Emma Sheren yang biasa di panggil Emma, merupakan gadis tangguh yang selalu ceria di depan semua orang, ia berumur 25th merupakan anak dari pasangan Aditya Bagaskara dan Azkia Agustina.
Pada saat Emma memasuki usia 10th, Azkia ibu kandung Emma meninggal dunia akibat kecelakaan tunggal di jalan raya. setelah kejadian itu Emma hanya di asuh oleh ayahnya saja. Sedangkan kakek nenek dari pihak ayahnya sudah meninggal lama.
Kalau orang tua mamanya, Emma sampai sekarang belum pernah bertemu dengannya.
Tiga tahun setelah kematian ibunya, Ayah Emma menikah lagi dengan seorang janda beranak satu yang bernama Eva Kristanti dia mempunyai satu putri yang bernama Clasrissa Adeline.
Hadirnya Eva di kehidupan ayahnya membuat Emma merasakan kembali sosok ibu pada diri Eva.
Namun semuanya berubah ketika Emma memasuki umur 21th, pada saat itu Aditya yang sudah mulai sakit-sakitan pun memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya perusahaan kepada Emma putrinya, dia ingin fokus dengan kesembuhan penyakitnya.
Seminggu yang lalu dokter memvonis Aditya menderita gagal ginjal, sejak saat itu Aditya sering bolak balik ke rumah sakit untuk melakukan cuci darah.
"Kenapa kamu menyerahkan perusahaan hanya kepada Emma mas, bukankah kamu sudah janji akan menganggap Clarissa seperti putri kandungmu sendiri hah" sentak Eva tak terima dengan keputusan suaminya.
"Karena itu sudah menjadi hak Emma, aku dan Azkia lah yang sudah mendirikan perusahaan itu dulu. jadi semua aset dari hasil pernikahanku dengan Azkia akan jatuh sepenuhnya ke tangan Emma, karena itu memang haknya.
"Meskipun Clarissa bukan putri kandungku, aku juga menyiapkan bagian untuk Clarissa, tapi tentu bukan perusahaan, karena Clarissa tidak mempunyai kapasitas di bidang itu, dan seperti yang kamu tahu, kalau anak kesayanganmu itu hanya bisa foya-foya, tidak seperti Emma yang selalu membantuku di perusahaan." kata Aditya panjang lebar, membuat Eva bungkam.
Harusnya Eva berterima kasih, meskipun Clarissa bukan anak kandung suaminya, tapi dengan baik hati suaminya itu masih mau memberikan asetnya kepada putrinya itu.
Tapi dasarnya dia serakah, jadi dia ingin lebih dari apa yang di berikan suaminya kepada Emma.
Sudah empat tahun Aditya berjuang melawan penyakitnya, semakin hari kondisi Aditya bukannya membaik justru semakin memperihatinkan.
Hari ini ketika Emma masih sibuk di kantor tiba-tiba mendapat kabar buruk dari ART nya di rumah, dia bilang kalau kondisi ayahnya drop.
Tanpa banyak pikir Emma langsung bergegas pulang ke rumah, lalu segera membawa ayahnya ke rumah sakit.
"Tolong.. dokter tolong ayah saya dok" teriak Emma memenuhi lorong rumah sakit. sambil mendorong kursi roda ayahnya yang sudah tak sadarkan diri.
"Tolong sus" teriak Emma.
Suster pun langsung berlari menghampiri Emma, lalu mengambil alih kursi roda tersebut.
Suster membawa Aditya masuk ke ruang IGD.
"Nona hanya boleh sampai sini saja, tidak boleh masuk kedalam ruangan" ucap suster ketika Emma mau ikut masuk ke dalam.
"Tolong selamatkan ayah saya sus" pinta Emma dengan wajah penuh harap.
"Berdoalah nona, dokter sedang menangani ayah anda di dalam, kami akan berusaha semampu kami." ucap Suster, setelah itu masuk dan menutup pintu ruangan.
Suster meninggalkan Emma yang masih berdiri di luar ruangan sambil mondar mandir.
"Tuhan, tolong selamatkan ayah hamba, hanya dia yang aku miliki di dunia ini, sembuhkanlah dia tuhan dan angkatlah penyakitnya. Amin" ucap Emma berdoa dalam hati.
Emma mendudukan bokong di kursi tunggu sambil bersandar ke dinding dengan tatapan yang lurus ke depan, Emma tak pernah sedikitpun memalingkan penglihatannya dari pintu ruangan ayahnya.
Hampir satu jam lebih akhirnya dokter keluar dari ruangan tersebut.
Emma langsung berdiri lalu menghampiri sang dokter yang menangani ayahnya.
"Bagaimana kondisi ayah saya dok" tanya Emma dengan nada khawatir.
"Ada yang ingin ayah anda katakan nona" kata sang dokter.
Emma masuk menemui ayahnya, terlihat banyak alat yang menempel di tubuh ayahnya.
"Ayah, ini Emma ayah" panggil Emma sambil duduk di kursi yang ada di dekat ranjang, Emma menggenggam tangan ayahnya yang terpasang infus. Sebisa mungkin Emma menahan tangisnya di depan sang ayahnya.
Emma tak mau ayahnya melihat sisi rapuh dirinya, ia takut akan menjadi beban ayahnya.
"Em-ma pu-tri ku, ma-afkan ayah nak, maafkan ayah mungkin sampai di sini saja ayah menemanimu di dunia ini, jika terjadi sesuatu dengan ayah datanglah ke uncle Dion.
"Ayah bahagia, karena sebentar lagi ayah akan bertemu dengan mama mu. jaga dirimu baik-baik nak, ayah sudah lelah ingin istirahat. " ucap Aditya dengan terputus putus. Setelah mengucapkan itu tak mata Aditya terpejam.
Tittttt_____
Tak lama monitor jantung pun berbunyi, dan garis yang berubah jadi lurus.
Emma menangis histeris sambil menggoyang tubuh ayahnya.
"Ayah bangun ayah, Emma janji kalau ayah sembuh Emma akan menjadi anak yang baik dan akan menurut sama ayah, hikks... hiksss.. Ayah bangun" ucap Emma histeris.
Emma keluar ruangan memanggil sang dokter.
"Dokter....dokter... cepat tolong ayah saya dok" teriak Emma memanggil dokter yang menangani ayahnya.
"Ada apa nona" tanya Dokter sambil berlari tergopoh gopor.
"Tolong dok tolong" ucap Emma gagap.
Suster langsung menyuruh Emma keluar dari ruangan terlebih dahulu.
Dokter yang tahu situasinya langsung saja masuk, mengecek keadaan aditya. Dokter memeriksa denyut nadi lalu mengarahkan senter ke pupil mata pasien, namun tidak ada tanda-tanda kalau pasien masih hidup.
Dokter menghela nafas berat. lalu keluar menemui Emma.
"Maaf, kami sudah berusaha semampu kami, tapi tuhan berkehendak lain nona" sahut Sang dokter.
"Maksud dokter apa?" tanya Emma dengan bibir bergetar.
Dokter menggelengkan kepalanya.
"Ayah anda tidak bisa tertolong" lirih sang dokter.
"Jangan bercanda dok, katakan kalau ini hanya bercanda kan dok, katakan dok" sentak Emma sambil menggoyang kedua bahu dokter.
"Maaf nona, tapi memang itulah kenyataannya" ujat sang dokter.
Air mata Emma langsung menetes tanpa di suruh, dia lari ke dalam menuju ke ruangan ayahnya.
Terlihat tubuh ayahnya yang sudah terbaring kaku di brankar, dokter melepas alat yang menempel di tubuh ayahnya.
Bahkan di saat kondisi ayahnya sekarat seperti ini, ibu sambungnya itu tak ada di samping ayahnya, bahkan untuk sekedar bertanya bagaimana kondisinya pun tidak.
"Ayah...hiks...hiks.. , kenapa ayah pergi secepat ini, Emma sama siapa ayah, hikss" lirih Emma menangis sambil memeluk tubuh kaku ayahnya.
Bibi yang di tugaskan Emma untuk membawa baju ganti pun tiba di rumah sakit, dan langsung ke ruangan majikannya itu.
Dia kaget melihat Emma yang menangis histeris sambil memeluk tubuh tuannya.
Bersambung
Happy reading guys🙏
Sedangkan di tempat lain, di tengah berita duka yang melanda putri sambungnya atas kematian ayahnya yang tak lain suami Eva, Eva justru sibuk bertaruh di meja kasino.
Ia mempertaruhkan semua aset yang di milikinya. Eva terobsesi ingin menjadi orang kaya tapi tidak mau berproses, dia ingin hasil dengan cara yang instan.
Padahal selama ini Aditya selalu mencukupi kebutuhan Eva, namun istrinya itu tak pernah merasa cukup, selalu merasa kurang, kurang, dan kurang.
Sudah dua hari ini Eva tidak pulang, bahkan ia tak memperdulikan kondisi suaminya yang sedang sakit, tak sedikit pun dia menanyakan keadaan suaminya kepada pelayan pribadi suaminya, atau Emma putri sambungnya. Sampai sekarang Eva juga belum tahu kalau suaminya sudah tiada. Dia justru asik dengan kesenangannya,
Clarissa juga sama saja, ia lebih suka
bersenang senang daripada mengurus ayah sambungnya itu.
"Kau sudah kalah nyonya" ucap seorang bandar judi.
"Aku belum kalah" kekeuh Eva.
"Memangnya apa yang bisa kau pertaruhkan di sini, bahkan semua uang yang kau bawa sudah habis tanpa sisa, sertifikat rumah pun sudah kau jadikan jaminan" remeh sang bandar dengan senyum meremehkan Eva.
"Bukankah kamu mempunyai dua putri. Berikan salah satu putrimu maka aku akan memberikanmu sejumlah uang, atau aku akan mengembalikan sertifikat rumahmu kembali." tawar sang bandar sambil tersenyum licik menatap Eva.
"Bagaimana" imbuhnya
Eva diam sejenak, memikirkan kata-kata sang bandar judi tersebut. Seketika bibir Eva melengkung ke atas, seolah tercerahkan dengan ide sang bandar judi.
"Penawaran yang menarik" sahut Emma dengan bibir tersenyum.
"Berapa kau akan membayarku, jika aku memberikan salah satu putriku" tanya Eva mencoba mengajak sang bandar judi bernegosiasi.
"Berapa nominal yang kau minta" bukannya menjawab pertanyaan Eva, sang bandar judi yang bernama Darso malah seperti menantang Eva.
"Tentu saja aku minta mahal, karena putriku masih murni" balas Eva.
"Tak masalah, berapapun yang kau minta..aku akan membayarmu, karena aku sudah mulai bosan dengan semua istriku" ucap Darso sambil menyunggingkan bibirnya.
Darso terkenal sebagai bandar judi dan juga hoby menikah,dia tidak pernah merasa puas dengan istri-istrinya, padahal dia sudah mempunyai 5 istri.
Tak jarang Darso juga sering menyewa ja*ang untuk memuaskan birahinya.
"Beri aku 50 milliar, baru aku akan memberikan putriku" ucap Eva sambil menunjukkan foto Clarissa dan juga Emma. Eva meminta Darso untuk memilihnya.
"Aku memilih foto putrimu yang kedua" ucap Darso seraya mengembalikan ponsel Eva.
Darso memilih foto kedua yaitu Emma, Darso yang sudah bermain dengan banyak wanita, hanya dengan melihat foto saja dia sudah bisa menebak, tdia tahu mana yang masih murni dan mana yang sudah terkontaminasi oleh banyak pria.
"Deal" Darso dan Eva bersepakat.
Eva memang sudah hilang akal, bahkan putri kandung sendirinya pun ia tawarkan ke bandar judi tersebut.
Beruntung Darso memilih Emma bukan Clarissa putri kandungnya, pikir Eva.
Bahkan dengan perginya Emma bersama Darso, ia bisa mempunyai alasan untuk mengelola perusahaan suaminya nantinya.
Darso memanggil anak buahnya untuk menyiapkan uang sesuai dengan jumlah yang Eva minta.
"Kamu siapkan uang untuknya" ucap Darso kepada salah satu orang kepercayaannya.
"Siap tuan" sahut anak buah Darso.
"Kapan aku bisa mengambil putrimu itu?" tanya Darso.
"Kapanpun kau mau, kau bisa datang ke rumahku untuk mengambilnya, yang penting kamu tidak mengingkari kesepakatan kita" kata Eva.
Darso mengangguk setuju.
*
*
Kini Emma sedang berada di pemakaman berdua bersama pelayannya yang setia menemaninya, karena peziarah yang lain sudah pada pergi meninggalkan area pemakaman.
Emma memakamkan ayahnya di sebelah makam mamanya. sesuai permintaan Ayahnya sebelum meninggal.
Emma jongkok sambil mengusap nisan ayahnya dengan pandangan kosong.
"Ayo non kita pulang, sebentar lagi akan turun hujan" ajak sang pelayan yang tak tega meninggalkan Emma sendirian.
"Sebentar lagi bi, Emma masih ingin di sini bersama ayah" sahut Emma dengan air mata yang tak berhenti menetes.
"Ikhlaskan non, tuhan lebih sayang sama ayah non Emma, makanya ia mengambil ayah non lebih dulu , sekarang ayah non Emma sudah tidak merasa sakit lagi. mungkin ini yang terbaik untuk beliau, karena selama ini beliau sudah menderita karea penyakit yang dideritanya selama ini" kata sang pelayan mencoba menguatkan Emma.
"Kasihan ayah bi, bahkan di akhir hidupnya tak sedikitpun mama Eva menemaninya, hiks.. hikss, dia perempuan egois bi, hanya mementingkan dirinya sendiri" ucap Emma menangis sekaligus menahan amarah.
Sang bibi menghela nafas panjang, dia juga berpikir kalau nyonya nya itu keterlaluan, tak sedikitpun dia mencemaskan suaminya.
"Biarkan saja non, yang penting non Emma selalu ada di sisi beliau, pasti beliau bangga dengan non Emma, tuan juga pasti senang karena sudah bisa bertemu nyonya Azkia di sana. " ucap pelayan menghibur Emma.
Emma mengangguk kecil.
Meskipun Ayahnya menikah lagi dengan Eva, tapi ayahnya tak pernah sekalipun menghapus rasa cinta untuk almarhumah ibunya. Almarhumah ibunya mempunyai tempat sendiri di hati ayahnya.
Setelah merasa puas berada di pemakaman Ayahnya, akhirnya memutuskan pulang kerumah.
"Selamat tinggal ayah, semoga ayah tenang di sana, ayah tak perlu mengkawatirkan Emma, karena Emma di sini baik-baik saja. Nanti Emma akan selalu mengunjungi ayah dan juga mama." pamit Emma.
Emma dan bibi pergi menuju rumahnya, setibanya di rumah ternyata Eva sudah pulang lebih dulu.
Emma mencoba menetralkan emosinya ketika melihat Eva. Dia tak ingin bertengkar di saat lagi dalam suasana berduka.
"Dari mana saja kalian hah" sentak Eva.
"Dari pemakaman" jawab Emma singkat.
"Apa pak tua itu sudah meninggal, makanya kalian pergi ke pemakaman" terka Eva.
Sebenarnya Eva kaget waktu pulang ke rumahnya, dia melihat bendera kuning yang terpasang di depan rumahnya.
Tapi bukan Eva namanya kalau dia merasa sedih, dia justru berharap kalau yang meninggal itu suaminya, dan ternyata harapan Eva menjadi kenyataan.
Emma mengepalkan tangannya erat hingga hingga buku tangannya memutih.
Ia sekuat tenaga menahan emosinya.
"Kenapa kalian diam saja, apa ucapanku barusan itu benar" ucapnya lagi.
"Tuan Aditya baru saja di makamkan nyonya, apa nyonya tak ingin ziarah ke makam tuan Aditya" sahut sang pelayan mewakili Emma.
"Ck, baguslah kalau dia sudah meninggal, dari pada terus hidup tapi menyusahkan, lebih baik dia mati kan" tak sedikitpun Eva merasa sedih atas kematian suaminya.
Plakk
"Tutup mulutmu nyonya Eva! jangan sampai aku merobek mulut busukmu itu" ucap Emma sambil menunjuk wajah Eva dengan jari telunjuknya.
Eva mengepalkan tangannya, sedangkan tangan yang satunya memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan yang ia terima dari Emma.
Semenjak Eva tak memperdulikan ayahnya lagi, Emma sudah menghilangkan rasa hormatnya kepada Eva. Dia juga sudah tidak mau lagi memanggil Eva mama seperti dulu, Dia sudah sangat benci dengan ibu sambungnya itu.
🌹🌹
Sedangkan di tempat lain, seorang pemuda tampan yang berprofesi sebagi bodyguard sedang menunggu anak majikannya di dalam mobilnya.
Max harus memastikan keselamatan Reva putri sambung Arsen.
Selang sepuluh menit kemudian Reva keluar bersama Reynand, mereka berdua berjalan beriringan menghampiri mobil Max.
Tok
Tok
Tok
Reva di bantu Reynand mengetuk kaca mobil milik Max, Max ketiduran akhirnya membuka matanya.
Klek
"Om Max tidur ya, om Max kalau lagi kerja tidak boleh tidur, nanti kalau Reva di culik orang jahat om Max nda bisa lihat" tegur Reva kepada sang bodyguard.
"Iya nona, om Max tidak akan mengulanginya lagi" Sahut Max
Dia memang tadi merasa sedikit mengantuk, akibat semalam tidur terlalu larut. makanya dia memejamkan matanya sebentar sambil menunggu Reva pulang sekolah.
"Sekarang kita ke kantor papa om, Reva di kasih tugas sama mama suruh jagain papa" titah Reva.
"Ngapaim di jagain, kan papamu sudah tua, mana ada yang mau menculiknya" sahut Max sambil menyetir mobilnya.
"Di kantor papa ada pelakor om, makanya Reva harus menjaganya" ucap Reva.
Max menggelengkan kepalanya, ia merasa aneh dengan sang nyonya yang melibatkan putrinya untuk membasmi pelakor.
Bersambung
Jangan lupa like
koment
vote
Gift
Happy reading guys🙏
Malam hari Darso datang ke rumah Eva dengan membawa beberapa anak buahnya.
Klek
Emma membuka pintu rumahnya setelah mendengar seseorang mengetuknya dari luar.
"Maaf, tuan mencari siapa" tanya Emma sedikit takut, karena Darso membawa anak buahnya yang bertubuh tegap dan berpakaian serba hitam.
Darso tak langsung menjawab pertanyaan Emma, ia memperhatikan setiap jengkal tubuh Emma yang ada di hadapannya.
"Cantik dan seksi" batin Darso.
Darso yang pada dasarnya seorang player, tentu saja pertama kali yang ia lihat dari seorang perempuan adalah dari tubuh dan wajahnya terlebih dahulu.
Emma yang kebetulan mempunyai paras cantik dan body yang bak gitar spanyol tentu saja membuat mata Darso semakin betah memandangnya.
"Ekhmm" dehem Emma menyadarkan Darso.
"Oh maaf, kau sangat cantik dan membuatku terpana melihatnya" puji Darso.
Bukannya merasa senang, Emma justru jijik dengan pujian yang keluar dari mulut Darso.
"Saya kesini mencari nyonya Eva" ucap Darso ketika tidak ada balasan dari Emma.
Eva yang sejak sore sudah menunggu ke datangan Darso akhirnya mendekatinya.
"Dia tamuku" ketus Eva sambil menyingkirkan tubuh Emma dari hadapan Darso.
Emma merotasi malas, tak perlu menyingkirkan nya dia juga akan pergi sendiri. Dia juga sudah merasa muak melihat wajah mesum Darso.
"Buatkan kami minum" perintah Eva kepada Emma.
"Hmmm" gumam Emma yang sedang malas berdebat, apalagi sedang ada orang lain di rumahnya.
Emma pergi ke dapur untuk membuatkan mereka minum, sedangkan di ruang tamu Eva sedang mengobrol dengan Darso.
"Apa dia putrimu" tanya Darso.
"Ya, dia putriku yang kau hargai 50 milliar itu" kata Eva tersenyum miring menatap Darso.
"Dia terlihat menarik, aku rasa harga segitu tak terlalu mahal" ucap Darso tertawa kecil.
Mereka berdua memang sudah gila, mereka menganggap Emma seperti barang yang bisa ia hargai sesuai nominal yang mereka mau.
Emma datang sambil membawa nampan yang di atasnya terdapat gelas yang berisi air minum.
Ia meletakkan gelas-gelas tersebut di atas meja.
"Silahkan di minum tuan" ucap Emma sopan.
Setelah itu dia pamit pergi meninggalkan mereka.
Darso terus melihat punggung Emma yang kian menjauh, hingga akhirnya hilang di balik pintu.
"Kapan aku bisa membawanya" tanya Darso sambil menyeruput teh yang baru saja di suguhkan oleh Emma.
"Terserah kau saja, lebih cepat lebih baik bukan" sahut Eva.
"Kau memang ibu yang kejam nyonya" sindir Darso dengan tersenyum miring melihat wajah licik Eva.
Eva mengendikkan bahunya bodo amat.
"Kalau begitu kapan kau akan membawanya" tanya Eva memastikan.
"Sekarang juga" jawab Darso.
Eva mengangguk lalu memanggil Emma.
"Emma..." panggil Eva dengan mengeraskan suaranya.
Karena belum ada sahutan dari Emma, akhirnya Eva kembali berteriak memanggil nama Emma.
Sedangkan di dapur, kebetulan air minum di kamar Emma habis, dan ia memutuskan turun kebawah untuk mengambil air minum.
Emma yang sedang menuang air kedalam gelas pun mendengus kesal ketika mendengar suara teriakkan Eva yang memanggil namanya.
Emma bergegas menuju ke ruang tamu.
"Ada apa" ketus Emma
Eva memberikan kode ke Darso menggunakan dagunya.
Darso yang paham pun langsung menyuruh anak buahnya untuk membawa Emma.
Dua orang anak buah Darso mendekati Emma, lalu dua orang tersebut memegang tangan kiri dan kanan Emma.
"Ada apa ini? kenapa kalian memegangi tanganku hah" sentak Emma sambil menghempas kedua tangan anak buah Darso tersebut, tapi percuma karena tenaga mereka jauh lebih kuat.
"Lepas" teriak Emma sambil terus berontak.
"Percuma saja kau terus berteriak nona, karena anak buahku tidak akan melepaskanmu. Aku sudah membelimu sebesar 50 milliar, jadi sekarang kamu harus ikut denganku" ucap Darso.
Seketika tubuh Emma membeku, dadanya merasa sesak ketika tahu kalau dirinya di jual oleh ibu tirinya. Kebencian Emma kepada Eva semakin bertambah besar.
Emma menatap nyalang ke arah Eva, namun Eva membalasnya dengan tatapan meremehkan.
Belum juga Emma memaafkan Eva karena mengabaikan kematian ayahnya, sekarang ia kembali berulah dengan menjual dirinya.
"Tapi saya bukan putrinya tuan, jadi anda tak berhak membawa saya" ucap Emma tegas.
"Siapapun kamu, yang penting aku sudah membayarmu" balas Darso tak mau kalah.
"Bawa dia sekarang" perintah Darso kepada anak buahnya
Tanpa banyak kata, Darso berbalik dan segera melangkahkan kakinya pergi dari kediaman Eva.
Anak buah Darso menyeret Emma yang terus memberontak.
"Bajingan kamu Eva, sampai kapanpun aku tak akan pernah memaafkanmu" makinya kepada Eva.
"Tunggu aku kembali dan pada saat itu juga aku akan menghancurkanmu Eva Kristanti" ucap Emma penuh penekanan. sorot mata Eva menatap tajam ke arah Eva, sorot mata yang penuh amarah dan dendam.
Anak buah Darso menyeret paksa tubuh Emma, lalu menghempaskannya kedalam mobil.
Di dalam mobil Emma terus memberontak dan meminta tolong sambil memukul mukul jendela kaca mobil tersebut.
Namun tak ada satu wargapun yang mendengar teriakan Emma.
Anak buah Darso yang sudah kewalahan pun akhirnya memukul tengkuk Emma, dan seketika itu juga Emma tak sadarkan diri.
Clarissa yang baru saja pulang ke rumah bingung, dari kejauhan ia melihat Emma yang di seret sama kedua pria bertubuh tegap.
"Ada apa ini ma? kenapa mereka menyeret tubuh Emma" tanya Clarissa penasaran.
"Tentu saja mereka menyeret Emma, karena mama sudah menjualnya." sahut Eva santai.
"Hah?, kenapa mama menjual Emma?" tanya Clarissa.
"Tidak usah banyak tanya, mama ngantuk mau tidur" sentak Eva. kemudian dia pergi meninggalkan putrinya.
Ia naik ke lantai atas menuju ke kamarnya.
Bersambung
Happy reading guys🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!