NovelToon NovelToon

Aku Tak Mengerti

Selaras Rasa Yang tak pernah Usai

Sebelum membaca jangan berharap besar pada cerita ini, karena ini hanya cerita biasa yang di tulis penulis amatir.

nama, lokasi, tempat dan kejadian semua hanya fiktif tidak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata..

selamat datang dan selamat membaca❤️...

.

.

.

"liat Lian makin tampan ya"

"eh demi apa iya, mirip idol?"

"serius ganteng banget"

"eh katanya kanigara mau ngisi di Langit Jingga kafe malam minggu nanti"

dan banyak lagi, kekagumanan yang banyaknya mahasiswa lontarkan. bahkan hampir tiap pagi kampus itu penuh dengan pembicaraan tentang Lian.

Siapakah Lian?

...•••...

"baiklah jangan lupa kerjakan tugas kalian ya, selamat siang" pungkas laki-laki itu seraya mengakhiri kelas.

"iya ka" teriak serentak semua mahasiswa. Laki-laki di depan mereka adalah seorang asisten dosen, mengingat dosen mata kuliah wajib mereka berhalangan hadir karena suatu alasan.

"May" ujar kembali laki-laki itu. menarik atensi salah satu perempuan yang tengah memasukan barang bawaan ke tasnya.

"mau makan bersama?" ajak laki-laki itu sebelum beranjak.

Mayla— perempuan yang tengah membereskan buku-bukunya itu menggeleng seraya berujar.

"ngga ka" jawabnya. Senyum yang disertai anggukan adalah respon yang mayla terima sebelum laki-laki itu berjalan keluar dari kelasnya.

"eh Lian mau ngisi di Langit Jingga kafe"

"cover lagunya udah keluar"

"masa, likenya udah banyak"

"ngga sabar mau dengerin"

Lagi, topik Lian mulai menghangat, kembali menjadi pembincangan setiap mahasiswa disana. Namun Mayla nampaknya tidak menaruh penasaran dengan laki-laki yang selalu menjadi buah bibir dari setiap mahasiswa di kampusnya.

Disinilah dia sekarang, berdiri sendirian menyender pada pagar pembatas seraya memperhatikan lobby fakultas dari lantai tiga. Mayla itu memiliki kebiasaan menyimak kegiatan orang lain atau sebut saja dia seorang penyimak. Lamat dia memperhatikan suasana di lobby fakultas. hingga pandangannya tak sengaja menangkap asisten dosen yang tadi mengajar dikelasnya berjalan keluar dari lift.

"ka Rega" gumamnya. seraya mengikuti kemana asisten dosennya itu pergi. bukan maksud Mayla ingin menolak tadi, hanya saja dia merasa tak enak hati.

"menunggu lama"— sebuah suara mengudara dari arah belakangnya. Mayla segera menoleh menemukan seorang laki-laki yang kini berdiri tak jauh darinya. dia Raksa Maulana Arganta. teman kelasnya.

"tidak begitu" ujar Mayla jujur. Dia berencana pergi ke perpustakaan untuk mencari referensi tugas yang tadi bersama laki-laki di depannya kini.

Namun tepat ketika dia keluar kelas laki-laki itu menghilang. Mayla yang sudah tau salah satu sikap Raksa —sering menghilang kapan saja. Bermaksud menunggu di lantai tiga sekalian melihat aktivitas di lobby fakultas, guna mengusir bosan karena menunggu.

"sa"

"hm"

"setelah dari perpustakaan, mau ngopi denganku di kafe depan kampus?" ajak Mayla, tepat ketika laki-laki itu bergabung di sampingnya. Raksa terdiam sebentar, kemudian mengangguk.

"boleh, ayo" ujarnya seraya berjalan mendahului Mayla kearah lift.

keduanya kini berjalan di sepanjang koridor, terlihat dari keduanya tak ada yang ingin memulai percakapan. Baik Mayla dan Raksa, keduanya fokus dengan jalan masing-masing hingga tepat di depan fakultas keduanya berpapasan dengan asisten dosen mereka.

"ka rega"

"May, Sa. kalian mau kemana?"

"perpustakaan ka" jawab Mayla, sedang Raksa hanya diam. Rega mengangguk mengerti.

"oh oke, hati-hati" jawabnya dengan ramah.

Tepat ketika keduanya sampai di depan perpustakaan terlihat perpustakaan itu penuh. karena, katanya ada beberapa fakultas yang memakainya. Keduanya pun memutuskan untuk pergi ke kafe sesuai keinginan Mayla tadi.

Tak perlu berjam-jam untuk mereka berjalan karena kini keduanya sudah sampai di kafe kecil depan kampus mereka—ngopi yuk! kafe.

"mau pesen apa?" tanya Raksa tepat ketika mereka duduk.

"americano aja"

"tunggu sebentar" ujar Raksa seraya beranjak berjalan kearah counter. tak begitu lama Raksa datang dengan dua gelas kopi di tangannya.

"sa kamu ada WFO sekarang?" tanya Mayla tepat setelah Raksa menduduki kursi depannya. Raksa mendengung seraya mengangguk.

"ada beberapa draf file yang harus aku selesaikan" jawabnya. Seraya menusukkan sedotan pada kopinya.

"sama aku juga banyak sa" ujar Mayla lagi. Perempuan itu terlihat kesusahan menusukkan sedotan, Raksa yang pandangannya sedikit terganggu ulah perempuan di depannya mengambil alih sedotan Mayla, yang langsung mendapatkan respon sedikit kesal dari perempuan depannya. Karena Mayla sudah mengumpulkan tenaga di tangannya bersiap menusukkan dengan kekuatan penuh namun dengan tiba-tiba gelas kopinya diambil begitu saja. cukup membuat kesal dengan gerakan tiba-tiba Raksa.

"aku bisa sendiri ko", Raksa— laki-laki itu terlihat tak peduli. Setelah dia berhasil menusukkan sedotan dia menyimpan gelas kopi itu didepan Mayla.

"jangan keseringan minum kopi, may" ujarnya kemudian.

"ntahlah aku tak bisa menghentikan kebiasaan minum kopiku sa" jawab Mayla, sesaat setelah dia mengucapkan terima kasih pada laki-laki di depannya. Dia mengambil gelas kopi dan mulai menyedotnya.

"makanya itu cobalah" ujar Raksa, seraya menyimpan gelas kopi, meninggalkan isi setengah kopinya disana.

"sulit, karena aku sudah biasa" jawab Mayla, pandangan perempuan itu terlihat seakan menyuarakan sesuatu. Yang tak mampu dia lontarkan dalam lisan.

"bebal"

Rumah singgah —milik Fabio Asher, mengalun samar di kafe siang itu, musik yang mengudara dalam keheningan seakan mengisi keterdiaman dari keduanya.

"Lagunya melow banget" komentar mayla, membuat Raksa yang tengah memandang keluar jendela menoleh

"Request gih nyari yang menurut kamu pas" jawab Raksa, mayla malah tertawa ntah menertawakan apa,mungkin jawaban kelewat sekenannya yang Raksa lontarkan atau apa, sedang Raksa mengernyit kembali berujar

"Jangan tertawa seperti itu, aku ngga lagi ngelawak" ujar Raksa kemudian,

"ada-ada aja kamu sa, memang bisa aku request", Raksa mengedikkan bahunya tanda tak tau.

"siapa tau aja"

"nanti aku coba deh, minta lagu sahabat jadi cinta dari Zigas" ujar Mayla sesaat setelah dia menandaskan kopinya.

"Ayo balik, jam kedua bentar lagi mulai" ujar Raksa, laki-laki itu sudah berjalan duluan meninggalkan mayla.

"TUNGGU IH SAAAA", Teriaknya, mengundang antensi seluruh pengunjung kafe.

"Kopi tadi udah di bayar sa?" Tanya mayla tatkala dia berhasil mengejar Raksa kedepan. Raksa mengangguk seraya berujar melempar tatapan menelisik,

"kamu kira aku ninggalin kamu karena aku tak sanggup membayar tadi?" jawabnya kemudian. Mayla mengangguk kaku seraya tersenyum

"yah bisa jadi"

"kacau kamu, udah ayo cepet kelas kedua bentar lagi mulai" ajak Raksa sesaat setelah dia membuang setengah kopinya ke tong sampah disana. Karena langkah Raksa yang lebar Mayla tertinggal jauh oleh temannya itu.

"kebiasaan sekali kalau jalan suka ninggalin" ujar Mayla terselip nada kekesalan dalam perkataannya. Perempuan itu terus merajut langkah seraya menatap punggung Raksa yang terlihat jauh dari pandangannya.

Hingga. langkah kecil itu harus terhenti ketika tanpa sengaja matanya bertemu dengan jelaga hitam milik seorang laki-laki tinggi berkuncir dengan anting bulan sabit, yang kini tengah berdiri lima lantai menghadap ke arahnya. sembari membawa tas gitar dengan motif bunga anggrek yang laki-laki itu selempangkan di pundak. Terlihat bergeming seperti tak berniat melangkah, begitu juga Mayla pandangan perempuan itu tak lepas dari sosok laki-laki yang ntah kenapa sangat mengunci pandangannya.

Hingga rangkulan yang nampaknya milik teman laki-laki itu tiba-tiba memutus atensi keduanya. Terlihat laki-laki itu mulai memasuki kelas bersama teman yang tadi merangkulnya. Sedang Mayla kembali melanjutkan jalannya.

Baru saja Mayla hendak menarik kenop pintu, dengan tiba-tiba tangan seseorang mendahului membuatnya terhenyak karena kaget. segera dia melepaskan pegangan dan menoleh, mendongak pada si pemilik tangan. Yang sedikit lebih tinggi darinya.

"Raksa" ujarnya. lama Mayla terdiam memandang Raksa karena kini dirinya terjebak diantara pintu dan lengan laki-laki itu.

"masuklah" tukas Raksa seraya manarik kenop pintu dan membukanya.

'lah aku kira dia udah duluan'—batinnya

...•••...

Hampir dua jam Mayla terduduk seorang diri, dia membiarkan punggungnya menempel sepenuhnya pada sandaran kursi, memejamkan mata sejenak mendengar alunan musik untuk mengisi malamnya. kembali dia meraih kopi kalengan ke tiga. pandangannya tak lepas dari rentetan tulisan di aplikasi serupa Microsoft word.

"ya ampun mataku hampir juling" ujarnya mengeluh karena dia sudah berjam jam duduk menatap layar monitor seraya terus memainkan mouse keatas kebawah. Dia akan menghabiskan malamnya dengan berberapa draf kerjaan miliknya.

Begitulah dalam setiap harinya, Mayla akan disibukkan dengan kerjaan dan juga kuliah. Sesekali mengeluhkan cape karena padatnya kegiatan. tidur pun hanya tiga sampe empat jam sehari apalagi ketika kerjaan menumpuk, belum lagi tugas kampusnya yang membuatnya hampir tidak tidur semalaman penuh.

Terkadang dia tak mengerti hidupnya seakan di jungkir balikkan keadaan. Manusia punya rencananya tapi percayalah Tuhan memiliki takdirnya.

itu yang Mayla rasakan sekarang.

"aku tak mengerti, karena aku tak mengerti hidupku" ujarnya seraya menegak kopinya hingga tandas, dia sendiri tak mengerti apa yang baru saja dia lontarkan.

jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Namun Mayla tak berniat menghentikan pekerjaan walau sejenak saja. Sebelum sebuah ketukan pada pintu kosan membuatnya terhenyak kaget, segera menghentikan perkerjaan. Dia beranjak melangkah, seraya membuka pintu setelah dia memastikan jika bukan orang asing yang kini berdiri di depan kosannya.

"ka Rega" ujarnya tepat ketika dia menemukan asisten dosennya berdiri seraya memegang paper bag lumayan besar.

"Masukka" tawar mayla, Rega menggeleng dia masih tau sopan santun. Bertamu pada gadis di jam malam itu tidak sopan, namun karena suruhan dari sang ibu Rega tak dapat menolak.

"Tadi Mamah membuat resep Kue baru yang bakal dia jadikan menu di toko kuenya, mamah minta kamu mencobanya" jelas Rega seraya mengulurkan paper bag coklat berisi kue yang dimaksud.

"maaf malam-malam aku bertamu, soalnya mamah baru selesai membuatnya malam" susul Rega segera. Mayla mengangguk seraya menerimanya.

"makasih ka, salam sama mamah ya ka" ujar Mayla.

Jujur Rega merasa tak enak karena sudah menganggu istirahat perempuan di depannya. Dia sempat menerka jika Mayla sudah tidur. namun ketika mendapati perempuan itu masih menggunakan kecamata di malam hari, ntah kenapa Rega sedikit menyesal karena memberinya kerjaan.

"aku pulang ya, jangan terlalu keras kasihan tubuhmu" ujarnya sebelum pergi. Mayla mengangguk.

Dari tadi kita hanya menceritakan kehidupan Mayla bukan? Lalu bagaimana dengan kisah asmara perempuan itu?

Mayla sendiri belum siap menaruh rasa pada siapapun karena ada rasa yang belum usai di masa lalunya. Dan sampai sekarang rasa itu masih sama. Rasa yang sempat dia rasakan ketika dia pertama kali mengenal yang namanya cinta.

"aku lelah, lelah untuk hidupku" ujarnya menutup malam.

Aku, Kamu dan Andromeda

"Ah banyak sekali drafnya" keluhan itu keluar dari mulut Mayla sambil terus men-scroll mousenya. Baru saja dia sampai sudah terlihat banyak sekali draf yang harus dia kerjakan. Sedang laki-laki yang tadi masuk bersamanya hanya menggelengkan kepala, seraya menarik kursi kerjanya. Dia Raksa.

“jangan ngeluh, dikit-dikit ngerjainnya” ujar Raksa. menekan CPU dan mulai menghidupkan komputernya.

"baru sampe kalian?" tanya Rega. Raksa mengangguk sedang Mayla sudah fokus dengan komputernya. Abai.

"tumbenan siang banget kalian" ujar perempuan depan meja mayla. Dia Agita Putri disapa Agit.

"biasa ka, dosennya lama"

"Kirain aku kalian bakal WFH lagi, soalnya udah siang belum masuk kantor" ujar perempuan samping Agita. perempuan yang dari tadi asyik mengaplikasikan maskaranya, menambah lentik dan tebal bulu mata perempuan itu. Dia Neira, Neira Aulia disapa Neira.

Mayla dan Raksa itu bekerja secara WFH jadi ke kantornya di hari-hari tertentu saja kecuali disuruh atasan mereka.

"mana di bolehin mba sama mas Dimas kan jadwalnya kita WFO" ujar Raksa, menoleh kearah meja kerja Dimas yang terlihat kosong.

Dimas itu termasuk kepala divisi yang terkesan santai, tapi dia orang yang sangat disiplin. hampir di komputernya penuh dengan jadwalnya dari senin sampai minggu.

"loh mas Dimas mana?" tanya Raksa sesaat setelah dia melihat meja kerja Dimas yang kosong tadi.

"di Pisces" jawab Neira. Pisces itu nama tempat rapat yang berada dilantai paling atas kantor mereka.

"rapatnya bukannya nanti ya?" tanya Mayla sesaat setelah menghentikan kursor di salah satu draf yang hendak dia buka.

"katanya sih gladi takut nanti gerogi pas penjelasan, takut PPTnya ngadat" jawab Rega yang sedari tadi fokus dengan berkas-berkasnya.

Keadaan mulai kembali kondusif semua orang kini mulai tenggelam dalam kerjaannya masing-masing, Hingga selang beberapa lama datang seseorang yang menginterupsi keadaan.

"EH ada yang liat kertas jatuh ngga di kantor?" teriaknya rusuh sambil berlari terburu-buru kearah mejanya, membuat sebagian barang-barang dimejanya hampir saja terjatuh karena ulahnya. Dia Dimas. Rivaldian Dimas Arganta Kepala divisi Lacerta.

Lacerta adalah salah satu nama divisi penyuntingan yang di pimpin oleh Dimas.

"ngga" jawab Raksa.

"aku ngga ka" jawab Mayla.

"bukannya udah semua, masih ada yang kurang?" tanya Rega laki-laki itu mendongak sedikit keluar dari kubikelnya.

"satu lembar ilang ga" jawab Dimas sambil terus membaca satu persatu kertas yang ada di mejanya.

"selama kita di kantor, aku sama Neira ngga liat kertas jatuh di lantai" ujar Agita memberhentikan kerjaannya.

"iya bener kata agit dim, ngga ada kertas satupun"

"ko bisa selembar mas? Ngga kamu satuin atau gimana?" Tanya Raksa yang tak melepas atensi dari monitornya. Sedang Rega mulai beranjak membantu Dimas mencari selembar kertas yang katanya hilang.

"kau simpan dimana kemarin dim?" tanya Rega sambil berjalan ke meja Dimas.

"aku simpan di meja ga kemarin"

"udah mas satuin sa kemarin, tapi tau-tau tadi ilang. Apa mungkin jatuh di lif" susul Dimas yang sedari tadi mengubrak abrik meja kerjanya hingga berantakan di lantai. Sebuah cerminan kepala divisi yang baik. Menghilangkan berkas rapat.

"yah konyol namanya kalau jatuh di lif, udah ke tong sampah pasti" ujar Raksa yang terlihat mulai beranjak kearah kubikel Dimas.

"Coba tanya cleaning service siapa tau dia nyimpen, kan yang beres-beres terakhir mereka" ujar Neira

"iya bisa jadi disangka sampah kali terus dibuang" ujar Agita.

"yah sia-sia dong mba nanya nya kalau di buang" ujar Raksa yang kini mulai bergabung, mencari kertas yang bahkan tidak dia ketahui isinya. Karena tak kunjung menemukan, dia memberhentikan kegiatannya —mencari kertas tadi.

"kenapa ngga di print ulang si mas, nambah kerjaan aja" ujarnya kemudian seraya memperhatikan Kepala divisinya yang terus mengubrak abrik kertas yang bahkan tidak ada yang tau kertas itu seperti apa.

"masalahnya berkasnya udah tinggal hardcopy-nya aja sa" jawab Dimas ditengah kesibukannya mengubrak abrik kertas di ruangannya.

"softcopy-nya kemana mas?" tanya Raksa yang masih berdiri memperhatikan Dimas dan Rega. tak berniat kembali mencari, terlihat bodoh pikirnya. Karena kertas yang dicari tidak begitu spesifik.

"hilang, pas terkena malware" jawab Dimas.

"coba tanya Reno bisa ngga dia ngembaliin softcopy yang terkena malware Dim" ujar Rega mengingat Reno adalah progremer Andromeda. Kini dia juga menghentikan kegiatannya mencari kertas tadi.

"oh iya, aku kesana dulu" ujar Dimas seraya berlari gerasak gerusuk keluar ruangan. Meninggalkan Rega dan Raksa yang saling pandang dengan raut tak terbaca.

Tak terasa jam dinding sudah menunjukkan pukul 13.30 istirahatpun tiba, makan siang waktu yang sangat ditunggu seluruh karyawan disana dimana mereka akan mengisi energinya kembali setelah berjam-jam terpakai.

"May, Neira makan yu? " teriak Agita sambil beranjak dari kursinya.

"duluan aja ka, kerjaan aku masih banyak nih" ujar Mayla dia masih sibuk dengan komputernya—berniat meneruskan sedikit lagi kerjaannya.

"May makan, istirahat dulu nanti bisa kamu kerjakan lagi" Ujar Neira sesaat setelah mematikan komputernya.

"Iya ayoo" kata Agita tak lupa memoles bibirnya kembali menambah tebal lipstik yang sudah dia pakai di bibir.

"lipstik kamu udah tebal itu git" komentar Neira.

"biarin biar makin tebal" jawab Agita seraya memanyunkan bibirnya, mempertontonkan bibir seksi perempuan itu.

Sedang Mayla masih fokus dengan komputernya. Hingga layar monitornya menampilkan sebuah pesan chat.

Helaan nafas keluar dari mulutnya nambah lagi bebannya dia harus mengerjakan tugasnya sampe selesai sekarang, karena besok pasti temannya itu akan menjemputnya untuk kerja kelompok tidak memungkinkan untuknya meneruskan pekerjaan lagi. Bukan apa-apa hanya saja waktunya tidak cukup. Dan lagi dia sudah lima hari melembur. Badannya sudah cape. Dia sangat merindukan kasurnya.

"Kenapa?" tanya Raksa laki-laki itu kini berdiri disamping duduknya.

"besok kita kerja kelompok ya?" tanya Mayla, mendongak sekilas kemudian fokus lagi pada kerjaannya. Mengabaikan waktu istirahat yang bisa di bilang singkat.

"iya" jawab Raksa seraya beranjak meninggalkan meja kerjanya.

"ngga istirahat bang?" tanya Raksa seraya merajut langkah kearah pintu berniat keluar. Rega menggeleng sama halnya seperti Mayla Rega masih fokus dengan komputernya. Memilih abai Raksa mendorong pintu kaca seraya keluar meninggalkan Mayla dan juga Rega.

Setelah menghabiskan istirahatnya setengah jam dengan beberapa judul draf, akhirnya Mayla bisa meregangkan ototnya rasanya pegal duduk terlalu lama, sedang enak merentangkan badannya sambil menutup mata tiba-tiba sesuatu yang dingin menyentuh pipinya,

"buat aku?" tanya Mayla tat kala pandangannya menemukan sekotak susu dingin berperasa coklat di meja, Raksa mengangguk.

"makasih"

"hm"

"ngga istirahat ka?" tanya Mayla kini fokusnya kedepan—kubikel Rega. Laki-laki itu terlihat baru saja keluar dari kubikelnya, nampaknya kerjaan laki-laki pradasa itu sangat banyak terlihat dari raut muka yang sedikit kelelahan, pakaiannya pun terlihat sudah tak rapih.

"ini mau, kamu sendiri ngga istirahat? " tanya Rega, Mayla menggeleng.

"mau aku pesenin sesuatu?" tanya Rega, seraya merajut langkah, berjalan berniat keluar ruangan.

"ngga ka, makasih. Susu kotak ini udah cukup buatku" jawab Mayla. Anggukan adalah respon sebelum laki-laki pradasa itu keluar dari ruangan.

Andromeda termasuk salah satu perusahaan penerbit indie di bawah kelompok atau naungan Gansa Grup. Gansa grup adalah hasil merger dua perusahaan Argantara dan Sahadewa, dua perusahaan besar yang bergerak dibidang real estate. Gansa grup sendiri sudah berhasil melebarkan sayap, mendirikan berbagai pusat perbelajaan, hunian, kantor-kantor kecil di beberapa wilayah di Indonseia dan Juga Rumah sakit yang diberi nama RS Gansa Medika.

Andromeda terletak di pusat kota, berjejer dengan banyaknya ruko perkantoran disamping kanan dan kirinya, memiliki enam lantai dengan beberapa divisi di dalamnya. Termasuk Lacerta, divisi tempat kerja Mayla.

Bukan pilihan Mayla untuk bekerja disini namun karena ekonomi mendesak dan uang bulanan yang semakin menipis, akhirnya Mayla memutuskan untuk mencari perkerjaan. minta ke keluarganya Mayla sungkan mengingat dirinya yang memilih pergi menjauh dari keluarganya.

Hingga Raksa menawarkan sebuah pekerjaan untuk Mayla. Tempat kerja yang katanya milik kakaknya, yang ternyata Dimas teman sekaligus sahabat Rega, orang yang Mayla sukai. Silahkan kalian garis bawahi atau pertebal di kata 'sukai.

Berniat menjauhi dengan mencari kesibukkan malah jatuh dan terperangkap bersamanya, begitulah Mayla kini. Dia rasanya ingin menolak saat tau kalau wakil divisi Lacerta itu Rega. Namun seperti pribahasa Nasi sudah menjadi bubur, cv-nya sudah sampai di perusahaan dan Mayla sudah berstatus sebagai proofreader pekerja Lepas Andromeda.

Dari awal Mayla menyadari karena semenjak SMA Dimas dan Rega itu sahabatan, hanya saja dia tidak berpikir jauh jika mereka bekerja di kantor yang sama.Ternyata rasa kagetnya tidak sampai disitu saja, Kilas balik pertemuan pertamanya kembali dengan Rega terputar diingatan, Mayla benar-benar kaget ketika mengetahui jika asisten dosen Pak Abian adalah Rega.

Gubrak!!...

Seperti biasa kepala divisi lacerta Rivaldian Dimas Arganta selalu menjadi dalang dari kekacauan dikantor.

"kenapa mas?" tanya Raksa menoleh kearah Meja Dimas.

"kertasnya ternyata nyelip di proposal event" teriak Dimas bahagia karena menemukan satu kertas yang sedari tadi dia cari-cari. Membuat Agita, Neira dan Rega yang baru saja masuk terhenyak kaget akibat teriakan kepala divisinya.

"tadi kata Reno gimana dim?" tanya Rega seraya kembali ke meja kerjanya.

"dia bilang, nanti aga sorean dia lihat kesini"

Keadaan kembali kondusif, Dimas dan Rega sibuk dengan berkas rapat yang sedang mereka siapkan, sedang yang lain sudah fokus kembali dengan kerjaanya bahkan suara ketikan keyboard yang bergesekan dengan tangan kini terdengar cukup nyaring.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul delapan malam sedangkan Mayla masih berkutat dengan kertas juga monitornya

"udah nanti biar aku yang kerjain sebagian" Ujar Rega yang kini sudah ada di depan Mayla, sedikit membuat Mayla kaget.

"Lagi pula kantor tutup bentar lagi, aku juga ngga bakal marahin kamu karena telat setor editan tenang aja" susul Rega lagi seraya morogoh kunci motor di jaketnya.

"ngga enak aku kalau telat. ka Rega duluan aja, aku mau beresin satu draf lagi" kata Mayla, namun Rega masih bergeming di tempatnya berdiri dia nampaknya masih menunggu Mayla.

"tersisa draf judul apa?"

"thriller comedy"

"besok aja kamu selesaikan, sekarang pulang" ujar Rega tegas dengan nada tak ingin di bantah.

Awalnya Mayla ingin merampungkan satu draf miliknya sebelum pulang, namun karena perkataan Rega yang terdengar tak ingin di bantah, dia memutuskan untuk melanjutkan lagi di kosannya.

"aku antar, Raksa kemana?" ujar Rega tepat ketika keduanya sudah sampai di lobby kantor yang terlihat sepi.

"Ngga usah ka aku naik ojek aja, ngga tau dia selalu pergi tiba-tiba" Tolak halus Mayla, seraya mengeluarkan ponselnya

"Yaudah, aku tunggu sampe ojek kamu dateng" Jawab Rega, matanya masih fokus memperhatikan Mayla.

"Udah dapet?" tanya Rega lagi seraya mengenakan sarung tangan motornya

"Udah ka itu ojeknya, duluan ya ka" kata Mayla seraya langsung melangkah pergi.

"hati-hati may kabarin kalau sampai" ujar Rega, namun kata terakhir itu belum sempat Mayla dengar karena perempuan itu sudah berlari keluar meninggalkan Rega.

Di luar sudah ada ojek online yang dia pesan tadi, posisinya di sebrang jalan diapun harus menaiki JPO untuk dapat bertemu ojek onlinenya.

Tanpa Mayla tau ternyata Rega belum benar-benar pergi, dia menunggunya hingga perempuan itu sampai ke sebrang dan memastikan kalau itu ojek online yang Mayla pesan tadi. Setelah Mayla menaiki ojek online itu barulah Rega melajukan kuda besinya, mulai meninggalkan area kantor.

Sepanjang perjalanan Mayla masih bertanya-tanya, kenapa harus Rega wakil divisi Lacerta kenapa ngga orang lain? Apa ngga cape kuliah sambil kerja? Ingin rasanya Mayla menanyakan alesan kenapa Rega bekerja? Mengingat kondisi Ekonomi keluarga Pradasa jauh dari kata miskin.

"ternyata bukan hanya fisik yang cape, hati juga"

Memendam rasa suka untuk waktu yang lama pada orang yang sama itu sangat melelahkan, apalagi hampir tiap hari kamu bertemu dengannya. Mayla rasanya ingin berteriak, kenapa Tuhan masih mempertemukannya, seakan mau sejauh apa Mayla pergi dirinya akan ditarik oleh Magnet yang bernama Takdir. Galvino Rega Pradasa adalah cerita cinta masa lalu Mayla yang belum usai.

"sangat melelahkan" ujarnya.

Dia dan Magnet Takdirku

Pernahkan kalian bertemu dengan laki-laki yang tanpa sengaja selalu ada menolongmu?

...•••...

Setelah semalaman menghabiskan dua kopi kalengan dan juga satu cup mie instan Mayla tertidur cukup pulas di depan laptop. Kepalanya dia telungkupkan kedepan menindih keyboard, Satu tangannya menggantung ke bawah dan satunya lagi masih setia menggenggam mouse yang masih menyala, sedang ntah dimana alarm ponselnya berbunyi terus menerus.

Selang beberapa jam terdengar bunyi notifikasi masuk ke ponselnya.

Sekitar tiga jam sudah terlewat, sedangkan mayla masih belum bangun bahkan alarm ponselnya sudah berbunyi untuk kesekian kalinya.

"mampus jam berapa ini" ujarnya seketika dia tiba-tiba terbangun, dengan cepat dia mencari ponsel padahal diatas meja belajarnya ada jam dinding yang dia lupakan fungsinya. Karena saking seringnya menggunakan ponsel.

"ASTAGA AKU TERLAMBAT" teriaknya seraya mengambil baju asal dan berlari ke kamar mandi dengan rusuhnya.

DUK!

“aduh”

keluar kamar mandi dia malah tersandung karena lantai yang tak sama kedudukannya. Memilih abai dengan rasa nyeri di kakinya, Mayla fokus menatap jadwal kuliah. sedang tangannya bergantian memasukkan buku-buku sesuai jadwal yang tertera disana.

Sekitar sepuluh menit dia membereskan semua bukunya.

Dia keluar dari kosan mengunci pintu kemudian keluar, dia mulai memesan ojek online. sudah cukup lama dia menunggu tapi ojek online yang dia tunggu belum juga datang, dia sudah gelisah.

"tolong lah, waktu berhenti sejenak atau dosennya ada halangan tiba-tiba juga ngga papa"ujarnya dengan nada penuh frustasi , padanganya tak lepas dari arah gerbang kosan berharap ojek onlinenya cepat tiba.

Karena tak kunjung datang ojek olinenya dia kensel sambil merapalkan kata “maaf ya maaf” terus menerus. dia memutuskan untuk menggunakan angkutan umum walau harus berlari cukup jauh, bahkan dia mengabaikan rasa sakit di kakinya yang mulai begitu terasa.

sepanjang jalan dia terus mengumpat menyalahkan dirinya yang telat bangun padahal alarm di ponselnya sudah berbunyi beberapa kali. hingga dari kejauhan terlihat angkutan umum yang berjalan cukup lamban.

Nampaknya kesialan sedang menghampirinya, angkutan umum yang dia masuki malah diam menunggu penuh banyak penumpang. Sedang di dalamnya hanya ada mayla dan juga seorang ibu-ibu ntah mau kemana.

"semoga aja dosennya bener-bener ada halangan" gumamnya, karena takut dia sampai tak berani melihat grup kelas.

Hingga selang beberapa menit terdengar suara panggilan dari ponselnya.

[calling]

Raksa

"Iya sa, dosennya udah dateng?" jawabnya mencoba mengeluarkan suara yang biasa saja. Padahal kini dia sangat panik, jam masuk kuliah sudah lewat beberapa menit sedangkan dirinya masih cukup jauh.

"dimana?" ujar Raksa.

"di angkot, ojol ngga nyangkut-nyangkut kesel, jadinya naik angkot aja" kata mayla sedikit gelisah.

"posisi kamu dimana?" Tanya Raksa lagi sambil menekankan kata 'dimana'.

“ngga tau tapi aku diangkot udah jalan aga jauh dari kosan" jawab mayla yang merasakan pergerakkan dari angkot itu, ibaratnya kura-kura selamban itu angkotnya berjalan. Namun setelah beberapa detik tak ada jawaban dari Raksa hingga beberapa menit setelah itu terdengar gerasak gerusuk disebrang panggilannya.

"halo, Sa. Raksa. RAKSA MAULANA kamu masih denger aku kan?" teriak Mayla dia merasa khawatir karena dengan tiba-tiba Raksa menghilang tidak jelas tanpa menutup panggilan bahkan dia melupakan fakta bahwa dirinya kini di dalam angkot.

Mencoba abai antensinya dia alihkan pada bapak-bapak yang baru saja masuk sambil membawa ayam jago di gendongannya.

'mau kemana bawa ayam' —batinnya.

Hingga selang beberapa menit angkot berjalan lagi masuklah ibu-ibu sambil membawa barang dagangan. Percakapanpun terjadi dimana tidak sengaja ayam yang dibawa si bapak mematuk barang dagangan si ibu-ibu yang baru saja masuk. Bukannya marah ibu-ibu itu malah tertawa melihat ayam jago yang di gendong si bapak. Kalau Mayla perhatikan rupanya logat dari keduanya pun berbeda Mayla seakan diperkenalkan arti kehidupan ketika dia mulai memberanikan ngekos jauh dari orang tuanya.

Mungkin inilah maksud dari kata berbeda-beda tetatapi tetap satu tujuan. percakapan keduanya melupakan Mayla pada fakta telat hingga angkot berhenti tepat di lampu merah, seorang pengendara motor Aerox menepi dengan tiba-tiba, menghalangi angkot yang Mayla tumpangi berjalan kembali.layangan protes dari sebagian pengendara lain terlihat diabaikan oleh si pengendara motor ,tanpa melepas helm pengendara tadi langsung memasuki angkot.

"ayo" satu kata yang membuat Mayla sadar siapa itu—Raksa. Seakan terhipnotis dengan kata ayo dan sorot tajam laki-laki itu Mayla ikut turun. Tak ada percakapan setelahnya hingga motor Raksa sampe di parkiran kampus.

"udah makan belum" tanya Raksa seraya membuka helmnya. Mayla menggeleng boro-boro makan bahkan hanya untuk meneguk segelas air putih saja dia lupa. ditambah pikirannya masih blank dengan datangnya Raksa yang tiba-tiba tadi.

"yaudah ke kantin ayo, aku juga lapar" ujarnya santai. Mayla masih mematung seakan nyawanya masih tertinggal di angkot.

"MAY UNSENO NGGA BUTUH TUKANG PARKIR" teriak Raksa, teriakan itu seakan menarik kesadaran Mayla yang tertinggal. Seakan Log out dari angkot tiba-tiba.

"SA KITA TELAT MASUK KELASNYA MISS JENIFER" teriak Mayla. Sedang Raksa abai laki-laki Arganta itu masih berdiri tanpa merespon apapun.

"baru sadar rupanya" ujar Raksa setelahnya.

"gimana dong sa, berarti kamu juga dong?" ujar Mayla gelisah, sambil berjalan menghampiri Raksa yang sudah keluar dari kawasan parkir. pandangannya tak sengaja jatuh pada laki-laki yang berjalan terlihat menghampiri keduanya.

"ka Rega" ujar Mayla.

"kalian baru datang?", spontan Raksa menoleh mendapati Rega tengah berdiri tak jauh darinya.

"iya ka kesiangan, ini salah ku" ujar Mayla penuh sesal.

"kemarinkan aku bilang, biar aku yang selesaikan sisanya may" ujar Rega. Sedang Raksa laki-laki itu sudah pergi meninggalkan keduanya.

"aku hanya tidak enak ka" jawabnya.

"kamu udah makan?", Mayla seakan teringat dengan pertanyaan Raksa tadi,

"Raksa dimana?" gumamnya.

"may" ulang Rega.

"iya ka" jawabnya. Belum sempat Rega berujar kembali, seseorang datang menarik atensi keduanya.

"Rega nunggu lama ya tadi", keduanya—Mayla dan Rega— menoleh bersamaan. Disana berdiri Aruna kekasih Rega. Tepat ketika Rega menjawab Mayla langsung pamit meninggalkan keduanya.

Hingga di pertengahan koridor Mayla bertemu dengan Raksa yang tengah berbicara dengan seseorang, terlihat tak asing namun Mayla tak mengetahui laki-laki itu siapa. Memilih abai Mayla memutuskan untuk pergi ke perpustakaan, karena kelas sudah selesai.

Sesampainya di perpustakaan Mayla berjalan menyusuri setiap Rak disana, hingga pandangannya jatuh pada sebuah buku Novel yang terselip diantara buku study dengan judul —Candala. Dari sinopsis yang dia baca di belakang bukunya, novel itu menceritakan bagaimana si tokoh tetap bertahan hidup meskipun sering di bully dan dikucilkan lingkungan.

Sambil bersender di rak, mayla mulai membuka lembar demi lembar novel itu. sekitar dua jam Mayla habiskan untuk membaca , dia pun memutuskan kembali ke kelas. mengingat sebentar lagi masuk jam kedua.

"may ko kamu ngga masuk tadi?" tanya Arin seraya merajut langkah kearahnya,

"kesiangan kemarin pulang malam, nanti jadi mau kerja kelompok?" tanya Mayla sedikit lesu.

"jadi May, di lobby aja kita, kasihan sama kamu" jawab Resha seraya mengambil duduk di samping Mayla.

"oh iya may, kamu belum cerita sama kita. kenapa kamu bisa kenal sama ka rega?" tanya Arin yang berdiri di sampingnya,

"ayo cerita! kamu belum cerita sama sekali tau kenapa kalian saling kenal" ujar resha penuh antusias.

"Dari mana ya aku mulainya" ujar Mayla, untuk beberapa alasan dia terdiam. mencoba memikirkan jawaban atau alibi yang tepat agar tidak ada lagi pertanyaan yang keluar dari kedua temannya itu,

"Aku dan Ka Rega berteman sejak kecil, kami sudah seperti adik ka—

Namun belum sempat mayla menyelesaikann perkataanya Raksa masuk bersama mahasiswa yang lain.

"tadi kemana?" tanya Raksa sambil menyimpan kresek putih disana. Mayla menoleh sebentar sebelum atensinya teralihkan pada kresek putih yang Raksa simpan didepanya.

"dimakan" ujar Raksa kemudian,

"ini buat ku? Tadi di perpus sa aku" ujar Mayla seraya berbalik, kearah Raksa yang duduk di belakangnya.

Raksa mendengung sebagai respon.

Tak begitu lama dosen pengisi mata kuliah pun masuk semua Mahasiswa disana mulai memperhatikan pemaparan si dosen.

...•••...

Malam menjadi sebagian aktivitas yang di gunakan untuk istirahat, ntah itu menonton atau sekedar berkumpul dengan keluarga, tapi mungkin ada sebagian orang yang masih bekerja malam hari seperti pegawai minimarket misalnya.

Mayla duduk sendirian di depan minimarket arah kosannya sambil memperhatikan semua orang yang berlalu lalang di depan mini market itu, setelah selesai kerja kelompok bersama teman-temannya Mayla memutuskan untuk mampir dulu ke minimarket bermaksud membeli kopi kalengan dengan sisa uangnya.

"cape" ujarnya. Pandangan perempuan itu tak sengaja jatuh pada dua orang yang nampaknya ayah dan anak yang akan memasuki minimarket, keduanya terlihat sangat bahagia.

Mayla terdiam sejenak memperhatikan, sebelum atensinya dia alihkan bersamaan dengan tanganya menarik segel kopi kalengan yang ada di mejanya.

Bekerja sambil kuliah jujur bukan pilihannya kalau Mayla boleh memilih dia lebih baik jadi anak rumahan dibanding anak kos. Iya, Mayla akui dia anak yang manja apalagi sebelum ayah dan ibunya memutuskan untuk bercerai. Kebersamaannya bersama ibu dan ayahnya semua tinggal ilusi optik semata yang dia ciptakan sendirian. Terlepas dari alesannya ngekos karena Rega rupanya faktor keduanya adalah keluarga.

Selama hidupnya sebut saja dia tidak pernah mendapatkan masalah, selain ban motor kempes, di keluarkan dari kelas, mendapatkan nilai jelek atau menangis karena diusili. Hingga tepat kelas dua SMA dimana Mayla untuk pertama kalinya pergi ke pangadilan, menghadiri perceraian kedua orang tuanya. Dalam sekejap semua kebahagiaannya berganti dengan tangis dan kehampaan. masalah mulai menyapa hidupnya, mimpi buruk datang setiap malamnya, ketakutan menjadi udara baginya. Begitulah Mayla kini.

"mau kemana takdir membawaku" gumamnya beranjak sambil menggenggam kopi kalengan yang baru saja dia buka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!