"Siapa sih kamu. Jangan tarik aku seperti sapi..!!!!!" Gadis itu mengibaskan tangan Letnan Ricky dengan kasar.
"Heeii anak luwak..!! Kalau kamu tidak onar, saya tidak akan menyekap kamu di ruangan ini..!!!!" Bentak Bang Ricky dengan kasar.
"Aku mau lapor Ayah kalau kamu mau buat tindakan asusila di ruangan ini..!!!"
"Eehh kamu jangan semakin buat masalah ya, bocah bau kencur..!!!"
Gadis itu semakin membuat ulah, ia membuka cardigan dan memainkan kakinya membuat Letnan Ricky panas dingin. Letnan Ricky pun mendekati gadis itu dan melebarkan paha gadis itu dengan sekali sepak.
"Kamu nantang saya????"
"Aku nggak nantang Om, tapi kalau om merasa tertantang ya bukan salah akuu" jawab gadis itu dengan genit nya.
Letnan Ricky tersenyum menyeringai. "Lap dulu ingusmu sebelum menggoda om-om. Jangan sampai kamu pingsan kalau om-om ini sudah khilaf..!!" Ucap letnan Ricky tak kalah mengerikan.
Cckkllkk..
"Kenapa kalian berdua ini disini??????" Tegur Panglima. Komandan bintang empat itu memasang wajah gahar membuat gadis itu menunduk.
"Siap salah Panglima..!!"
"Ada apa kalian berdua disini??" Tegur keras Panglima.
"Ijin Panglima.. saya mendapati 'anak luwak' ini merusuh di acara pelantikan panglima" jawab jujur Letnan Ricky.
"Benar itu Nindyy??????" Panglima menanyai gadis itu.
"Iya Yah"
Seketika mata Letnan Ricky melotot mendengar sapaan 'Yah' untuk Panglima.
"Kamu masih mau berdiri di antara kedua paha putri saya Letnan Rakyan" tegur keras Panglima saat Letnan Ricky berdiri di antara kedua paha mulus putrinya dengan posisi membelakangi putri panglima tersebut.
"Astagfirullah hal adzim" Letnan Rakyan beristighfar lirih sembari mengusap wajahnya dengan gusar. "Siap salah Panglima..!!" Ucapnya sembari menormalkan tekanan darah yang naik turun tak karuan.
"Om Rakyan ini mau buat tindakan asusila sama adek Yah..!!" Kata gadis tersebut membuat posisi Letnan Ricky semakin sulit.
"Kamu ikut saya Ric..!!" Perintah Panglima.
Gadis itu tersenyum nakal dan usil.
"Termasuk kamu Nindy..!!!!!!!" Imbuh Panglima.
....
Sampai beberapa saat Panglima masih terus memperhatikan sikap Letnan Ricky yang berdiri gagah tanpa rasa takut.
"Yaah.. Nindy keluar ya..!! Mau p***s" alasan Nindy.
"Diam disitu kamu Nindy..!!!!!" Bentak Ayah Gesang Wira.
Nindy lumayan terkejut mendengar bentakan Ayahnya.
Hati Ayah Wira pun ikut sakit di buatnya sebab Nindy adalah buah hati ke empat dan menjadi gadis kesayangan satu-satunya milik Ayah Wira. "Ayah mengirim kamu sekolah di Korea dengan banyak harapan. Bukan jadi seperti ini..!!!!"
"Om Ricky yang salah" kata Nindy terbata.
"Letnan Ricky ini ajudan pribadi Ayah, sedikit banyak sudah tentu ayah paham kepribadian nya." kata Ayah Wira.
Nindy meremas roknya dengan kesal. Matanya melirik tajam ke arah Letnan Ricky.
"Jangan lirik sana sini..!! Lihat ayah..!!!" Bentak ayah Wira. "Jika kamu melakukan hal yang tidak pantas di luar sana, atau bertingkah centil seperti tadi.. Ayah tidak aka segan menghajarmu meskipun kamu anak perempuan..!!" Ancam Papa Wira.
"Mohon ijin menyela.. Panglima. Ijin.. saya yang salah. Saya yang lebih dulu menggoda Mbak Nindy karena.. tidak tau beliau putri Panglima." Alasan Bang Ricky namun terdengar tegas.
Panglima terdiam sejenak, ia sudah tau putrinya yang salah namun tak tau apa sebabnya Letnan Ricky menutupi ulah putri bungsu nya.
Menyadari dirinya seorang panglima.. mau tidak mau dirinya harus memberikan ketegasan di manapun berada. "Push up kamu Letnan.. kemudian sikap tobat di lapangan..!!"
"Siap laksanakan..!!"
...
Panas terik menyengat. Lettu Ricky masih menjalankan sikap tobat di lapangan. Peluh mengucur membasahi keringat.
Tak lama Letda Ganesha datang. "Bang.. kenapa jungkir balik di sini, Abang buat masalah apa??"
"Nggak ada masalah apa-apa" jawab Bang Ricky.
"Nggak mungkin.. Panglima sensitif sekali dengan masalah tertentu." Kata Bang Ganesh mencemaskan seniornya.
"Abaaang..!!!" Terlihat dari kejauhan seorang gadis berusia tujuh belas tahun langsung memeluk Bang Ganesh.
"Nindy kangen Abang." Kata Nindy dengan manjanya.
"Maaf Abang nggak bisa jemput kamu di bandara. Abang sibuk sekali dengan kegiatan" jawab Bang Genesh kemudian mencium kening adik perempuan satu-satunya itu.
"Bang Brigas sama Bang Setha ada dimana Bang?" Tanya Nindy.
"Membahas Rancangan kerja bersama Panglima" jawab Bang Ganesh.
"Nindy mau ke ruangan Ayah..!!"
"Jangaaaan..!!!!!!" Suara Bang Ricky dan Bang Ganesh meledak bersamaan.
Nindy cukup tersentak kaget. Ia melihat Bang Ricky masih dengan posisi yang menyakitkan
"Bang.. nggak ada orang. Berdiri saja..!!" Bang Ganesh meminta Bang Ricky untuk berdiri.
"Sudahlah, tinggal tiga menit lagi. Nggak masalah" Tolak Bang Ricky.
Disana Nindy hanya terdiam sembari melihat Bang Ricky yang mulai gemetar dengan posisinya.
:
"Bantu Abangmu..!!" Perintah Bang Revan meminta Bang Brigas dan Bang Setha untuk membantu Bang Ricky.
...
Di ruang kesehatan. Bang Ganesh, Bang Revan, Bang Setha dan Bang Brigas sedang membahas tentang kerusuhan yang terjadi belakangan ini. Salah paham beberapa kelompok se***atis sudah menimbulkan perpecahan. Sesekali Bang Ricky menimpali dengan kepalanya yang pening setengah mati.
"Makanya jadi laki-laki nggak usah bertingkah. Nindy sudah tau bagaimana sifat Papa. Kenapa Om sok jadi pahlawan" gerutu Nindy di tengah 'perdebatan' para perwira.
"Huusshh.. diam kamu..!!! Jangan ikut campur..!!!" Bang Brigas menegur adik kecilnya.
Bang Ricky menyentuh tangan junior nya. "Sudah Long.. jangan berdebat sama perempuan"
"Memangnya kenapa kalau Nindy perempuan?? Om nggak berani??" Cerocos Nindy.
"Nindy.. kami sedang rapat." Tegur lembut Bang Revan.
"Iya Bang, maaf" Nindy pun terdiam mendengar suara Bang Revan.
"Eeehh.. sama Revan kamu bisa bilang Abang, lalu kenapa kamu panggil saya Om????" Protes Bang Ricky.
"Karena Bang Revan ganteng" jawab Nindy tanpa rasa bersalah.
.
.
.
.
Panglima meminjam ruang Danyon dan memanggil Bang Ricky untuk masuk ke ruangan.
"Kamu tau putri saya salah dan bertindak tidak pantas, kenapa kamu lindungi??" Tegur Panglima.
"Siap.. sebab di ruangan itu hanya ada saya dan putri Panglima. Kesalahan bertindak.. adalah kesalahan laki-laki. Maka saya bertanggung jawab akan hal itu"
Panglima menyimpan senyum dalam hati. "Kamu ini.. salah ya salah. Tidak ada toleransi" jawab Panglima.
"Siap.. tidak apa-apa komandan. Kami sudah biasa mendapat tekanan batin, fisik dan mental tapi belum tentu putri Komandan sanggup jika terdengar berita simpang siur di luar sana"
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas perlindungan mu untuk putri saya. Tapii.. bukan berarti karena saya panglima, kamu tidak membela dirimu?"
"Tidak panglima. Semua murni karena kesadaran saya"
...
"Nindy suka Bang Revan." Ucapnya saat berada di cafe tak jauh dari lokasi markas.
"Nggak usah cari masalah. Bang Revan mau menikah" kata Bang Brigas.
"Mau menikah Bang, bukannya sudah menikah" Nindy seakan tak peduli dengan perkataan Abangnya sendiri.
"Nggak baik merebut barang milik wanita lain. Apa kamu mau pacarmu di rebut orang?" Bang Setha ikut memberi pengertian.
Disana Bang Ricky hanya duduk diam sembari menghisap rokok favoritnya.
"Sepertinya di dunia ini hanya ada satu pria yang sifat baiknya seperti Bang Revan" jawab Nindy.
"Ini Bang Ricky juga baik kok dek."
"Idiiiihh.. siapa juga yang mau sama om-om. Nindy yang kece badai begini nggak mungkin naksir sama om-om" sergah Nindy.
"Saya sama si Revan masih seumuran. Malah tua Revan. Saya ini juga masih waras, nggak akan naksir sama bola bekel, ingusan, dandanan bocil begini kok mau di taksir om-om." Cerocos Bang Ricky pun tak kalah menohok. "Kece itu nggak mungkin ya, tapi kalau kamu pembawa badai.. itu sudah jelas"
Bang Brigas dan Bang Setha hanya bisa menyimpan senyum mendengar jawaban seniornya karena om kembar ini sudah hafal karakter seniornya di luar kepala.
"Apaaa?? begini ini juga Nindy pemenang juara satu gadis sampul" jawab Nindy tak terima.
"Iya sampul.. sampul hanyut"
Tak hentinya kedua pasang makhluk beda jenis ini terus berdebat.
Dalam hati kedua Abang Nindy juga menyimpan berbagai pertanyaan, tak biasanya Lettu Ricky mau menanggapi hal semacam ini apalagi dari seorang wanita dan parahnya.. Nindy adalah gadis yang usianya terpaut sembilan tahun di bawah Bang Ricky.
"Sudah, jangan ribut lagi..!!" Bang Setha memutus keributan antara Bang Ricky dan Nindy.
Saat itu Bang Brigas seketika berdiri setelah melihat info di ponselnya. Ia memegangi dadanya. Wajahnya nampak pias.
"Long.. kamu kenapa??"
"Miranda.. Mirandaaaa...!!!!!" Bang Brigas terlihat panik kemudian berlari menuju mobilnya.
"Heehh Kalong.. ada apa???" Tegur Bang Ricky.
"Tunanganku kecelakaan Bang." Kata Bang Brigas.
"Ya Allah, ya sudah ayo Abang antar. Kamu jangan bawa mobil. Pikiranmu nggak stabil..!!" Bang Ricky menyambar kunci mobil Bang Brigas.
"Nindy mau ikut Bang..!!" Nindy menyela ketiga pria di hadapannya.
"Kamu jangan ikut. Ini bukan karnaval" tolak Bang Setha.
"Nindy ikuut.." pinta Nindy mengekor di belakang punggung Bang Ricky.
"Sudah biar saja. Nanti Nindy sama Abang" kata Bang Ricky mengisyaratkan bahwa dirinya akan bertanggung jawab atas diri adik om kembar.
"Nindy nggak mau"
"Ikut saya atau kamu saya tinggal disini..!!" Ancam Bang Ricky sembari melepas jaketnya. "Pakai jaket saya..!!"
Mau tidak mau mereka semua berangkat dalam satu mobil milik Bang Brigas menuju ke rumah Miranda. Tunangan Bang Brigas.
:
Bang Brigas membuka pintu mobil dan secepatnya berlari ke dalam rumah Miranda diikuti Bang Setha di belakangnya.
Nindy pun membuka pintu mobil dan berniat menyusul kedua Abangnya tapi Bang Ricky mencekal tangan Nindy yang duduk di bangku depan bersamanya "Jangan kesana..!!"
"Nindy mau lihat tunangan Bang Brigas untuk terakhir kalinya" kata Nindy.
"Pakaianmu tidak sopan untuk melayat jenazah." Tegur Bang Ricky.
Nindy menunduk melihat rok mininya yang terlihat semakin mini. "Kenapa Om nggak bilang kalau seperti ini tidak pantas..!!" Protes Nindy.
"Eehh.. otak ayam.. anak luwak..!! Hal seperti ini butuh kesadaran diri, tidak perlu di ingatkan untuk bersikap apalagi soal sopan santun dan tata krama. Lalu menurutmu.. untuk apa saya beri jaket itu ke kamu??"
"Biar Om nggak tergoda tubuh indahku" jawab Nindy
"Eeeehh dengar baik-baik ya, mau kamu pakai baju jaring laba-laba sekalipun, naluri pria saya tidak akan tergoda. Apa yang bisa di banggakan dari kamu" ucap Bang Ricky berkoar sesumbar.
"Kalau nggak nafsu ya sudah, Om pikir Nindy suka sama laki-laki yang punya kumis tipis seperti parut kelapa??? Marah aja kerjanya." Nindy membuang jaket yang sejak tadi menutup tubuhnya ke arah Bang Ricky. "Nih jaketnya.. itu jaket apa ponco, besar banget..!!"
Bang Ricky memalingkan wajahnya kemudian melempar kembali jaketnya. "Pakai.. apa kau kira pahamu itu mulus." Nada suara Bang Ricky semakin meninggi. Tiba-tiba jantungnya berdebar dan berdesir kencang. Tangannya mencari bungkus rokoknya yang tiba-tiba raib entah kemana.
"Kemana sih aahh" gerutunya menutup rasa gelisahnya.
"Cari apa??"
"Rokok" jawab Bang Ricky singkat.
Tanpa di duga, Nindy menunduk. Refleks Bang Ricky mengangkat kedua tangannya menghindari Nindy yang menuju ke arahnya. "Mau apa kamu"
"Ambil rokok" kemudian Nindy meletakan bungkus rokok di paha Bang Ricky yang sempat terjatuh di bagian kopling.
Nindy mengangkat tubuhnya sembari menyibak rambut. Wanginya sungguh terasa menyentuh ujung kalbu membuat tubuh Bang Ricky menegang kaku.
"Oom.. om kenapa?"
.
.
.
Bang Brigas menangis meraung melihat jenasah Miranda. Ia meremas kain bercorak parang bubrah yang menutup jenasah Miranda. Tiga tahun menjalin kasih namun harus terpisahkan oleh maut dari Sang pemberi hidup. Hatinya begitu sakit. Ingin rasanya memeluk dan mencium Miranda untuk terakhir kalinya namun ia masih mengingat, posisinya bukanlah suami Miranda, dirinya tidak suci untuk wanita sebaik Miranda.
"Kenapa kamu tinggalkan Abang secepat ini?? Kita mau menikah dek?" Tangis Bang Brigas terdengar begitu pilu.
"Dia sedang hamil anakmu Gana" kata Papa Miranda membawa murka di hadapan Bang Brigas.
"Astagfirullah hal adzim.. benarkah itu Pak??" Sungguh kaget hati Bang Brigas hingga tangisnya terhenti. Banyak orang yang mendengar ucapan Papa Miranda. Peltu Bahri.
"Kamu pikir saya bohong??? Jangan mentang-mentang kamu seorang perwira lantas kamu bisa berbuat seenaknya terhadap almarhumah putri saya..!!" Bentak Peltu Bahri.
"Jangan katakan hal buruk di depan jenazah Pak..!!" Pinta Bang Brigas pada keluarga.
"Saya menuntut tanggung jawab..!!!!!!!"
"Papaaa.. sudah pa, jangan bicara lagi. Anak kita bukan hamil sama Lettu Brigas." Mama Miranda menangis semakin histeris. "Miranda hamil dengan pria lain"
"Apa maksudmu Maaa????"
~
Langkah Bang Brigas gontai menuju mobilnya.
"Sudah selesai? Maaf Abang nggak ikut kesana. Pakaian Nindy terlalu minim, dan lagi saya nggak mungkin meninggalkan Nindy sendiri......"
"Miranda hamil Bang" kata Bang Brigas memutus ucapan Bang Ricky.
"Serius???? Ceroboh sekali kamu Long..!!"
"Bukan sama Bang Kalong Bang, tapi sama pejantan lain" sambar Bang Setha.
"Jangan mengungkit masa lalu jenazah..!!" Pinta Bang Brigas kemudian segera masuk ke dalam mobil dan di susul Bang Setha. Bang Ricky akhirnya mengikuti dan mereka segera kembali pulang.
***
Nindy terbangun dan melihat dirinya masih berselimut jaket Bang Ricky. Udara terlalu dingin, ia pun kembali mengenakan jaket Bang Ricky. Nindy bangkit dan melihat Bang Setha tidur beralaskan karpet di lantai kamar mess.
"Bang Setha.. Nindy lapar" Nindy mencoba menggoyang lengan Bang Setha karena lapar tapi Abangnya itu terlalu pulas untuk tidur. Nindy pun keluar dari kamar. Mess bujangan perwira terasa sepi saat tengah malam.
Perlahan Nindy berjalan di lorong dan di sudut lorong, Nindy melihat ada sesosok pria sedang duduk merokok sendirian. Agaknya ia mengenali siapa pria tersebut.
"Ada apa keluar kamar di tengah malam? Ini sarang para pria tangguh" tegur Bang Ricky.
"Darimana om tau ada Nindy disini??" Tanya Nindy.
"Suara langkah kakimu seperti tikus sedang cari makan" jawab Bang Ricky.
"Nindy lapar. Dapurnya dimana?"
"Logistik di dapur sedang kosong. Ini tanggal tua. Besok baru isi. Kamu ikut saya..!!" Ajak Bang Ricky.
"Nggak aahh.. mau apa tengah malam ikut om-om???" Tolak Nindy.
"Saya ini om-om berkelas. Nggak selera main mata sama bocah yang nggak ada indahnya sama sekali. Tinggi sejengkal, dekil, dada rata, model sogokan WC siapa yang mau suka" ucap Bang Ricky tak main-main.
Nindy tak bisa terima begitu saja mendengar ucap Bang Ricky. Ia memegang kedua pundak Bang Ricky lalu melompat menghantam kening Lettu senior ketiga Abangnya.
duuuughhhh..
"Aduuuuhh.." pekik Bang Ricky mengusap kepalanya. "Awas kau ya, kalau nggak ingat kamu ini anak panglima, sudah ku pithes hidungmu yang pesek itu"
Nindy kembali memegang kedua bahu Bang Ricky, tapi kini Bang Ricky tak lagi kecolongan. Ia berbalik menyergap Nindy dan mendekapnya dari belakang. "Sebaiknya kamu lihat siapa lawanmu." Bang Ricky menyentil kening Nindy dengan jarinya.
"Awwwhh..!!!!!"
"Berani sekali kamu melawan om-om. Kalau om yang satu ini sudah bertindak, mabuk bener kamu ya..!!!!!" Ancam Bang Ricky dan hanya mendapat kedipan mata dari wajah polos gadis belasan tahun milik panglima. "Jadi nggak nih laparnya???"
Nindy tak menjawab saking syok nya tapi perut ramping Nindy sudah menjawab segalanya.
Bang Ricky segera melepas dekapannya. "Ayo ikut saya..!!"
:
"Selamat malam Dan..!!"
"Ijin Let..!!"
Sapa beberapa remaja yang masih belum tidur dan berada di sekitar warung tenda dadakan milik pakde penjual nasi goreng.
"Malam.. kalau sudah kenyang segera kembali ke barak..!! Kegiatan kalian sangat padat. Jaga kondisi..!!" Pesan Bang Ricky sembari menarik kursi untuk Nindy lalu mengarahkan Nindy memasukan kakinya agar paha gadis itu tidak terlihat. Syukurlah jaket Bang Ricky yang besar mampu sedikit menutup paha Nindy.
"Siaap..!!"
"Nasi gorengnya pedas nggak?" Tanya Bang Ricky menawari Nindy.
"Pedas om. Pedas sekali"
"Dua ya pakde. Satu pedas sedang, satu lagi nggak pedas" kata Bang Ricky.
"Iya Pak Ricky, ini siapa pak.. tumben bawa perempuan. Kandidat ya" tanya Pakde yang biasa akrab dengan para bujangan pun mulai kepo.
"Alhamdulillah pakde. Kandidat musuh" jawab Bang Ricky tenang.
Nindy melirik Bang Ricky dengan ekor matanya.
"Awas itu mata jadi juling" kata Bang Ricky.
Bibir Nindy mengikuti gaya bicara Bang Ricky seakan mengejek tanpa suara.
~
Tak lama nasi goreng mereka jadi. Pakde meletakan nasi goreng pedas di hadapan Bang Ricky dan nasi goreng tidak pedas di hadapan Nindy.
"Kok punya Nindy nggak pedas????" Protes Nindy.
Bang Ricky menyambar mangkok cabe rawit di tengah meja. "Jangan terlalu banyak makan pedas. Mulutmu itu sudah seperti cabai."
"Terus kenapa harus menawari Nindy segala???" Sekali lagi Nindy hanya bisa bersungut kesal. Tak lama tangannya meraba saku bajunya. Agaknya ia baru mengingat sama sekali tidak membawa uang.
"Basa basi lah, supaya terlihat pantas dan formalitas"
"Dasar om-om stress"
Bang Ricky tak peduli dengan ucapan Nindy dan tetap melanjutkan acara makannya seolah tak ada yang terjadi.
.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!