Ini adalah hari senin, hari dimana kejenuhan kembali mematahkan semangat hidupku. Sama persis seperti hari-hari sebelumnya, meja kerjaku kembali penuh dengan segudang dokumen penting dari suplier dan customer yang harus aku selesaikan hari ini juga. Pekerjaan yang menumpuk sejak seminggu yang lalu.
Tapi meski begitu aku tetap membiasakan diri untuk tetap tenang demi membayar segala hutang-hutang pribadiku setiap bulannya.
Yang paling utama sebenarnya diatas mejaku selalu ada cermin tepat disamping monitor komputer kerja ku dan didampingi segelas kopi susu panas juga ada disampingnya. Gak ada maksud mistis tertentu tapi itu adalah hal yang wajib ada jika aku sudah tiba di ruang kerja ini.
Duduk dengan santai sembari bercermin sebentar adalah ritual yang paling awal aku lakukan sambil juga bersandar melepas penat selama dalam perjalanan, gak lupa juga menikmati sruput demi sruput kopi susu hangat buatan tangan mbak Sela, dia Office Girl baru di kantor berlantai lima ini. Dia masih muda, masih sembilan belas tahun.
Setelah dua ritual itu aku lakukan aku mulai kembali menyelesaikan tugasku tapi Nini rekan kerja di perusahaan bahan baku kimia ini justru mendekati meja kerjaku sembari berdiri membelakangiku, sepertinya dia sibuk mencari sesuatu yang penting baginya. Tanpa meminta ijin sepatah kata pun kepadaku dia terus menerus mengobrak abrik tempat alat tulis ku
Aku yang sejak tadi sedang mengetik keyboard komputerku menjadi agak risih atas kehadirannya yang cukup menggagu konsentrasi
Saking risihnya akhirnya aku putuskan untuk menanyakan apa yang dia cari, maksud hati supaya dia cepat pergi jika aku tahu apa yang dia mau
"Nyari apa sih Ni ?" tanyaku seolah bicara kepada punggungnya
Tanpa menolehku Nini menjawab dengan nada santai "Cari penggaris" jawabnya yang terus saja mencari-cari.
Mendengarnya jemariku berhenti mengetik kemudian menatap punggungnya
"Bukannya kemarin penggaris gua udah lu ambil buat main jailangkung sama Sela ?" ucapku
Mendengar begitu seketika Nini membalikkan badannya, dia menatapku dalam-dalam seolah dia baru ingat kalau penggaris yang dia pinjam memang belum dia kembalikan
"Oh iya ya, sori gua lupa. Haha" ucapnya diakhiri tawa garing
Tapi aku gak membalas tawanya.
Tapi malah menagihnya
"Sekarang mana penggaris gua ?" tanyaku
Nini malah bingung wajahnya acuh seperti gak mau tahu lagi tentang perkara penggaris besi yang dia hilangkan
"Nggg, gua gak tahu kemana. Padahal, perasaan gua sih ada di meja gua tapi kok gak ada ya" ucapnya tapi masih mau kembali mengingat-ingat
Aku menghela napas berusaha menahan sabar menghadapi sikapnya yang memang susah bertanggung jawab kepada hal apa pun
"Ya terus kemana dong, masa diambil jailangkung sih, buat apa dia ?" sindirku
Nini nyeletuk "Buat anaknya sekolah, mungkin" candanya
Tapi kalimat lawaknya sama sekali gak aku gubris, bagiku itu gak lucu sama sekali. Aku lebih berharap dia gak pernah lagi mengganggu aku saat sibuk bekerja
Akhirnya aku usir saja dia
"Udah deh lebih baik sekarang juga lu pergi deh, gua lagi sibuk !" ucapku berusaha kasar
Tapi memang dasar Nini yang gak pernah tersinggung kepadaku, dia malah menarik satu bangku dan duduk tepat dihadapanku dan dia lebih memilih untuk ngobrol denganku. Raut wajahnya serius seolah dia berharap kalau aku juga harus serius menanggapinya.
Dia menarik napasnya sekali dan mulai menceritakan hal yang sebenarnya bagiku gak masuk kedalam akal
"Eh, Sela anak Indigo loh" ucapnya sertamerta
"Gak percaya !" balasku cepat.
Raut wajahku yang gak peduli sama sekali terlihat jelas untuknya tapi rupanya dia gak memahami itu
Tapi Nini tetap berusaha meyakinkanku sampai-sampai dia mengubah posisi duduknya menjadi tegak dan wajahnya juga dia condongkan ke arah wajahku
Dia masih ngotot kalau aku harus percaya dengan apa yang dia beritakan
"Ya ampun Nissa, harusnya lu percaya karena itu beneran fakta. Dia itu bisa lihat masa depan orang lain !" ucapnya
Semakin dia meyakinkanku semakin aku mengernyitkan alisku , aku merasa kalau itu hanya halusinasi Sela aja. Mungkin Indigo itu sejatinya memang ada tapi aku gak percaya saja kalau Sela punya kelebihan macam itu.
Karena Nini sudah nyaris memakan jam sibukku akhirnya aku paksa Nini untuk pergi dengan menggusur tubuhnya dengan tanganku
"Udah deh, lebih baik kita kerja aja dulu. Kerjaan gua banyak nih" putusku
Tapi Nini masih bertahan pada singgahsananya "Bentar, Nis. Gua mau cerita supaya lu percaya. Dengerin gua...."
"Stop!" potongku cepat
Tapi Nini masih berharap kalau aku harus dengar "Dengerin dulu, ini seru !" paksanya
"Ya udah tar aja makan siang ya" tawarku
Nini menolaknya "Sekarang aja, karena nanti makan siang gua mau pergi ke mall sebelah sama Ratna, Ci Dian dan Mas Jeko" jelasnya
"Ngapain kalian ke mal ?" tanyaku
"Si Jeko, marmutnya ulang tahun" jawabnya ngasal
Aku tetap diam dan gak tertarik pada ceritanya. Tapi Nini berharap seolah harus diceritakan kepadaku sekarang juga bagai gak ada waktu tersisa seakan besok dia akan mati.
Akhirnya aku memberikan kesempatan untuknya bercerita dengan syarat
"Oke sekarang cerita, tapi tolong dirangkum jangan sampai muter-muter !" ucapku
Nini memberikan aku dua jempol tangannya tepat dihadapan wajahku "Oke sip !"
Kemudian Nini mulai bicara lagi
"Sela bilang di perusahaan ini banyak setannya" ucapnya
"Lah, kalau masalah itu kan semua karyawan sini juga tahu. Bu Cecilia aja tahu !" ucapku.
Bu Cecilia itu owner perusahaan ini
Nini menelan liurnya seolah ceritanya sudah basi didengar tapi dia masih ada kalimat lain yang harusnya membuat aku ngeri mendengarnya
"Iya memang semua yang kerja di sini udah pada tahu. Tapi kan belum pernah ada yang lihat wujudnya kayak apa" ucapnya
Tapi aku tetap tenang mendengarnya
"Jadi maksud lu si Sela bisa lihat hantu kah ?" tanyaku dengan nada santai
Nini mengangguk cepat "Iya!" jawabnya
Aku makin menyepelekan ucapan Nini "Gak percaya" ucapku
"Jadi lu gak percaya ya kalau ada orang yang bisa lihat hantu ?" tanyanya
"Gua percaya ada orang yang bisa lihat hantu tapi gua gak percaya kalau orang itu adalah Sela" jawabku yang mulai melanjutkan pekerjaan
Tapi lagi-lagi Nini belum puas dengan tanggapanku, dia tetap berbicara meski lima staff lainnya yang ada dalam satu ruangan ini sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
"Tadinya gua juga gak percaya sama dia, tapi sewaktu dia ajakin gua main jailangkung suasananya tuh beda banget" ucapnya
"Ya itu kan karena lu cuma main berdua aja makanya sepi" timpalku
Nini mengelak "Oh enggak kok. Kalau lu gak percaya kita buktikan main jailangkung bertiga" ajaknya tiba-tiba
"Gak mau !" tolakku cepat
"Ya itu kan biar lu percaya aja sama cerita gua, Nissa Kusumawijaya" ucapnya
Aku menghela napas untuk kesekian kalinya
"Oke, sekarang lu kasih gua cerita yang paling mengerikan sampai akhirnya gua bertanya-tanya dalam hati" pintaku
"Oke. Jadi, sewaktu gua main jailangkung. Sela itu baca mantranya berbisik sambil menutup matanya. Gua dengarnya gak jelas dia ngomong apa. Tiba-tiba gak lama kemudian gua ngerasa dingin banget...."
"Lu lagi masuk angin kali !" timpalku, cuek.
"Diem dulu jangan dipotong !" ucapnya
"Oke" ucapku cepat
"Sewaktu badan gua dingin, gua pikir juga gitu. Jadi gua mikir itu hanya angin lewat aja dan posisinya juga gua laper. Tapi semakin gua rasakan dinginnya itu kok beda sampe bikin gua mual gak lama tiba-tiba jailangkungnya jatuh terus mutar-mutar dilantai. Akhirnya gua sama Sela kabur terbirit-birit" ucapnya
Aku diam menatapnya, sebenarnya mau tertawa tapi takut merusak mood nya karena dia sudah berusaha bercerita seepik mungkin.
"Gua heran deh sama lu dan Sela, dan sama semua orang yang suka main jailangkung tapi ujung-ujungnya kabur. Buat apa sih ?" tanyaku
Nini diam seolah berpikir suatu hal untuk bisa menjawabku. Tapi pada akhirnya dia hanya diam saja
"Lu dan Sela istilahnya manggil hantu, giliran datang lu malah kabur. Lu tuh sudah melanggar norma perjailangkungan dan lu dan semua orang yang mempermainkan jailangkung adalah orang-orang yang gak berprikejailangkungan" ucapku
Nini tersenyum mendengarnya "Bisa aja lawakannya" ucapnya
"Udah sana kerja !" usirku lagi
"Tapi lu percaya kan ?" tanyanya lagi
"Gua gak tahu harus jawab apa" jawabku
"Eh, omong-omong Sela bisa juga loh ngeramal masa depan. Coba deh lu minta ramalin jodoh sama dia. Siapa tahu kalau jodohnya miskin lu bisa ada planning buat ganti. Hihi" pungkasnya sembari pergi
Akhirnya malam menyambut lelahku, meski tiba di apartemen pukul sembilan malam tapi aku tetap beruntung masih bisa merasakan empuknya kasur mahal kado ulang tahunku dari Tina.
Ya, Tina adalah sahabatku dari semenjak kami duduk di bangku kelas satu SMA. Sebenarnya bukan hanya Tina tapi ada juga yang bernama Rima hanya saja sudah enam tahun lamanya aku dan Tina sudah putus komunikasi dengannya, sementara aku dengan Tina masih berhubungan dengan sangat baik sampai sekarang, aku dan Tina masih sering makan bersama, curhat tentang pekerjaan, percintaan,belanja bersama dan traveling pun bersama. Bahkan aku dan Tina sama-sama belum memiliki pasangan hidup.
Seperti biasanya aku jarang mandi setelah pulang dari kantor karena hasutan kamar tidur lebih bercaun daripada kamar mandi.
Aku lebih memilih merebahkan tubuhku tanpa mengganti pakaianku. Hal itu sudah terbiasa bagiku untuk menikmati sunyinya apartemen dan dinginnya AC sampai mengajakku dalam lelap.
Tapi malam ini seperti gak biasa, batinku gelisah dan sangat lelah tapi anehnya aku malah terbangun dipukul dua malam.
Aku gak mengerti kenapa kedua mata ini gak bisa tidur kembali padahal aku sudah berusaha menutup mata namun pikiranku justru pergi kemana-mana.
Akhirnya aku putuskan untuk minum air putih dingin dari dalam kulkas kemudian kembali duduk bersandar diatas kasur.
Aku diam saja dengan mata terbuka tapi aku gak tahu apa yang aku pikirkan sampai pukul dua lewat lima belas menit mata ini masih saja segar bagai daya mata pada saat siang hari.
Karena saking gak bisa tidur akhirnya aku mengambil gawai tablet kemudian memangkunya dan membuka facebook. Kebetulan sampai ditahun dua ribu dua puluh dua ini akun facebook aku masih aktif.
Sebenarnya aku juga membuat akun instagram tapi untuk saat ini nyawaku mengarahkan untuk membuka facebook saja. Akun yang sudah hampir setahun lebih belum pernah aku buka lagi.
Sudah sekian menit aku swipe postingan followers ku tapi aku masih saja jenuh dan gak tertarik untuk sekedar mengomentari atau menyukai postingan yang mereka siarkan.
Saat seperti ini aku teringat kepada Rima seorang sahabat yang cantik, lugu dan baik hati. Entah kenapa wajahnya terbesit ada dikepalaku. Mungkin karena sudah lama aku gak bertemu dengannya semenjak dia menikah, saat itu beritanya sudah gak terdengar lagi apalagi dia menikah di kampung halamannya. Aku dan Tina pun gak datang ke pesta pernikahannya.
Akhirnya aku coba ketik namanya dikolom pencarian akun. Meskipun aku ingat betul kalau Rima gak pernah mau membuat akun sosial media karena alasannya dia sangat introvert tapi hati kecilku berharap kalau sekarang mungkin saja dia sudah berubah pemikiran.
R I M A
Aku ketik nama panggilannya seketika juga akun Rima muncul sekian banyak dalam daftar pencarian tapi satu pun Rima yang terlihat bukan dia. Tapi aku masih penasaran dan mencoba mengetik nama lain yang berhubungan dengan namanya
RIMA REGlNA IMA
Tapi rupanya gak muncul sama sekali padahal aku sudah mengetik nama lengkapnya
Seketika juga kedua mataku kembali lelah, sesekali aku menguap namun isi kepalaku masih mau mencari akun Rima meskipun rasa ngantuk sudah melebihi sadarku tapi aku masih penasaran mencari nama sahabatku yang berkulit sangat putih bersih
Sembari terus menerus menguap aku melanjutkan kembali mengetik nama lain dengan harapan kata kunci yang ketiga ini berhasil
RIMAAA.
Aku sengaja ketik namanya dengan huruf terakhir agak banyakan. Gak ada alasan lain selain coba-coba saja
Kemudian muncul akun Rima yang lainnya sama persis seperti awal aku mencarinya tapi ada satu akun yang membuat kedua mataku fokus ke fotonya.
Ya, itu dia Rima yang aku maksud.
Foto bersama anak perempuannya menjadi foto utama dalam profilnya.
Tanpa pikir panjang lagi langsung saja aku klik ikuti pertemanan di akunnya dan melihat beberapa postingan foto bersama anak dan suaminya. Karena beberapa postingannya diprivasi maka aku hanya bisa melihat lima foto saja, paling banyak dia posting bersama anak perempuannya yang aku perkirakan umur empat tahun. Postingannya juga masih baru. Baru satu minggu yang lalu ditahun ini.
Aku gak bisa menyembunyikan perasaan rinduku kepadanya, dengan yakin aku tuliskan pesan dikotak pesan akunnya.
"Hai, apa kabar Rima. Lama gak bertemu ya. Seneng banget lihat foto-foto kamu bersama anak dan suami kamu" ketikku
"Kamu masih ingat aku kan ? Masih ingat Tina gak ?" tulisku lagi
Karena waktu sudah menunjukkan jam tiga gak mungkin Rima langsung membalas pesanku, pastinya dia sedang lelap sekarang.
Aku juga memutuskan untuk tidur saja karena besok aku akan kembali bekerja. Sementara pesan Rima akan aku buka nanti siang. Semoga saja Rima mau membalasnya.
Tapi sebelum aku tidur rasanya penting untuk memberitahukan Tina tentang hal ini. Langsung aja aku Screenshot akun Rima dan secepatnya aku kirim ke Tina lewat Whatsapp.
"Tina, masih inget Rima gak ? Nih akunnya. Dia udah punya anak. Lucu ya. Anaknya cantik banget kayak Rima" ketikku sembari melampirkan gambar akun Rima.
Pesan terkirim, kemudian aku mulai tidur.
Pagi sudah menyapaku kembali tapi hari ini aku bangun jam sembilan pagi. Ya sudah jelas banget aku terlambat bangun padahal aku pikir bisa bangun jam enam seperti biasanya. Meski begitu aku gak panik sama sekali seolah bekerja bukan hal utama bagi hidupku, aku malah mengartikan kejadian ini sebagai pertanda kalau istirahatku masih kurang. Akhirnya aku benar-benar gak datang ke kantor hari ini.
Setelah menyiapkan sarapan dan mandi. Aku kembali duduk diatas kasur sembari mengunyah keripik singkong yang aku beli dari Nini beberapa hari yang lalu, dia jualan sampingan keripik singkong dan gak boleh ketahuan si bos karena bisa dipecat. Meski keripiknya hambar dan agak alot tapi tetap saja mulutku gak mau berhenti mengunyah.
Kali ini aku memangku leptop dan membuka facebook dari situ.
Aku masih berharap Rima sudah membalas pesanku tapi rupanya pesanku bahkan belum dia baca.
Akhirnya sembari menunggunya aku kembali ke dapur membuat mie rebus dicampur dua telur ayam negri dan sawi putih
Sampai selesai membuat mie rebus bahkan sudah masuk ke dalam perut tetap saja pesan belum terbalas.
Beberapa saat menunggu rasa jenuh mulai meronta ditambah lagi ngantuk yang berat juga masih membekas, akhirnya aku meletakkan leptop tepat disampingku kemudian melanjutkan untuk tidur.
Tanpa aku sadari aku sudah tidur terlalu lama, saat aku bangun jarum pendek jam dinding sudah menunjuk pukul satu siang.
Setelah lama tertidur aku juga jadi terasa lapar kembali dan tubuhku juga terasa hangat peris seperti orang demam. Tapi Aku meyakini kalau aku kurang sehat. Tapi meski begitu aku masih tetap terus-menerus periksa pesan masuk apakah sudah dibalas Rima atau belum. Dan rupanya masih jauh dari harapan.
Mungkin Rima masih sibuk mengurus suami dan anaknya dan membersihkan isi rumah atau ada hal lain yang membuat dia gak membuka akunnya. Tapi harusnya sih jam satu siang begini seorang Ibu sudah istirahat
Tangan kiriku meraih hape yang letakknya agak jauh dariku. Aku lupa kalau aku juga ada pesan untuk Tina. Saat aku buka rupanya Tina sudah membalas pesanku
"Halo Nissa, iya bener banget dia. Itu Rima" balas Tina yang sudah terkirim empat jam yang lalu
Membacanya aku langsung membalasnya
"Iya Tin, gak nyangka ya dia udah punya anak. Gua udah follow dia tapi belum ada reaksi dari sana"
Gak menunggu lama dengan cepat juga Tina membalas pesanku "Kapan-kapan kita ke kampungnya yuk" ajaknya
"Boleh aja, tapi nanti kita lihat momen aja" jawabku
"Gua juga udah follow dia sih tapi belum direspon sama dia"
"Ya udah dulu ya, mau kerja lagi" pungkas Tina
Kesokan harinya aku kembali bekerja, kali ini aku bangun gak terlambat tapi kemacetan dijalan membuat perjalananku seolah sia-sia.
Apalagi aku harus menunggu pintu lift terbuka cukup lama. Paling lama lima menit seperti menunggu lift di apartemenku. Padahal kantor ini hanya lima lantai tapi entah kenapa menunggu lift saja bisa selama itu. Dan hal itu masih misteri sampai sekarang
Sudah jam sembilan lewat lima menit aku masih berdiri menunggu pintu lift terbuka tapi sudah lima menit menunggu, pintu masih saja belum terbuka.
Gak lama kemudian seorang perempuan berpakaian rapih dan wangi bunga menyengat ikut berdiri disampingku. Rambutnya hitam lebat sepunggung sengaja digerai sampai menutupi sebagian wajahnya.
Aku gak begitu memperhatikan rupa wajahnya aku hanya meyakini kalau dia cantik tapi terasa dingin.
Beberapa saat kemudian akhirnya lift terbuka dalam keadaan ruang kosong seketika juga kaki kami mulai melangkah masuk bersamaan.
Saat pintu sudah tertutup kembali aku tersadar kalau perempuan itu gak ada bersamaku harusnya dia berdiri disampingku. Padahal jelas-jelas aku melihat dia ikut melangkah masuk
Seketika juga bulu kuduk berdiri, ruang lift mulai terasa hangat dan semakin terasa kurang oksigen.
Hari ini aku merasakan pertama kalinya gangguan mistis di kantor ini setelah banyak orang bersaksi dan aku gak pernah percaya.
Untuk ke lantai selanjutnya rasanya bagai menunggu berjam-jam padahal aku hanya beranjak ke lantai empat tapi rasanya seperti naik ke lantai seribu. Aku merasa kalau ini sudah gak lazim lagi karena pernapasanku mulai sesak dan aku semakin berkeringat karena ruang semakin terasa panas, sementara pintu lift belum juga terbuka. Entah kenapa jarak lantai begitu terasa jauh.
Akhirnya sudah sampai di lantai tiga tapi aku justru semakin panik padahal sebentar lagi akan sampai dilantai empat tapi karena dada aku semakin sesak dan kulitku sudah dehidrasi, pikiran sudah sampai diambang kematian
Aku semakin panik setelah perpindahan ke lantai empat semakin lama. Akhirnya aku mulai mendobrak dobrak pintu lift dengan begitu panik
Aku teriak histeris berharap bisa melewati perkara ini
Brukkkh...brukhhh..brukhhh !!!
"Tolong !"
Brukkkk...brukkkkh !!!
"Tolong !"
Teriakku yang sebenarnya percuma karena hanya aku yang bisa mendengarnya
Namun pintu masih saja diam tertutup rapat
Kaki mulai gemetar tubuh mulai lemah, tenggorokan makin terasa kering, aku sangat haus.
Tapi meski begitu dengan sisa tenaga yang aku punya, aku terus mendobrak-dobrak pintu dengan kedua tanganku yang semakin lemah.
Beberapa saat hampir putus asa akhirnya pintu terbuka lebar dan langsung memperlihatkan wajah Nini yang rupanya berdiri dihadapanku. Nini hendak masuk tapi tertahan oleh dirinya sendiri.
Seketika saja aku keluar dari lift sementara Nini lebih memilih untuk mengintrogasiku, raut wajahnya heran menatapku yang masih dalam ketakutan besar dan dia lebih heran melihat kehadiranku yang datang ke kantor dijam yang gak sepantasnya
"Astaga Nissa jam segini baru sampai kantor ! Orang-orang udah mau istirahat tapi lu malah baru datang" ucapnya heran tapi tersbesit dipikirannya kenapa aku ketakutan
"Lu kenapa kayak ketakutan begitu. Lu takut dimarahi Bu Cecil karena datang jam dua belas begini ya ?" tanyanya
Sambil masih dengan napas yang tinggal separuh, aku menggelengkan kepala
Tapi Nini masih penasaran "Terus kenapa lu ketakutan, lu juga lusuh begini. Badan lu berkeringat sampai basah banget" ucapnya sembari memperhatikanku dari atas kepala sampai kaki
Aku menarik napas dalam-dalam "Panjang ceritanya" jawabku singkat karena masih menyisakan rasa takut tapi gak berani menoleh ke belakang
Melihat gelagatku yang mencurigakan akhirnya dia ikut panik setidaknya dia sudah ada prasangka kalau aku mengalami hal klenik "Lu kenapa sih. Jangan nakutin gua kayak gini dong ?" paniknya
Tapi aku masih belum bisa menjawabnya, apalagi sejak tadi aku terus mengatur napas yang masih terengah-engah dan tenggorokan yang sangat haus membuat aku semakin lemah untuk bicara banyak.
Dari situ Ninik mulai sadar kalau aku sedang gak baik-baik saja.
Akhirnya Nini memutuskan menarik tanganku sampai ke ruang kerja yang sudah gak ada siapa-siapa lagi karena semua pergi ke kantin. Nini melepaskan tangannya ketika sudah dimeja kerjanya, kemudian memberikan aku kursi dan minum.
"Duduk disini Nis" ucapnya sembari memberikan kursi untukku
"Nih, minum dulu" sodornya memberikan aku air putih kemasan miliknya
"Ada apa sih Nis ?" tanyanya lagi sembari menunggu jawaban setelah aku selesai minum
Tapi aku masih belum siap cerita karena bayang-bayang kejadian barusan membuat aku jatuh mental. Tapi Nini tetap bertanya karena dia yakin kalau aku sedang dalam masalah yang gak main-main
"Lu kenapa sih Nis, sekarang ceritain ke gua !" paksanya semakin prihatin
Sayangnya bagaimana bisa aku menceritakannya sementara aku masih lelah "Besok aja gua ceritainnya sekarang ini gua beneran capek banget" ucapku
Dalam bersamaan Nini merinding, dia menoleh ke kanan ke kiri bahkan ke belakang. Memandang liar ruangan kosong yang tiba-tiba saja terasamencekam
"Kok gua merinding ya" ucapnya tiba-tiba
Tapi aku gak peduli dengan apa yang dia rasakan, aku justru kepikiran untuk kembali pulang dan dia harus menemaniku pergi sekarang juga karena tubuhku mulai hangat dan kepalaku pusing
"Anterin gua pulang yuk" pintaku
Nini makin heran "Lu mau pulang lagi !" tanyanya
Tapi aku berusaha menjawab dengan nada yang semakin melemah
"Iya, kepala gua sakit dan badan gua panas nih" ucapku
Mendengar begitu Nini meletakkan punggung tangannya didahiku
"Iya kok lu jadi panas sih ?" ucapnya
Aku aja bingung, tapi aku gak mau mempertanyakan kenapa. Yang ada dipikiranku hanya ingin merebahkan tubuhku
"Gak tahu" jawabku
Nini bangkit berdiri kemudian mulai menuntunku "Ya udah gua anterin tapi gua gak bisa anterin lu sampe apartemen. Gua cuma bisa anterin sampai bawah aja ya" ucapnya
Aku mengangguk "Iya gak apa-apa. Lagi pula gua cuma trauma naik lift" ucapku.
"Terus, mau pakai tangga ?" tanyanya
"Enggak, pakai lift aja. Tapi temenin" pintaku
"Oke, sekarang kita berangkat" ajaknya.
Saat kami berjalan mengarah ke lift rupanya sudah ada Sela yang berdiri menunggu lift, dia sendirian saja. Saat aku dan Ninik berdiri disampingnya dia menyadari kehadiran kami kemudian dia tersenyum ramah seperti biasanya ketika dia bertemu siapa pun.
Nini yang sangat akrab dengannya langsung saja menyapanya "Sela mau ke mana ?" tanyanya sekedar basa basi saja.
"Mau ke bawah. Mau ngepel lantai receptionis ada ketumpahan air" jawabnya
"Oh, gitu. Sela udah makan ?" tanya Ninik lagi
Sela menggelengkan kepala "Belum, Mbak" jawabnya.
"Oh, kalau begitu sekalian aja kita makan. Aku juga mau ke bawah" ucap Ninik
Sela tersenyum "Iya Mbak" kemudian pandangannya mengarah kepadaku. Dengan raut wajah yang seolah mendeteksi kondisiku dia mulai bicara kepadaku
"Mbak Nissa lagi sakit ya ?" tanyanya sembari memperhatikan aku dari atas sampai bawah.
Aku mengangguk saja
Tapi raut wajah Sela seolah tahu apa yang terjadi kepadaku dengan menyerngitkan dahinya. Meski begitu aku gak mau terbuai untuk percaya kalau dia bisa membaca pikiran seseorang.
Aku hanya melempar senyum saja kepadanya
Beberapa saat menunggu, akhirnya Nini mengantarkan aku turun.
"Makasih ya Ni" ucapku berterimakasih
Nini tersenyum "Iya, hati-hati nyetirnya" ucapnya
Aku mengangguk "Iya" balasku
Kemudian aku dan Nini berpisah di pintu utama, sementara aku menyadari kalau Sela sejak tadi terus memperhatikan aku dari jauh saat dia sedang mengepel lantai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!