"Kau makan ini? Jangan membuat aku susah karena kau sakit"
Pria itu meletakan nampan dengan makanan dan segelas air putih di atasnya di depan Rista. Gadis yang dia tahan selama lebih dari 6 bulan. Gadis yang dia jamah setiap hari hanya untuk memuaskan naf*sunya saja. Bukan karena dia mencintainya. Salah Rista sendiri yang mencintai pria seperti Darren. Sudah jelas dia hanya mencintai sahabatnya, tapi kenapa Rista malah mempercayainya tentang janji yang tidak dia tepati. Rista tidak tahu apa yang terjadi pada Reina, sahabatnya setelah dia menyebar gosip yang begitu memalukan. Padahal Rista sendiri hanya termakan curhatan Darren waktu itu.
Hampir setiap pagi, Rista selalu menyambut Darren di depan pintu lobby perusahaan dengan membawakan teh atau kopi hangat untuk bos nya itu. Sudah menjadi rahasia umum tentang Rista yang selalu mengejar Darren yang jelas-jelas sangat cuek dan dingin padanya. Namun, Rista adalah gadis keras kepala yang tidak pantang menyerah dalam mengejar sesuatu. Termasuk mengejar cintanya ini.
"Morning Tuan, ini kopinya biar Tuan semangat kerjanya hari ini" kata Rista dengan senyuman cerianya.
Darren tersenyum, lalu mengambil cangkir yang di pegang Rista. "Terimakasih Rista"
Hampir saja Rista jatuh pingsan saat mendapatkan ucapan terimakasih dari Darren yang di sertai senyuman indahnya. Duh senyumnya bikin candu. gumamnya pelan.
"Nanti, kita makan siang bersama ya" ajak Darren dengan senyumannya yang membuat Rista candu.
Hah? Apa? Tuan Darren ajak gue makan siang bareng. Oh Tuhan, gue gak lagi mimpi 'kan.
Rista sampai mencubit pelan pipinya karena menganggap ini adalah mimpi semata. Sampai dia meringis sakit dengan cubitannya sendiri. Aaa... Gue gak mimpi. Teriaknya dalam hati, ingin rasanya Rista bersorak riang saat ini juga.
Darren tersenyum melihat tingkah Rista yang aneh itu. "Sudahlah, kau tunggu aku di lobby pas jam makan siang"
Darren berlalu menuju lift, meninggalkan Rista yang masih terdiam di tempatnya dengan rasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Pria dingin yang selama ini dia kejar, siang ini mengajak dirinya makan siang berdua. Betapa bahagianya Rista saat ini.
Rista berjalan menuju lift dengan berjingkrak senang. Tidak menyangka hari ini akan menjadi hari bahagia untuknya. Selama beberapa tahun mengejar Darren, Rista berharap hari ini adalah awal yang baik untuk perjuangannya selama ini. Semoga.
Jam makan siang telah tiba, Rista sudah benar-benar menantikan waktu ini. Dia segera membereskan beberapa berkas di atas meja kerjanya, lalu mengambil lipstik dari dalam tas selempangnya. Rista mengoleskan lipstik itu pada bibirnya.
"Pokoknya gue harus terlihat cantik, tapi gak menor. Haha"
Rista benar-benar bahagia, bisa makan siang bersama Darren saja sudah seperti keajaiban untuknya.
"Mau kemana Ris? Seneng banget kayaknya"
Rista menoleh ke arah teman kerjanya itu. "Aaa.. Gue emang lagi seneng, Tuan Darren ajakin gue makan siang bareng hari ini"
Teman kerja Rista langsung shock mendengar itu. Namun beberapa saat kemudian tersenyum tulus. Mereka tahu bagaimana perjuangan Rista yang tidak mengenal lelah dan tidak mengenal malu untuk mendekati Darren dan mendapatkan hatinya. Rista memang gadis yang gigih dalam berusaha.
Rista menunggu Darren di lobby kantor seperti yang di katakan pria itu tadi pagi. Suara pintu lift yang terbuka langsung membuat Rista menoleh dan Darren keluar dari lift dengan gagahnya. Berjalan mendekat ke arah Rista yang sedang deg-degan melihat ketampanan Darren.
"Ayo kita berangkat, kamu sudah siap 'kan?"
Rista mengangguk dengan jantungnya yang semakin berdetak kencang. Duh jantung gue, tenang dong. Jangan bikin gugup kayak gini.
Darren membawa Rista ke suatu restaurant yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan perusahaan. Memakan makanan yang sudah di pesannya dengan terus menatap wajah Darren yang juga sedang fokus makan. Lagi makan aja ganteng banget ni orang. gumamnya dalam hati. Rista masih merasa ini adalah mimpi, bisa makan siang bersama pria yang dia perjuangan selama ini.
Selesai makan, mereka tidak langsung pergi. Tentu Rista senang saja saat dia mempunyai lebih banyak waktu bersama pria yang dia cintai selama ini.
"Ris, aku boleh cerita?" tanya Darren, raut wajahnya berubah menjadi sendu.
Loh dia kenapa?
"Boleh, mau cerita apa? Lagi ada masalah ya?"
Darren mengangguk "Ini tentang sahabatmu juga"
Rista sedikit bingung dengan ucapan Darren kali ini. Sahabatnya? Apa maksudnya Reina, karena Rista tidak mempunyai sahabat baik lain selain Reina. "Maksudnya Reina?"
Darren mengangguk sebagai jawaban. "Aku sebenarnya tahu jika kamu sudah mencintaiku sejak lama. Tapi Reina selalu melaranhku untuk mengatakan perasaanku juga padamu. Reina tidak suka kamu bahagia, tapi dia juga menolak perasaanku waktu dulu dan sekarang dia malah bersama dengan Om El, Ayah angkatnya sendiri"
"Om El? Jadi Reina adalah anak angkatnya Om El? Aku gak tahu soal itu, pantas saja aku pernah tidak sengaja melihat Reina berciuman dengan Om El di dapur saat sedang di rumahnya"
Tangan Darren mengepal kuat di bawah meja, dia tidak suka mendengar cerita Rista. Karena nyatanya dirinya masih sangat mencintai Reina, Darren hanya ingin memanfaatkan Rista untuk bisa menjadi pemisah antara Reina dan Elion.
Sejak saat itu, hidup Rista berubah. Setelah dia menyebar luaskan tentang hubungan terlarang Reina dan Ayah angkatnya, dia menghilang dari hadapan gadis itu. Dan berakhir di sebuah villa terpencil di daerah puncak. Bagaimana dirinya hanya menjadi tahanan Darren, pria itu hanya takut jika dirinya akan membocorkan semuanya pada Reina dan juga Elion.
"Kenapa?"
Darren yang akan melangkah pergi meninggalkan Rista yang sedang duduk di kursi meja makan, langsung terhenti. "Kenapa apanya?"
"Kenapa kamu melakukan ini padaku? Apa salahnya aku? Dan apa yang aku tidak punya sehingga kamu lebih mencintai Reina daripada aku?" lirih Rista, gadis yang rapuh karena semua masalah yang di jalaninya.
Darren berbalik, dia cengkram dagu Rista dan mengangkat wajahnya agar menatapnya. "Karena Reina lebih segala-galanya darimu. Dia cantik dan baik. Dan yang terpenting hatiku memilihnya, bukan kau! Jadi, jangan kau tanyakan lagi pertanyaan bodohmu itu. Jawabannya masih sama"
Tess...
Air mata yang tidak mau berhenti menetes. Terus mengalir membasahi pipinya. Pria yang dia cintai, ternyata hanya memanfaatkannya dan menjadikannya kambing hitam. Sehingga kini sahabatnya pasti sudah sangat membencinya.
Bodoh.. Kau sangat bodoh Rista.
Hanya bisa merutuki kebodohannya sendiri selama ini. Rista tidak mampu melakukan apapun. Untuk menghubungi Reina pun, ponselnya telah di hancurkan oleh Darren. Pria itu benar-benar terobsesi pada Reina sehingga dia rela melakukan apa saja. Termasuk menyakiti wanita yang sangat mencintainya.
Saat ini Rista hanya berharap ada cahaya terang dalam hidupnya. Dia bisa terlepas dari pria ini. Biarkan saja perasaannya hanya terukir di hatinya. Cukup hatinya saja yang tersakiti, jangan dengan fisiknya.
Bersambung
Kisah Rista di mulai.. Yang udah pernah baca novelku yang Daddy Is My Husband pasti tahu siapa Rista dan Darren. Tapi akan aku coba jelaskan lebih detail disini ya.. Biar kalian gak pusing.
Ada karya temanku nih..

"Lo, kalo motongnya kayak gitu. Bisa selesai tahun depan"
Rista menatap Reina yang sedang berdiri di depannya dengan berkacak pinggang. Spatula ada di tangan kanannya. Membuat Rista cengengesan menatap wajah kesal sahabatnya itu.
"Apasi Rein, ini udah bener kok"
"Motongnya cepetan Rista, ini udah mau jam makan siang. Masakan gue belum kelar semuanya. Lah, elo malah nambah lama bukan bantuin biar makin cepet"
Rista hanya mampu tersenyum kaku, dia mulai memotong sayurannya lagi. Kali ini benar-benar cepat sampai tidak jelas bentuknya.
"Ya enggak gitu juga Rista Aulia, yang bener napa si. Lo niat belajar masak atau enggak si"
"Ya niat banget lah Rein, kan gue mau masakin Babang Darren tiap hari nanti kalo gue udah jadi istrinya dia"
Reina memutar bola mata malas, sudah terbiasa mendengar sahabatnya ini berkhayal seperti itu. Rista itu benar-benar tidak menyerah untuk bisa mendapatkan hati seorang Riko Darrendra.
"Terserah lo deh, pokoknya yang bener tuh motong sayurannya. Cepetan juga"
Begitulah kebersamaan mereka, Rista dan Reina memang sudah bersahabat sejak duduk di sekolah menengah atas. Dari awalnya Rista yang tidak bisa memasak, hingga dirinya yang kini mulai bisa memegang masalah dapur. Sedekat itu mereka sampai rasanya tidak pernah terfikirkan jika hubungan mereka akan berakhir seperti ini.
Kebodohan Rista membuat persahabatan mereka menjadi sangat renggang. Salahnya yang terlalu di butakan oleh cinta, hingga dia tidak sadar jika Darren hanya memanfaatkannya agar dirinya dan Reina bisa bersatu. Dengan Rista, Darren bisa memisahkan Reina dan Elion tanpa harus dia yang bekerja keras. Rista benar-benar hanya di manfaatkan olehnya.
Hiks.. Hiks.
Malam ini masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Rista hanya bisa menangisi nasibnya yang menyedihkan ini. Dia menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhnya yang polos tanpa busana. Darren kembali marah karena dirinya menentang keinginannya. Karena Rista mengatakan jika Reina lebih pantas bersama Elion daripada dengan pria tamperamen seperti Darren.
"Jangan menangis" Darren memeluk Rista dari belakang, menempelkan pipinya di kepala gadis itu. "...Jika kau tidak mau aku melakukan lebih kasar dari ini. Kau tahu jika aku tidak suka saat kau membahas tentang Reina dan Elion. Kenapa kau masih berani membahasnya? Apa ancamanku tidak berarti apa-apa untukmu"
Hiks..Hiks..
Rista semakin menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Darren sudah tidak waras, dia menyiksa gadis yang jelas-jelas telah mencintainya selama ini hanya demi mengejar cintanya pada Reina yang semu. "Biarkan saja kau melakukan apa yang kau mau, perlakukan aku sampai kau puas. Yang jelas aku bersyukur karena aku yang mengalami ini, bukan Reina. Dia lebih baik bersama Om El daripada pria psicopat sepertimu"
"Kau berani hah?" Darren menjambak rambut Rista sampai kepala gadis itu tertarik ke belakang dengan meringis sakit. "... Kau tahu, sudah berapa lama aku memendam perasaan padanya, tapi dia malah mencintai Ayah angkatnya sendiri. Kau sudah tahu bagaimana kekejamanku, jadi jangan pernah membuatku marah lagi. Mengerti hmm?"
Jambakan tangan Darren di kepalanya semakin kuat. Rista hanya menangis menahan sakit, namun kali ini dia tidak mau hanya diam dan tidak melawan. Rista harus menghentikan penderitaan nya selama 6 bulan ini. Dia harus menghentikan semuanya. Rista mendongak dengan rambut yang masih di jambak oleh Darren. Menatap wajah Darren dengan berani.
"Yang kau rasakan itu hanya obsesi, kau hanya merasa terkalahkan oleh Pamanmu yang bisa mendapatkan cinta Reina. Kau hanya terobsesi padanya, kau tidak mencintainya Riko Darrendra!"
Arghh..
Rista menjerit saat kulit kepalanya terasa hampir lepas karena jambakan tangan Darren. Beberapa helai rambut terlepas dari kepalanya.
"Kau berani sekali! Ingat Rista, kau hanya gadis tak berarti dalam hidupku. Kau hanya sebatas pemuas naf*su untukku. Reina adalah segalanya bagiku. Jangan sekali-kali kau berkata jika aku hanya terobsesi pada Reina. Aku mencintainya, sangat mencintainya. Bukan kamu yang aku cintai, tapi dia!"
Deg...
Rista hanya terdiam mendengar itu, ya memang dirinya tidak akan pernah berarti apa-apa bagi Darren. Dia hanya mencintai Reina, bukan dirinya. Bodohnya dia yang mencintai pria seperti Darren sampai dia rela membuat hidup sahabatnya hancur.
Rista harus pergi dari sini, dia harus terbebas dari tahanan Darren ini. Rista harus menemui sahabatnya dan meminta maaf secara langsung padanya. Menceritakan semuanya pada Reina. Tidak peduli jika Reina akan membencinya, karena itu pantas dia dapatkan setelah apa yang dia lakukan pada sahabatnya itu.
Darren turun dari tempat tidurnya, memunguti pakaiannya yang berserak di atas lantai. Lalu, memakainya dan keluar begitu saja dari kamar yang di tempati Reina.
Terobsesi.. Tidak aku jelas mencintai Reina. Bukan hanya obsesi semata.
...💐💐💐💐💐💐💐💐💐...
Siang ini Darren pergi ke kota untuk bekerja setelah semalaman menyiksa Rista. Dan di villa ini selalu terpasang gembok dan pintu rumah yang terkunci rapat. Sekilas villa ini seperti kosong, para warga di sekitarnya mengira jika villa itu kosong dan hanya di kunjungi oleh Darren seminggu 3 atau 2 kali saja.
Bahkan ada rumor yang mengatakan jika villa itu berhantu. Karena banyak warga sekitar yang tidak sengaja melihat bayangan lewat di balik jendela villa, belum lagi ada suara-suara tangis dan jeritan tidak jelas dari dalam villa itu. Tidak tahukah mereka jika itu adalah Rista, wanita malah yang di sekap oleh pria psicopat seperti Darren.
Rista selesai mandi dan makan, dia menyiapkan beberapa bekal makanan seperti roti dan minuman di dalam tasnya. Membawa beberapa pakaian saja. Dia sudah tidak tahan untuk terus berdiam di sini, di bawah kekangan Darren yang tidak punya lagi hati nurani. Setelah di rasa semuanya siap, Rista mulai berjalan ke arah pintu belakang dengan menggendong ransel di punggungnya. Rista mencoba membuka pintu tapi tetap terkunci. Dia mencari jalan lain ke arah jendela, tapi percuma karena setiap jendela di villa ini di tutupi dengan jeruji besi. Membuat Rista tidak mungkin menggunakan jalan ini.
Akhirnya hanya ada satu kaca jendela yang tidak memakai jeruji besi. Itu adalah sebuah kaca jendela permanen di atas meja kompor di dapur. Jendela itu tidak bisa di buka tutup karena itu adalah jendela permanen. Rista mengambil sebuah ulekan batu dan naik ke atas meja kompor lalu memecahkan kaca jendela itu dengan alat seadanya. Terus memecahkannya sampai semua kaca terlepas dari jendela itu. Rista berusaha naik ke atasnya meski sedikit sulit, tapi dia tidak menyerah. Terus berusaha sampai dia bisa keluar dari villa bagai neraka ini.
Rista sudah berada di halaman belakang villa, dia celingukan mencari jalan keluar. Semua di pagar dan di benteng dengan tinggi. Satu-satunya cara hanya dengan dirinya melompati benteng pembantas itu. Rista mencari pijakan untuk bisa dia memanjat benteng. Dia menemukan tong sampah kosong, menaruhhya secara terbalik di dekat benteng lalu dia naik ke atasnya dan berusaha naik untuk memanjat benteng tinggi itu.
Akhirnya Rista bisa terlepas dari neraka menyakitkan itu.
Bersambung
Jangan lupa dukungannya.. Like komen di setiap chapter.. Kasih hadiahnya dan votenya juga..
Rista duduk di atas trotoar pinggir jalan, membuka ransel mengambil minum dan makanan yang dia bawa. Rista benar-benar kelelahan, namun perjalanannya masih jauh. Dia hanya mengandalkan berjalan kaki, karena tidak sepeser pun uang yang dia pegang. Rista harus bisa mencari pekerjaan dulu untuk bisa sampai di tempat Reina. Masih terlalu jauh, dia tidak akan sanggup melanjutkan perjalanan lagi. Kakinya sudah terasa patah karena terlalu banyak berjalan.
Rista menatap sebuah kedai kopi sederhana di sebrang sana. Tulisan di kertas putih yang di tempel di kaca, terlihat jelas oleh Rista. 'Sedang mencari pekerja' tulisan yang ada disana. Rista tersenyum, dia harus mendapatkan pekerjaan dulu dengan dirinya yang bersembunyi dari Darren. Sudah pasti pria itu akan langsung mencarinya ke rumah Rista atau ke rumahnya. Rista harus bersembunyi dulu saat ini.
Rista menyebrang jalan dengan sisa tenaganya. Kaki yang sudah mulai bengkak karena terlalu banyak berjalan sejauh ini. Dia mendatangi kedai itu, sejenak Rista melihat penampilannya saat ini. Baju seadanya dengan penuh keringat, tas ransel dan wajah yang kelelahan. Penampilan Rista saat ini persis seorang pengemis menyedihkan.
Perlahan dia masuk ke dalam kedai kopi, ada beberapa orang yang sedang berada di sana. Mereka menatap jijik pada penampilan Rista, ya dia sadar jika penampilannya saat ini pasti menjadi pusat perhatian banyak orang.
Rista menengok ke arah ruangan yang di sekat, ruangan itu sebagai tempat menyeduh kopi dan mie pesanan para pelanggan. Tempat ini dekat dengan proyek jalan yang sedang berlangsung. Jadi banyak pekerja proyek yang datang kesini.
"Permisi Bu"
Seorang Ibu paru baya menoleh ke arah Rista. Dia menatap Rista. "Iya, ada apa ya?"
"Maaf Bu, apa saya bisa bekerja disini? Saya sedang butuh pekerjaan, saya lari dari orang jahat yang menculik saya. Saat ini saya hanya butuh uang untuk bisa kembali ke rumah, jadi bisakah saya bekerja disini?"
Ibu pemiliki kedai itu menghampiri Rista dengan pandangan prihatiin. Gadis manis yang malang. gumamnya. Dia memperhatikan penampilan Rista yang memang sangat menyedihkan. Membuatnya menjadi tidak tega.
"Baikalh Nak, kamu bisa bekerja disini. Kamu bisa kerja apa saja 'kan?"
Rista mengangguk cepat "Iya Bu, saya bisa cuci piring atau melakukan pekerjaan lainnya"
"Baiklah kalau begitu ayo ikut Ibu"
Rista mengikuti langkah Ibu pemilik kedai menuju sebuah pintu keluar dari arah belakang kedai ini. Rista melihat rumah sederhana di belakang kedai ini. Ada halaman kecil disana. Ibu itu membawanya ke rumah itu. Membuka pintu rumahnya.
"Ayo masuk Nak, kamu bisa tinggal disini saja. Tidak ada siapa-siapa hanya ada anak Ibu yang masih sekolah. Kamu tidur di kamar paling ujung ya. Ibu mau kembali dulu ke kedai"
"Loh Bu, saya 'kan mau bekerja"
"Besok saja mulai bekerjanya, kamu kelihatan lelah sekali. Lagian ini sudah sore, tanggung kalau kamu kerja hari ini"
Rista mengangguk, hari memang sudah hampir petang. Rista pun masuk ke dalam rumah ini dan masuk ke dalam kamar yang di tunjukan Ibu tadi. Dia mengambil handuk yang menggantung di balik pintu lalu keluar lagi untuk mencari kamar mandi. Rista haru membersihkan dulu badannya yang terasa lengket oleh keringat. Kamar mandi terletak di dapur, segera Rista menyelesaikan mandinya.
Rista menggunakan handuk yang hanya menutupi bagian dada hingga pahanya. Tepat pada saat dia keluar dari pintu dapur, pada saat itu pula pintu kamar ujung sana terbuka. Rista mematung di ambang pintu dapur saat melihat pria yang keluar dari sana.
"Heh, kau siapa?" Pria itu pun juga merasa terkejut dengan kehadiran Rista. Dia menatap penampilan Rista, dan mata nakalnya mulai tak bisa dia kontrol.
"Maaf, aku tidak tahu jika ada orang di rumah ini. Saya adalah pekerja baru di kedai kopi sana"
Pria itu mengangguk, dia berjalan perlahan ke arah Rista. Menatapnya dengan nakal, membuat Rista meringsut ketakutan dengan kedua tangan yang menutupi bagian dadanya. "A-ada apa?"
Dengan nakal pria itu mengelus pundak Rista yang polos. "Mulus juga, siapa namamu? Kau cantik"
"Ri-Rista"
"Wawa nama yang cantik seperti orangnya" Dia kembali mengusap sisa air di wajah Rista.
"Maaf saya harus segera ke kamar" Rista segera berlalu dan masuk ke kamarnya dengan terburu-buru. Sampai di kamar, dia menyandar di pintu kamar yang tertutup. Tangannya masih menutupi dadanya. Tess.. Lagi-lagi air mata nakal terus mengalir di pipinya. Rista tidak menyangka jika dia akan mengalami hal seperti ini.
Melihat dari reaksi pertama anak Ibu pemilik kedai itu, membuat Rista semakin takut. Sepertinya dia bukan anak baik-baik. Dia berani bersikap seperti itu pada Rista yang jelas umurnya lebih tua darinya. Rista hanya perlu berhati-hati bekerja disini. Terutama pada anaknya pemilik kedai ini. Saat ini Rista tidak bisa pergi dari sini, dia harus bekerja disini sampai memiliki uang untuk bisa menemui Reina. Untuk mencari pekerjaan semudah ini sangat sulit, apalagi tanoa berkas persyaratan.
Selesai mengganti pakaiannya, Rista merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur single di kamar ini. Menatap langit-langit kamar dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Kenapa hidupnya harus seperti ini, Rista yang tersakiti karena cinta. Rista yang di bodohi karena cinta. Rista yang dibutakan oleh cinta. Sehingga dia menyakiti sahabatnya sendiri hanya demi cinta yang ternyata hanya menyakitinya.
Ayah, apa kau tidak mencariku?
Bahkan keluarganya sepertinya tidak sama sekali mencari keberadaan Rista selama 6 bulan dia di tahan oleh Darren. Apa mungkin dirinya memang tidak seberarti itu bagi mereka. Bahkan pria yang dia cintai dengan sepenuh hatinya, juga tidak menginginkannya. Dia hanya mencintai satu wanita, yaitu sahabatnya. Bagaimana Rista bisa bertahan di tengah orang-orang yang tidak mempunyai cinta untuknya.
Kenapa Tuhan? Kenapa aku tidak bisa dicintai? Apa aku tidak pantas untuk dicintai?
Air mata terus mengalir di balik sudut matanya, menetes membasahi bantal yang sedang di pakainya. Rista sedang benar-benar hancur, dirinya paling terhancur dalam hidupnya. Ya saat ini.
Rista hanya bisa membiarkan takdir akan membawanya kemana. Biarkan pemilik hidup ini yang mengatur skenario hidupnya. Karena saat ini dirinya pun tidak tahu harus melakukan apa? Biarkan saja Tuhan yang mengatur hidupnya. Rista hanya akan menjalaninya saja.
Rista sudah lelah, dia tidak bisa terus memaksa untuk bahagia saat ini. Karena nyatanya kebahagiaan itu tidak kunjung datang padanya. Malah kehancuran yang kini Rista dapatkan dalam hidupnya. Rista lelah dengan semuanya. Rasanya dia ingin berakhir saja. Mengakhiri hidupnya saat ini juga.
Bersambung
Jangan lupa dukungannya.. Like komen di setiap chapter.. Kasih hadiahnya dan votenya juga..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!