikannya disana. Sadar akan apa yang ia lakukan, kemudian Nara kembali membuka lemari itu dan mengeluarkan Reiner dari sana.
"Maaf tuan aku salah." Ucap Nara seraya mengeluarkan Reiner dari dalam lemari. Kemudian dengan cepat Nara menukar posisinya dengan masuk kedalam lemari dan Reiner membuka pintu kamar.
"Ceklek... "
Pintu dibuka dan ibu Reiner pun masuk kedalam. "Kenapa lama sekali membuka pintu saja?" Tanya ibu Reiner dengan berjalan masuk kekamarnya. "Maaf bu tadi aku sedang memakai baju." Ujar Reiner seraya melirik kearah lemarinya.
Ibu Reiner nampak terus berjalan seraya melihat sekeliling kamar putra satu-satunya itu. Sampai ibu Reiner berhenti didepan pintu lemari, dengan cepat Reiner langsung berpindah posisi berdiri dihadapan ibunya.
"Ibu kau mau apa!" Ucap Reiner dengan sedikit keras. Melihat tingkah putranya yang aneh, lantas ibu Reiner dengan menyipitkan kedua matanya menatap tepat pada wajah Reiner. "I-ibu, ke-kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Reiner dengan gugupnya.
"Ibu yang seharusnya bertanya, kau ini kenapa? Sikapmu terlihat aneh, awas menyingkirlah." Ibu Reiner menggeser tubuh Reiner untuk menjauh dari lemari. "Ibu jangan!" Teriak Reiner yang kembali menghadang dipintu lemari saat melihat ibunya akan membuka lemari miliknya.
"Plak... "
"Aww..." Ringis Reiner saat sang ibu memukul lengannya. Kesal melihat tingkah putranya yang terlihat aneh, ibu Reiner lantas menarik paksa Reiner agar menyingkir dari hadapannya.
"Diam disitu!" Sentak ibu Reiner yang langsung membuat putranya itu terdiam. Dengan pasrah Reiner pun hanya diam saat melihat detik-detik ibunya akan membuka lemari miliknya. "Ibu itu ada ke--"
"Apa!" Sentak ibu Reiner yang langsung membuatnya berhenti bicara. Reiner menutup kedua matanya erat-erat saat perlahan pintu lemari akan dibuka oleh ibunya. Perasaan khawatir jika akan diketahui keberadaan Nara yang tengah bersembunyi didalam sana, Reiner kemudian langsung melemparkan diri diatas kasur empuknya dengan posisi tengkurap seraya berdoa dalam hati dan berharap jika ibunya tidak akan melihat Nara didalam lemari itu.
"Dagh... Digh... Dugh..."
Jantung Reiner terus saja berdegup dengan kencangnya saat ibunya akan mulai membuka lemari miliknya. Dan saat tangan ibu Reiner sudah berada pada gagang pintu lemari, Reiner dengan mengejutkan tiba-tiba melompat dari tempat tidur dan berdiri dihadapan ibunya.
"Ibu tidaaakk..." Teriak Reiner yang tiba-tiba sudah berada dihadapan ibunya seraya merentangkan kedua tangan. "Reiner kau ini kenapa sebenarnya! kenapa ja--" Ucapan ibu Reiner pun terhenti saat tiba-tiba ia mendapat panggilan melalui ponselnya.
"Halo suamiku..." Ibu Reiner menerima telfon yang ternyata itu adalah panggilan dari ayah Reiner. Menghela nafas leganya Reiner pun langsung duduk dilantai dengan bersandar dilemari saat melihat ibunya keluar dari kamarnya.
Setelah memastikan ibunya pergi, kemudian Reiner beranjak dari duduknya lalu menutup dan mengunci pintu kamarnya. "Untung saja ayah menelfon kalau tidak--" Teringat akan Nara yang bersembunyi dilemarinya, Reiner dengan cepat membuka lemarinya karena khawatir Nara akan kehabisan nafas lantaran dikunci didalam sana.
"Ceklek..."
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Reiner saat setelah membuka pintu lemarinya. terlihat Nara yang bercucuran keringat lantaran ia berada cukup lama didalam lemari. Dengan badan yang sedikit lemas Nara pun keluar dari sana.
"Apa nyonya besar sudah pergi tuan?" Tanya Nara dengan nafas terengah-engah. "Sudah, kau tidak apa-apa?" Nara pun menggeleng lalu pergi dari hadapan sang majikan. "Kau mau kemana?" Reiner menarik tangan Nara dengan kuat hingga membuatnya berada dalam dekapan Reiner kembali.
"Tu-tuan lepas, aku mau kedapur." Nara berusaha melepaskan diri dari dekapan Reiner. "Bagaimana mungkin kau bisa pergi begitu saja setelah memecahkan vas milikku." Lagi-lagi Reiner berbicara masalah vas yang sudah Nara pecahkan. Nara pikir Reiner sudah lupa hal itu, tapi nyatanya malah mengingatkan kembali akan kesalahan yang tidak disengaja Nara lakukan sebelumnya.
"Kenapa diam? Jadi bagaimana caramu untuk membayarnya?" Reiner semakin mendekatkan wajahnya pada leher Nara. "Oh, nyonya besar." Ucap Nara seraya menunjuk kearah belakang Reiner.
Mengira jika itu benar ibunya, dengan cepat Reiner melepas dekapannya pada Nara dan memutar tubuhnya kebelakang. Secara bersamaan pula Nara menggunakan kesempatan itu untuk cepat-cepat pergi dari kamar majikannya itu.
"Hey!" Teriak Reiner saat menyadari Nara yang kabur darinya. "Berani sekali dia pergi begitu saja dariku, hemph... cukup menarik." Ucap Reiner seraya tersenyum menyeringai.
Sementara Nara yang berhasil kabur dari tuannya itu langsung masuk kekamar dan tidak lupa untuk mengunci pintunya. Nara dengan nafas yang terengah-engah merasa begitu lega saat bisa lepas dari majikannya yang ia anggap sangat menakutkan itu.
"Bagaimana ini? Bagaimana caraku bisa mengembalikan vasnya yang sudah kepecahkan itu? Sedangkan tadi dia bilang kalau satu ginjalku saja tidak akan cukup untuk menggantinya." Nara yang semakin dibuat bingung oleh Reiner itu pun hanya bisa terus menggerutu dan menyalahkan dirinya sendiri.
"Apa mungkin aku harus--" Nara terdiam seraya berpikir. "Oh tidak-tidak, aku tidak mungkin melakukan itu." Entah apa yang dipikirkan gadis itu sampai membuatnya bertingkah tidak karuan dikamarnya sendiri. Mulai dari menggigit bantalnya, hingga naik turun tempat tidur, sampai mondar mandir kesana kemari.
Hingga pukul 11 malam Nara yang baru saja akan menarik selimutnya untuk tidur itu, tiba-tiba dikejutkan oleh suara ketukan pintu tanpa suara orang memanggil. Perlahan kemudian gadis itu pun turun dari tempat tidurnya berjalan mendekatkan dirinya dipintu.
Tok... tok... tok
Suara ketukan itu berulang kali terdengar jelas ditelinga Nara. "Siapa?" Teriak Nara dari dalam kamarnya. Tidak juga ada sahutan dari luar dan ketukan pintu pun berhenti, lantas Nara kembali ketempat tidurnya.
Saat baru saja kakinya akan naik ketempat tidurnya, lagi-lagi suara ketukan itu terdengar kembali dan sontak Nara langsung dengan cepat melihat kearah pintu itu lagi. "Siapa sebenarnya yang mengetuk pintu sejak tadi?" Dengan menahan rasa takutnya, Nara mengambil sapu lantai miliknya seraya berjalan perlahan kearah pintu.
"Ceklek..."
"Aaaa... rasakan ini!" Nara yang sudah akan memukul orang yang sejak tadi mengetuk pintu kamarnya itu terhenti lantaran gagang sapu Nara justru dipegang kuat oleh orang dihadapannya. "Tu-tuan?" Ucap Nara dengan gugupnya saat melihat Reiner yang tengah berdiri dihadapannya dengan menahan sapu yang hampir terkena pada wajah tampannya itu.
"Tuan ka-kau disini?" Nara yang tidak menyangka jika orang yang akan ia pukul itu adalah majikannya, dengan perlahan Nara menyingkirkan sapunya itu dari genggaman Reiner. "Maaf aku pikir tadi itu--" Ucapan Nara terhenti saat Reiner langsung mendorong tubuh Nara masuk kekamar.
"Heh tuan apa yang kau lakukan!" Teriak Nara yang ketakutan saat melihat Reiner mengunci kamarnya. "Tuan kenapa kau disini? Bagaimana kalau nanti pelayan yang lain melihat dan--"
"Dan apa? Hum?" Reiner menarik pinggang Nara hingga gadis itu seketika langsung terdiam seraya berusaha menelan salivanya dalam-dalam. "Kau takut jika pelayan lain melihatnya begitu?" Angguk Nara dengan cepat seraya mata melihat kearah pintu yang sudah terkunci.
"Ti-tidak hanya itu saja tuan, bagaimana kalau nanti nyonya besar da--" Belum selesai Nara bicara, bibirnya tiba-tiba dikunci dengan ciuman lembut dari bibir majikannya yang amat sangat tampan itu.
Dengan mata terbelalaknya, dan dengan kedua tangan yang menahan dada Reiner, Nafas Nara seolah berhenti begitu saja saat untuk pertama kalinya bibir gadis berusia 19 tahun itu dicium oleh seorang laki-laki.
"Apa ini? Apa ini yang dinamakan ciuman? Aku sedang melakukannya sekarang, iya ini sama seperti difilm drama korea itu kan?"
Hati Nara terus saja bergumam tatkala ia merasakan ciuman dari majikannya itu yang terasa amat dalam. Gadis yang tidak pandai sama sekali dalam hal itu, tentu saja hanya terdiam dan tidak merespon akan apa yang dilakukan majikannya itu padanya.
Hingga Reiner yang awalnya menutup matanya saat mencium bibir ranum milik Nara, perlahan ia buka. Dilihat kedua mata gadis itu yang perlahan tertutup, dan dengan senyum menyeringainya kemudian Reiner menggigit bibir bawah Nara dan seketika pula Nara langsung tersadar dan membuka penuh bibirnya itu.
Tidak membuang kesempatan begitu saja, Reiner dengan lihainya kemudian memainkan lidahnya didalam rongga mulut Nara dan mengabsen gigi putih gadis itu satu persatu.
Nara yang masih juga tidak mengerti hanya diam mengikuti permainan sang majikan seraya kedua tangannya yang mulai meremas dada pria yang tengah menikmati bibirnya itu.
Sampai 15 menit kemudian Reiner menghentikan permainannya dan dengan perlahan melepas tautan bibirnya pada bibir Nara. Perlahan juga Reiner mengusap bibir basah Nara yang membuat gadis itu menunduk tidak berani menatap kearahnya.
Seolah candu akan manisnya bibir Nara, diam-diam Reiner menarik dagu Nara dan bersiap untuk mencium kembali bibir milik asisten rumah tangganya itu. Namun hal itu gagal lantaran tiba-tiba terdengar suara keras memanggil nama Nara seraya mengetuki pintu kamarnya. "Nara... apa kau didalam?" Teriak Kania, seorang kepala asisten rumah tangga Reiner.
"Bugh..."
Sontak Nara pun langsung mendorong dada Reiner hingga membuat tubuhnya menetap ditembok. "Itu Kania, bagaimana ini? Tuan kau bersembunyilah sekarang." Nara yang kebingungan menarik tangan Reiner bermaksud untuk menyembunyikan majikannya itu.
Bukannya berusaha mencari tempat untuk bersembunyi, Reiner justru terlihat begitu tenang saat Nara yang kebingungan ingin menyembunyikannya agar tidak diketahui oleh Kania. "Dimana aku harus menyembunyikanmu?" Nara terus menarik tangan Reiner kesana kemari mencari tempat yang dianggapnya aman untuk menyembunyikan tuannya itu.
Dan Reiner sendiri dengan santainya hanya mengikuti Nara seraya mengginggit bibir bawah dan menaikkan satu alisnya dengan begitu menggoda. "Nara apa kau tidak mendengarku?" Teriak Kania lagi.
"I-iya Kania aku dengar, sebentar aku sedang memakai baju." Teriak Nara dari dalam kamar yang berbohong sedang memakai baju padahal kenyataannya sedang kebingungan ingin menyembunyikan Reiner sang majikan.
"Tuan ayo bersembunyi cepat." Nara mendorong paksa tubuh Reiner agar masuk kekolong tempat tidur miliknya. "Apa kau bilang? Kau menyuruhku untuk bersembunyi disini?" Ucap Reiner yang tidak menyangka dirinya akan diminta untuk bersembunyi dikolong tempat tidur yang gelap.
"Nara... kenapa lama sekali?" Teriak Kania untuk kesekian kalinya lagi. "Iya Kania sebentar lagi." Sahut Nara. Tidak ada pilihan lagi, dengan tidak sabarnya Nara memaksa Reiner untuk masuk kekolom tempat tidurnya.
"Cepat tuan." Nara mendorong tubuh Reiner dan dengan patuhnya Reiner pun masuk kedalam kolom tempat tidur dengan sedikit menggerutu kesal. "Hey, kau tidak bi--"
"Sssttt..." Nara memotong ucapan Reiner untuk diam dan tidak banyak bicara saat bersembunyi. Dengan sedikit merapikan pakaiannya kemudian Nara membuka pintu kamarnya untuk Kania.
"Ceklek..."
"Kania..." Sapa Nara dengan senyum tipisnya. Kania dengan tatapan curiganya kemudian masuk kedalam kamar Nara dan duduk disisi tempat tidur milik Nara. "Ada apa Kania?"
"Apa kau sudah mengantar makan malam untuk tuan muda Reiner?" Tanya Kania dan Nara pun menggangguk cepat. "Lalu bagaimana reaksinya saat kau mengantar makan malam untuknya?" Mendengar pertanyaan Kania seketika membuat Nara langsung bersemangat untuk bercerita tentang bagaimana kesan pertama saat ia melayani tuannya itu.
Nara duduk disamping Kania dan mulailah ia bercerita tentang bagaimana menyebalkannya seorang Reiner Alexander, hingga kesalahannya yang sudah memecahkan vas bunga dan tentang bagaimana ia dimintai ganti rugi untuk hal itu.
"Jadi kau memecahkan vas bunga milik tuan Reiner?" Tanya Kania seraya menepuk pundak Nara sampai mengagetkannya. "I-iya Kania." Ucap Nara dengan gugupnya. Kania dengan tidak menyangka hanya bisa menghela nafas panjangnya saat mengetahui Nara yang baru saja bekerja 3 bulan dirumah Reiner sudah melakukan kesalahan yang cukup besar.
Pasalnya semua barang yang ada dirumah besar Reiner adalah barang-barang bermerk, yang tentunya dibeli dengan harga yang sangat mahal. Bahkan gaji satu tahun Nara bekerja pun belum tentu bisa untuk membeli vas yang sudah dipecahkan olehnya.
"Lalu aku harus bagaimana Kania?" Tanya Nara dengan rasa khawatirnya. Sementara Kania hanya menatap wajah Nara seraya mengerutkan keningnya. "Apa tuan Reiner memintamu untuk menggantinya?" Angguk Nara dengan cepat.
Sementara Nara yang sibuk mengobrol dengan Kania, disisi lain dibawah kolom tempat tidur milik Nara nampak Reiner yang merasa sudah tidak tahan berada didalam sana dan ingin sekali cepat-cepat keluar. "Gadis nakal itu berani-beraninya menyuruhku bersembunyi disini, mana banyak nyamuk dan semut."
"Plak..."
Reiner yang digigit oleh nyamuk pun dengan sengaja menepuk tangannya sampai terdengar oleh Kania dan Nara, lantaran sudah tidak bisa menahan rasa gatal akan gigitan nyamuk tersebut. "Suara apa itu Nara?" Kania yang mendengarnya seketika langsung beranjak dan mencari sumber suara tersebut. "Mungkin itu hanya kucing Kania." Ucap Namira berbohong.
Kania menyipitkan kedua matanya dan menatap wajah Nara dengan tatapan penuh kecurigaan. "Kau sedang menyembunyikan laki-laki disini?" Nara dengan rasa takut akan ketahuan oleh Kania, hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat dihadapan Kania.
Tidak begitu mudahnya bisa langsung percaya dengan Nara, lantas Kania berjalan mengecek seluruh isi kamar Nara. Mulai dari membuka jendela hingga lemari pakaiannya milik Nara. "Tidak ada apa-apa Kania percayalah." Ucap Nara seraya mengikuti langkah kaki Kania yang sedang memeriksa isi kamarnya itu.
"Baiklah, aku percaya padamu. Tapi ingat Nara, kau disini untuk bekerja bukan untuk bersenang-senang." Ucap Kania yang kemudian Nara mengangguk mengerti. "Aku pergi dulu, dan ingat untuk selalu mengunci kamar saat kau tidur." Lagi-lagi Nara hanya mengangguk saat kepala asisten itu sedang memperingatkannya.
Setelah sudah memperingatkan Nara untuk segala hal yang tidak boleh ia lakukan saat bekerja dirumah besar Reiner itu, Kemudian Kania pergi dari kamar Nara. Merasa lega akan hal itu, Nara pun seketika langsung duduk seraya menghela nafas panjangnya.
Tidak ingat jika sebelumnya ia menyembunyikan majikannya dibawah kolom tempat tidurnya, Nara dengan santainya menutup pintu kamar kemudian berbaring ditempat tidur kecil miliknya.
Sementara Reiner yang mengetahui kepergian Kania namun Nara tidak memintanya untuk cepat keluar dari kolom tempat tidur miliknya, tentu membuat pria itu menjadi kesal dan ingin sekali memberi pelajaran untuk asisten rumahnya itu.
Dengan Cepat Reiner pun keluar dari sana dan langsung menarik tangan Nara yang tengah akan memejamkan matanya. "Egh... apa yang kau--" Reiner menarik tangan Nara dan lagi-lagi langsung mengeratkan tubuhnya pada tubuh ramping Nara.
"Bagaimana mungkin kau bisa seenaknya untuk tidur sedangkan aku kau biarkan berada didalam sana hum?" Ucap Reiner dengan satu tangannya yang meraba pada pinggang Nara. "Maaf tuan aku lupa kalau kau masih berada disana." Nara Berusaha menurunkan tangan Reiner namun tidak berhasil.
"Bagaimana bisa kau lupa secepat itu? Sedangkan tadi Kania baru saja mencurigaimu sedang menyimpan laki-laki disini." Nara yang kembali ketakutan dengan sikap Reiner hanya bisa menggelengkan kepala saat Reiner terus melontarkan pertanyaan padanya.
"Kenapa? Kau takut padaku? Hum?" Reiner mendekatkan wajahnya lagi dan meniup leher jenjang milik Nara. "Akhhh..." Satu suara manis menggoda pun keluar dari bibir gadis itu dan semakin membuat majikannya seolah sangat menyukainya.
"Tu-tuan, aku mohon jangan seperti ini." Nara mendorong kuat dada Reiner agar menjauh darinya namun gagal. "Lalu bagaimana? Apa hrus begini?" Reiner menarik lebih kuat pinggang Nara hingga kedua benda kenyal milik Nara menempel pada dada Reiner.
"Tuan hentikan!" Sentak Nara seraya mendorong kuat dada Reiner yang akhirnya dapat memisahkannya dari dekapan sang majikan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!