Hening terasa di dalam sebuah rumah mewah di tengah kota. Terlihat dua keluarga sedang makan malam bersama dengan masing-masing anak mereka.
Tampak dua muda mudi sedang tertunduk, sedangkan masing-masing orang tua mereka menunggu jawaban mereka.
"Bagaimana, Safira? Kau mau 'kan menjadi menantu Om," ujar Reyza, yang tak lain adalah ayah dari Rayden.
"Iya, Sayang. Jadilah menantu kami. Rayden mengatakan jika dia siap untuk menikah denganmu." Alea, ibu Rayden menambahkan.
Safira, gadis berhijab yang berwatak lemah lembut dan ramah itu hanya bisa tertunduk. Ia tak habis pikir, setelah ancaman dari orang tuanya siang tadi, malamnya keluarga Rayden benar-benar datang.
Ia tidak menyangka akan dijodohkan dengan seorang Rayden Armadja. Pria dingin yang tak banyak bicara. Hanya mengangguk, mengiyakan apa saja yang dikatakan oleh orang tuanya. Namun Safira dapat melihat jelas bagaimana tatapan Rayden yang sebenarnya juga tidak menginginkan perjodohan ini.
Safira mengangkat wajahnya secara perlahan. Menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. "Aku, belum tahu, Om, Tante, ini mendadak sekali." Melihat ke arah mama dan papanya yang hanya tampak memberi tatapan penuh penekanan pada dirinya.
"Sayang, apa yang kau ragukan? Jika soal cinta, itu akan tumbuh sendiri ketika kalian sudah menikah. Contohlah seperti kakak kembar Rayden. Ia dan suaminya, awalnya tidak saling mencintai, tetapi sekarang, mereka saling mencintai, dan bahkan sudah punya anak kembar tiga." Alea menjelaskan.
"Tapi aku masih kuliah, Tante."
"Tidak apa-apa, Sayang. Saat menikah dengan Om Reyza pun, Tante masih kuliah. Lagipula kau hanya menunggu setahun lagi untuk lulus." Alea meyakinkan.
Safira menunduk sejenak, lalu menatap pasangan konglomerat itu dengan tatapan penuh keraguan.
"Kenapa Kak Rayden setuju dengan perjodohan ini?"
Rayden yang semula hanya diam saja, kini menunjukkan ekspresi berbeda.
"Rayden bilang bahwa siapapun yang dijodohkan dengannya pasti adalah pilihan terbaik untuknya, karenanya ia setuju," ujar Alea.
"Bolehkah saya berbicara sebentar dengan Kak Rayden?"
Kedua orang tua Rayden pun mengangguk. Rayden dan Safira pun pergi ke ruang keluarga untuk mengobrol sebentar.
Wanita berhijab abu-abu itu mendudukkan dirinya tepat berhadapan dengan Rayden.
Safira tampak ragu, ia hanya menatap Rayden sekilas, lalu menunduk lagi.
"Katakan saja, Safira, jangan takut," ujar Rayden.
"Aku ingin tahu, apakah Kak Rayden berencana untuk mencintai aku?" tanyanya dengan ragu.
Mendengar pertanyaan Safira, Rayden langsung menatap serius ke arah gadis cantik itu. "Aku hanya mencintai seseorang. Dan aku akan mencintainya seumur hidupku."
Sontak ucapan Rayden membuat Safira terkejut. "Kalau Kak Rayden sudah mempunyai kekasih, kenapa tidak menikahinya?"
"Seandainya aku bisa, pasti akan aku lakukan."
"Kenapa, Kak?" Safira semakin penasaran.
"Karena dia sudah meninggal beberapa tahun yang lalu."
"Ma-maaf, Kak." Safira menunduk.
"Aku kesini bukan untuk mendapatkan belas kasihanmu, bukan?" Rayden tersenyum miring.
"Benar, Kak. Jadi, kesimpulan dari pertanyaan ku tadi apa?"
"Kesimpulannya, aku akan terus mencintai Hana sampai kapanpun."
'Hana? Jadi nama almarhumah pacarnya, Hana?' batin Safira.
"Dan aku tidak akan mencintai orang lain, aku tidak akan membuka hatiku untuk wanita lain. Jika kau bertanya apakah nantinya aku akan mencintaimu? Maka jawabannya adalah tidak," tatap Rayden dengan datar.
Safira tertunduk. Apa arti pernikahan tanpa cinta? Bagaimana Safira akan menjadi menjalani kehidupan pernikahan palsu ini?
"Jika kau ingin membatalkan pernikahan ini, tidak apa, aku akan mengatakan pada orang tua kita. Kau tidak boleh menikah dengan pria yang masih memikirkan orang lain." Rayden menawarkan.
Safira masih menunduk. 'Jika saja aku bisa, pasti aku akan menolak.' batinnya.
"Safira."
Safira mendongakkan kepalanya. Menatap Rayden dengan tatapan sendu. "Jika aku mencintai Kak Rayden, apakah Kak Rayden tidak keberatan?"
Rayden mengernyitkan dahinya. "Kenapa kau ingin mencintai orang yang tidak ingin membuka hatinya untukmu?"
"Jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan, Kak."
"Itu hakmu. Tapi maaf, aku mungkin tidak akan membalasnya. Jangan korbankan hidupmu dengan pernikahan ini. Menikahlah dengan orang yang mencintaimu. Kau sangat cantik, kau baik, jangan sia-siakan hidupmu." Rayden menatap Safira dengan serius.
Safira tahu bahwa itu adalah penolakan halus untuknya. Namun ia sadar, yang dikatakan Rayden benar. Baru saja ia ingin mengatakan bahwa ia juga tak menginginkan perjodohan ini, tiba-tiba saja terbersit bayangan ancaman orang tuanya yang sedang dilanda krisis, yaitu bila ia tidak mau dijodohkan dengan Rayden, maka ia harus siap dijodohkan dengan seorang duda kaya yang sudah bercerai lima kali, berusia empat puluh enam tahun.
"Safira, Rayden, sudah selesai bicaranya, Nak?" tanya Alea yang menghampiri mereka.
Keduanya mengangguk, lalu mengikuti Alea ke meja makan.
"Bagaimana, Safira?" tanya Alea.
"Aku bersedia, Tante," jawab Safira dengan ragu.
Sontak jawabannya membuat dua pasang orang tua yang ada di sana bahagia. Sedangkan Rauden menatap Safira dengan perasaan heran. Padahal ia sudah meyakinkan Safira untuk tidak menikah dengannya, namun Safira malah setuju.
Selesai makan malam dan membicarakan tanggal pernikahan, maka diputuskan, bahwa Rayden dan Safira akan menikah bulan depan dengan menggelar pesta mewah di gedung Armadja yang tentunya sudah direnovasi mengikuti perkembangan jaman.
Keluarga Rayden pun segera pulang ke rumah mereka. Pertunangan akan dilakukan sebelum akad nikah.
Sepanjang perjalanan, Alea dan Reyza terus saja mengobrol, sedangkan Rayden hanya diam mendengarkan.
"Akhirnya, Safira mau menjadi menantu kita, ya, Pa." Alea tersenyum senang.
"Iya, Sayang, aku juga senang. Safira itu gadis yang sangat baik, dia juga Solehah dan cantik, benar 'kan Rayden?" tanya Reyza sedikit menggoda Rayden.
Rayden hanya mengangguk dan tersenyum.
"Kau mengingatkan Papa pada Om David. Pendiam dan datar, begitulah dirimu."
"Karena itu kami selalu cocok jika bertemu di pesta keluarga yang,,,,,," Rayden menghentikan ucapannya saat Alea memelototi dirinya.
"Kau mau mengatakan tentang pesta membosankan, bukan?"
"Maaf, Ma." Rayden menunduk.
"Karena kau sudah menjadi anak yang baik hari ini, maka Mama memaafkan dirimu." Alea tersenyum pada Rayden yang duduk di bangku paling belakang. Sedangkan orang tuanya di bangku tengah, sedangkan sang sopir sendirian di bangku kemudi.
"Ya, benar. Rayden telah menjadi anak yang baik. Dia sudah berumur dua puluh tujuh tahun, namun belum mau menikah entah karena apa. Sedangkan anak Alezha sudah pandai berlari." Reyza menambahkan.
"Pa, bagaimana kalian bisa bertemu dengan kedua orang tua Safira?" tanya Rayden yang masih penasaran dengan sikap Safira tadi.
"Orang tuanya mendatangi kami, meminta suntikan dana untuk perusahaannya yang sedang krisis. Awalnya kami ragu, tetapi, saat kami tahu siapa anak mereka, kami pun menyetujuinya asal mereka mau menjodohkan anak mereka denganmu."
"Memangnya Safira itu siapa, Ma?" tanya Rayden yang semakin penasaran.
"Dia itu adalah seorang Tahfiz Qur'an, sering menjuarai Musabaqah Tilawatil Qur'an, bahkan sampai tingkat internasional. Jika kau mendengar lantunan ayat-ayat yang dia baca, maka kau akan langsung merinding mendengarnya. Kau harus bangga mempunyai calon istri seperti dirinya." Alea menjelaskan dengan penuh semangat.
"Masa sampai sebegitunya?"
"Kalau kau tidak percaya, lihat saya di internet. Safira Permana, cari saja nama itu."
Penasaran dengan ucapan sang Mama, Rayden langsung mencari sosok Safira di internet. Dan benar saja, ternyata yang dikatakan Mamanya benar. Di beberapa foto, terlihat Safira sedang membaca Alquran, memegang piala kemenangan, hingga saat berjabat tangan dengan tokoh-tokoh besar.
Ternyata, gadis yang akan ia nikahi bukanlah gadis biasa, namun tetap saja, di hatinya hanya ada Hana, sang kekasih yang meninggal karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Menorehkan bekas luka yang tak pernah sembuh, karena sebelum kecelakaan itu terjadi, ia terlibat pertengkaran dengan Hana melalui ponsel. Bukan tanpa alasan, sebenarnya ia hanya ingin memberi kejutan kepada Hana karena hari itu menjadi hari jadi mereka yang pertama.
Setelah pertengkaran, ia bermaksud mendatangi rumah Hana, memberinya cincin, lalu melamarnya. Namun sayang, saat Hana tiba di rumah, ternyata ia dalam keadaan tidak bernyawa akibat kecelakaan di jalan tol.
Sejak saat itu, Rayden berjanji akan selalu mencintai Hana, demi menebus kesalahannya. Ia akan mencintai Hana, dan menutup hatinya untuk siapapun.
Kembali ke Rayden, ia memakai headset, mendengarkan sebuah lantunan ayat suci dari Safira. Luar biasa, ia merinding mendengar kemerduan suara Safira, yang dikatakan mamanya benar. Namun tetap saja, Hana yang nomor satu.
*****
"Terimakasih, Safira, kau menyelamatkan perusahaan kita. Mama dan Papa tidak perlu menggelandang karena perusahaan yang nyaris bangkrut. Kalau bukan keluarga Armadja, lalu siapa lagi yang bisa menolong kita. Untung saja kau itu seorang Tahfiz Qur'an, jadi, Tante Alea menginginkan dirimu menjadi menantunya. Kau akan mendapatkan kehidupan yang sangat mewah. Menjadi bagian dari keluarga Armadja adalah impian semua orang, Safira." Ratih, mama Safira menuturkan. Tampak jelas raut kebahagiaan di wajahnya.
"Benar, Safira, kau sangat beruntung." Ali, papa Safira menambahkan.
Safira hanya diam sembari tersenyum getir. "Mau bagaimana lagi, aku tidak punya pilihan, Ma, Pa."
"Sudahlah, jangan munafik, Safira, Rayden itu tampan, kaya, seorang CEO."
"Iya, aku tahu, Ma, aku tidak akan pernah menang berdebat dengan Mama. Oh ya, jika ingin bersyukur, ayo kita sholat, Ma, Pa, kita ucapkan puji syukur kepada Allah."
"Sudahlah, untuk apa kau memikirkan ibadah terus. Sholat tidak akan membuat dirimu kaya."
"Tidak sholat pun tidak akan membuat kita kaya."
"Kau jadi menggurui sekarang. Pergi ke kamarmu. Besok kau harus berhenti mengajar mengaji, kau harus fokus pada pernikahan mu."
"Apa? Tidak, Ma, kasihan anak-anak itu, mereka tidak mampu membayar biaya mengaji, kalau bukan aku yang mengajari, lalu siapa lagi."
"Kau harus menurut! Anak-anak miskin itu bukan urusan mu. Aneh, mengajar mengaji tanpa bayaran."
"Ma, aku,,,,,"
"Diam! Sekarang pergi ke kamar mu! Kau hanya boleh keluar jika ingin kuliah saja. Satu minggu sebelum pernikahan, kau harus mengambil cuti kuliah, apa kau mengerti?"
Dengan terpaksa akhirnya Safira mengangguk. Dengan langkah gontai pula, ia pun berjalan menuju kamarnya.
Siang itu, kampus Safira menjadi heboh karena kedatangan salah satu anggota keluarga Armadja yang tak lain adalah Rayden. Seisi kampus saling berbisik. Ada yang berbicara tentang tujuan, penampilan, hingga kharisma seorang Rayden Armadja.
"Lihatlah, dia tampan sekali, apakah aku bisa mendapatkan lelaki seperti itu?"
"Kenapa dia ke sini? Apakah ada urusan dengan rektor?"
"Apakah kampus kita telah dibeli oleh Armadja? Kalau begitu, aku akan mengajak semua saudaraku kuliah di sini."
"Lihatlah, dia terlihat sangat keren dengan dikawal dua bodyguard yang tak kalah kerennya."
Rayden masih berjalan melewati pinggiran kerumunan yang terus memperhatikannya. Sikapnya yang cenderung cuek, membuatnya tidak memperdulikan segala tatapan maupun bisikan tentangnya.
Ia terus berjalan hingga sampailah ia di sebuah kantin. Semua mata tertuju padanya. Mereka tentu heran kenapa Rayden datang ke sana. Apakah dia ingin makan di kantin tersebut? Atau, apakah dia ingin meninjau kantin? Tapi untuk apa.
Rasa penasaran mereka terus berlanjut hingga ketika mata Rayden menangkap sosok yang tengah dicarinya, ia pun berhenti dan menatap seorang gadis berhijab yang tengah berdiri sembari menatapnya dengan wajah tegang.
"Safira, ayo ikut aku, kita akan fitting baju pengantin."
Sontak ucapan Rayden pun menggetarkan hati orang yang mendengarnya. Semua terkejut dengan ajakan Rayden kepada Safira, mahasiswa berprestasi yang dikenal sangat baik dan ramah.
Safira yang masih terkejut masih diam tanpa berkata sepatah katapun. Ia juga tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Rayden secara terang-terangan mengajaknya melakukan fitting baju pengantin di depan banyak orang. Apa ini? Apakah itu artinya Rayden benar-benar telah menerimanya?
"Safira, ayo, kita pergi." Rayden tersenyum sembari menaikkan alisnya kepada Safira pertanda ingin mendapatkan jawaban.
"Eh, i-iya." Safira langsung menghampiri Rayden dan mereka pun pergi dari kampus tersebut dengan mobil mewah dengan iring-iringan mobil pengawal. Meninggalkan kehebohan di kampus Safira dan kini menjadi trending topik di jagat Internet karena banyak yang mengabadikan momen tadi dengan foto dan video yang langsung tersebar dengan cepat.
"Safira, Safira!" Rayden menjentikkan jarinya di depan wajah Safira. Membuat gadis itu tersentak dari lamunannya.
Ternyata sejak tadi ia sedang berkhayal. Rayden memang menjemputnya, tetapi tidak di dalam kampus seperti khayalannya tadi, melainkan di jalan yang jauh dari kampus. Safira dijemput oleh mobil pengawal dan berhenti di tempat Rayden berada.
Kini mereka telah berada dalam satu mobil. Pergi ke butik, untuk melakukan fitting baju pengantin.
"Emmm, Kak, tadi kenapa,,,,,"
"Panggil Mas saja, tidak baik didengar orang tua kita. Kesannya aku jadi seperti kakakmu." Rayden tersenyum kecil.
"I-iya, Mas, kenapa repot-repot menjemput ku? Bukannya fittingnya akan dilakukan nanti sore."
"Maaf, Safira, jika kedatangan ku menganggu mu. Aku hanya tidak suka membuang waktu. Karena ku dengar dari rektor kampusmu bahwa kau sudah selesai dengan mata kuliah, maka aku berinisiatif menjemput mu agar tak memakan waktu lebih lama lagi." Rayden menatap ke luar jendela, mengabaikan Safira yang hanya diam.
Bukan itu yang ingin Safira dengar. Ia ingin mendengar alasan Rayden menemuinya. Apakah benar Rayden sudah menerimanya?
"Safira, jika kau berpikir bahwa aku datang karena aku menerima perjodohan ini, tentu jawabannya iya."
Ucapan Rayden langsung membuat Safira tersenyum.
"Karena aku terpaksa."
Kali ini, lanjutan kalimat Rayden membuat senyuman Safira menghilang.
"Tentu saja, Mas, kita memang terpaksa, bukan? Kenapa harus meminta maaf." Safira berusaha menyembunyikan rasa kecewanya dengan sedikit tersenyum.
"Aku hanya takut kau berpikir bahwa aku akan menerima mu. Maaf, hatiku masih sepenuhnya untuk mantan kekasih ku. Aku akan selalu mencintai dirinya sampai kapanpun."
Kalimat Rayden seperti tombak yang menhujam jantung Safira. Rasanya sangat sakit, namun tak bisa diungkapkan. Rayden secara langsung menolaknya untuk kesekian kali. Bahkan kali ini, ia seperti ingin mengusir Safira sebelum datang kepadanya.
Safira menunduk, mencoba menetralkan perasaannya. Jangan sampai ia menunjukkan raut kesedihan di depan Rayden.
"Aku mengerti, Mas. Jika ini adalah takdir kita, maka aku tidak keberatan."
"Kenapa kau keras kepala, Safira? Apa kau mau menderita seumur hidupmu dengan pria yang tak akan pernah mencintaimu?"
"Aku hanya ingin berbakti pada orang tuaku."
"Berbakti, atau karena uang?" Rayden menatap Safira dengan tatapan penuh selidik.
"Astaghfirullah, Mas, mana mungkin aku melakukan semua itu demi uang."
"Safira, apa kau kira aku tidak tahu bahwa orang tuamu sedang mengalami krisis, dan kekayaan keluarga ku yang dapat membantu mereka. Begini saja, hentikan perjodohan ini, dan aku akan memberikan uang kepada keluarga mu."
Safira terkejut dengan ucapan Rayden. Sebenarnya ini adalah kesempatan besar untuknya lolos dari perjodohan, tetapi ia kembali teringat akan keserakahan orang tuanya. Jika ia tidak menikah dengan Rayden, maka ia masih akan dijodohkan oleh pria tua bangka ketika sewaktu-waktu perusahaan kembali mengalami krisis.
"Maaf, Mas, aku tidak bisa. Aku akan tetap menuruti kemauan orang tua kita."
Rayden menatap kesal Safira. 'Ternyata benar, dia ingin menjadi nyonya Armadja. Dia sama seperti orang tuanya, hanya menginginkan harta saja,' batinnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!