Yara Harisman seorang gadis ayu dengan hijab syar'inya ia terlihat anggun dipandang mata. Walau berasal dari keluarga sederhana, keluarganya begitu mementingkan pendidikan. Yara jebolan salah satu pondok pesantren ternama. Sejak umur dua belas tahun gadis itu mendapat gelar hafizah. Tak hanya itu, gadis dua puluh lima tahun itu juga lulusan universitas ternama di ibu kota dengan nilai cum laude. Saat ini ia bekerja disalah satu perusahaan terbesar di Indonesia sebagai setaf keuangan di perusahaan. Ia menjadi salah satu karyawan terbaik.Pribadinya yang santun membuatnya banyak disukai rekan kerjanya.
Ia bekerja di bawah kepemimpinan Erlangga. Erlangga adalah pemilik perusahan tunggal, ia memiliki istri yang cantik bernama Amira. Dari segi fisik tak terlihat sedikitpun kekuranga Amira.Mereka sepasang suami istri yang sangat sempurna.
Di hari ahad Yara tersenyum getir menatap sebuah kamar yang bertuliskan ruang observasi. Di depan pintu bercat putih, Yara berdiri tak bergeming menatap sendu pada wajah keriput yang tampak memucat. wanita yang sangat ia sayangi tengah terbaring lemah di atas ranjang kematian. Alat alat penopang nyawa tertempel di setiap tubuhnya waninta paruh baya itu.
Dengan lembut Yara mengusap kulit keriput jemari Hana.
"Maa..bangun lah...! jangan diam seperti ini...Yara takut ma..!"
Isakan tangis gadis dua puluh lima tahun itu terdengar pilu. Ini tak kali pertamanya Hana tak sadarkan diri. Saat ini Yara tengah menunggu hasil pap smear sang ibu. Setelah hasilnya keluar barulah Yara mengetahui penyakit yang diderita ibunya.
Pimtu berderit, menunjukkan ada seseorang di sana.
"Permisi...!"
Ucap salah satu perawat rumah sakit.
"Iya sus..silahkan masuk..!"
Sahut Yara lembut.
"Maaf bu, Yara. Dokter ingin bertemu dengan anda, ada hal yang harus dibicarakan."
Jelas seorang perawat pada Yara.
"Baik sus, saya akan segeran menemui dokter..!"
"Ma..! Yara tinggal sebentar ya...!"
Gadis itu berbisik sembari mengecup kening ibunya. Sampai di ruang dokter Yara menatap dokter penuh tanya.
"Silalkan duduk..!"
Pinta Dokter Dwi ramah.
"Terima kasih dok. Apa hasil pemeriksaan mama sudah keluar dok..?"
"Alhamdulilah sudah buk Yara."
"Apa hasilnya dok..?"
Tanya yara tak sabar.
"Ibu tenang dulu, biar saya jelaskan hasil dari pemeriksaan
pap smear tempo hari"
Ucap dokter Dwi menenangkan.
"Begini ibu, dari hasil pemeriksaan pap smear, menunjukkan hasil positf dalam rahim buk Hana terdapat perkembangan sel secara abnormal. Karna hasilnya positif maka harus dilakukan pemeriksaan biopsi. Dari hasil pemeriksaan biopsi itu kita bisa mengdiagnosis penyakit buk Hana dengan tepat. "
Jelas dokter Dwi dengan gamblang.
"Baik dok..lakukan yang terbaik..!"
Ucap Yara terisak.
"Buk Yara jangan bersedih, ibu harus terlihat tegar di depan buk Hana, Berikan buk Hana kekuatan..! bantu doa semoga hasilnya baik baik saja , ya....!"
Dokter Dwi memberi nasehat pada Yara. Yara mengangguk gadis itu tak sanggup berkata apapun. Yara kembali keruang inap Ibunya. Di sana terlihat ibunya sudah siuman, para perawat mondar mandir memberikan obat.
"Mama udah bangun..?"
Tanya yara bahagia.
"Ia nak..! kenapa mama ada di sini nak..?"
Tanya Hana tampak bingung.
"Kemarin mama pingsan ma, Mama jangan hawatir ya, kata dokter mama kecapean..!"
Ucap Yara menenangkan mamanya.
"Maafkan mama sayang, mama jadi menyusahkanmu..!"
Ucap Hana merasa bersalah.
"Tidak ma, mama sama sekali tidak merepotkan Yara, Yara senang bisa rawat mama..!"
Gadis itu berucap sembari memeluk tubuh pucat ibunya. Hanapun dengan lembut membalas pelukan hangat sang putri semata wayangnya itu.
Setelah seminggu Hana di rawat di rumah sakit terbesar di tempatnya tinggal, akhirnya Hasil pemeriksaan biopsi Hana keluar.
Dokter Dwi kembali memanggil Yara.
"Bagai mana dok dengan hasil pemeriksaan mama..?"
Yara tak sabar, iya ingin yang terbaik untuk ibunya.
"Maafkan saya bu Yara, saya harus menyampaikan kabar yang kurang baik, dari hasil pemeriksaan biopsi yang dilakukan, bu Hana mengalami kangker serviks stadium 2B. Untuk proses penyembuhannya harus dilakukan oprasi dan radiasi"
Yara Terdiam gadis itu membeku di hadapan dokter Dwi. Gaadis itu menutup mulutnya agar tangisnya tak pecah, melihat kesedihan Yara, dokter Dwi memeluk gadis dua puluh lima tahun itu.
"Yang sabar bu Yara, kita akan lakukan yang terbaik untuk ibu Hana..!"
Ucap dokter Dwi meyakinkan keluarga pasien.
"Jadi dok kapan mama bisa dilakukan oprasi..?"
Tanya Yara dengan terisak.
"Minggu depan kita sudah harus lakukan tindakan, nanti akan saya jadwalkan secepatnya. Jika terlambat akibatnya vatal..!"
Jelas dokter Dwi pada Yara.
Yara melangkah gontai sembari terus menatap hasil leb yang dokter Dwi serahkan.
"Ya Allah, dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu, untuk biaya obrasi mama...!"
Dengan tangan gemetar Yara memegang handle pintu ruang inap Hana. Gadis itu rasanya tak sanggup untuk melihat wajah ibu tercinta. Segera ia simpan kertas putih itu agar ibunya tak sedih. Yara mendekat pada sang ibu memeluk erat tubuh ringkih itu. Hana berucap lirih pada sang putri.
"Ada apa sayang..? kenapa menangis...?"
Tanya Hana ingin tau. Yara menggeleng.
"Maafkan Yara ma..! Yara belum bisa jadi anak yang baik untuk mama..!"
"Tidak sayang, kamu putri terbaik mama..!"
Sahut Hana memuji putrinya.Hana tersenyum getir tangisnya pecah dalam hati.
Pagi ini Yara berangkat lebih awal, ia ingin menemui atasannya.Gadis itu berharap pak Erlangga mau membantunya. Setelah pukul tujuh gadis itu sudah sampai di depan ruangan atasannya. Ternyata pria itu sudah datang lebih awal. Yara memberanikan diri mengetuk ruangan Erlangga.
"Permisi pak...!"
Ucap Yara minta izin.
"Iya, silahkan masuk, Ra..!"
Yarapun masuk ia berdiri sembari menundukkan pandangannya.
"Maaf pak, jika saya lancang. Saya menghadap bapak, karna saya ingin meminta pertolongan bapak..!"
Ucap Yara gemetar.
"Apa yang bisa saya lakukan untuk kamu..?"
Erlangga mencoba mengorek Yara.
"Saya..saya..!"
Suara Yara terbata, belum sempat berucap air matanya sudah luluh membanjiri pipi tirusnya.
"Ada apa..kenapa kamu menangus..?"
Tanya Erlangga hawatir
"Pak, orang tua saya sakit, jika bapak tidak keberatan, saya mau meminjam uang kantor sebesar seratus lima puluh juta"
Erlangga menatap Yara lekat lekat.
"Maafkan saya, bukan saya tidak percaya pada kamu, tapi uang segitu cukup banyak Ra, pinjamanmu yang bulan lalu saja belum terselesaikan..!"
Sahut Erlangga keberatan.
"Saya janji pak, saya akan bekerja lebih keras lagi untuk mencicil hutang-hutang saya, saya mohon pak...!"
Yara tampak memelas di hadapan atasannya.
"Saya hanya bisa memberimu pinjaman tiga puluh juta..!"
Jawab Erlangga penuh pertimbangan.
"Terima kasih pak..! Saya permisi!"
Yara pergi meninggalkan ruangan atasannya.Ia kecewa dengan jawaban Erlangga, Yara semakin sedih. harus kemana lagi ia mencari uang sebanyak itu.
Saat keluar Yara berpapasan dengan wanita cantik yang Yara tak tau itu siapa. Wanita cantik itu terlihat memasuki ruangan pak Erlangga.
"Siapa dia mas..?"
Tanya wanita cantik itu yang bernama Amira.
"Dia Yara, staf keuangan"
Jawab Erlangga sembari memeluk tubuh langsing Amira.
"Kenapa dia keruangan kamu..?"
Amira mulai mencari tau tentang gadis ayu itu. Erlanggapun menceritakan tentang keadaan Yara.
"Sepertinya dia gadis baik mas..?"
Tanya Amira menyelidik.
"Iya, dia gadis yang baik, dia salah satu karyawan berprestasi di kantor kita, sayang..!"
"Oh ya..!"
"Heem..!"
Ucap Erlangga bergumam, sembari memeluk Amira dari belakang. Sementara Amira tersenyum menyeringai mendengarkan informasi dari suaminya itu.
Cuitan burung mulai menelusup masuk menerobos gendang telinga, seolah hewan kecil itu mingingatkan kita untuk selalu bahagia. Yara tak lupa berharap pada sang ilahi untuk memberikan ia kekuatan. Yara selalu ingat akan pesan abah yai saat mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Beliau berkata.
"Jika kamu dalam kesulitan, maka bacalah surah Al Baqarah ayat 186 maka Allah akan memberimu ketenangan, berdoalah dengan hati yang lapang"
Yara bersujud di pertigaan malam. Ia tak lupa mengadu pada Allah Azza Wa Jalla agar mendapat petunjuk dari sang ilahi. Dengan suara lirih Yara melantunkan kalam ilahi agar ia mendapatkan ketenangan dari pemilik hati yang hakiki. Ia baca setiap huruf yang terukir indah pada surah Al Baqarah ayat 186.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Yang artinya: "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."
(Al Baqarah ayat 186.)
Air matanya terus merosot membasahi pipi tirus Yara Harisman. Suaranya mulai bergetar disetiap lantunannya. Hingga gadis itu tak menyadari jika fajar telah menyongsong. Yarapun bergegas menunaikan solat fardu subuh. Selesai solat Yara mendekat ke ranjang Hana. Terlihat mamanya tengah membuka mukenah.
"Pagi ma..!"
"Pagi sayang..!"
Hana memelukYara, gadis itupun menyambut hangat pelukan sang mama.
"Ma..Yara pulang dulu ya. Yara harus bekerja. Mama ditemani mbok Nah di sini, gak papakan..?"
"Gak papa sayang, mama sudah mulai enakkan kok, kamu jangan hawatir, nak...!"
Yara berpamitan,gadis itu tak lupa mencium kening Hana untuk mendapat berkah dari sang ibu. Sesampainya di kantor Yara disambut Kinan.
"Assalamualaikum Ra..!"
"Waalaikumussalam"
Sahut Yara lembut.
"Ra, gimana keadaan mama..?"
Tanya Kinan ingin tau.
"Alhamdulillah Ki, sudah mendingan..! bantu doa ya Ki..!"
"Iya Ra, insya Allah. Aku doain yang terbaik untuk mama Hana..!"
"Makasi Ki..!"
Mereka ngobrol sambil melangkah menyusuri koridor, sampai di ruangannya Yara segera membuka laptop untuk mulai bekerja, tak lupa gadis itu mengucap basmallah, agar setiap pekerjaanya mendapat ridha dari Allah.
Saat istirahat makan siang, Yara tak bergeming dari ruangannya, ia ingin semua pekerjannya cepat selesai, bahkan gadis itu hanya meluangkan waktunya untuk solat saja.
Setahun bekerja kehidupan Yara aman,namun jelang tahun kedua, hidup Yara mulai berantakan, ia harus menerima kenyataan bawasannya orang tua satu-satunya yang ia punya menderita sakit serius. Ibunya yang bernama Hana menderita kangker. Yara mulai bekarja lebih keras untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Namun sayang penghasilan yang ia dapat tetap tak mencukupi untuk pengobatan dan biaya oprasi Hana. Gadis itu terpaksa harus mencari talangan dana dari kantor tempatnya bekerja, untuk biaya oprasi sang ibu. Namun hal itu tak semudah yang Yara bayangkan. Ia hanya mendapa tiga puluh juta saja dari atasannya.
Tengah khusyuk mengerjakan laporan, datang Kinan menghampirinya.
"Ra, ada panggilan untuk kamu, kamu di minta menemui pak Erlangga..!"
Ucap Kinan menyampaikan pesan pada Yara.
"Ooh iya, makasih Ki..!"
Kinan bergegas menuju ruangan atasannya.
"Permisi pak..!"
"Apa bapak memanggil saya..!"
Tanya kinan sopan dengan pandangan tertunduk.
"Iya, silahkan duduk..!"
Pinta Erlangga. Kinan menuruti perintah atasannya, ia duduk di kursi tepat di hadapan pria berjambang itu.
"Ini, uang untuk berobat ibumu, di dalamnya ada tiga puluh juta, kamu bisa memakainya. Kamu tak perlu menggantinya..!"
Mendengar ucapan Erlangga, mata gadis itu berbinar.
"Terima kasih pak...! Semoga Allah membalas kebaikan bapak...!"
Doa Kinan tulus pada Erlangga.
"Aamiin...! terima kasih doannya."
Sahut Erlangga tegas.
Kinan keluar dari ruangan Erlangga. Gadis itu menatap amplop berwarna coklat hatinya bahagia mendapat bantuan cuma cuma dari bosnya. Namun Yara masih harus memutar otak untuk mendapatkan kekurangannya.
Kinan tengah asyik berjalan dengan sejuta pemikira, tiba tiba langkahnya terhenti, tepat di hadapannya berdiri wanita cantik dengan tas mahal di tangannya.
"Maaf ucap Yara, sopan"
"Tidak, apa apa...!"
Ucap wanita cantik itu sembari tersenyum. Yara kembali melanjutkan langkahnya.Namun langkah nya kembali terhenti saat wanita cantik itu berucap pelan namun cukup jelas didengar.
"Saya tau, masalah yang sedang kamu alami..jika kamu bersedia, saya bisa membantu perobatan ibumu...!"
Seketika Yara membalikkan badan. Yara mendekat ke arah wanita itu.
"Apakah saya tidak salah mendengarnya..?"
Tanya Yara penuh pengharapan.
"Tentu saja tidak...saya akan membantu kamu..!"
"Benarkah..?"
Yara masih belum percaya. Dengan ucapan wanita cantuk itu.
"Tentu..ucapan saya bukan hanya bualan..! jika kamu bersedia kamu bisa temui saya di cafe Cendana..!"
Jelas wanita cantik itu meyakinkan.
"Siapa ibu sebenarnya, kenapa ibu mau membantu saya..?"
Mendengar pertanyaan Yara. Wanita itu tersenym sembari memegang pundak gadis di hadapannya.
"Kamu tidak perlu tau siapa saya..! yang kamu butuhkan biaya perobatan ibumu bukan..?"
Ucap wanita itu dengan jelas. Kinan menatap wanita cantik di hadapannya, pandangannya menyelidik untuk mencari kebenara.
"Bagai mana..apa kamu berkenan menerima bantuan saya..? kamu tak perlu mengembalikannya..."
Wanita itu kembali berbicara pada Yara. Namun belum sempat menjawab henponnya berdering. Di layar datar itu tertulis Mbok Nah.
"Sebentar ibu, saya angkat telpon"
Ucap Kinan sopan. Wanita cantik nan berkelas itu mengangguk lembut. Terdengar Yara mengucap salam pada sambungan telponnya.
"Iya mbok..?"
"Mbak Yara, ibu...mbak..!"
"Iya mbok, ada apa..? bicara yang tenang..?"
Ucap Yara mengingatkan.
"Mbak, ibu demam tinggi, sekarang ibu gak sadarkan diri, ibu ngedrop lagi..!"
"Ya sudah, mbok tenang ya, saya akan segera ke sana!"
Yara berusaha menenagkan ART nya. Padahal kenyataannya Yara sendiri gelisah mendengar kabar yang disampaikan mbok Nah, tubuh Yara bergetar ia kembali dihantui rasa takut kehilangan sang mama. Yara memejamkan matanya sejenak,untuk mencari ketenangan. Namun saat mata itu terpejam, Yara dikagetkan dengan suara lembut dari belakangnya. Ia lupa jika ia tak sedang sendiri.
"Ada apa..?"
Tanya wanita cantik itu ingin tau. Yara menarik nafasnya sejenak.
"Mama saya, ngedrop lagi bu.."
"Jadi bagai mana, apa kamu tega melihat ibumu menderita...begitu..?"
Yara terdiam sembari menatap langit yang mendung.
"Baiklah saya menerima bantuan ibu..!"
Wanita cantik itu tersenyum sumringah.
"Saya senang mendengarnya, kamu bisa temui saya di cafe Cendana pukul dua puluh...!"
Pinta wanita cantuk itu, lalu ia pergi meninggalkan Yara sendiri.Kinan begitu bahagia ada orang dermawan yang membantu kesulitannya. Sungguh gadis itu begitu polos, ia tak sedikitpun curiga jika ia sedang masuk dalam perangkap Amira.
Kebohongan yang setengah kebenaran merupakan kegelapan dari semua drama.
Suatu hari nanti manusia akan melihat kembali film kehidupan yang ia mainkan sendiri.
Di sini dipintu kaca yang tertutup rapat Yara berdiri. mengintip dari balik celah celah yang sedikit terbuka. Gadis itu tak saba ingin masuk ke dalamnya. Namun sayang dokter melarang gadis itu untuk mendampingi sang ibu. Yara terus berdoa di dalam hati untuk kesembuhan ibunya.
Tak lama pimtu kaca itu terbuka lebar, tampak sosok wanita bersnelli lengkap. Yara dengan cepat menghampirinya.
"Dok, bagaimana keadaan ibu saya..?"
"Seperti yang saya jelaskan tempo hari. Ibu Hana harus segera dilakukan tindakan oprasi, agar sel kangkernya tidak menyebar"
Yara terdiam, mendengar penjelasan dokter.Rasa painik itu menerobos hatinya.Seketika pikirannya buntu, ia tak tau harus berbuat apa.
"Buk Yara..! apa ibu baik baik saja..?"
Dokter Dwi menyadarkan lamunan gadis di sampingnya.
"Haaa...! iya dok saya baik"
Sahut Yara tergagap.
"O ya bu Yara. saya sudah jadwalkan untuk tindakan bu Hana, insya Allah kita akan lakukan oprasi hari selasa"
Terang Dokter Dwi mengingatkan. Yara kembali terdiam sembari berpikir.
"Bagai mana bu Yara...?"
Tanya Dokter Dwi memastikan.
"Iya dok, lakukan yang terbaik untuk mama saya, saya akan usahakan segala biayanya.!"
Ucap Yara meyakinkan Dokter Dwi.
Yara lalu melihat jam analok di tangannya. Gadis itu teringat ia ada temu janji dengan wanita baik hati yang menemuinya di kantor.
Sementara di tempat lain Amira tengah menghubungi seseorang.
"Bagai mana...apa kamu sudah membuatnya tertekan..?"
Ucap Amira pada lawan bicarannya.
"Tentu saja, sebentar lagi dia pasti menemuimu..!"
Ucap suara dari seberang.
"Terima kasih, kamu memang sahabatku yang baik..!"
Ucap Amira tersenyum menyeringai.
Tujuh tiga puluh Amira sampai di cafe Cendana, di sudut kafe, Amira dudunk dengan angkuh menatap jendela kaca sembari menunggu kedatangan Yara.
Wanita itu tampak gelisah di kursinya. Tak lama menunggu gadis anggun itu datang menyapa Amira.
"Maaf ibu, saya sudah membuat ibu menunggu.."
Ucap gadis berhijab itu merasa tidak enak.
"Oh..tidak pa pa..saya senang kamu akhirnya datang juga..!"
Ucap Amira mengembangkan senyumnya.
"Saya tidak bisa lama lama, ini uang yang saya janjikan untuk pengobatan ibumu..!"
Amira berucap sembari mengeluarkan amplop coklat yang sangat tebal. Melihat amplop coklat itu Yara berucap syukur dalam hatunya.
"Ya Allah, terima kasih ibu..! ibu sangat baik pada saya..!"
Puji Yara pada wanita di hadapannya. Amira kemudian menyerahkan uang itu pada Yara, namun saat tangan Yara menyentuh amplop coklat itu Amira menahannya.
"Tunggu dulu sayang. Ini bisa kamu ambil dengan cuma cuma, tapi dengan satu syarat..!"
Ucap Amira sembari menepuk nepuk tangan Yara. Yara tak mengerti ucapan wanita di hadapannya.
"Maksud ibu...?"
Yara bertanya dengan hati gelisah.
"Kamu bisa ambil uang ini, jika kamu bersedia menyetujui sarat yang saya ajukan..!"
Amira mulai mengungkapkan tujuan yang sebenarnya. Ia meminta pada gadis dua puluh lima tahun itu untuk menyetujui persaratannya.
"Syarat...?"
Tanya Yara tak mengerti.
"Ya, kita harus membuat perjanjian yang saling menguntungkan..!"
"Maksud ibu apa..?"
Yara mulai ketakutan.
"Saya mau kamu mengandung anak dari suami saya..!"
Pernyataan Amira tentu membuat Yara syok. Gadis itu seketika berdiri dari duduknya.
"Maaf, saya tidak bisa..!"
Tolak Yara sepontan. Amira tersenyum sinis mendengar penolakan Yara.
"Heeem yakin kamu menolak tawaran saya.Jika kamu menerima tawaran saya,saya akan membiayai seluruh pengobatan ibu kamu..!"
Amira mulai memberikan iming iming.
"Maaf saya tidak bisa..!"
Yara kembali menolak untuk yang ke dua kali.
"Heem beraninya kamu menolak tawaran saya...!. Baik, kalau begitu, saya akan pastikan kamu akan kehilangan pekerjaan dan saya pastikan kamu tidak akan pernah di terima di perusahaan manapun..camkan itu"
Ucap Amira mulai mengancam dengan kekuasaannya. Lalu wanita itu bangkit dari duduknya dan meninggalkan meja yang ia pesan.
Yara gusar, gadis itu penuh dilema, jika ia menolak maka sudah pasti Yara menjadi seorang pengangguran selamanya, sementara ia butuh uang untuk kebutuhan hidup dan biaya pengobatan Hana. Akhirnys dengan tergesa gesa Yara menghentikan langkah Amira.
"Tunggu..!"
Ucap Yara dengan suara gemetar. Amira tersenyum, merasa menang, dengan angkuhnya Amira membalikkan badan.
"Bagai mana, apa kamu berubah pikiran..?"
Ucap Amira tersenyum mengejek. Gadis itu tanpak bingung namun ia harus memutuskan. Bagai mana mungkin ia harus mengandung anak dari suami orang.
"Baik, saya terima..tawaran ibu..!"
Ucap Yara lirih. Akhirnya mau tidak mau, Yara harus menelan pil pahit, ia harus menerima tawaran wanita cantik itu.
"Bagus...!"
Ucap Amira sombong.
"Sekarang kamu tandatangani surat kontrak rahim ini...!"
Kamu bisa baca terlebih dahulu persyaratannya...!"
Amira berucap sembari menyodorkan selembar kertas yang sudah dibubuhi materai.
Dengan tangan gemetar Yara membaca setiap poin dengan seksama. Kertas putih itu berisi perjanjian yang harus Yara setujui. Semua poin yang tertera sangat merugikan gadis itu.
Adapun isi poin yang pertama, Yara harus bersedia mengandung dan melahirkan anak dari suami Amira.
Poin ke dua, Yara harus menyerahkan bayinya pada Amira dan suaminya.
Poin ke tetiga Yara siap ditalak dan ia harus pergi jau dari kehidupan mereka.
Selesai membaca isi perjanjian kontrak rahim itu, Yara memejamkan mata sejenak, Lalu gadis itu berucap lirih pada wanita dihadapannya.
"Baik saya setuju dengan persyaratan yang ibu berikan, tapi saya juga ada syarat untuk di tambahkan diperjanjian itu...!"
"Oke..apa yang kamu inginkan..?"
"Saya tidak mau berzina, jadi saya mau jika hubungn saya dan suamu ibu sah di mata agama..!"
Pinta Yara tegas.
"Baik kalau cuma itu syarat yang kamu minta...saya setuju..!"
Ucap Amira dengan entengnya.
"Kalau begitu, silahkan kamu tandatangani perjanjian ini..!"
Pinta Amira tak sabar.
Dengan hati yang hancur terpaksa ia harus menandatangani surat perjanjian itu demi kesembuhan sang ibu tercinta.
Meskipun surat perjanjian itu sangat bertolak belakang dengan prinsip yang ia pegang teguh, Yara harus menerimanya,
Dengan terpaksa ia harus menandatangani surat perjanjian itu demi kesembuhan sang ibu tercinta dan baktinya sebagai anak, hal itu ia lakukan hanya untuk mendapatkan ridhaNya. seperti yang telah Rosululloh ajarkan.
Bakti seorang anak kepada kedua orang tuanya akan mengundang ridha kedua orang tua kepada anak. Sementara ridha kedua orang tua terhadap anak merupakan penentun seorang anak mendapat ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ
“Ridho Allah SWT. ada pada ridho kedua orang tua dan kemurkaan Allah SWT. ada pada kemurkaan orang tua.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, Hakim)
Dengan tangan gemetar Yara membubuhkan tandatangannya di atas materai, air matanya luluh membanjiri pipi tirus Yara.
"Terima kasih, saya akan hubungi kamu kembali...!"
Ucap Amira, sembari memasukkan surat perjanjian itu ke dalam tas. Lalu Amira pergi meninggalkan Yara yang tengah frustasi.
"Ya Allah bagaimana mungkin aku menikah dengan orang yang tak pernah aku kenal..!"
Ucapnya lirih.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!