NovelToon NovelToon

The Escapade

Episode 1

Sore itu seperti biasa, bersantai di taman belakang rumah bersama para kelinci manis berbulu lembut itu, membuat suasana hatiku membaik. Hanya bercanda_raut wajah berubah seram.

"Setelah habis-habisan dihajar oleh tetua akademi sebaiknya kau berhenti mencuri!”

Kelinci berbulu putih itu memperingatkanku tanpa berhenti mengunyah wortel yang baru kubawa.

Ada corak aneh di atas kepalanya berwarna merah muda dan agak pudar, tetapi itu lebih cerah dari terakhir kali aku melihatnya.

“Hey! Kau pikir yang kau kunyah itu hasil jerih payah siapa?” tanyaku, sementara dia tetap tak peduli dan terus menggigit wortel oranye itu hingga mulutnya penuh.

“Jika bukan karena Rumi yang menitipkanmu padaku, kau sekarang mungkin sudah jadi sate kelinci yang dijual dipinggiran jalan kota,” sambungku menatap langit yang mulai gelap.

Ah, mengingat Rumi membuatku sedih, bagaimana kabarnya di negeri kerajaan ya?

______________________________

“Hey tangkap pencuri itu! Dasar pencuri sialan!” teriak pria paruh baya dengan perut buncit itu ditengah kerumunan pasar.

“Dasar anak kurang ajar!” Pria berkumis dan jambang di sepanjang rahangnya juga ikut mengejar.

Sepanjang jalan kota SkyDray itu terlihat seorang anak laki-laki berusia 15 tahun sedang pontang-panting menghindari kejaran warga.

Rambutnya yang panjang sebahu dikuncir kuda ikut berantakan karena berlarian kalang-kabut, bajunya yang kotor karena beberapa kali terjatuh sangat kontras dengan kulitnya yang putih.

"Sial! Dia malah masuk kedalam kerumunan itu!” ucap salah satu lelaki yang mengejar tadi. Mukanya merah padam karena marah.

“ayo kejar dia, jangan biarkan dia lolos!” sambungnya lagi memberi perintah.

Mereka berdesakan masuk kedalam kerumunan orang yang sedang menonton di sekitar arena pertandingan umum.

“Demi bisa menangkap anak itu, kerumunan ini tidak akan bisa menghalangi!” Tekadnya sudah bulat, kali ini dia tak akan membiarkan anak itu lolos lagi!

“Kemana dia pergi?” Salah satu dari mereka berteriak pada yang lain karena merasa kehilangan jejak.

“Bajingan kecil itu tidak mungkin ku biarkan lolos lagi kali ini!” 

Lelaki perut buncit yang sering menjadi korban pencurian itu berteriak berang dengan tinjunya yang sudah berada di depan wajah, nafasnya tak beraturan karena emosi.

“Tenanglah Sin, kali ini dia tidak akan bisa kabur lagi,” kata pria berjambang tebal itu mantap.

“Kau mau apa, Kak?” tanya Sin moa penasaran.

“Kau lihat saja.”

Ia berjalan dan naik diatas meja salah satu kedai makan yang sedang tidak beroperasi, menarik napas dalam kemudia berteriak menggunakan pengeras suara yang diberikam salah satu anak buahnya.

“Semuanya dengarkan sini! Kalian pasti tahu anak yang bernama Heaven Falamir, bukan?”

Setelah nama itu diucapkan, raut wajah orang-orang seketika berubah, atmosfer terasa menipis dan aura membunuh begitu kuat. Mereka mulai saling berbisik dan bergumam, sementara yang berada diatas meja itu tersenyum misterius.

“Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang diganggu oleh bocah itu, hehe berani-beraninya dia mengacau.

Aku akan membuatmu tak bisa tinggal lagi di kota Sky ini dasar bocah tengil!” katanya dalam hati.

“Aku tahu kalian juga pasti sudah bosan dengan semua tingkah nakalnya ah, tidak, tindakannya lebih pantas disebut “kriminal”, Ucapnya sambil terus menghasut yang lain. 

“Dan hari ini dia sudah berani mencuri di toko adik seperguruanku, Sin Moa, bukan hanya satu kali tapi sudah berkali-kali, jadi apakah kalian masih ingin diam saja dan hanya melihat tingkahnya?!”

“Sin Moa? Wah kali ini si Heaven itu salah target.”

“Heaven itu pasti akan tamat kali ini.”

“Keluarga Moa pasti tidak akan tinggal diam.”

“Benar, biar saja sekalian mampus. Aku kesal sekali padanya.”

Bisik-bisik itu semakin ramai.

Sementara itu di seberang mereka, Heaven tampak keluar dari persembunyiannya. ia erusaha keluar dari guci gentong besar, baru saja kepalanya keluar sudah ada yang memergokinya, membuatnya terlonjak kaget dan menarik perhatian yang lain.

“Hey! Bukankah itu Heaven!” teriak salah satu dari mereka sambil menunjuk ke arah anak laki-laki yang baru setengah badan muncul dari dalam tong itu, sementara dia hanya bisa tersenyum menampilkan deretan giginya.

"Sial ketahuan!” Jantungnya berdegup cepat, bisa tamat kalo dia tertangkap.

SkyDray City adalah salah satu dari 8 Kota besar di Kerajaan Angin. Tujuh Kota lainnya adalah Wimphy City, Xilin City, Emeralnd City, Rorlf City, Dungh City, Oz City dan Hogwert City.

Masing-masing kota memiliki pemimpinnya sendiri, dan pusat dari semuanya adalah Kerajaan Angin yang dipimpin oleh Raja.

Kerajaan angin sekarang dipimpin oleh Raja yang bernama Roelez Deryon. Roelez adalah raja yang dikenal baik oleh rakyatnya namun dibalik itu semua Roelez sebenarnya adalah Raja yang kejam!

SkyDray City sendiri dipimpin oleh Simon Dray, dikenal dimasyarakat dengan panggilan Master.

SkyDray adalah kota hukum, apapun masalahnya hukum adalah jalan keluarnya dan yang menjadi hakim tertinggi adalah master alias Simon sendiri. Ia dikenal karena wataknya yang keras namun adil.

“Dasar bocah sialan!" teriak Sin moa sambil menendang gentong tanah liat yang berisikan heaven hingga berguling-guling di sepanjang jalan.

“Cepat tangkap anak sialan itu!” teriaknya lagi penuh amarah.

Semua orang berbondong-bondong mengejar gentong yang berisi heaven itu.

"Cepat tangkap anak itu, jika kita bisa menangkapnya Sin Mao pasti akan memberikan kita hadiah!" teriak penuh semangat salah satu dari mereka.

“Aaaaaa tolong akuuu! Kalian orang baik ayo tolong akuu!” teriak heaven dari dalam gentong yang tak berhenti berguling, ia sudah tidak tahan semua isi perutnya ingin keluar.

Bersambung ...

Episode 2

“Aaaaaa tolong akuuu! Kalian orang baik ayo tolong akuu!” teriak heaven dari dalam gentong yang tak berhenti berguling, ia sudah tidak tahan, semua isi perutnya ingin keluar!

“Siapa yang mau menolongmu sialan!”

"Benar! Kami ini akan menangkapmu!”

“Iya-iya baiklah, kalian tangkap aku, ayo tangkap aku cepat! Aku sudah tidak tahan!” teriak heaven frustasi.

Gentong dengan heaven didalamnya terus berguling hingga menabrak tugu air mancur di tengah kota yang merupakan pusat dari empat penjuru jalan di kota SkyDry.

Membuatnya pecah dan menampilkan keadaan berantakan dari seorang berandalan 'Heaven'.

Mereka yang tadi mengejar kini mengepung Heaven, sementara ia masih berusaha menormalkan kepalanya yang pusing. 

“Hoek-hoek!” Heaven muntah di dalam kolam air mancur yang ada di sana.

 

“Euu!” Gadis kecil yang berdiri di salah satu sisi jalan itu memendangnya dengan jijik.

Sin moa maju dan menarik kerah baju heaven dengan kasar.

“Dasar sialan! Kau selalu merampok tokoku, apa tidak ada toko lain yang bisa kau curi, hah?!”

Sin Moa berteriak dengan keras tepat di depan muka heaven sementara heaven hanya menutup hidungnya dengan mengapitkan ibu jari dan telunjuknya.

“Hey paman, mulutmu ini bau sekali! Apa orang kaya sepertimu tidak pernah sikat gigi?” tanyanya tersenyum mengejek.

Semua yang mendengar itu hanya bisa tertawa.

“Bocah sialan! Beraninya kau!” berangnya.

Sin Moa mengangkat tinjunya dan memukuli Heaven dengan sekuat tenaga.

Seorang ibu menutupi mata anaknya yang masih kecil agar tak melihat adegan mengerikan itu. Bahkan semua orang terkejut dan mundur beberapa langkah atas tindakan Sin Moa.

Tidak ada yang berani menghentikan Sin Moa. Keluarga Moa adalah salah satu keluarga kuat di Kota SkyDray, siapa yang berani menentang keluarga Moa pasti tidak akan menemui akhir yang baik.

“Apa ini tidak keterlaluan?” tanya salah satu dari mereka.

“Dia pantas menerimanya!” balas orang disampinnya sambil melipat tangan, ia sangat menikmati hal ini. Bahkan jika Sin mao sudah kelelahan dia sanggup menggantikannya memukuli anak itu.

"Hey, bukankah Sin Mao bisa membunuhnya jika terus begitu?”

 

Sin melirik mereka dengan tatapan kejam.

“Lalu memangnya kenapa? Aku memang ingin membunuhnya!” bentak Sin Mao.

Wajah Heaven sudah babak belur dan penuh lebam. Di mata, di bawah rahang, bahkan sudut bibirnya juga robek dan mengeluarkan darah. Tapi dia malah tampak tersenyum sinis.

“Hahaha ....“

Heaven tertawa dengan kepala mendongak, kerah bajunya masih belum lepas dari cengkeraman Sin moa.

Dia tertawa sangat keras hingga membuat telinga Sin Moa berdenging sakit. Dia tampak gila sekarang.

“Kenapa si Heaven itu?”

“Apa jadi gila karena dipukuli terus menerus oleh Sin Moa?”

“Salahnya sendiri selalu cari masalah.”

“Benar! Siapa suruh dia suka mengganggu orang, rasakan akibatnya!” 

Orang-orang yang ada di sana menatap heran pada Heaven yang tiba-tiba tertawa padahal baru saja dipukuli hingga babak belur.

Ia menghentikan tawanya, menatap mata Sin Mao dengan tajam. Hanya beberapa detik, setelahnya Heaven malah memberikan senyumannya.

“Paman Sin, aku hanya minta beberapa koin emas saja. Kau kan orang kaya, berbaik hatilah padaku yang miskin dan tak punya keluarga ini,” katanya sambil tersenyum santai.

“Berbagi? Dengan sampah sepertimu? Jangan mimpi!”

Dia membanting Heaven hinggan jatuh ke tahan.

“Aduh pantatku! Dasar orang tua sialan!”

Heaven mengusap-usap bagian belakang tubuhnya yang sakit sambil membersihkan debu yang menempel pada pakaiannya.

 

Sin yang mendengarnya menjadi lebih marah lagi sekarang.

“Apa kau bilang?! Dasar tidak tahu diri!” kemarahan Sin Mao mencapai level maksimal, wajahnya merah padam. dia menggertakan giginya dengan marah.

Sin mengeluarkan jurus andalannya, 'Tinju Neraka', bersiap menghabisi anak muda di depanya itu.

Heaven yang melihat itu merinding ketakutan dan memilih bersembunyi di balik orang-orang yang mengepungnya.

“Hey sialan, jangan sembunyi di belakangku!”

“Dasar bocah gila, jauh-jauh dariku!”

“Kalau mau mati ya mati saja, jangan ajak aku!”

Semua orang menyingkir, memberi tempat agar leluasa bagi Sin Moa untuk mengeluarkan jurusnya dan menghajar Heaven.

“Aduh, aku belum mau mati. Paman tolong aku dari iblis itu, paman!” Kini dia bersembunyi dibalik Sikan Ducxi. kakak seperguruan Sin moa.

Sikan Ducxi maju, meninggalkan Heaven yang tadi bersembunyi dibelakangnya. Heaven seperti anak kucing yang gemetar karena kedinginan sekarang.

“Berhenti Sin!” pinta Sikan sembari menepuk pundak Sin Moa. Seketika itu juga ia membatalkan serangannya, hawa membunuh di udara juga seketika menghilang.

“Aku selamat,” kata Heaven dalam hati.

Dia menghela napas lega sambil mengelus dadanya.

 

“Apa? Selesai begitu saja?”

“Hey, Sin moa pasti tidak akan melepaskan bajingan itu begitu saja!”

“Lihat-lihat! Sikan menuju ke arah Heaven!”

“Dia pasti tamat, dia pasti tamat!”

Semua orang mulai berteriak histeris seakan mereka sedang menonton semua drama klasik yang mendebarkan.

Sikan menatap Heaven dengan tatapan iblisnya saat dia berkata, “sebaiknya kita bawa dia kepada master."

Sin Mao hanya pasrah, ia sangat segan pada kakak seperguruannya itu, bagaimanapun ilmu Sikan jauh diatasnya.

 ________di depan Aula Pengadilan Kota SkyDray

Di depan gerbang masuk aula tampak dua penjaga berjaga lengkap dengan tombak panjang berhias helaian bulu elang emas.

Membentuk menyilang untuk menghalangi agar penyusup tak masuk. Jika ada yang ingin menyaksikan jalannya pengadilan maka mereka harus menunjukkan kartu identitas diri.

“Ada keperluan apa?” tanya salah satu pejaga saat Sin Moa dan beberapa orang lainnya sampai di depan gerbang.

“Dia lagi-lagi mencuri di tokoku, aku ingin minta keadilan pada Master!” ucapnya menggebu-gebu. Tangannya menyeret Heaven masuk sesaat sesudah menunjukan kartu identitas.

“Yang ingin masuk tunjukan kartu identitas kalian!” ucapnya tegas.

Tidak mudah menjadi prajurit angin, saat sudah dipercaya menjadi bagian dari ksatria angin dia tak akan menyia-nyiakannya.

Di dalam aula terdapat tempat duduk hakim dan dua kursi lainnya yang berapa di kiri dan kanan untuk para mentri hukum.

Sementara di bagaian kiri dan kanan bagian depan dari kursi hakim terdapat satu podium kecil tempat korban dan tersangka saat akan menjalankan persidangan.

“Hormat pada Yang Mulia Master!” ucap serentak semua orang yang berada di sana saat Simon Dray muncul kemudian duduk pada kursinya.

“Semoga Yang Mulia panjang umur.” Sikan berdiri dari kursinya dan memberi hormat pada Master kota.

“Hari ini saya datang ke dalam aula pengadilan ini karena ingin menyampaikan keluh kesah masyarakat atas tindakan bocah ini.”

 Sin Moa melempar Heaven ke samping Sikan hingga bajunya robek, ia sudah tidak terlihat seperti murid dari Akademi Atas Awan lagi.

Lebih mirip bocah gelandangan dengan wajah memar karena dipukuli.

Perlakuan masyarakat padanya sangat tidak manusiawi, tak ada yang kasihan padanya, tak terkecuali orang-orang yang ada di ruangan. Semua menatapnya dengan tatapan jijik dan merendahkan seakan-akan Heaven adalah bangkai busuk yang menjijikan.

Simon menatap Heaven, keningnya berkerut tak senang. Hanya seorang bocah saja mampu membuat kotanya menjadi tak damai.

“Yang bersangkutan silahkan naik ke atas podium!”

Hakim mempersilahkan mereka. Sikan naik podium di sebelah kanan sementara Sin Moa tampak menendang Heaven agar bergegas naik ke tempatnya. Ia tak sabar melihat bajingan kecil itu dihukum!

“Jadi, apa permasalahannya?” tanya salah satu hakim penasihat di sebelah kiri Simon Dray.

Sikan mulai menjelaskan apa yang terjadi, tentu saja dengan melebih-lebihkan hal itu dan didukung juga oleh orang-orang yang memang tak senang dengan keberadaan bocah itu di kota SkyDray.

Mereka menganggap Heaven tak lebih dari sampah masyarakat yang harus segera disingkirkan.

" ... ternyata begitu.” Simon menanggapi sambil menganggukan kepalanya berkali-kali.

Heaven hanya tersenyum kecut, tangannya meremas kuat palang kayu yang disemir indah mengkilap itu, sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya yang sangat suram.

Dia sudah yatim sejak kecil. Heaven ditemukan oleh pengurus Akademy Atas Awan bernama Paul Falamir di lembah surga saat ia sedang berlatih ilmu bela diri.

Heaven yang saat itu baru berusia sekitar satu bulan menangis, membuat Paul merasa tak tega dan akhirnya dibawa pulang untuk diadopsi.

Paul tak memiliki istri dan anak jadi dia menganggap Heaven adalah pemberian alam semesta untuknya sebagai hadiah. tak ada apapun didalam selimut Heaven, hanya selembar kain bercorak burung Phoenix yang membungkus tubuh mungilnya.

Bersambung ...

 

Episode 3

Susana di dalam aula pengadilan terasa menegangkan, Yang Mulia Master hanya diam mendengarkan aduan dari mulut ke mulut tentang anak muda di atas podium dengan tulisan tersangka di bagian bawah podium itu.

Sementara Heaven hanya menopang dagu dengan tangan kirinya, tangan kanannya sibuk menggali harta karun terpendam di dalam hidungnya.

“Lihat tingkahnya itu, menjijikan!”

“Benar, jika bukan karena tuan Paul yang melindunginya selama ini pasti sudah lama mati di tengan jalan karena tingkahnya itu.”

“Dasar anak tak berbakti, membuat aib bagi Tuan Paul saja!”

Masyarakat yang menyaksikan itu mulai ricuh, saling melemparkan pendapat dan saran hukuman untuk Heaven.

Para penjaga yang berjaga di dekat mereka tetap berusaha siaga agar suasana tetap kondusif.

“Semuanya harap tenang!” Suara menggelegar milik Simon akhirnya keluar, mereka diam membuat suasana seketika hening.

“Baiklah, aku sudah mendengarkan pengaduan dari kau, Tuan Sikan dan juga beberapa dari masyarakat yang hadir di sini.

Sekarang aku ingin mendengar penjelasanmu, Heaven Falamir,” ucapnya penuh wibawa. Matanya teduh sekaligus tajam.

“Tidak ada yang perlu diperjelas Master! Dia harus dihukum sekarang juga, usir dia!”

Sin Moa berucap penuh dengan nada kebencian di dalamnya, matanya melotot seakan-akan ingin menguliti Heaven hidup-hidup!

“Bukan kau yang memutuskan,Tuan Sin Moa!” hardik keras Master simon.  

Sin Moa bungkam, meski di dalam hatinya dendam tetap membara.

“Sial! Gara-gara dia aku dipermalukan di depan banyak orang. Aku pasti akan membalasmu, Sampah! Kau lihat saja nanti,” ucap geram Sin Moa dalam hati.

“Terima kasih kepada Master karena bersedia mendengarkan saya.” Heaven memberi hormat dengan tulus sambil menundukkan kepalannya.

“Jadi bagaimana kau menjelaskan ini?” desak Master Simon dengan nada tak sabar, dia sangat sibuk dan tak ada waktu banyak!

Sebenarnya Heaven agak gugup berhadapan langsung dengan pemimpin kota. Sejenak ia berpikir bagaimana caranya agar bisa lepas dari semua ini.

Ia tak mau di hukum meski dengan alasan apapun. Anak ini keras kepala!

“Apa kau tidak memiliki pembelaan?” Master bertanya lagi dengan suara barito miliknya.

Duduk dengan tenang di kursinya, matanya menyorot tajam ke arah Heaven.

Heaven menarik napas berat sebelum akhirnya berkata, “Apapun alasannya semua orang juga tidak akan menerimanya Master.”

Nada suaranya lemah tak berdaya dan itu benar. Kini Heaven pasrah, toh dia memang salah.

“Katakanlah.”

Heaven mendongak menatap ke arah Master kota, sebuah senyuman kecil terlukis di bibirnya yang ternodai darahnya sendiri.

Ada rasa nyeri saat kulitnya tertarik.

“Aku tidak akan cuci tangan pada hal ini. Ya, aku memang mencuri.” Ada kelegan saat ia mengucapkan itu, dadanya terasa lebih longgar.

“Hahaha tidak disangka dia mengakuinya, cari mati!” Sin Moa berkata dalam hati, ia begitu senang menantikan kehancuran bocah itu. 

Wajah orang-orang disana seketika berubah berseri, mengejek Heaven yang bodoh karena mengakuinya di hadapan Hakim Besar itu.

Tapi tak sedikit juga yang kagum tak menyangka kalau dia akan mengakui semua perbuatannya. Nyalinya patut diacungi jempol.

“Kenapa kau mencuri?” tanya Master simon lagi.

“Untuk memberi makan kelinciku.”   

“Haha kalian dengar itu, hanya demi kelinci!”

“Aku tidak tahu kalau si Heaven ini ternyata lebih bodoh dari dugaanku!”

“Kasian sekali Amor Paul, reputasi Si Banteng Merah akan hancur karena anaknya.”

[Amor adalah gelar penghormatan untuk mereka yang menjadi tameng atau penjaga Akademi Atas Awan]

Orang-orang itu kembali menghina Heaven. Mereka tidak tahu betapa sangat berharganya para kelinci-kelinci menjengkelkan itu.

Heaven berkali-kali harus menghembuskan napas untuk menetralkan emosinya, hukumannya bisa lebih berat jika ia berani membuat kekacauaan di dalam aula ini.

“Baiklah, kalau begitu telah diputukan hukuman yang pantas untuknya!” Selang beberapa lama akhirnya hakim memutuskan.

“Dengan ini maka telah diputuskan bahwa, Heaven Falamir, harus menjalani pengasingan di lembah dosa selama 3 bulan penuh!”

Putusan hakim dibacakan besamaan dengan suara petir menggelegar.

“Renungkanlah dengan baik kesalahanmu," sambungnya.

“Ada apa ini?”

“Haha tampaknya langit senang dengan hal ini?”

“Apa iya?”

Heaven berdecak kesal.

...“Orang-orang ini berisik sekali! Itu hanya petir kenapa begitu heboh!”...

Heaven pulang kerumah dan sepanjang jalan pula ia ditatap seperti monster tak ada yang mau berdekatan dengannya.

 Malam harinya ..

Heaven sedang mengemas barangnya. Beberapa potong baju, obat-obatan, beberapa makanan dan hal lainnya.

Brakk

Pintu rumah terbuka, menampilkan seorang pria berambut kuning pucat. Pakaiannya basah karena menerobos hujan dan napasnya terengah-engah.

Ia bergegas masuk dan memeluk Heaven, pintu dibiarkan terbuka begitu saja.

“Kau tidak boleh pergi kau bisa mati!” larangnya setengah berteriak saatmemeluk Heaven dengan kencang.

“Hey! Kau yang akan membuat ku mat—akh!”

“Hehe maaf,” katanya sambil melepaskan peluknnya dari Heaven.

Napas Heaven tersengal-sengal, tulang rusuknya rasanya hampir remuk!

“Jika tidak ingin aku pergi, maka memohonlah pada Master!”

Heaven masih sibuk memasukkan barang-barangnya kemudian memasuknya ke dalam tas.

“Sudahlah Ayah, kau jangan khawatir. Hanya lembah dosa, itu bukan apa-apa,” ucapnya menepuk bahu sang ayah sambil membelakanginya menghadap pintu.

Tapi daripada menenangkan ucapannya lebih terdengar seperti lonceng kematian di telinga pria dengan otot besar berambut pirang pucat itu.

Ia mengepalkan tinju di kedua sisinya, mukanya menjadi murung.

Heaven melangkah menuju pintu, sang ayah masih diam membisu ditempatnya sebelum akhirnya memanggil nama putra kesayangannya.

“Heaven.”

Mendengar namanya dipanggil, Heaven menoleh. Mendapati sang ayah tersenyum getir, melihat satu-satunya putranya harus pergi jauh darinya.

Tatapan kecewa itu, membuat hatinya nyeri! Itu adalah siksaan sebenarnya bagi Heaven.

Heaven bebalik badan sepenuhnya, berhadapan dengan Ayahnya sambil tersenyum.

“Jangan cemas, aku ini anak dari Si Banteng Merah!” katanya sambil menunjuk diri sendiri dengan jari jempol. Membuat Paul merasa lega meski rasa khawatir tetap ada.

“Baiklah, pergilah!” usir Paul galak, mukanya berpaling cepat sambil bersedekap.

Heaven senang melihat ayahnya yang seperti itu, hanya Paul yang benar-benar menyayanginya dengan tulus.

“Baiklah aku pergi, tolong jaga kelinci-kelinci itu. Jangan sampai mati!”

“Ya, ya pergilah!”

Kemudian Heaven pergi menuju Lembah Dosa, menerobos hujan dan dinginnya malam.

Bersambung ...

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!