NovelToon NovelToon

ISTRI UNTUK PAMAN ADRAS

Harus Bertanggungjawab

Adras perlahan membuka matanya sambil memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing. Sayup-sayup ia mendengar suara tangis seseorang. Pria tampan itu memutar kepalanya dan ia melihat seorang gadis yang duduk membelakanginya sambil memeluk lutut. Pakaian gadis itu nampak terkoyak. Adras mengerutkan dahinya saat menyadari bahwa gadis itu berada di ranjang yang sama dengannya.

"Kamu siapa?" tanya Adras.

Gadis itu semakin dalam tangisannya.

Adras hendak bergerak turun namun ia menyadari sesuatu. Matanya langsung terbelalak saat ia mengangkat selimut dan menyadari bahwa dirinya tak menggunakan sehelai benang pun.

"Apa ini?" hanya Adras semakin bingung.

Pintu kamar di ketuk dan akhirnya di buka dari luar.

"Ah.....!" Sofia langsung berteriak kaget saat melihat pamannya ada di sana.

"Uncle....ada apa ini?" tanya Sofia. Ia langsung mendekati Jelena. "Kak Jelena, kenapa menangis?"

Adras menatap ponakannya. "Sofia, ada apa ini?"

"Kenapa uncle ada di sini?" tanya Sofia.

"Uncle.....!" Adras bingung. Ini adalah kamarnya yang kemarin diminta oleh Sofia agar digunakan olehnya. Kenapa juga ia ada di kamar ini?

"Kak Jelena, kenapa gaun tidurmu sampai sobek seperti ini? Apa yang terjadi? Kenapa kakak menangis?"

Jelena langsung memeluk Sofia. Ia terus menangis.

"Uncle....?" Sofia menatap Adras.

"Sofia..., uncle....!" Adras jadi bingung.

"Kak Jelena, apa yang sudah terjadi?"

"Dia....dia....memperkosa aku!"

Bagaikan disambar petir di siang hari, Adras mendengar pengakuan itu.

"Uncle.....!" Sofia langsung berdiri dan menatap pamannya dengan marah.

"Aku tak mungkin.....!" Adras menggeleng.

"Astaga...., lihat tangan kak Jelena memar. Pasti ini perbuatan uncle kan?" Sofia langsung menangis. "Apa yang terjadi uncle? Apa yang terjadi? Apakah uncle sudah melecehkan kak Jelena?"

Adras masih seperti orang linglung. Ia coba mengingat apa yang terjadi semalam. Bukankah semalam ia nonton TV sambil menikmati anggur yang diberikan Sofia untuknya? Apakah ia salah masuk kamar?

"Uncle...! Ayo jawab!"

Adras mengusap wajahnya kasar. Pilot tampan itu yang selalu tampil gagah dan penuh percaya diri, kini terlihat tak berdaya.

Sofia memeriksa tubuh Jelena. Ia semakin terbelalak. "Uncle Adras, di dada kak Jelena juga ada memar."

"Tunggu sebentar, uncle akan berpakaian dulu."

Sofia pun membalikan badannya.

Dengan cepat Adras mengenakan lagi pakaiannya yang semalam. Ia kemudian memutar langkahnya ke sisi tempat tidur yang lain untuk melihat gadis yang dipanggil Jelena itu.

"Jelena, itu namamu kan? Tolong ceritakan apa yang terjadi." ujar Adras. Ia kelihatan sangat khawatir.

Jelena menundukkan kepalanya. "Semalam....semalam...., tuan..eh paman..., masuk ke kamar ini dan langsung memelukku. Aku terkejut dan berusaha melepaskan diri. Tapi tenaga ku tak sama dengan tenaga kak Adras. Akhirnya...akhirnya....." Jelena tak bisa meneruskan perkataannya. Ia kembali menangis.

Adras menggelengkan kepalanya. Ia berusaha menyangkal semua yang dikatakan Jelena. Namun matanya yang tajam menatap ada bercak-bercak darah di seprei putih.

"Oh my God!" Jantung Adras berdetak sangat cepat. "Sofia, kenapa kamu tak tidur di sini semalam?"

"Aku nggak mau menganggu kak Jelena makanya aku tidur di kamar lain. Semalam saat aku masih menonton, uncle bilang mau ke kamar. Uncle mengantuk. Aku melihat uncle naik tangga, namun aku pikir uncle masuk ke kamar uncle. Mungkin karena kamar ini sudah biasa menjadi kamar uncle, makanya uncle salah masuk." Ujar Sofia panjang lebar.

Pintu kamar yang memang tak tertutup seluruhnya, kembali di buka. Santi dan Marlisa yang masuk.

"Ada apa ini?" tanya Santi.

Marlisa menatap Jelena dengan tajam. "Mengapa gadis ini menangis?"

"Uncle..!" Sofia menatap pamannya. Adras memejamkan matanya sejenak. Hatinya terasa berat namun jika memang benar ia sudah menodai gadis ini, haruskah ia bertanggung jawab?

"Aku....!" Adras menjadi pucat. Ia tak pernah gugup seperti ini seumur hidupnya. Ia juga heran mengapa ia harus melakukan kesalahan pada hal dia orangnya terkenal sangat perfeksionis.

"Paman harus bertanggung jawab. Paman sudah menodai temanku." kata Sofia tegas diantara isak tangisnya.

"Bertanggungjawab? Memangnya apa yang sudah Adras lakukan?" tanya Marlisa.

"Apakah mami tidak dengar? Uncle sudah menodai temanku." Ujar Sofia sedikit berteriak.

Marlisa menatap Sofia dan Jelena secara bergantian. "Aku tak percaya kalau Adras bisa melakukan itu."

"Apakah uncle mabuk? Saya melihat di bawa botol anggur dengan kadar alkohol cukup tinggi." kata Santi.

Adras memandang Sofia. "Apakah benar? Katamu semalam kadar alkoholnya rendah."

"Aku salah baca, uncle. Soalnya di tulis kan dalam bahasa Spanyol." Sofia menatap Adras dengan wajah tanpa dosa.

Adras menggelengkan kepalanya. Benarlah sudah kalau tadi malam ia mabuk. Dan itu sangat merugikan dirinya.

"Tunggu dulu. Siapa tahu gadis ini bohong dan menjebak Adras." Marlisa nampak tak terima.

"Mami, teman aku sudah diperkosa oleh uncle. Coba lihat ini....! Dan ini...., ia berjuang keras melawan uncle tadi malam namun tetap saja ia tak bisa karena tubuh uncle lebih besar darinya." Sofia menunjukan memar yang ada di tubuh Jelena.

"Aku...aku mau pulang saja." Jelena berdiri.

"Eh, Kakak mau kemana?" Santi memegang tangan Jelena.

"Aku mau pulang!" Jelena mulai menangis.

"Tunggu.....!" Adras tiba-tiba bicara. "Jangan dulu pergi! Sofia bantu temanmu ini untuk mengganti pakaiannya, setelah itu kita berbicara di ruang tamu." Adras segera keluar kamar. Ia menuju ke kamarnya untuk mandi. Adras merasa perlu untuk menenangkan pikirannya.

Ia mandi agak lama sambil berendam di bak mandi untuk mencari solusi tentang apa yang baru saja terjadi. Ia merasa bodoh karena sudah bertindak tak pantas dengan menodai gadis itu.

di ruang tamu Jelena sudah duduk diapit oleh Sofia dan Santi. Perempuan itu sudah mengganti pakaiannya. Ia bahkan terlihat lebih tenang.

Marlisa duduk di depan mereka sambil sesekali menatap tajam ke arah Jelena.

Adras akhirnya turun. Ia terlihat lebih segar setelah mandi dan ganti pakaian. Agak lama memang ia menghabiskan waktu di kamar mandi.

Ia pun duduk di samping Marlisa. Laki-laki itu nampak berat untuk mengucapkan apa yang ada di hatinya.

"Bagaimana Uncle?" tanya Sofia.

"Aku tak bisa menikah dengan Jelena. Aku tak bisa." kata Adras.

"Uncle! Bukankah Uncle selalu mengajarkan kepada kami untuk selalu bertanggungjawab atas semua yang sudah kita lakukan? Jadi di mana tanggungjawab uncle? Masa depan kak Jelena sudah rusak." Sofia nampak tegas mengatakan itu.

"Sofia, jangan menekan uncle mu. Mungkin saja kan Jelena sudah nggak perawan?" Marlisa nampak kesal.

"Mami menuduh teman aku bukan perempuan baik-baik?" Sofia mulai emosi sementara Jelena hanya bisa menangis. Santi memeluknya. Gadis itu juga menangis.

"Bagaimana jika kejadian ini menimpah kami? Apakah uncle akan membebaskan pria yang melakukannya pada aku dan Santi? Ok kalau uncle nggak mau bertanggungjawab. Aku akan menemani Jelena untuk melaporkan tindakan ini pada polisi. Jelena akan divisum dan bisa terbukti. Silahkan uncle mendekam di penjara. Aku nggak peduli." Ancam Sofia.

"Sofia! Kamu sudah gila ya?" Marlisa pun nampak semakin kesal.

"Iya. Aku juga akan membela kak Jelena. Dasar uncle nggak bertanggungjawab! Ayo kita pergi kak!" ajak Santi sambil berdiri dan menarik tangan Jelena.

Ketiga gadis itu pun bersiap akan pergi.

"Tunggu!" Panggil Adras. Lelaki itu merasakan hatinya sakit mendengar kata-kata kedua ponakannya. Ia mendidik mereka dengan sangat keras. Selama ini Sofia dan Santi sangat taat kepadanya. Haruskah ia membuat mereka kecewa?

"Baiklah!" ujar Adras.

"Baiklah? Baiklah apa?" tanya Sofia dengan nada yang masih terdengar judes.

"Uncle akan menikah dengan Jelena."

Marlisa terlihat sangat marah. Namun Sofia dan Santi langsung tersenyum senang. Sementara Jelena, hanya diam tanpa bicara. Jauh di lubuk hatinya, ia ingin Adras menolak pernikahan ini. Karena sekalipun pria itu tampan dan kaya, Jelena tak mencintainya. Lagi pula, cerita dibalik kehidupan Adras yang Jelena dengar selama ini membuatnya takut. Adras adalah seorang gay.

Setelah mengucapkan kata-kata itu Adras berdiri dari tempat duduknya. "Siapkan baju kalian, kita kembali ke kota siang ini."

***********

2 minggu waktu yang diperlukan oleh Adras untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Jelena. Adras belum bisa mengambil cuti karena padatnya jadwal penerbangan karena sekarang sudah memasuki musim libur sekolah.

Sofia dan Santi dengan senang hati mengambil alih urusan mempersiapkan pernikahan paman mereka. Walaupun Adras sudah berpesan untuk tak membuat pesta yang besar, tetap saja kedua ponakannya itu melanggar permintaan yang paman.

Marlisa yang terlihat tak senang dengan pernikahan itu. Apalagi semenjak pulang dari villa, Jelena sudah tinggal di sana. Marlisa mencoba mencari tahu siapa gadis itu. Sayangnya, informasi yang ia dapatkan sangat minim. Jelena sudah yatim piatu dan dia anak tunggal. Dia tinggal dengan paman dan bibinya namun paman dan bibinya sekarang sudah pulang ke kampung mereka.

Dan hari itu pun tiba. Jelena mengenakan gaun berwarna putih dengan mahkota yang bertahta kan berlian. Ia mengenakan sepasang perhiasan yang di pesan Sofia dari toko perhiasan ternama di kota ini.

Saat Sofia dan Santi menjemputnya di kamar, Jelena nampak ragu.

"Ada apa kak?" tanya Sofia.

"Aku takut."

"Kak Jelena. Kakak pasti bisa menjadi istri yang baik. Tolonglah selamatkan uncle kami." kata Santi sambil memegang tangan Jelena.

Gadis itu pun akhirnya mengangguk. Mereka pun segera meninggalkan kamar itu untuk menuju ke tempat pelaksanaan pernikahan.

Sementara itu, di kamar hotel, Adras terlihat berkeringat dingin. Ia sudah menghabiskan 2 gelas air putih untuk membuat pikirannya kembali waras untuk melaksanakan pernikahan di hari ini.

Tak lama kemudian, ponsel Adras berbunyi. Ia mengangkatnya. "Hallo."

"Uncle, ada di mana? Kami sudah mau meninggalkan hotel." terdengar suara Santi.

"Iya sayang. Uncle akan segera turun." Adras meninggalkan ponselnya di atas meja. Ia masuk ke toilet dulu untuk buang air kecil. Setelah itu ia langsung pergi tanpa mengambil lagi ponselnya. Saat Adras menutup pintu kamarnya, ponselnya kembali berbunyi. Tertulis nama "Adam" di sana.

*********

Hallo bagaimana menurut kalian? Benarkah si uncle Adras itu gay? Lalu bagaimana pernikahan ini berlangsung?

Selamat datang di novel emak yang baru

Bukan Malam Pertama

Sebuah pesta pernikahan yang mewah dan megah disiapkan oleh Santi dan Sofia untuk paman mereka.

Adras sendiri terlihat sangat terkejut, saat ia memasuki ruangan resepsi dan sambutan meriah diterimanya. Adras tak pernah mengatakan pada teman-teman di maskapainya kalau ia akan menikah. Namun lihatlah, semua pegawai maskapai dan beberapa pilot serta pramugara dan pramugari yang tak ada jadwal penerbangan hadir di sini. Para petinggi maskapai pun semuanya hadir.

Siapa yang tak kenal Adras? Pilot yang mendapatkan penghargaan dari pemerintah Singapura, Malaysia dan Indonesia atas keberaniannya mendaratkan pesawat di jalan raya tanpa membuat kendaraan lain mengalami kecelakaan. Seluruh dunia bahkan memberikan pujian padanya. Ia diundang wawancara di berbagai stasiun TV.

Walaupun Adras dikenal dingin dan jarang tersenyum namun akun instagramnya memiliki pengikut yang sangat banyak. Tak ada yang tahu kalau akun itu dibuat oleh kedua ponakannya, Sofia dan Santi.

"Adras, istrimu sangat cantik dan masih terlihat sangat muda." puji Ruben. Direktur maskapai tempat Adras bekerja.

"Terima kasih pak Ruben." Ujar Adras berusaha tersenyum.

Beberapa teman pilot juga memuji kecantikan Jelena. Gadis berkulit sawo matang itu nampak berkilau diantara semua perempuan kelas atas yang datang ke pesta itu.

Berbagai hadiah juga diberikan untuk pasangan baru itu. Dan hadiah istimewa datangnya dari Ruben Sues. Ia memberikan tiket gratis dengan kelas VIP bagi Adras dan Jelena untuk berbulan madu ke sebuah pulau yang ada di Venesia selama 1 minggu.

Tentu saja Santi dan Sofia yang paling antusias mendengar itu. Mereka berharap, kalau uncle Adras akan menikmati bulan madunya bersama Jelena.

Saat para tamu sudah mulai pulang, Jelena meminta pada Santi dan Sofia untuk mengantarnya ke kamar karena ia memang merasa sangat lelah dan ingin beristirahat. Kakinya juga sakit saat harus menggunakan hak tinggi. sebagai seorang cewek, tinggi Jelena termasuk ideal. Ia memiliki tinggi badan 165cm. Namun tetap saja ia terlihat pendek jika berdekatan dengan Adras yang memiliki tinggi 176cm.

"Kenapa di kamar ini?" tanya Jelena bingung karena ia tak diantar di kamarnya yang tadi.

"Sekarangkan kakak Jelena sudah menjadi istri uncle Adras, jadi harus ke kamar ini. Kami sudah menyiapkan pakaian di dalam lemari." Sofia membuka pintu kamar dan mempersilahkan Jelena masuk. Sebuah kamar yang indah, dihiasi banyak bunga mawar dan beberapa lilin aroma terapi.

"Santi, Sofia, kok aku merasa takut ya?"

Sofia membawa Jelena untuk duduk di depan meja rias. "Mulai sekarang, kami akan memanggil kakak dengan sebutan aunty Nana. Itu nama yang kami inginkan." ujar Sofia.

"Iya. Kami berharap agar aunty dapat merubah uncle Adras." Santi memegang tangan kanan Jelena dan Sofia memegang tangan kirinya.

Jelena menatap kedua gadis cantik itu secara bergantian. Demi terlepas dari paman dan bibinya yang jahat, demi melanjutkan kuliahnya, Jelena rela menikah.

Santi dan Sofia pun keluar dari kamar itu. Jelena masih di depan meja rias sambil menatap wajahnya. Ia terlihat sangat berbeda dengan make up dan semua aksesoris yang menempel di tubuhnya. Ia juga menatap cincin pernikahan yang menghiasi jari manisnya. Secara hukum negara dan hukum agama, ia sudah sah menjadi istri dari Adras Rianto Permana. Dengan kata lain namanya sekarang sudah menjadi Jelena Permana.

Jelena melepaskan sepatu hak tinggi yang digunakannya. Ini adalah sepatu paling mahal yang pernah ia pakai.

Lalu ia mendengar bunyi ponsel. Jelena mencari dan menemukan ponsel di atas nakas. Jelena melihat itu panggilan dari Adam. Mungkin ini ponsel milik Adras. Jelena membiarkannya saja lalu ia kembali ke depan meja rias untuk membuka aksesoris lain yang menempel di tubuhnya namun tetap saja ia kesulitan. Ia hanya bisa melepaskan anting dan kalungnya agak sulit untuk di buka. Tepat di saat itu, Adras masuk. Keduanya saling bertatapan sejenak namun selanjutnya sama-sama membuang muka.

Jelena bingung harus memulai percakapan dari mana. Namun kata Sofia dan Santi, ia harus memulai lebih dulu.

"Eh.....bolehkah, tolong aku untuk membuka kalungku?" tanya Jelena karena ia bingung harus memanggil Adras dengan sebutan apa.

Adras yang sementara membuka jas nya, menatap sekilas ke arah Jelena. "Tunggu sebentar !" Adras membuka dasinya lalu meletakkannya di atas jas yang sudah dibukanya. Ia kemudian berdiri di belakang Jelena yang sedang duduk. Perlahan ia membuka kalung yang menghiasi leher Jelena.

"Sudah." kata Adras lalu meletakan kalung itu di atas meja rias.

"Eh...gaunnya juga." Kata Jelena sambil menahan detak di jantungnya. Perlahan ia berdiri.

"Mengapa tak meminta Sofia dan Santi yang membukanya tadi?" tanda Adras nampak kesal.

"Sudah menjadi tradisi kalau harus suami yang membuka gaun pengantin istrinya." Kata Jelena berusaha terlihat tenang walaupun sebenarnya ia tak suka saat harus mengucapkan kalimat itu.

"Aku?" Adras menunjuk dirinya sendiri.

"Memangnya siapa suamiku di sini?"

Dengan cepat Adras kembali mendekati Jelena. Ia nampak menarik napas panjang, lalu menurunkan resleting gaun pengantin milik Jelena.

Saat gaun itu jatuh tepat di kaki Jelena, gadis itu memejamkan matanya sejenak, menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. Ia memakai dalaman tanpa lengan semacam kaos tipis yang panjangnya sampai ke lutut sehingga ia tak perlu menunjukan tubuhnya yang polos.

"Tadi handphone mu berdering terus. sepertinya ada beberapa kali panggilan dari Adam." ujar Jelena.

"Adam?" Adras nampak terkejut. Ia segera mencari ponselnya dan akhirnya menemukan benda itu di atas nakas. Ia segera melangkah ke arah balkon dan melakukan panggilan di sana.

Jelena tak bisa mendengar apa yang Adras bicarakan. Pintu ke arah balkon ditutup oleh Adras. Namun dari gerak-gerik nya yang berjalan mondar mandir, Adras nampak sedang berusaha menjelaskan sesuatu. Ia pun duduk di depan meja rias kembali dan mulai membersihkan wajahnya menggunakan kapas pembersih dan cairan pembersih yang sudah tersedia di sana.

Agak lama Adras menelepon. Ia kemudian masuk kembali. Ia tak menemukan Jelena ada di kamar namun ia mendengar ada suara air dari arah kamar mandi.

Saat Jelena keluar, ia sudah menggunakan gaun tidur yang lumayan terbuka. Gadis itu sendiri merasa sangat risih. Ia tak pernah memakai gaun seperti ini seumur hidupnya. Apalagi gaun tidur ini cukup transparan.

"Aku mau keluar sebentar. Kamu sebaiknya langsung tidur saja. Selamat malam." Adras langsung pergi tanpa menunggu jawaban Jelena.

Gadis itu terpana. Adras sama sekali tak menunjukan kalau ia tertarik dengan dandanan Jelena yang lumayan seksi malam ini.

Apakah aku tak cantik di matanya? Apakah aku kurang menarik? Ya, mungkin saja karena aku bukan seperti gadis Korea yang berkulit putih pucat dan manja.

Jelena menatap dirinya ke arah cermin. Kok aku justru kelihatan seperti perempuan malam ya saat menggunakan gaun ini? Namun di lemari tak ada gaun lain.

Ia pun duduk di tepi ranjang. Tak ada handphone nya karena barang itu ada di kamar sebelah.

Ia pun memutuskan untuk tidur karena memang merasa sangat capek. Ia juga bersyukur karena malam ini tak harus menaklukan Adras seperti yang Sofia dan Santi inginkan. Jelena tak peduli kemana Adras kini berada. Yang pasti kepergiannya itu pasti karena sesuatu yang sangat penting. Karena ia telah meninggalkan pengantin nya di malam pertama mereka.

Pukul 3 dini hari, Adras kembali lagi ke kamar. keadaan kamar sudah agak gelap karena Jelena sepertinya sudah tidur.

Adras duduk di atas sofa. Menatap perempuan yang sudah menjadi istrinya itu. Perasaannya sedang kacau malam ini. Perlahan membuka sepatunya. Berusaha agar tak menimbulkan suara. Setelah itu ia ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Adras kemudian menatap wajahnya ke kaca yang ada di atas wastafel. Pria itu kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. Setelah keluar dari kamar mandi, ia membuka kemejanya dan menggantinya dengan kaos oblong berwarna hitam. Ia kemudian membaringkan tubuhnya dengan sangat hati-hati di samping Jelena. Saat Adras mengangkat tangannya, ia baru sadar kalau ia tak mengenakan lagi cincin pernikahannya. Pria itu kaget dan segera bangun sambil mencari cincinya. Ia tadi melepaskannya dan meletakkannya di kantong kemejanya. Untungnya cincin itu masih ada di sana. Adras mengenakannya kembali. Lalu ia pun kembali membaringkan tubuhnya.

**********

Menurut kalian, Adras ini gay atau bukan?

Rencana

Kisahnya berawal dari sini...

Adras Rianto Permana, seorang Pilot yang berusia 28 tahun, menuruni tangga untuk menuju ke ruang makan. Ia sudah mengenakan seragamnya karena hari ini ia ada jam terbang yang cukup padat. Jakarta-Singapura, Singapura- Malaysia, dan Malaysia-Jakarta.

Rumah sebenarnya masih sepi namun para pelayan sudah diberi tahu kalau pagi ini Adras akan berangkat jam 7 pagi dari rumah.

"Uncle....!"

Adras menoleh. Menatap Sofia, anak tertua dari kakaknya yang berusia 18 tahun, mahasiswa fakultas Tehnik yang terkenal manja padanya.

"Ada apa Sofi?"

"Mobil Sofi gimana?" Mobil Sofia memang sudah ketinggalan zaman.

Andreas tersenyum. "Tunggulah dulu sampai uncle melihat hasil ujianmu. Untuk sementara, pakai dulu mobil uncle."

Sofia nampak kesal. Namun mau bagaimana lagi. Ia harus taat pada semua yang dikatakan oleh pamannya.

Adras duduk di depan meja makan. Ia menikmati kopi tanpa gula dan dua helai roti tawar dengan keju.

Tak lama kemudian Santi, adiknya Sofia tiba di ruang makan. Ia duduk di kelas 3 SMA. Berusia 17 tahun.

"Uncle, mau berangkat lagi?" tanya Santi setelah mencium pipi pamannya itu.

"Iya." jawab Adras sambil memeriksa ponselnya.

Dari arah dapur, muncul Marlisa. Marlisa adalah istri baru Jeff. Jeff adalah adik almarhumah mamanya Adras. Jeff adalah pria berusia 54 tahun. Dialah yang membantu Adras mengolah perusahaan peninggalan orang tua Adras. Jeff sudah 3 kali menikah. Ia hanya memiliki satu anak dari istri pertamanya dan sekarang anaknya itu tinggal dengan ibunya di Singapura. Istri kedua Jeff tak memiliki anak dengannya. Perempuan itu seorang pegawai Bank swasta yang akhirnya di depak oleh Jeff setelah ia berselingkuh dengan Marlisa. Seorang model yang usianya sama dengan Adras.

Semenjak Jeff menikah dengan Marlisa, mereka akhirnya pindah ke rumah besar ini. Adras setuju karena ia sering meninggalkan kedua keponakannya ini saat harus terbang ke luar negeri.

Dan kehadiran Marlisa membuat Sofia dan Santi menjadi tak nyaman. Perempuan itu seakan menjadi nyonya besar di rumah ini. Apalagi paman Jeff sangat menyayanginya dan memanjakan Marlisa dan membelikan dia mobil keluaran terbaru yang atapnya bisa di buka.

"Good morning semuanya." Sapa Marlisa sambil memberikan senyum manisnya.

Adras hanya membalas sapaan Marlisa dengan anggukan kecil. Begitulah Adras. Dingin dan kesannya agak sombong pada semua perempuan kecuali pada kedua ponakannya. Anak dari kakak perempuan satu-satunya yang meninggal 10 tahun yang lalu bersama dengan kedua orang tua Adras dalam sebuah kecelakaan mobil.

Peristiwa yang sebenarnya sangat menyakitkan bagi Adras karena ia harus ditinggalkan sendiri saat ia baru saja lulus SMA.

Adras dan kakaknya Adriana memang terpaut usia sangat jauh. Adras lahir saat Adriana sudah berusia 15 tahun. Sofia lahir saat Adras justru baru berusia 10 tahun.

Dalam keterpurukannya karena kehilangan semua anggota keluarganya, paman Jeff, adik mamanya datang dari Amerika dan membantu Adras. Dialah yang mengurus semuanya, selama Adras sibuk dengan sekolah pilotnya.

"Ayo makan, aku membuatkan sup enak untuk pagi ini." kata Marlisa.

Sofia dan Santi saling berpandangan. Entah kenapa keduanya merasa yakin kalau Marlisa selalu mencari perhatian dari Adras. Namun mereka bersyukur karena paman mereka itu dingin pada perempuan. Namun ini juga yang membuat mereka khawatir. Usia paman Adras sudah lebih dari cukup untuk menikah namun mereka tak pernah melihat pamannya itu menggandeng seorang perempuan. Bahkan rumor yang terdengar kalau paman mereka itu seorang gay.

Suatu ketika Sofia pernah bertanya, kapan paman mereka itu akan menikah. Jawabannya justru membuat Sofia sok. Paman Adras tak akan pernah menikah. Ia hanya ingin melihat Sofia dan Santi berhasil dan ia yakin kalau Sofia dan Santi akan mengurusnya saat ia tua nanti.

"Kak, kita harus mencarikan perempuan untuk uncle Adras. Perempuan yang tangguh sehingga ia tak akan pernah menyerah dengan sikap uncle Adras yang cuek. Juga perempuan yang tak akan pernah menyerah dengan sikap Marlisa yang sangat menjijikan itu. Aku juga heran, kenapa juga opa Jeff mau sama Marlisa yang terlihat seperti perempuan murahan. Kakak lihat kan cara dia memandang uncle Adras?" ujar Santi saat keduanya dalam perjalanan ke sekolah Santi.

"Iya. Tapi mau perempuan yang bagaimana lagi? Kita sudah banyak kali menjodohkan uncle dengan perempuan-perempuan hebat. Namun kenyataannya, semua tak ada yang mampu membuat uncle bergetar. Usia uncle sudah cukup untuk menikah."

"Apa benar yang orang katakan, kalau uncle seorang gay?"

"Aku nggak percaya. Uncle orangnya nggak kayak gitu. Kita kan nggak pernah melihat uncle dekat dengan seorang cowok secara khusus. Teman cowok uncle memang banyak namun aku yakin kalau itu hanya sebatas teman.

Santi nampak sedih. "Aku ingin sekali melihat uncle menikah. Mama kan dulu pernah bilang jika uncle menikah, maka kita akan menjadi pengiring kecilnya. Sekarang kita justru sudah besar dan uncle tak juga menikah."

Sofia menghentikan mobilnya. Ia mencium dahi adiknya. "Kita pasti akan menemukan seorang perempuan yang mampu menikah dengan uncle Adras. Perempuan yang juga akan mengalahkan dinginnya sikap uncle. Perempuan yang akan mengalahkan Marlisa si penggoda itu. Sekarang turunlah. Belajar yang baik, ya sayang?"

Santi mengangguk. Ia turun dari mobil dan segera memasuki gerbang sekolah.

**********

Seorang gadis turun dari angkutan umum. Wajahnya polos tanpa ada make up. Rambutnya yang hitam panjang diikat satu.

Wajahnya terlihat sedih saat ia memasuki gerbang universitas yang paling bergensi di kota ini.

Namanya Jelena. Mahasiswa yang berhasil masuk ke universitas ini karena mendapatkan beasiswa. Namun di tahun kedua kuliahnya, Jelena rasanya harus berhenti dari perkuliahannya karena tuntutan paman dan bibinya yang terus meminta uang dari padanya.

Sejak jam 6 pagi, Jelena harus kerja sebagai cleaning service di sebuah kantor pemerintahan. Selesai kuliah, Jelena bekerja part time di sebuah minimarket sampai jam 10 malam. Sampai di rumah pun, Jelena harus mencuci semua piring kotor yang sangat banyak. Paman dan bibinya berjualan bakso dan gado-gado. Anak mereka hanya satu dan sudah menikah. Namun anaknya itu sama sekali tak mau bekerja. Sehingga paman dan bibinya yang harus membiayai istri dan kedua anaknya. Dan Jelena juga di tuntut untuk ikut membantu perekonomian keluarga mereka.

Masuk di universitas ini adalah impian Jelena. Jurusan manajemen keuangan yang dipilihnya memang merupakan impian Jelena. Ia ingin bekerja di bagian keuangan atau juga di bank saat lulus kuliah nanti.

Terdengar klakson yang panjang diikuti bunyi ban yang tertahan di aspal.

Jelena terjatuh dan membuat sang pengemudi mobil itu langsung keluar.

"Ya, ampun! Maafkan aku...! Maafkan aku....!" Perempuan itu adalah Sofia. Ia terlihat sangat pucat dan ketakutan.

"Aku nggak apa-apa." Jelena berdiri sambil membersihkan celana jeans nya yang kotor.

" Kak Jelena kan?" Sofia langsung tersenyum.

"Iya. Kamu siapa?"

"Aku Sofia, kak. Adik tingkatmu. Kakak yang menolong aku saat dihadang oleh sekelompok berandalan waktu ada acara bimbingan mahasiswa baru." Sofia nampak senang.

"Oh, iya aku ingat."

Sofia mengangguk. "Sebentar ya, kak." Ia masuk ke mobilnya kembali dan menepikan mobilnya lalu mengajak Jelena berbincang di salah satu kafe yang ada di depan kampus.

"Kakak terlihat lesu. Ada apa?"

"Aku mungkin akan berhenti kuliah." ujar Jelena dengan wajah sedih.

"Kenapa?"

Jelena menarik napas panjang. Haruskah ia menceritakan tentang kisah hidupnya yang menyedihkan?

"Masih tersiksa di rumah paman dan bibi ya?"

"Dari mana kamu tahu?" Jelena jadi kaget.

"Aku pernah kan mengantar kakak sampai di rumah. Sebenarnya saat itu aku belum pulang. Aku melihat bagaimana kakak di tampar."

Jelena menunduk sedih. Entah mengapa ia tak bisa menangis lagi sekarang. "Andai aku bisa lari dari sana. Tapi aku mau kemana? Aku bingung dengan hidupku. Aku ingin sekali menyelesaikan studiku di sini. Namun aku terlalu lelah untuk belajar karena harus bekerja juga."

Sofia tiba-tiba menemukan ide. "Kak, aku punya solusi agar kakak bisa lepas dari paman dan bibi Kakak yang jahat itu."

"Bagaimana? Aku dulu sudah pernah melarikan diri. Namun mereka tahu bagaimana cara menemukanku. Aku justru dipukul oleh sepupuku itu sampai babak belur."

"Kakak menikah."

"Menikah? Siapa yang mau sama aku?"

"Kakak cantik."

"Tapi aku belum mau menikah. Aku hanya ingin kuliah, terus cari kerja yang baik dan keluar dari rumah itu."

"Kakak akan tetap kuliah. Aku akan membuat paman dan bibi Kakak tak akan pernah lagi mengusik kehidupan kakak. Syaratnya hanya satu. Menikah dengan pamanku."

"Pamanmu?"

Sofia mengangguk. "Jangan takut, kak. Pamanku bukan lelaki tua yang mesum. Dia berusia 28 tahun. Aku justru berharap agar kakak akan membuat ia jatuh cinta pada kakak."

"Bagaimana caranya? Melihatku saja, dia tak pernah."

"Kita akan menjebaknya."

"Menjebaknya?"

"Menjebaknya untuk bisa menikahi kakak."

"Apa?"

*********

Percakapan Jelena dan Sofia tak berjalan mulus. Jelena tak mau ikut dalam permainan itu. Baginya pernikahan bukan permainan.

Malam ini ia tiba di rumah jam 10 lewat 15 menit. Jelena langsung mengganti pakaian kerjanya dengan baju rumahan, lalu mulai mencuci tumpukan piring dan gelas kotor yang sangat banyak.

"Jelena cantik.....!" Bardi, anak pamannya tiba-tiba saja memeluk dia dari belakang. Jelena mencium bau alkohol yang sangat tajam. Bukan sekali ini Bardi mencoba melecehkannya. Sudah berulangkali. Sayangnya paman dan bibinya selalu tak percaya jika Jelena mengadu.

"Bardi, lepaskan!" Jelena berusaha menghindar.

"Aku mencintaimu, Jelena." kata Bardi sambil berusaha mencium Jelena.

"Lepaskan...!" Jelena mendorong Bardi dengan keras sampai akhirnya lelaki itu terjatuh. Tepat disaat itu, Alina, bibinya masuk ke dapur. Melihat anaknya terjatuh, ia langsung membantu Bardi berdiri.

"Ada apa ini?" tanya Alina.

"Jelena mendorong aku, Bu. Ia marah karena aku tak mau dicium olehnya."

"Apa? Bukan seperti itu, bi. Bardi...." Jelena berusaha menjelaskan.

Plak!

Sebuah tamparan melayang di pipi mulus Jelena.

"Kamu pikir siapa dirimu sampai mau menganggu anakku?" Alina mengambil sapu lantai dan mulai memukuli Jelena. Gadis itu berusaha menghindar namun istri Bardi tiba-tiba datang. Memeluk Jelena dengan kuat dan membiarkan Alina memukul Jelena dengan membabi-buta.

*******

Sofia kaget saat mendengar bunyi ponselnya di atas nakas. Ia mengambilnya. Ada pesan masuk dari Jelena.

Aku menerima tawaranmu, Sofia.

*******

Bagaimana kisah ini berlanjut?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!