NovelToon NovelToon

Gejolak Cinta Tuan Erick

GCTE | Bab 01

"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"

Erick Davidson, pria berusia 29 tahun yang telah memiliki segalanya dalam hidup, kekayaan, wajah rupawan, kehormatan, dan nama besar, justru kini terlihat seperti tak punya harga diri setelah mengutarakan pernyataan nyeleneh pada gadis mungil di depan nya kini, Elena cempaka, personal assistan nya yang naif.

Gadis itu tercenung beberapa saat berusaha mencerna ucapan bos nya, Elena hanya seorang gadis biasa, ia yatim piatu sejak kecil. Tak ada yang spesial dari dirinya, Tidak mungkin kan bosnya itu tertarik padanya?

Tiga tahun menjadi sekretaris yang juga merangkap sebagai personal assistan tuan Erick Davidson, pemilik perusahaan real estate terbesar di negaranya, baru kali ini pria itu mengutarakan keinginan yang benar-benar tak bisa di prediksi oleh Elena, sebagai orang yang selalu mengerti kebutuhan tuannya, kali ini Elena di buat syok oleh permintaan aneh putra pertama Rey Davidson tersebut.

"Apa maksud bapak?" akhirnya hanya kata itu yang berhasil Elena utarakan setelah beberapa saat di landa hening, bahkan spaghetti bruscheta yang semula terlihat menggiurkan kini mendadak anyep dalam pandangan, tersaji mengenaskan di atas meja, sebab tak jadi di sentuh oleh pemiliknya.

"Saya kira cukup tak ada pengulangan dalam pertanyaan saya tadi, tiga tahun bekerja seharusnya kamu sudah mengerti apa yang saya katakan," kata Erick dengan tenangnya, laki- laki bermata hazel yang menawan itu mengambil cangkir coffe nya, menyeruput setengah pahitnya cairan espresso itu.

"Bapak baru saja merendahkan saya?" manik indah Elena mengerjap tak percaya, gadis 23 tahun itu menarik nafas paling dalam lalu menguraikan nya dengan kasar.

"Saya coba menerka, bapak terlalu memusingkan proyek kali ini, saya tahu proyek besar ini sangat penting untuk kemajuan perusahaan kita, tapi alangkah baiknya bapak untuk tetap tenang dan rileks." Elena mencoba tak menanggapi dengan serius ucapan atasan nya tersebut untuk menenangkan suasana, dia pikir jika bosnya yang selalu terlihat cool ini sedang mencoba untuk membuat humor yang terkesan garing.

"Saya sedang tidak bercanda, Elena cempaka!" penekanan kata Erick membuat orang-orang yang semula sibuk di cafe kini menoleh spontan ke arah mereka.

Elena tercengang, lalu buru-buru ia menguasai diri lantas membenarkan berkas-berkas yang berserakan di atas meja merapikannya lagi dalam map. "30 menit lagi meeting pak, sebaiknya kita segera kembali ke kantor."

Niat awal ingin merefreeskan otak dengan mengajak atasannya ikut serta sambil membicarakan pekerjaan seperti nya adalah keputusan yang paling salah yang pernah ia buat, seharusnya Elena tak lancang dengan memaksa Erick ikut bersamanya, sementara pria itu adalah seorang CEO yang memiliki jadwal sibuk.

Erick akhirnya hanya bisa membuang nafas kasar, dalam pikirannya ia salah dengan mengutarakan niatnya secara tiba-tiba tanpa adanya improvisasi, pasti Elena sangat terkejut saat ini hingga tak bisa mencerna situasi.

"Kita bicarakan ini lain kali." masih sempat-sempatnya Erick mengatakan itu setelah membuat gadis belia tersebut di landa kebingungan yang luar biasa akibat dirinya.

Ponsel yang berada di genggaman Elena bergetar, Erick menyadari itu menatap sang gadis dengan gurat tanya.

"Vicky, pacar saya menelpon," ujar Elena membuat raut wajah Erick berubah seketika. Meredup.

"Bapak bisa pergi dahulu, nanti saya menyusul dengan taksi," tukas Elena lalu. Keduanya nampak canggung. "Saya permisi ngangkat telepon dulu." lalu gadis itu memutar tubuh dan berjalan dengan cepat, meninggalkan Erick yang hanya bisa melihat punggungnya yang semakin lama semakin jauh.

Erick menghela nafas panjang lalu mulai merutuki diri nya sendiri. "Bodoh, seharusnya kau tidak mengatakan langsung pada intinya." monolog nya menyalahkan kecerobohan.

Duduk kembali ke tempat semula, Erick meraba saku jasnya mengambil sesuatu di sana, sebuah jepit rambut berwarna perak keemasan dengan corak bunga mawar di tengah nya.

"Lima tahun mencari keberadaanmu, tidak mungkin saya lepaskan begitu saja," ucapnya sambil memandang jepit rambut itu.

***

Di tempat lain, langkah Elena berhenti di sekitar pelataran tokoh, di bawah pohon yang rindang nya cukup melindungi nya dari sinar matahari, ia berusaha mengatur nafasnya yang mulai tidak normal.

"Apakah si tirani itu gila? apa katanya, mau membeli satu malam ku? apa dia menganggap ku adalah wanita rendahan?!" di hadapan pohon tua itu Erika mengungkapkan rasa kesalnya, mengoceh lalu menetralkan nafas kembali, dan mulai mengangkat telepon dari sang kekasih hati yang awalnya ia abaikan.

"Halo," suara lembut Elena menyapa.

"Halo sayang, kau di mana?"

Ah,suara yang Elena rindukan. Vicky memang selalu bisa untuk memenangkan nya.

"Aku masih di kantor, habis makan siang, ada apa?"

"Aku jemput ya, hari ini aku ingin jalan-jalan sama kamu," suara Vicky menyahut di sebrang sana.

"Bisa, tapi tidak sekarang, aku ada rapat penting yang harus di hadiri."

Lalu berderai lah suara tawa di sana, ringan dan renyah, yang berhasil membuat kekesalan Elena reda, setidaknya untuk beberapa saat.

"Tentu saja aku akan menjemputmu setelah semua pekerjaan mu selesai," kata Vicky, tanpa sadar Elenq tersenyum, sudah terbayang akan menghabiskan malam ini dengan romantis bersama pujaan hati setelah selama seminggu ini mereka tanpa sadar menciptakan jarak karena kesibukan masing-masing.

"Baiklah, aku akan menunggu mu," ucap Elena dengan riangnya, seperti oase di tengah gurun, kabar dari Vicky sukses membuatnya kembali ceria.

"Oke sip.Tapi sebelum itu bisakah kau transfer uang, tidak banyak lima juta saja, untuk menebus mobil ku yang sekarang ada di kantor polisi."

Penjelasan Vicky sukses membuat Elena terhenyak. "What? kenapa mobil mu ada di kantor polisi sayang? apa sesuatu telah terjadi?"

"It's okay babe, gak usah panik gitu." masih bisa- bisanya Vicky tertawa, sementara Elena jelas panik sebab mobil yang sekarang di pakai Vicky surat-surat nya atas namanya, dan ya tentu saja, bisa di bilang mobil itu adalah mobil nya juga, sebab Elenq memberikan nya untuk Vicky sebagai kado ulang tahun, permintaan laki-laki itu.

"Everything's gonna be okay, babe. Teman ku sudah membereskan nya, sekarang tinggal menebusnya saja sebab aku melakukan pelanggaran karena parkir sembarangan itu juga alasannya mobil ku di geret polisi, kamu bisa kan ngirim uang secepatnya ke rekening ku? kalau gak kita gak bisa jalan, haha."

Elena berdecak, masih sempat-sempatnya kekasihnya itu membuat lelucon di tengah kepanikannya.

"Baiklah, aku akan mengirimkan uangnya segera, semoga semuanya cepat selesai dan mobil mu bisa kembali." selama ini Elena selalu percaya pada Vicky, itu sebabnya ia tak pernah ragu dengan apapun yang di ucapkan Vicky.

"Baiklah, secepatnya ya. Aku mencintai mu, dah!"

Tut! sambungan di putuskan begitu saja, Elena merasa hampa, padahal ia ingin mendengar suara kekasihnya lebih lama lagi, tapi ia mengerti musibah tak terduga telah terjadi saat ini, dan yang bisa Elena lakukan adalah membantu dengan mengirimkan sejumlah uang yang di pinta Vicky.

"Semoga semuanya baik-baik saja." gumam Elena.

GCTE | Bab 02

"Baiklah rapat hari ini saya tutup, kita kembali besok." Suara bariton Erick memecah ruang redup itu, layar proyektor lalu di matikan dan semua anggota yang hadir saling berjabat tangan seusai rapat di hentikan.

Setelah semua karyawan nya keluar dari ruang meeting, Erick duduk di kursi putarnya, membuka kancing jas lalu meluruskan punggung barang sejenak, sebelum akhirnya di kejar waktu kembali untuk kesibukan yang lain.

Mata elangnya melirik gadis yang kini sedang membersihkan kertas- kertas di atas meja, tangannya yang lincah juga raut muka yang serius seketika menimbulkan senyum di wajah Erick, tipis itupun hanya sekilas karena keburu tertangkap basah oleh gadis di depannya ini.

"Apa jadwal saya berikutnya?" tanya Erick sambil berpura fokus ke pada laptopnya, berusaha untuk menyembunyikan gerak tubuh yang kentara salah tingkah.

"Kita ada pertemuan di resort merah putih dengan klien, pak narayaka, lalu rapat dengan dewan komesaris, kemudian menghadiri undangan perjamuan nyonya Grace di gedung melati." cepat Elena menuturkan, inilah yang Erick suka dari gadis itu selalu profesional dalam berkerja juga cekatan.

"Wait, berapa menit yang saya punya untuk istirahat?" tanya Erick kemudian, mengangkat wajahnya menatap gadis beriris coklat itu.

"Ada pak, sore nanti anda punya waktu kosong sebelum berangkat ke perjamuan nyonya Grace." terang Elena selanjutnya.

"Baiklah, saya ingin menggunakan waktu itu sekarang. untuk ... bicara dengan mu."

"Eh?" Elena membeliak.

"Duduk." Erick menarik satu kursi ke hadapan gadis itu, Elena ragu, dalam benaknya ada sesuatu yang tak beres kali ini.

"Tapi pak ... " Elena tidak bisa mengatakan iya untuk yang satu ini, ia kira pembicaraan terakhir dengan bos itu tadi siang merupakan angin lewat saja dan Erick hanya membual tentang pertanyaan konyol nya.

Menghela nafas gusar, Erick lantas menarik pinggang ramping Elena sehingga gadis mungil itu terduduk di kursi, lalu tanpa aba-aba Erick menarik lengan kursi agar gadis itu bisa mendekat ke arahnya, sontak tindakan Erick tersebut membuat membuat Elena terkesiap karena wajah mereka hampir bertubrukan.

"Kenapa kau susah sekali untuk di ajak bicara?" mata garang itu menyipit, ada aura mengintimidasi yang mendadak meluap membuat Elena sulit bernapas di buatnya, tiga tahun bekerja bersama, ia sudah bisa mengenal baik watak Erick Davidson, yang memang terkesan dingin dan cuek juga apatis dan selektif, namun terkadang bisa untuk di ajak bercanda jika memang waktunya untuk itu, namun ketika saatnya harus serius jangan pernah sekali-kali untuk membantah nya karena Elena tahu, kemarahan pria itu tersembunyi seperti singa tidur yang saat bangun tak akan ada yang bisa untuk menghentikan nya.

"Bisakah bapak menjauh? saya sesak." pinta Elena membuat Erick terdiam lalu dengan segera menarik diri, membuat gadis itu menghela nafas lega.

"Apa saya harus menggertak mu dulu untuk membuat mu bisa bicara?"kata Erick menyinggung, Elena menunduk.

"Saya serius kali ini, kita harus membicarakan obrolan yang tertunda." Erick lalu memutar kursinya menghadap kembali ke arah meja.

"Tapi sepertinya pembicaraan kita tak pernah ada pak."

"Ada!" Erick langsung menyentak. Mata mereka bertemu, ada rasa yang berusaha Erick utarakan namun ia tahan.

"Saya menginginkan seorang anak,dan hanya kamu yang bisa memberikannya, Elena cempaka."

Elena bergeming, tangannya mengepal ingin sekali memberikan tinju pada pria itu, namun ia segera sadar Erick adalah atasannya, oleh sebab itu ia memilih tetap tenang dan berusaha mendengarkan lebih lanjut.

"Ayah saya menginginkan seorang pewaris untuk perusahaan ini," kata Erick bertutur. Elena sedikit tahu silsilah keluarga Davidson, Erick adalah anak pertama dengan satu saudara perempuan itupun dari ibu yang berbeda karena tuan Rey Davidson, menikah kembali setelah kematian nyonya Catherine, ibu Erick karena pendarahan sebab melahirkannya.Simpelnya Erick memiliki seorang ibu tiri dengan satu adik perempuan yang keduanya kini tinggal di London, sementara pak Rey menetap di sini di mansion Erick untuk ikut andil mengurus perusahaan.

Elena menarik nafas dalam, tak habis fikir dengan semua ini. "Kenapa bapak tidak menikah saja?" itulah yang tercetus di pikirannya, benar laki-laki itu sudah matang untuk membangun rumah tangga, apa susahnya memilih wanita untuk menjadi pendampingnya? pun di luar sana banyak perempuan yang mengantri bahkan hanya sekedar menatap wajah tampan nya.

"Saya tidak percaya hubungan komitmen seperti pernikahan." tukas Erick, sontak jawabannya membuat Elena menoleh menatapnya. Lenggang sejenak, namun akhirnya Elena berdiri dari kursi.

"Tapi saya tidak bisa, maaf pak, bapak bisa mencari wanita lain atau saya bisa bantu carikan sebagai gantinya."

"Yang saya inginkan hanya kamu."

Perkataan Erick membuat langkah Elena terhenti untuk berbalik, lantas gadis itu menghadap kembali ke arah bos nya yang kini ikut berdiri hingga tubuh mereka bersejajar.

Gadis itu mendadak tertawa membuat kedua alis Erick menyatu. "Apa yang bapak lihat dari saya? saya berasal dari lingkup keluarga miskin, tidak ada privilage apapun yang menjamin, saya hanya wanita biasa saja yang ingin menjalani kehidupan dengan tenang. Tolong jangan libatkan saya dengan masalah pribadi seperti ini."

Lalu ia menundukkan wajah. "Maaf jika perkataan saya sedikit kasar, saya terbawa suasana."

"Tidak apa-apa." tangkas Erick. "Tapi pikirkan lagi penawaran saya."

"Saya memiliki kekasih pak, maaf."

Gadis itu benar-benar berbalik pergi. Lagi, Erick hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh, tanpa bisa untuk menahannya.

***

Matahari sudah mulai meninggi, seusai menghadiri perjamuan atas undangan nyonya Grace, direktur operasional di perusahaan milik suaminya yang juga menjalin kerjasama dengan Davidson the company, kedua yang paling berpengaruh setelah perusahaan Erick.

Mobil C-Class yang di kendarai sopir pribadi Erick berhenti di pinggir jalan saat tiba-tiba Elena meminta untuk berhenti.

"Kenapa?" tanya Erick.

"Saya ada urusan pribadi pak. Semua keperluan untuk besok sudah saya siapkan, ada note kecil yang sudah saya tempel tempat menyimpan map berkas, agar bapak tidak lupa."

"Obat juga stok vitamin bapak sudah saya serahkan ke bik Surti, jadi bapak tidak usah khawatir juga."

"Lalu kau mau kemana? biar saya antarkan sampai rumah."

Elena menipiskan bibir, gadis berwajah oval itu menggeleng. "Tidak perlu pak, Vicky pacar saya akan menjemput."

Mendengar lagi- lagi nama itu di sebut membuat Erick menggertakkan gigi, lantas sebelum akhirnya Elena membuka pintu mobil, tangan Erick menahannya.

"Ada apa,pak?" tanya Elena kemudian.

Senyap memggerayap beberapa saat, lalu Erick mulai mengutarakan hal yang ingin ia sampaikan kepada Elena sejak dulu.

"Jangan bersama Vicky, dia pria yang tidak baik."

Kontan perkataan itu menimbulkan sorot tersinggung di mata Elenq, gadis berdarah Pakistan itu menarik cekalan tangannya dari Erick.

"Saya rasa bapak perlu banyak istirahat untuk menjernihkan pikiran. Saya permisi!"

Elena lalu segera beranjak keluar dari dalam mobil, sadar akan sikapnya tadi, ia melayangkan senyuman dengan gurat menyesal.

"Sampai bertemu besok, pak." ia melambaikan tangan lalu berlalu dengan mendekap tas juga iPad mini di tangannya.

Erick menghela nafas kecewa.

"Bagaimana caranya mengatakan jika saya mencintai mu."

GCTE | Bab 03

"Aku sudah ada di coffe shop langganan kita. Aku menunggu mu di sini, cepatlah datang."

Elena mengirimkan pesan suara pada nomor Vicky, setelah berkali-kali ponsel pria itu tak kunjung bisa di hubungi.

Mengesah pelan, ia menyandarkan punggung di sandaran kursi, memejamkan mata barang sejenak untuk mengusir fikiran- fikiran negatif yang sejak tadi menggelayuti.

Gadis bersurai ikal mayang sepinggang yang berwarna senada dengan iris matanya itu melirik arjoli di tangan kirinya, entah untuk yang ke berapa kali, padahal ia juga sudah melihat angka jam di layar ponsel, namun Elena tetap memeriksa nya hanya untuk memastikan Vicky akan menjemputnya sesuai janji pria itu.

Namun sudah satu jam terlewati, dan pengunjung cafe yang semula berkerumun layaknya semut kini sudah pergi satu persatu, meninggalkan nya sendiri di meja paling tengah dengan segelas capuccino yang mulai dingin.

Elena tercenung, menatap ke bawah dengan perasaan hampa. Sudah dua tahun hubungan nya dengan pria yang mengaku sebagai pegawai sipil itu terjalin, namun ia sama sekali tak bisa mengenal Vicky dengan baik.

Pikiran gadis itu mulai menerawang jauh, mengingat kembali tentang perjalanan hidupnya selama ini.

Menjalani hidup sendiri tanpa tahu hangatnya kasih sayang orang tua, membuat Elena sering merasa kesepian.Walaupun ibu Ratna, pengurus panti tempatnya tinggal sangatlah baik kepada nya sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di panti asuhan milik wanita itu, ketika ia berumur sembilan tahun, kasih sayang bu Ratna sangatlah berlimpah ruah, namun tetap saja ia ingin merasakan kasih sayang sesungguhnya dari orang tua yang lengkap, yang sayangnya tak pernah ia dapatkan.

Elena terlahir dari keluarga sederhana, bisa di bilang kehidupan masa kecilnya cukup tragis. Ibunya meninggal saat melahirkan nya, ayahnya menyalahkan dirinya atas takdir kejam yang merenggut belahan jiwa pria itu. Pada akhirnya laki-laki yang seharusnya menjadi tulang punggungnya itu meninggalkan nya bersama nenek pihak dari ibunya yang sudah renta, pergi dengan wanita lain dan menghilang entah kemana.

Saat ia berumur sembilan tahun, Tuhan kembali mengujinya, neneknya meninggal dunia akibat serangan jantung mendadak, ketika hendak menemaninya untuk mengambil raport kelas.

Di saat itu kehidupan Elena benar-benar redup hanya di kelilingi mendung, yang entah sampai kapan berubah menjadi pelangi yang indah. Hidup sebatang kara bukanlah keinginan Elena kecil, karena kasihan akhirnya setelah rembukan kepala desa tempatnya tinggal dan juga para tetangga, Erika di titipkan ke panti asuhan, dengan bekal yang hasil penjualan rumah sederhana peninggalan milik sang nenek satu-satunya.

Elena mau tak mau mulai harus beradaptasi, lewat malaikat tanpa sayap yang berwujud manusia, memperkenalkan diri nya sebagai bunda Ratna, Elena di kenalkan kepada teman-teman nya di panti, anak-anak yang bernasib sama seperti dirinya.

Ia mulai menyukai lingkungan barunya meskipun separuh jiwa nya sudah mati semenjak ayahnya yang meninggalkan nya dan kematian neneknya.

Meskipun hidup serba kecukupan bahkan bisa di bilang sering kekurangan namun semangat Elena untuk menempuh pendidikan tinggi tak pernah surut, berkat kegigihannya selama ini ia berhasil menyelesaikan S1 nya lewat titipan Tuhan pada pak Edy, donatur panti asuhan yang memberikannya beasiswa penuh karena tekad dan prestasi nya dalam menimba ilmu.

Barulah empat tahun lalu, atas desakan bunda Ratna, Elena mencoba peruntungannya di ibu kota, bersama Dea, temannya sejak masa SMP, hingga sudah seperti ia anggap saudara, mereka berdua sama-sama menggapai mimpi di kawasan metropolitan yang penuh persaingan.

Kini setelah sama-sama berhasil mendapat pekerjaan yang bagus, Elena dan Dea tinggal di sebuah dorm yang lumayan besar, dan mereka berbagi kamar bersama. Asam garam kehidupan sudah Elena rasakan, dari yang mulai ia hanya seorang OG yang sering di remehkan hingga banting setir menjadi pegawai tokoh, Elena lalui itu semua, meskipun kadang dengan air mata yang selalu ia curahkan setiap malamnya.Hingga kini ia menjadi seorang sekretaris yang merangkap sebagai personal assistan seorang CEO besar dengan jalan mudah yang terkadang tak pernah ia duga, membuat hidupnya menjadi lebih baik sampai detik ini.

Pun selain untuk kebutuhan nya ia bisa tetap rutin mengirimkan uang untuk anak-anak di panti asuhan dan juga bunda Ratna, meskipun tak bisa untuk membayar jasa bunda Ratna selama ini karena telah membesarkan nya, ia harap bisa selalu memenuhi kebutuhan orang-orang di panti dan tak akan pernah kekurangan.

Elena terbangun dari lamunan ketika seseorang menepuk pundak nya dari belakang, ia yang sedang menumpuk dagu di tangan sedikit terperanjat karena hal itu, menengok ke samping mendapati waiters yang ia kenali saat memesan menu kini berdiri di hadapannya sambil tersenyum.

"Maaf ka,cafe kami sebentar lagi tutup." tutur wanita berapron hitam itu menginfokan.

"Apa kakak sedang menunggu seseorang?" timpalnya kemudian.

Elena terbelalak, di lihatnya jam sudah menunjukkan pukul hampir sepuluh malam, tersentak, ia seketika berdiri kaku.

"Kenapa kak?" tanya waiters muda itu yang terkejut karena sikapnya.

"Ah, tidak apa-apa." kilah Elena, ia sampai tak sadar sudah menunggu sampai selama itu, dalam hati ia ingin menangis karena Vicky yang mengingkari janjinya.

"Kalau begitu saya permisi dulu." Elena segera pamit undur diri membuat gurat tanda tanya besar di wajah pelayan cafe itu.

***

Malam semakin menggerus waktu, Elena melangkahkan kaki menelusuri jalan setapak beraspal yang sudah mulai sepi oleh lalu lalang orang- orang. Ia memeluk tasnya dengan hati yang teriris pedih, karena sampai saat ini nomor sang kekasih tak kunjung bisa di hubungi.

Kemana pria itu? apa dia melupakan janji yang sudah ia buat, hati Elena menangis pilu. Padahal ia sudah menyiapkan penampilan terbaiknya, menunggu dengan dada berdebar dan rasa bahagia yang membuncah berharap rindu selama seminggu tak bertemu ini segera terobati. Namun, bak hilang di telan bumi, keberadaan Vicky tak bisa ia deteksi, sudah semua nomor teman pria itu Elena hubungi, namun semua jawaban mereka sama,tak tahu menahu keberadaan Vicky di mana.

Terkadang ia merasa begitu bodoh, ia mencintai Vicky dengan segenap hati dan jiwanya namun pria itu semakin hari seperti semakin jauh dari nya, hanya awal-awal hubungan mereka saja pria itu bersikap manis bahkan terlampau manis, namun semakin kesini pria itu seperti menghilang dari jangkauannya.

Ia baru menyadari selama ini ia selalu bisa memberikan apapun untuk Vicky kecuali kehormatan nya sebagai seorang wanita, namun pria itu? tak pernah Elena lihat perjuangannya untuk hubungan mereka.

Gadis itu baru menyadari dua tahun jalinan cinta mereka selama ini, Vicky tak pernah sama sekali memberikan kontribusi atau keseriusan untuk ke jenjang yang lebih jauh. Yang hanya di inginkan pria itu adalah uangnya.

Bodoh, kemana saja ia selama ini hingga baru menyadari nya sekarang.

Elena menghentikan langkah termangu menatap jalan lalu mengingat kembali perkataan tuan Erick padanya.

"Jangan bersama Vicky, dia pria yang tidak baik."

Apakah kini ia mulai percaya dengan ucapan bos nya itu.

Bertepatan dengan dirinya yang masih menatap gamang aspal jalanan, sebuah mobil berhenti di sampingnya sambil menyalakan klakson yang mengagetkan nya membuat ia spontan menoleh untuk melihat.

Elena seketika membeku.Ia sangat tahu mobil siapa itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!