NovelToon NovelToon

MY LOVELY SISTER

PERTEMUAN

Dialah Abyaz Ibraheem Saga atau biasa dipanggil Saga, pria muda berusia 24 tahun yang berkecimpung dalam bidang Arsitektur dan sudah bekerjasama dengan perusahaan pengembang perumahan terbesar di kota Jakarta kini terlihat duduk di bangku kerja sambil terus tersenyum larut dalam khayalnya.

Perihal apa lagi yang dialami kalau bukan masalah rasa. Saga yang baru kembali ke Indonesia setelah lama tinggal di Singapura mengenyam pendidikan dan dilanjut merintis karier kini memutuskan kembali ke negara asal karena kerinduannya pada seorang gadis.

Diyara Kanaya Abadi, nama kecil itu melekat kuat dan hamparan setiap kejadian Saga bersama Kanaya masih sangat membekas. Saga yang sedih berpisah dengan Kanaya sebab gadis kecil yang dianggap adiknya itu nyatanya telah bertemu dengan keluarga kandungnya.

Tujuh belas tahun lalu kisah ini bermula. Manda (sebutan ibu) Saga yang bernama Khalea menikah dengan Bumi yang mengadopsi bocah 10 bulan dari sebuah panti. Bocah kecil itu dipanggil Kanaya, enam tahun setelahnya Bumi bertemu Khalea yang telah memiliki Saga dan keduanya menikah. Keluarga mereka sangat bahagia, antara Saga dan Kanaya sangat dekat bahkan mereka sudah selayaknya adik dan kakak kandung. Saga begitu menyayangi Kanaya terlebih Kanaya memiliki penyakit jantung bawaan dari ayah kandungnya. 

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama sebab keadaan mempertemukan Kanaya dengan keluarga kandungnya. Kanaya akhirnya dibawa ke Bandung oleh mereka, sedang Saga menetap di Surabaya.

Setelah lulus SMA, Saga yang sejak kecil sangat suka menggambar akhirnya melanjutkan kuliah arsitektur di kampus ternama di Singapura.  Saga berazam kuat untuk menggapai cita-citanya, hingga kini ia dipinang oleh perusahaan developer terbesar di Singapura dan mengantarkan dirinya menjadi arsitek muda yang sangat kompeten dan sangat dicari kendati artinya ia harus meninggalkan Surabaya tempat Bumi sang ayah bermukim.

Kini genap lima bulan Saga tinggal di Jakarta setelah proposalnya terhadap Perusahaan Developer Properti terbesar itu disetujui. Ya, melihat design Saga yang unik untuk proyek tempat tinggal dan apartemen yang sedang developer itu kerjakan, juga nama Saga yang cukup tersohor sebagai arsitek muda yang kompeten di Singapura membuat pengajuan design Saga akhirnya disetujui.

Saga bergeming, ia masih tersenyum membayangkan pertemuannya kembali delapan bulan lalu dengan sang adik kecil yang sudah beranjak dewasa dan tampil cantik hari itu.

"Hotel Mulya, sesuai GPS harusnya sudah dekat," gumam Saga sambil melirik jam tangannya.

Hari itu memang Saga terbang ke Jakarta sebab salah satu pemilik developer ingin berjumpa dengannya. Ia juga mendapat kabar dari Kanaya bahwa Mayra kakak dari Kanaya menikah di hari itu akhirnya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bertemu Kanaya. Berkali Saga memastikan lokasi acara, hati itu sungguh tak sabar bertemu sosok adik yang dirindukan.

Saga mengambil setir ke arah kanan saat dilihatnya nama Hotel yang dicari, ia langsung menuju basement dengan perasaan campur aduk, hingga akhirnya mobil sport biru metalic terparkir sempurna. Saga masih sibuk menatap tampilan dirinya di kaca spion hingga tiba-tiba ia terhenyak.

Wajah gadis berhijab dengan kebaya modern yang melintasi mobilnya membuat ia mengalihkan aktivitasnya. Wajah itu tak asing, ia membuka galeri dan memastikan kesamaan wajah gadis itu dengan gambar adik tercintanya yang 3 tahun lalu ia jumpai tanpa hijab di Surabaya.

Saga sangat yakin sosok itu adalah Kanaya, karena memang adiknya itu juga berada satu gedung dengannya saat ini.

Aku sangat yakin itu Naya ... tapi kenapa ia bersama pria? Siapa pria itu?

Otak itu dipenuhi tanya, Saga keluar dari mobil dengan cepat mengikuti langkah sang gadis. Saat melihat suasana sepi, Saga dengan cepat membekap mulut sang gadis dan membawanya ke tepi.

Sang gadis kaget saat tiba-tiba seseorang membekap mulut dan menarik tubuhnya. Ia berontak, tapi tenaganya tak cukup kuat. Ia berusaha menginjak kaki berbalut sepatu pantofel hitam formal itu, tapi selalu tak kena. Hingga sampai di tepi dekapan itu dilepas. Sang gadis berbalik dan matanya membulat.

"Mass—

Saga menarik sepasang alisnya sambil tersenyum. "Hai cantik, boleh kenalan?" Mendengar panggilan gadis itu atasnya, Saga sangat yakin itu adalah Kanaya. Ia pun senang menggoda adiknya.

"Mass—

"Kenapa sejak tadi hanya mas mas saja. Jangan bilang kamu lupa denganku, hem! Kamu tahu, aku perlukan datang ke acara ini hanya untuk melihatmu, aku sangat rindu padamu adik kecilku!" Sepasang tangan Saga merangkum rahang sang gadis dan berkali-kali ia mencium kening sang gadis yang dipikirnya adalah Kanaya.

Mata gadis itu terbelalak, kaget dengan perilaku lelaki di hadapannya, tapi tak dipungkiri ia senang. Ya, gadis cantik itu nyatanya senang merasa disayangi.

Tunggu ... jangan-jangan Mas Saga menyangka aku adalah—

"Jangan hanya menatapku! Oh ya, acara kakakmu itu pasti sangat membosankan, lebih baik kamu ikut aku saja!" Belum lagi sang gadis berucap, jemari kekar Saga langsung menarik lengan sang gadis menuju mobil sport miliknya.

"Jangan banyak diam, ayo masuk!"

"Tapi nanti ayah—

"Ayolah Nay … kita hanya pergi sebentar, oke!" Sang gadis seperti terhipnotis, ia mengangguk.

"Adikku yang pintar," kata Saga.

Di perjalanan suasana hening, sang gadis bingung berkata apa, ia hanya terus menatap Saga yang ternyata begitu tampan aslinya daripada di foto. Ya, ia sudah sering melihat wajah itu di kamar kakaknya dan kini sosok dalam foto itu begitu dekat dengannya.

Saga terus sibuk berbicara di telepon membicarakan bisnis, hingga percakapan itu berakhir dan ia meletakkan ponselnya. Kini ia menatap gadis di sampingnya seksama.

"Adikku Sayang, kenapa kamu jadi pendiam, hem? Jangan hanya menatapku, ayo cerita tentang aktivitasmu! Kamu rindu kakakmu ini, kan?" Sang gadis bingung, ia hanya mengangguk.

"Jujur aku hampir terkecoh dengan penampilan barumu, kamu serius berhijab?"

"A-ku sedang belajar, Mass." Jawaban itu terlontar, Saga mengangguk dan tersenyum.

"Kamu berbeda, tapi aku suka. Bagus. Yaa ... bagus." Gadis itu mengangguk.

"Lagi-lagi kamu hanya mengangguk? Jangan bilang kamu speechless di depan Masmu ini!" Lelaki itu tertawa renyah, sang gadis tersenyum.

"Aku pikir tubuhmu sudah lebih tinggi dari 3 tahun lalu kita bertemu, tapi ternyata sama saja, kamu imut-imut seperti saat kecil." Saga terus tersenyum sambil sesekali menatap ke arah kemudi. Sang gadis diam tak bersuara, ia hanya menyimak setiap kata yang terucap dari bibir Saga hingga Saga menghentikan mobilnya.

"Ayolah Nay, jangan diamkan Masmu ini. Apa kamu marah padaku karena jarang menghubungimu, hem? Aku sibuk, Nay! Tapi aku punya berita baik, kamu mau dengar?" Sang gadis mengangguk lirih.

"Jika pengajuan designku pada developer property perumahan terbesar di Jakarta disetujui, aku akan menetap di Jakarta. Kamu tahu apa artinya itu? kita akan sering bertemu seperti dulu, Nay. Aku senang, sangat senang. Kita akan lalui banyak waktu yang hilang du-lu, kamu senang kan, Nay? Diyara Kanaya Abadi? Ups ma-af, aku lupa nama aslimu, Diyara Syakira Putri Anggoro!"

Sang gadis menarik napasnya panjang.

Mas Saga ... sayangnya Mas salah o-rang. A-ku Qinara! Bukan ka-kak. Bukan Kanaya! Aku Qinara, mas Saga salah mengenali ka-mi! batin Qinara.

__________

Untuk new reader, kisah ini Sequel yaa😘

•Kisah Kanaya diculik (TAKDIR CINTA LYRA)

•Kanaya yang diadopsi dari panti oleh Bumi-kisah awal hubungannya dengan Saga (MY HANDSOME DAD)

KAMU BERBEDA

"Ma-ss, ayo kita pu-lang!"

"Kamu itu kenapa, Nay? Kamu tidak rindu aku?" Gadis cantik yang sesungguhnya Qinara itu bergeming. Qinara adalah adik Kanaya, dua kakak beradik berjarak usia 18 bulan itu memang memiliki kemiripan wajah sempurna, hanya Kanaya lebih tinggi dari Qinara.

"Ma-s ... mas sa-lah, aku bukan----

"Kalau sedang makan jangan banyak bicara, ayo habiskan es krimmu, setelah ini kita cari makan. Kamu harus menjadi guide untukku!"

"Ma-s ta-pi----

"Aku hanya punya waktu setengah jam lagi. Setelahnya ada pertemuan dengan klien, jadi jangan menolak!" Qinara merasa tak ada tidak ada pilihan, ia mengangguk.

Ahh, setengah jam saja, setengah jam aku berpura menjadi kak Naya juga tidak akan masalah. Toh aku sudah berusaha menjelaskan, tapi mas Saga selalu menyela. Jadi seperti ini sikap Mas Saga jika bertemu kak Naya. Mengapa setiap laki-laki tampan suka kak Naya, padahal aku kan juga baik, aku juga sudah dewasa! Wajah kami juga mirip! Mas Sa-ga, aku tidak menyangka mas Saga setampan i-ni, dia sangat perhatian. Sepertinya aku suka mas Saga, senyumnya itu manis, terlihat sekali ia lelaki yang menyenangkan. Daripada aku memupuk rasa pada mas Irsya namun ia lebih suka kak Naya, lebih baik aku dekat dengan mas Saga saja.

"Ahh ... sakit!" Qinara kaget hidungnya tiba-tiba terasa sakit, ternyata Saga mencubit hidungnya.

"Disuruh makan malah melamun! Dilarang melamun jika bersamaku! Es krimnya sudah meleleh, buang saja! Ayo ikut!"

"Hah?" Qii masih bergeming menatap Saga yang berkarakter sulit dibantah inginnya. Tiba-tiba Saga duduk lagi.

"Coba lihat ponselmu!"

"Pon-sel?"

"Iya, sini berikan padaku ponselmu aku mau lihat!" Qii bergeming sesaat tapi ia memberi juga ponselnya. Saga terlihat menggulirkan jarinya pada layar 6 in sambil tersenyum-senyum.

"Mas li-hat apa?"

"Lihat galeri!"

"Ah jangan Ma-s!"

"Rambutmu panjang seperti saat kecil, cantik! Mana foto kekasihmu? Mengapa hanya ada foto dirimu saja di sini!" Qinara terdiam.

"Belum ada kekasih?" Qinara mengangguk.

"Bagus, lelaki yang jadi kekasihmu harus aku seleksi dulu!" Tiba-tiba ponsel Saga berbunyi.

"Lho mengapa nomermu beda dari yang ada di kontakku?" Ya, Saga baru saja menekan panggilan ke ponselnya dari ponsel Qinara, ia bingung nomor Kanaya berbeda.

"Ini nomor----

"Mas ... sebenarnya aku----

"Nomormu yang lain?" sela Saga, Qinara bergeming.

"Baik aku save nomermu yang ini saja, ya! Nomermu yang lama aku delete. Aku tidak suka banyak nomor double." Qinara masih bingung Saga bersikap sekehendaknya.

"Ini simpan ponselmu, ayo kita cari makan! Aku lapar! Dimana bakulan nasi goreng seafood yang enak? Kamu masih suka menepikan udang ke tepi, kan?"

Ya, menepikan udang ke tepi adalah kebiasaan Kanaya saat kecil. Ia senang menghabiskan semua nasi goreng terlebih dahulu baru memakan udang yang sudah dikumpulkan di tepi. Kebiasaan itu menurun dari Dimas sang ayah kandung.

"A-ku suka sop iga." Kata itu spontan terucap.

Sesaat Saga kaget, ia menatap lekat Qinara. Sejujurnya Saga merasa aneh, tapi setelahnya ia sadar waktu tentu dapat merubah kebiasaan seseorang. "Oh, jadi kamu sekarang lebih suka sop iga. Enak juga itu. Ayo kita cari!"

________________

"Permisi, Pak! Pak Saga!"

"Eh."

Panggilan mengaburkan angan Saga, seorang lelaki dengan seragam security masuk ke ruangannya. Saga tersenyum getir pekerja di kantornya memergoki dirinya tengah melamun.

"Ada apa, Ron?" tanya Saga pada Imron.

"Maaf, Pak ... ini hampir jam 6. Saya memastikan saja soalnya tumben akhir pekan begini biasanya Bapak pulang jam 5," kata Imran. Mata Saga membulat, ia melihat pantulan analog di lengannya dan kaget.

Ternyata aku melamun cukup lama. Ahh ... padahal aku ada janji bertemu Naya jam 7. Oh oke, masih ada waktu.

"Pak!"

"Oh iya, ini saya baru mau pulang. Terima kasih sudah mengingatkan," ucap Saga. Imron mengangguk.

Saga mengemudikan mobil sport miliknya dengan penuh semangat. Lima bulan belakangan ini setiap akhir pekan ia memang selalu rutin bertemu Qinara yang disangkanya Kanaya sang adik. Bagaimana lagi, Qinara memang tinggal di Bandung. Saga sering ingin bersilaturahmi dengan keluarga Dimas di Bandung dan bertemu gadis yang menurutnya adalah Kanaya, tapi Qinara selalu menolak. Qinara selalu beralasan agar Saga tidak datang atau identitas aslinya akan terbuka.

Jalanan kota Jakarta di akhir pekan ini lumayan padat, sosok-sosok muda sepertinya kompak menghabiskan waktu menyusuri kota. Pukul 18: 40, akhirnya mobil Saga masuk ke pelataran sebuah apartemen. Saga memang mengambil sebuah apartemen mewah di bilangan Jakarta Barat. Ia pun segera bergegas membersihkan diri, baru setelahnya bersiap menemui Qinara.

Pukul 19:15 Fortuner Saga sudah berpindah tempat. Sama-sama berada di pelataran sebuah apartemen, tapi tempatnya kini berganti. Ia sudah berada di tempat tinggal Qinara selama weekend, dimana lagi kalau bukan di apartemen Mayra, kakak pertamanya yang sudah menikah dan kini tinggal di luar negeri bersama suaminya hingga apartemen itu kosong.

Qinara memang empat bersaudara, Mayra kakak pertama, Kanaya kakak kedua, Dirga saudara kembar Kanaya kakak ketiga, dan dirinya menjadi anak keempat. Belum lagi kini Qinara juga memiliki adik yang masih bayi bernama Noa, anak hasil pernikahan kedua ayahnya lantaran sang ibu kandung telah meninggal.

Pintu diketuk, tak berselang lama gadis muda dengan celana jeans dan sweater yang dipadu dengan pasmina keluar. Saga selalu senang menatap wajah itu, seperti biasa ia langsung saja menahan wajah Qinara dan mencium gemas kening Qinara yang selalu disangka Kanaya. Qinara tersenyum senang.

"Mas Saga tumben lama sih datangnya," kata Qinara yang mulai terbiasa memakai identitas kakaknya. Menurut Qinara, kakaknya Kanaya tidak akan tahu, toh kakaknya itu tinggal di Cikarang menjaga opanya, jauh dari kotanya.

Keduanya masuk menuju ke sebuah Mall dan masuk ke gedung bioskop. Film bergenre horor dipilih Saga sesuai kesukaan Qinara, keduanya tampak serius melihat lakon di layar besar itu. Berkali-kali Saga menatap pancaran sang adik, ia senang melihat wajah itu, ia senang sang adik terlihat menikmati film yang mereka pilih.

"Aaaa!!"

Pekikan Qinara dan para penonton dalam ruang hitam itu terdengar begitu nyaring saat di layar muncul tiba-tiba wanita dengan wajah rusak. Saga tersenyum melihat gadis di sampingnya memeluk erat lengannya sebab merasa takut.

"Hmm ... tadi katanya berani, kenapa sekarang malah sembunyi!" Saga senang meledek adiknya itu.

"Wajahnya sangat mengerikan, Mas!"

"Nay Nay ... kamu itu lucu setiap kita nonton selalu merasa takut, tapi selalu minta menonton genre horor lagi!"

"Aku suka yang menegangkan, Mas," ucap Qinara mengangkat wajahnya dari lengan Saga dan menonton lagi.

Satu jam berlalu, film pun usai. Keduanya menelusuri Mall setelahnya. Saga yang melihat tempat kesukaan Kanaya semasa kecil tanpa aba-aba menarik lengan Qinara masuk ke ruangan dengan dinding kaca dan banyak dipajang banyak buku. Qinara memberengut. Kanaya memang sangat suka membaca, tapi tidak dengan Qinara.

"Mas, kenapa ajak aku ke sini? Aku tidak suka membaca!"

"Bukannya dulu waktu kecil ini adalah tempat favoritmu?" lugas Saga. Qinara tersenyum getir. Ia dengan cepat merevisi ucapannya.

"Eh i-ya, memang toko buku adalah tempat kesukaanku, Mas. Tapi hari ini aku sedang pening dengan berbagai tugas kampus. Sementara aku akan bermusuhan dengan buku!" lugas Qinara.

Nay, Nay ... kamu itu lucu. Kata-katamu barusan seolah buku seperti manusia saja pakai acara bermusuhan.

"Mas, kok bengong sih? Kita ke Kafe di atas saja, yuk! Dengar live music!"

"Hmm ... boleh."

Di Kafe keduanya terus berbagi cerita mengenai aktivitas yang mereka lakukan sepekan ini diiringi lagu jazz klasik. Qinara tampak terus menggoyangkan tubuhnya. Qinara memang menyukai musik.

Beberapa saat berlalu, melihat jam sudah menunjukkan pukul 22:15, Saga mengajak Qinara pulang. Suasana jalan mulai lenggang. Saga melajukan mobil landai sambil terus tersenyum melihat Qinara yang sudah terlelap padahal belum lama keduanya baru memasuki mobil.

Mobil sport Itu berhenti, bangunan apartemen sudah menjulang di hadapan keduanya tetapi Saga masih tak tega membangunkan adiknya yang tertidur. Ia mengusap kepala sang adik, wajah itu sangat polos saat tertidur.

Aku senang kamu tumbuh menjadi gadis periang, Nay. Kamu seolah gadis berbeda, tapi aku senang kamu tidak kesulitan hidup selama ini. Jujur sebelum kita bertemu lagi, aku takut kamu masih sedih mengingat perpisahan masa lalu itu, tapi nyatanya itu tidak terjadi. Kamu sehat dan terlihat begitu bahagia.

KISAH KELAM

"Mau minumnya lagi, Mas?" Seorang wanita muda berpakaian seksi menawarkan lagi minuman pada lelaki yang sudah minum banyak malam itu tapi kesadarannya masih saja prima, hanya sesekali mata itu mulai tak fokus tapi ia masih bisa mengontrol dirinya. Lelaki itu memang sudah terbiasa dengan minuman-minuman seperti itu sejak di Singapura.

"Boleh, what's your name?" tanya sang lelaki yang baru kali pertama ke diskotik itu sembari menatap gadis pramusaji itu seksama.

"Sinta, Mas."

"Kenapa kamu kerja di sini? Bukannya banyak pekerjaan lain yang lebih baik?" lugas tanya itu terlontar. Walau kesadarannya sedikit menurun ia masih tetap ingat kebaikan. Ya, nyatanya ia memang lelaki baik yang memiliki kisah kelam hingga kini ia yang kesepian sering menghabiskan waktu di Club malam.

"Terpaksa, Mas! Cari kerja susah!" Sang lelaki tersenyum.

"Kamu menemani tidur juga?"

"Bisa kalau uangnya cocok," jawab sang wanita sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya mengikuti irama lagu yang memekakkan telinga. Sang lelaki menggelengkan kepala sambil menaikkan sebelah sudut bibirnya.

"Hati-hati berhubungan seperti itu, harus pakai pengaman! Kita tidak tahu ia memiliki penyakit atau tidak apalagi kamu sepertinya masih sangat muda!" Alih-alih mengajak sang wanita menemaninya, sang lelaki justru memberi nasihat padanya.

"Saya selalu pakai pengaman, Mas! Mas tenang saja! Saya juga sehat! Tubuh saya juga mulus tak ada bekas luka! Saya juga tak sembarangan pilih pelanggan!" Sang wanita bak marketing terus melontar kelebihan-kelebihan yang ia miliki, tapi lagi-lagi sang lelaki hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Jadi gimana, Mas mau saya temani? Buat Mas saya tidak memberi harga, terserah Mas! Mas bisa menentukan sendiri sesuai pelayanan saya!" Sang gadis melihat wajah sang lelaki begitu tampan tak berkedip. Ya, pesona sang lelaki memang begitu kuat, ia akan mudah menarik lawan jenis untuk menyukainya.

"Biasanya semalam melayani berapa orang?" tanya sang lelaki lagi sambil meneguk habis gelas yang entah sudah keberapa itu.

"Satu malam hanya satu orang, Mas! Saya siap melayani semalaman dan akan pergi di pagi hari! Saya pastikan hubungan kita aman. Saya tidak suka mempersulit. Hasrat mas tercapai dan saya memperoleh uang!" Kata-kata yang seketika membuat sang lelaki kini berdecak.

"Jadi gimana, Mas?" Melihat sang lelaki tak merespon, ia bertanya lagi.

"Maaf, saya memang peminum, tapi bukan penganut *** bebas," lugas sang lelaki akhirnya.

"Dulu saya juga benci pekerjaan ini, tapi hidup memaksa saya!"

"Kamu tidak merasa berdosa melakukan itu?" Spontan tanya itu terucap.

"Mas salah berbicara perihal dosa di tempat ini. Mas sendiri juga suka minum minuman beralkohol. Apa Mas juga tidak takut dosa?" Kata-kata yang langsung membuat sang lelaki tercekat.

"Permisi! Saya harus pulang!" Sang lelaki mengambil yang dari dompet, meletakannya di meja dan langsung meninggalkan bangunan dengan lampu bulat-bulat besar menggantung dengan sangat gusar.

____________

Steff, kenapa kamu meninggalkan aku! Jangan pergi, Steff! Aku rindu ka-mu ....

Dosa ... Dosa ... Apa itu! Mengapa hidup tidak adil! Jika memang dosa dan pahala harus dijunjung, mengapa orang-orang itu tega membunuh kamu! Kemana hati nurani! Kamu gadis baik, tapi mengapa mereka menghabisi kamu!

Akhhhhhh ....

Tubuh tegap sang lelaki ambruk bertopang lutut. Desir angin malam seakan bahasa cinta dari sang kekasih yang 2 tahun silam mengalami nasib tragis, ia dibegal segerombolan pemuda, dilecehkan dan dihabisi. Semua terjadi tepat sehari sebelum pertunangan dirinya dan sang kekasih digelar.

Jiwa itu hancur, bongkahan mimpi berserakan dan hilang tersapu perih yang kian tertancap. Tega dan tidak manusiawi. Manusia-manusia berandalan yang bertindak semaunya, tidakkah mereka juga memiliki adik yang harus mereka jaga? Ya, seharusnya mereka berpikir itu, namun sayangnya mereka lupa memiliki otak yang harus digunakan.

Deru tarian sang ombak mulai menampar hampa. Sang lelaki duduk tak berdaya menatap gelap tanpa muka, kosong tak teraba. Ia merasa sepi sendiri. Dua tahun kehampaan itu selalu menyelimuti. Rasa sakit, kesal, marah, kecewa, dendam menggerogoti hingga jiwa baik bertransformasi menjadi jiwa yang senang mencari ketenangan dengan berbagai minuman yang memabukkan.

Sang lelaki menjatuhkan tubuh kini di atas hamparan pasir berselimut rindu yang mencekam. Ia rindu Stefany kekasihnya. Tragedi dua tahun lalu seakan baru kemarin terjadi, sakit itu masih begitu nyata. Mimpi memiliki rumah tangga yang harmonis dan anak-anak yang lucu kini tinggal angan.

Saat itu usianya bahkan baru 22 tahun tapi ia sudah memiliki karier yang cukup mapan, hingga ia berani melamar Stefany kekasih yang baru dipacarinya satu tahun untuk menjadi istrinya. Perbedaan budaya dan agama tak menjadi kendala untuknya yang tinggal di pusat kota metropolitan di Singapura di mana banyak pasangan berbeda agama di sana. Ia bahagia dan nyaman bersama Stefany walau secara usia ia lebih muda satu tahun dari kekasihnya itu.

Stefany adalah gadis mandiri yang berasal dari keluarga sederhana asli Singapura, sehari-hari ia bekerja pada sebuah minimarket hingga pukul 3 sore. Selebihnya Stefany akan menghabiskan waktu mengajar anak-anak putus sekolah yang tinggal di pemukiman kumuh. Jiwa Stefany memang bersih. Ia Saga bertemu Stefany saat ditugaskan membangun perumahan megah di sisi pemukiman warga kumuh. Tak diduga keduanya bertemu.

Gadis berambut coklat dengan mata bulat itu langsung menarik perhatian Saga. Sekilas Saga seolah melihat diri adiknya di masa lalu dalam diri Stefany. Adiknya yang pernah menuturkan saat besar ingin menjadi guru, adiknya yang begitu manis dan baik. Ia ceria dan senang menyembunyikan kesedihannya. Adiknya yang memiliki penyakit jantung bawaan yang juga Stefany idap. Ya, Stefany juga mengidap penyakit jantung.

Satu tahun hubungan itu terasa indah untuk Saga, Stefany sangat memahami pekerjaan Saga dan tidak pernah menuntutnya harus selalu menemani dirinya. Stefany menghargai keyakinan Saga dan sebaliknya. Stefany adalah gadis baik yang mencintai ayahnya. Stefany memang anak piatu, ibunya meninggal saat melahirkannya. Kedekatan Stefany dan sang ayah bahkan membuat Saga ingat adiknya yang begitu menyayangi yandanya, Bumi. Bersama Stefany Saga selalu merasa seolah bersama Kanaya. Kanaya dalam wujud berbeda.

Saga berjuang agar bisa bersama Stefany, walau manda dan yandanya yang berdomisili di Surabaya Indonesia tak merestui sebab perbedaan keyakinan keduanya. Mimpi hidup bersama Stefany sudah melekat di jiwa Saga, tak ingin berpisah lagi. Saga sangat tahu bagaimana sakitnya sebuah perpisahan.

Namun, sebuah kejadian naas terjadi. Stefany yang baru pulang mengajar hari itu janji bertemu Saga di sebuah restoran. Saga yang sedang menemui klien datang terlambat di lokasi pertemuan dan Stefany sudah tidak ada. Saga mencari Stefany ke rumahnya tapi kekasihnya itu belum kembali dan ponsel Stefany juga tidak bisa dihubungi. Saga bingung, ia mencari ke segala tempat tapi Stefany seperti menghilang. Hingga di pagi hari gambar Stefany muncul di surat kabar. Ia meninggal setelah mengalami pengeroyokan dan pelecehan. Sejak saat itu Saga seakan kehilangan jiwanya. Ia yang merasa Tuhan tak adil memberi takdir pada Stefany mulai meninggalkan ibadahnya. Ia jadi senang menghabiskan waktu di Club malam. Minuman adalah teman setianya. Candu untuknya.

Keluarga Saga yang mendengar berita meninggalnya Stefany datang ke Singapura, mengajak Saga kembali ke Tanah Air, tapi Saga menolak. Ia masih ingin merasakan keberadaan Stefany. Saga yang selama ini menjaga jarak dari Kanaya karena mengingat Kanaya selalu menimbulkan sesak di hatinya mulai mencari kabar adiknya, hingga terjadilah pertemuan di hotel hari itu. Pertemuan antara Saga dengan gadis yang dikiranya adalah Kanaya adiknya padahal ia adalah gadis berbeda.

____________

Bersambung😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!