Host telah ditemukan]
[Koneksi dibangun]
[Memasang system]
[System terpasang]
[Menganalisa lingkungan sekitar]
[Lingkungan dirasa tidak cocok untuk perkembangan Host]
[Mencari lingkungan yang cocok untuk Host]
[Lingkungan yang cocok ditemukan]
[Mengirim host ke semesta lain]
[Pengiriman selesai]
.
.
.
.
Kring ... kring ...
"Ugh…!"
Seorang pemuda dengan rambut hitam pendek perlahan-lahan membuka matanya. Ia terganggu oleh suara dering dari alarm, padahal mimpi indahnya sedang pada puncak-puncaknya. Ia pun jadi tidak bisa menyaksikan mimpi itu lagi.
Pemuda itu cuma mampu membuka mata kanannya, sedangkan mata kirinya tertutupi oleh sebuah luka lebam yang ia terima kemarin dan masih terasa sakit hingga sekarang.
"Sialan ... bajin9an itu benar-benar sudah kelewatan kali ini..." ucap pemuda yang bernama Riyan itu, saat penglihatannya sudah jelas.
"Umm ... t-tujuh ... lima ... belas?" Riyan menatap sebuah kotak yang menampilkan angka digital berwarna merah dengan linglung, nyawanya belum terkumpul
"Apa?! Aku bisa terlambat ke kelas!"
Riyan sadar bahwa kehadirannya yang sempurna sedang dalam bahaya, ia melompat keluar dari tempat tidur dan bergegas memakai pakaiannya, seperti celana hitam dan kemeja putih. Ia keluar dari kamar dalam waktu kurang dari tiga menit, bahkan tidak repot-repot melakukan rutinitas pagi seperti sarapan. Ia memiliki semacam pendirian agar tidak pernah absen.
Lorong yang biasanya ramai kini benar-benar kosong saat Riyan melewatinya. Ia menyempatkan untuk merapikan penampilannya yang masih cukup berantakan.
Meski ia tak memerhatikan sekitar saat ia fokus untuk berangkat ke sekolah tepat waktu, ternyata ada orang-orang yang menatapnya dengan pandangan bingung. Ekspresi terkejut sekaligus takut juga jelas tergambar di wajah mereka.
"H-hei ... apakah aku salah lihat, atau apakah orang itu terlihat persis seperti Riyan?" Salah satu dari orang-orang itu meminta pendapat teman-temannya.
"Kau juga melihatnya dengan baik, 'kan? Jangan berhalusinasi!"
"Huh? Aku pikir dia telah mati tiga bulan yang lalu!"
"Ya, itu tak mungkin Riyan, pasti seseorang yang mirip sepertinya." Orang yang setuju cukup banyak, orang yang melihat Riyan sampai pada kesimpulan yang sama——bahwa ia bukan 'Riyan'.
Begitu Riyan sampai di gedung utama sekolahnya, ia langsung bergegas menuju tangga. Ia melirik ke arlojinya saat ia sampai di depan pintu kelas.
'Tiga menit ... aku masih belum terlambat!' Senyuman muncul di wajahnya saat ia menyadari bahwa tidak semua harapan telah hilang.
Namun, tepat saat ia sampai di pintu masuk, Riyan berhenti saat seseorang tiba-tiba meraih kerahnya dari belakang, hampir mencekiknya sampai kehabisan nafas.
Setelah batuk-batuk untuk beberapa saat, ia berbalik dengan marah dan berseru, "Apa-apaan itu? Apakah kau mencoba membunuhku?!"
"Hm?"
Riyan melihat wajah orang yang baru saja menarik kerahnya, ia mendadak menjadi tenang.
Orang yang berdiri tepat di belakangnya adalah wanita yang tinggi dan cantik dengan rambut hitam dan mata violet, serta tubuhnya yang langsing. Ia memakai jas perawat berwarna putih.
"Kak Kamila? Maaf, tapi aku akan terlambat untuk ujian hari ini. Jika kau memiliki sesuatu untuk diceritakan kepadaku, aku akan menemuimu di UKS setelah kelas ini selesai."
Riyan mengabaikan ketidakpercayaan di wajah Kamila dan segera berbalik. Namun, ia tidak bisa pergi kemana-mana, karena Kamila masih memegang bagian belakang kerah kemejanya.
"Mengapa kau melakukan ini kepadaku, kak Kamila? Apakah aku punya salah secara tak sadar padamu? Aku tak ingat melakukannya, tapi jika aku melakukannya, aku minta maaf! Aku bahkan akan membersihkan UKS selama seminggu! Tolong, biarkan aku pergi sekarang! Aku benar-benar tidak bisa terlambat untuk ujian ini!" Riyan memohon dengan suara yang terdengar putus asa.
Setelah beberapa saat diam, Kamila akhirnya berbicara dengan suara yang pelan, "Kamu ... apakah kamu benar-benar Riyan?"
"Tentu saja, aku Riyan! Siapa lagi kalau bukan aku? Ada Riyan lain? Aku tahu mataku sedikit bengkak sekarang, tapi aku bersumpah bahwa aku adalah Riyan!"
Riyan berpikir bahwa wajahnya yang bonyok sebab dipukuli begitu brutal membuat wajahnya menjadi tak dapat dikenali oleh orang lain.
Setelah beberapa saat yang membisu terhadap penjelasan Riyan, Kamila berbicara dengan suara yang suram, "Ikuti aku!"
Dan tanpa menunggu persetujuan dari pemilik tubuh, Kamila mulai menyeret Riyan.
"T-tunggu, kemana kau akan membawaku? Ini bukan jalan ke kelas! Bagaimana dengan ujiannya?!" Riyan terus mencoba untuk membebaskan diri dari Kamila, tapi cengkraman wanita itu sangat kuat.
"Tidak ada ujian hari ini," ucap Kamila dengan datar.
"Hah? Tak mungkin? Aku tidak akan pernah lupa dengan hal seperti itu, jangan katakan bahwa aku benar-benar tidur seharian kemarin dan melewatkan ujiannya?!"
Namun, Kamila tidak menanggapinya, dan ia terus menyeretnya sampai mereka sampai di UKS.
Setelah mengunci pintu UKS, Kamila berkata. "Tetap di sini!" Tanpa penjelasan lebih lanjut, ia mulai membuka pakaian Riyan.
"Kak Kamila?!" Riyan bingung dengan situasi yang aneh ini. Bagaimana tidak, ia akan ditelanjangi oleh seorang wanita ... terlebih berduaan di sebuah ruangan.
Setelah melepaskan seluruh pakaian Riyan, Kamila menghabiskan waktu selama beberapa menit berikutnya untuk menatap tubuh pemuda yang satu ruangan dengannya, cuma berdua. Ia menelisik tiap inci bagian tubuh bagian dengan seksama. Itu sangat canggung untuk Riyan, tapi ia percaya pada Kamila, jadi ia sabar menunggunya sampai selesai.
Riyan pun bingung untuk apa Kamila melihat tubuhnya. Pikiran pemuda itu lantas menjadi liar.
"Kamu memiliki struktur tubuh yang sama dengan Riyan, kamu terlihat seperti Riyan, dan kamu bahkan terdengar seperti Riyan ..." Kamila bergumam pada dirinya sendiri dengan ekspresi bingung. Ia berpegang dagu, berpikir.
"Karena aku Riyan!" ucap Riyan dengan bingung memiringkan kepalanya. Ia masih bersikeras melawan tuduhan tak masuk akal Kamila.
"Tidak, kamu bukan Riyan, kamu tak bisa menjadi dirinya," ucap Kamila menggelengkan kepalanya.
"Apa yang kak Kamila bicarakan? Aku tak mengerti!? Aku jelas-jelas Riyan. Kenapa kau menuduhku sebagai orang lain?"
"Kamu mungkin memiliki struktur tubuh yang sama dengan Riyan, tapi tubuhmu 'biasa'. Riyan yang aku tahu memiliki tubuh yang jauh lebih kuat. Kamu mungkin terlihat seperti dia, tapi kamu tak memberikan perasaan yang sama dengannya. Kamu mungkin terdengar seperti dia, tapi kamu tidak berbicara seperti dia sama sekali," ucap Kamila yang menatap lekat Riyan. Pemuda itu jadi sedikit gugup.
"Terakhir, tapi bukan yang terakhir ... Riyan sudah mati. Dia meninggal tiga bulan yang lalu."
Mata Riyan melebar karena terkejut setelah mendengar kalimat terakhir dari Kamila, tapi setelah beberapa saat, ia mulai tertawa sebab sangat lucu. Pastinya itu sangat lucu, 'kan? Entah Kamila yang salah makan pagi ini atau apa?
"Ah, aku mengerti, ini pasti akal-akalanmu untuk mengerjaiku, 'kan, kak Kamila? Aku tidak pernah mengira kau adalah tipe yang suka melawak. Yah, tapi cukup. Kau sudah membuatku sedikit panik."
Namun, wajah Kamila tetap serius. Ia mengabaikan senyuman garing Riyan.
Melihat ini, Riyan berhenti tertawa dan berkata, "Serius, kak Kamila, ada apa denganmu hari ini? Apakah kau sedang sakit?"
"Siapa kamu? Tidak, kamu itu apa? Kenapa kamu terlihat dan terdengar persis seperti Riyan?" Kamila menyipitkan matanya dan memancarkan aura yang sedikit menakutkan.
Riyan menelan ludah dengan gugup, tapi ia tak bisa memberikan respon, karena ia tidak tahu harus berkata apa.
"Ceritakan tentang dirimu!" ucap Kamila tiba-tiba.
"Huh?"
.
.
.
.
Note:
Novel ini pernah kupublis, tapi aku hapus saat masih chapter 20-an. Aku memutuskan untuk mempublikasikannya lagi, nggak banyak revisi. Aku cuma ganti nama karakter-karakternya. Dulu MC-nya bernama Ari, kini kurubah jadi Riyan.
Barang kali ada yang pernah baca.
Ok, terima kasih.
"Ceritakan padaku semua tentang dirimu, bicaralah seolah-olah ini adalah pertemuan pertama kita," ucap Kamila yang tidak membiarkan matanya berpaling dari sosok pemuda berambut hitam yang dikenalnya.
Riyan menghela napas. Ia tidak mengerti mengapa Kamila bertingkah seperti ini, tapi ia menganggukkan kepalanya tanpa peduli. Yah, turuti saja keinginannya.
"Namaku Riyan, saat ini aku berusia 18 tahun, nilaiku di atas rata-rata karena aku orang yang cerdas. Ulang tahunku adalah pada hari pertama di bulan pertama, yah 1 Januari. Hobiku membaca. Kebanyakan buku fiksi dan misteri.
Aku suka makanan manis dan pedas tapi tidak menyukai makanan asam atau asin. Aku diterima di SMA ini setelah meraih nilai sempurna pada ujian. Aku ... aku tak punya teman di sekolah bahkan setelah setahun di sini, dan aku sering di-bully karena hal itu dan karena aku berasal dari keluarga biasa. Berbeda dengan siswa-siswa lain."
"Apakah ada lagi hal lain yang kak Kamila ingin aku katakan?" ucap Riyan seperti menantang Kamila. Ia benar-benar percaya diri pada jawabannya.
"Apakah kamu ingat pertemuan pertama kita?" tanya Kamila menatap Riyan penuh selidik. Ia masih butuh informasi yang lebih spesifik.
"Tentu saja. Kita bertemu saat aku cedera yang disebabkan Ryu dan kelompoknya. Kak Kamila lah yang merawatku."
"..."
Kamila lantas diam-diam menatap Riyan dengan ekspresi tertegun di wajahnya. Ia jelas bingung. Namun, beberapa saat kemudian, Kamila berbicara,
"Pertama-tama, tempat ini bukan sebuah SMA seperti yang kamu katakan. Tempat ini disebut sebagai Akademi sihir. Kedua, kamu memiliki banyak teman, dan tidak ada yang berani mengganggumu."
"Uhh? Kenapa begitu?" Riyan memijit keningnya, ia mencoba memahami situasi.
"Ini menegaskan bahwa kamu bukan Riyan ... setidaknya bukan Riyan yang aku tahu. Namun, kamu masih Riyan ... mungkin. Hanya ada satu penjelasan yang masuk akal untuk fenomena ini ... kamu, Riyan dari dunia lain, entah bagaimana melintasi dunia ini——dunia di mana Riyan yang asli sudah tidak ada."
Rahang Riyan turun setelah mendengar penjelasan Kamila. Ia masih belum sepenuhnya mengerti dan percaya.
'Kak Kamila ... dia sudah gila!' Riyan menjerit di dalam hati.
"Aku tahu kamu berpikir bahwa aku gila, tapi biarkan aku untuk menunjukkan kebenaran, bukti ...." Kamila tiba-tiba mengangkat lengannya dan memposisikan telapak tangannya langsung tepat di depan wajah Riyan.
"Tangannya ... itu bercahaya?" gumam Riyan dengan cemas.
Saat berikutnya, Kamila bergumam dengan suara rendah, "Heal."
Riyan bisa segera merasakan sensasi hangat menyebar ke seluruh wajahnya, dan rasa sakit di mata kirinya mulai menghilang.
Beberapa saat kemudian, Kamila menurunkan tangannya dan berkata kepada Riyan, "Silahkan bercermin."
Riyan tak banyak bertanya dan langsung pergi ke depan cermin di westafel, dan kejutan paling besar ... mata kiri yang seharusnya bengkak, dengan sedikit keajaiban kini benar-benar telah sembuh.
Riyan meraba-raba wajahnya seakan tak percaya. Yah, sedikit luar nalar.
"A-apa yang baru saja terjadi? Bagaimana kau melakukannya, kak Kamila?" Ia beralih untuk melihat Kamila, meminta penjelasan lebih lanjut. Semua itu masih hal baru bagi Riyan.
Dengan suara yang tenang, Kamila menanggapi, "Dilihat dari responmu, aku dapat menganggap bahwa 'sihir' tidak ada di duniamu, yang membuat segalanya menjadi lebih mudah."
"Sihir?" ucap Riyan menatap Kamila seraya melebarkan matanya.
"Ya, sihir," tegas Kamila, dan ia menciptakan cahaya kecil yang melayang di atas telapak tangannya.
"B-bisa aku sentuh itu?" Riyan bertanya dengan gugup sekaligus antusias.
"Tentu."
Riyan mulai menyodok bola cahaya dengan telunjuk untuk awalan, maka kemudian ia mencoba meraihnya, tapi itu akan menembus tangannya seperti sebuah hologram. Namun, ia bisa merasakan sensasi hangat dari bola cahaya itu.
Setelah mengambil waktu panjang untuk menerima situasinya, Riyan akhirnya bertanya, "Bagaimana aku bisa berakhir di dunia ini? Dapatkah kau mengirimku ke dunia asalku?"
"Kamu cepat beradaptasi, itu bagus." Kamila mengangguk-angguk dengan puas.
"Lagian, aku tak tahu bagaimana kamu datang ke dunia ini, tapi karena duniamu tak memiliki sihir, aman untuk berasumsi bahwa seseorang di dunia ini telah memanggilmu ke sini untuk alasan tertentu. Sayangnya, aku tak tahu bagaimana mengirimmu kembali ke dunia asalmu."
"Lalu kau tahu siapa yang bisa mengirimku kembali?" ucap Riyan dengan wajah yang penasaran.
"Tidak. Meski ada orang yang mampu menggunakan sihir teleportasi, aku tidak tahu bahwa siapa pun cukup kuat untuk teleport antar dimensi."
Riyan mengusap matanya dengan frustasi, dan ia menghela napas, "Apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Kamu bisa tinggal di sini sampai kamu bisa pulang ke rumah, yang entah kapan itu," ucap Kamila dengan santai mengangkat bahunya.
"Tapi aku seharusnya mati di dunia ini, 'kan? Tidakkah itu menyebabkan semacam masalah tertentu? Aku tak tahu apa-apa tentang sihir, tapi aku telah melihat cukup banyak film untuk mengetahui apa saja yang mungkin terjadi."
Kamila berpikir sebentar sebelum lanjut berbicara, "Mayat Riyan asli tak pernah ditemukan, jadi kita bisa mengatakan bahwa kamu berhasil selamat. Dan ini bukan film. Serahkan semuanya padaku. Aku akan mengurusnya."
Tidak punya pilihan selain mengandalkannya, Riyan mengangguk, "terima kasih, kak Kamila."
Riyan mendadak terpikirkan sesuatu.
"Ngomong-ngomong, jika kau tidak keberatan, aku ingin bertanya, bagaimana hubunganmu dengan Riyan asli? Aku praktis berteman baik dengan kak Kamila dari duniaku——meskipun dia mungkin tak akan mengakuinya."
Kamila tidak langsung menanggapi, ia diam sebentar seolah-olah sedang memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan dari Riyan.
"Yang kuketahui tentang Riyan asli itu sedikit. Dia cuma datang jika mengalami luka, tapi karena dia selalu terluka. Aku pun selalu berurusan dengannya. Y-yah, kami menjadi cukup dekat, tapi kami bukan teman. Aku lebih tepat dipanggil mentor olehnya."
"Seorang mentor, ya? Kurasa kau sama seperti kak Kamila yang aku tahu, kalau begitu aku sangat senang jika tak banyak perbedaan," ucap Riyan menunjukkan senyumnya yang hangat.
Kamila melihat senyuman Riyan dengan ekspresi yang bingung.
Beberapa saat kemudian, Kamila berkata, "Lagian, jika kamu ingin bertahan di dunia ini, maka kamu harus belajar tentang sihir terlebih dulu."
Riyan mengangguk dengan ekspresi yang serius di wajahnya, sama sekali tidak menyadari dunia yang kejam baru ia singgahi.
"Berbaringlah." Kamila menunjuk salah satu tempat tidur di UKS.
Riyan secara tidak sadar memilih tempat tidur yang paling dekat dengan jendela. Kamila tersenyum dalam hati saat ia melihat bahwa Riyan akan memilih tempat tidur yang paling sering digunakan oleh Riyan asli.
"Pertama dan paling penting, mari kita bicara tentang sifat dunia ini. Seperti yang baru saja kamu saksikan, sihir eksis di sini. Ini karena keberadaan dari Mana. Untuk menggunakan sihir, kamu harus mengubah Mana yang ada di udara menjadi energimu sendiri."
"Apakah ini berarti aku juga bisa menggunakan sihir?!" Riyan lantas bertanya, suaranya terdengar penuh dengan kegembiraan dan rasa antuasias.
Kamila diam-diam menatapnya dengan ekspresi yang memikirkan sesuatu sebelum berbicara, "Mungkin tidak?!"
"Eh?! Kenapa tidak?!" Semangatnya seketika tenggelam saat ia mendengar bahwa dirinya mungkin tidak bisa menggunakan sihir, sesuatu yang ia bayangkan sejak masih kecil.
"Karena tak semua orang terlahir dengan kemampuan untuk menggunakan sihir. Bahkan di dunia ini yang sangat bergantung pada sihir, sekitar 60% populasi dunia tidak dapat menggunakan sihir. Seperti dirimu, yang lahir di dunia tanpa sihir, sangat tidak mungkin kamu akan bisa menggunakan sihir," terang Kamila. Semangat Riyan berangsur-angsur turun.
Dan ia melanjutkan, "Riyan asli sebelumnya juga tak dapat menggunakan sihir."
"Ah, ini menyebalkan ..." Riyan membaringkan diri di tempat tidur dengan ekspresi kesal yang tertahankan di wajahnya.
"Aku benar-benar menantikan untuk menggunakan sihir, tapi jika begini ... aku ingin pulang sekarang."
Melihat energi hambatan di dalam tubuh Riyan, Kamila berkata, "Bahkan jika kamu tak dapat menggunakan sihir, kamu masih bisa menggunakan artefak sihir yang diinfusikan dengan Mana, dan mereka bahkan memiliki mantra sihir yang tersimpan di dalamnya. Inilah yang dilakukan Riyan asli sebelumnya. Namun, artefak sihir sangat mahal, dan benda itu memiliki ketahanan yang terbatas."
Kamila melanjutkan, "Kita bisa membicarakan sihir nanti saja. Ada satu hal yang sangat penting selain sihir yang ada di dunia ini, yang harus kamu sadari, yaitu Vampire."
Mata Riyan melebar dengan syok. "A-apakah kau baru saja mengatakan Vampire? Makhluk yang menyedot darah?" Riyan bertanya dengan suara gemetar.
"Jadi, apakah Vampire ada di duniamu juga? Vampire di dunia ini mengisap Mana bukan darah," ucap Kamila.
Riyan menggelengkan kepalanya. "Ya dan tidak. Vampire ada, tapi hanya di film dan cerita fiksi."
"Apakah begitu? Lagian, Vampire di sini terlihat persis seperti manusia, tapi mereka memiliki penampilan yang sangat berbeda. Rambut putih serta mata merah. Jika kamu melihat satu, kamu harus lari, atau kamu akan mati.
Mereka seperti binatang, tapi dengan kecerdasan manusia, dan naluri mereka menyuruh mereka untuk berburu manusia dan menyerap Mana kita."
"Apa yang terjadi jika mereka mengisap Mana manusia sampai habis? Apakah itu juga berarti manusia tanpa Mana akan aman dari mereka?" tanya Riyan yang penuh keingintahuan.
"Semua manusia memiliki Mana di tubuh mereka, termasuk yang tidak bisa menggunakan sihir. Jika seseorang kehabisan Mana, mereka akan mengalami cara kematian yang sangat lambat dan menyakitkan. Namun, jarang terjadi kecuali jika dilakukan oleh Vampire."
Riyan sontak menelan ludahnya dengan ngeri, dan ia mengangkat tangannya, "Pertanyaan lain. Di mana Vampire biasanya berkeliaran? Apakah di kota ini banyak sekali vampire?"
"Tidak. Sebagian kota besar di dunia ini dilindungi oleh penghalang yang mencegah semua Vampire masuk. Namun, penghalang itu tak sempurna, jadi Vampire terkadang menyelinap ke kota. Sekali lagi, ini jarang terjadi. Selama kamu tinggal di dalam kota, kamu akan aman."
"Ada pertanyaan?" tanya Kamila.
"Banyak ..." Riyan menghela nafas.
"Kamu bisa menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu untuk lain waktu. Kita sekarang akan membicarakan keberadaanmu di dunia ini."
"Seperti yang telah aku sebutkan belum lama ini, kamu sudah meninggal di dunia ini. Tapi karena mereka tidak pernah menemukan tubuhmu, kita bisa mengatakan bahwa kamu berhasil selamat. Untuk keselamatanmu sendiri, jangan beritahu siapa pun bahwa kamu sebenarnya dari dunia lain, apakah kamu mengerti?"
"Bisakah aku bertanya kenapa?" tanya Riyan mengangkat tangannya.
"Apakah kamu ingin dimasukkan ke dalam sel penjara dan menjadi seekor tikus lab?" Kamila menyipitkan matanya kepada Riyan, "itu sangat buruk, lho?"
"Tentu saja tidak mau! Amit-amit."
"Kalau begitu, kamu harus tetap bersikap seperti biasa, seperti Riyan asli. Sampai kamu cukup kuat, jangan ceritakan yang sebenarnya kepada siapapun——bahkan tidak ada yang bisa kamu percayai dengan hidupmu sendiri. Sedangkan untuk cerita karangannya, kita akan mengatakan bahwa kamu menderita amnesia, Itulah kenapa kamu tak ingat apapun yang dilakukan oleh Riyan asli. Apakah kamu mengerti?"
"Sangat mengerti." Riyan mengangguk.
"Baiklah, sekarang aku punya pertanyaan untukmu. Apakah kamu memiliki pengalaman bertarung?"
"Uhh ... aku sudah pernah melawan beberapa kelompok pem-bully dalam hidupku, tapi selain itu ..." Ia menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu kamu harus belajar bagaimana caranya menggunakan senjata. Jika kamu ingin tetap menjadi siswa di akademi ini atau bertahan di dunia ini, kamu harus belajar bagaimana caranya bertarung. Riyan asli menggunakan pedang, jadi kamu juga akan belajar untuk menggunakannya."
"Bagaimana dengan sihir? Aku tahu ada kemungkinan bahwa aku tak bisa menggunakan sihir, tapi aku masih ingin mencobanya."
Kamila menghela napas dan berkata, "Baiklah, kita bisa mencoba nanti. Namun, bahkan jika kamu bisa, dengan beberapa keajaiban, kamu masih belum bisa menggunakan sihir secara bebas."
"Apa maksudmu?" Riyan memiringkan kepalanya.
"Apakah kamu sudah lupa bahwa Riyan asli tak bisa menggunakan sihir. Jika tiba-tiba kamu mulai menggunakan sihir, orang akan mulai mempertanyakannya, akan menyebabkan banyak masalah. Meskipun kita bisa menggunakan artefak sihir untuk menyamarkan sihirmu, kita bisa membicarakannya nanti——jika kamu bahkan bisa menggunakan sihir. "
"Aku mengerti." Riyan mengangguk.
"Satu hal lagi. Riyan asli dikenal karena berkepala dingin dan selalu tenang, dan berdasarkan percakapan kita sejauh ini, kamu justru sebaliknya."
Riyan mengangkat bahunya, "Sebenarnya, aku biasanya diam dan menyendiri. Namun, aku baru saja ditransfer ke dunia lain di mana sihir dan Vampire ada. Aku tak bisa tidak bersemangat, kau tahu?
Selanjutnya, kau spesial untukku, kak Kamila. Aku hanya berperilaku begini setiap kali aku bersamamu. Meskipun kau mungkin bukan kak Kamila yang sama dari duniaku, kau terlihat persis, suara, dan bahkan bertindak seperti kak Kamila yang aku tahu." Riyan tersenyum polos.
"..."
Kamila menatap dalam diam senyuman di wajah Riyan, pikirannya jadi tak karuan
Setelah saling berbicara untuk beberapa waktu lagi, Kamila berkata kepada Riyan, "Apakah kamu siap untuk 'kembali dari kematian'?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!