Sudah hampir seminggu Kakek Darmo sakit. Ia telah di rawat di rumah sakit di kota A. Tetapi Kek Darmo tidak menunjukan tanda-tanda akan sembuh, bahkan penyakitnya kelihatan tambah parah.
Tim medis memvonisnya dengan penyakit paru-paru. Hal itu di karenakan Kakek Darmo adalah perokok berat. Paru-parunya terlihat menghitam nampak pada gambar saat di USG.
Kondisi Kakek Darmo sangat menghawatirkan. Di tambah dengan kebiasaannya saat magrib melotot dan mengigau. Ia seakan lagi bertarung melawan seseorang.
Lima hari sudah dirawat di rumah sakit ini, belum ada perubahan. Anak cucu Kakek Darmo membawa pulang ke rumah dulu.
Besok pagi rencananya mereka akan membawa Kek Darmo ke rumah sakit yang lebih bagus, baik dari perawatannya maupun dokter yang menangani.
Sore hari keluarga Kakek Darmo sudah berkumpul di rumah. Kakek Darmo di bawah pulang terlebih dahulu.
Nenek Usni dan kelima anaknya serta anak menantu dan cucu-cucunya, berkumpul di rumah itu. Mereka bergantian menjaga Kakek Darmo dan sebagian istirahat untuk sekedar tidur sebentar.
Belacia adalah cucu tertua dalam keluarga. Ia adalah anak pertama dari putri kedua Kek Darmo dan Nenek Usni.
Belacia seorang gadis yang baru berusia sekitar enam belas tahun pada bulan depan. Memiliki rambut bergelombang dengan kulit kuning langsat serta dengan bola mata berwarna brown.
Sore itu Bela duduk di kursi dekat jendela rumah kakek. Ia bersama keluarga besar dan tetangga yang menjenguk Kek Darmo.
Entah kekuatan apa pada saat itu. Kakek Darmo yang sudah lama terbaring lemas. Ia mengatakan ingin buang air besar di sungai berair deras di belakang rumah sekitar seratus meter dari dapur.
Padahal menurut keterangan Nenek Usni. Jangan kan untuk berjalan sejauh itu. Untuk berdiri pun Kakek Darmo sangat susah. Ia juga sudah buang air menggunakan pampers. Dan dari beberapa hari yang lalu Kakek Darmo bicaranya sudah tidak jelas.
Tapi hari ini, tepatnya sore ini Kek Darmo dengan jelas ingin buang air ke sungai besar di belakang rumah. Ia juga tidak mau di temani Iman anak ketiganya.
Kek Darmo berdiri dan berjalan sendiri. Ia lalu mendekati Bela dan mencium jidat Bela.
"Sudah gadis cucu Kakek." Kata Kakek Darmo.
"Iya Kek, Kakek cepat sembuh." Jawab Bela.
Kemudian Kek Darmo berlalu ke belakang rumah. Ke arah sungai besar, tetapi sesuai perintah beliau, tidak ada seorang pun anak atau cucunya berani menemani atau sekedar mengikuti Kakek Darmo.
Tidak berapa lama kemudian Kek Darmo kembali ke rumah. Ia kembali ke kasur tempat Ia berbaring di ruang tamu.
Kakek Darmo sengaja tidur diruang tamu, mengingat hanya ruang tamu yang bisa menampung seluruh anak cucunya. Jadi kalau malam hari mereka tidur bersama-sama di sana.
Belum sampai sejam Kek Darmo berbaring. Kondisinya mulai memburuk lagi. Ia Bahkan sama sekali tidak bisa menggerakkan anggota tubuhnya. Hanya bola matanya yang masih bisa melirik .
Keesokan harinya anak cucu Kek Darmo dan Nenek Usni, mereka sepakat membawa Kek Darmo ke rumah sakit yang lebih besar. Mereka berangkat pagi hari sekitar jam 9.00WIB.
Mereka sampai di rumah sakit sekitar pukul 14.15WIB. Kurang lebih lima jam perjalanan. Setelah di tangani di ruang IGD, Kakek Darmo di bawa keruang perawatan.
Menjelang magrib kondisi Kakek Darmo sangat menghawatirkan. Matanya terbuka lebar tanpa pergerakan dan seluruh tubuhnya kaku. Oleh tim medis Kek Darmo di pindahkan keruangan ICU.
Semua anak dan beberapa cucu serta ada juga keluarga besar menjenguk di rumah sakit. Tepat pukul 24.00WIB Kakek Darmo menghembuskan napas terakhirnya.
*********
Belacia adalah keturunan kedua Kakek Darmo. Ia adalah putri pertama dari Iren dan Kusman. Iren adalah anak kedua dari Kakek Darmo dan Nenek Usni.
Bela adalah gadis periang dan anak pintar di sekolahnya. Ia mendapat julukan 'Sang Juara' di sekolahnya.
Dalam keluarganya, Bela juga di ajarkan agar hanya percaya kepada Tuhan yang menciptakan semesta alam. Kasman sangat menyadari bahwa dalam keluarga istrinya masih kental dengan ilmu mistis.
Kasman tidak mau dan tidak sudi anak cucunya kelak terikat belenggu Iblis. Apalagi Ayah mertuanya sangat terkenal sebagai dukun sakti di kampung mereka, bahkan nama dan kehebatannya santer terdengar sampai ke kota-kota.
Karena sering tidak mengindahkan perintah Ayah mertua. Kasman sering mendapat sindiran-sindiran dari keluarga besar. Mereka mengatakan bahwa Kasman tidak menghormati orang tua istrinya itu.
Bela sudah berumur enam belas tahun. Ia juga nampak tidak berbangga kepada Sang Kakek walaupun banyak orang memujanya.
Bagi Bela, apa yang di lakukan Kakeknya adalah sebuah pelanggaran kepada Sang Empunya Alam Semesta. Ia juga sama seperti Ayahnya sering mendapat sindiran tajam dari keluarga besar.
Kakek Darmo jarang sekali ngobrol dengan Bela. Ia hanya berbicara seperlunya saja.
Sudah menjadi rahasia umum di kampungnya. Bahwa Kakeknya Bela seorang dukun sakti mandraguna. Kek Darmo bisa bersembunyi di balik benda kecil seperti sebilah pisau. Ia juga bisa menyebrangi sungai yang sedang banjir sekalipun tanpa bantuan alat transportasi.
Kakek Darmo biasa juga mengumpulkan benda benda-benda aneh. Dari kesaktiannya rumah Kek Darmo tidak pernah sepi. Selalu ada saja orang yang minta tolong kepadanya.
Orang yang datang dengan berbagai kepentingan. Berbagai masalah itu mulai dari pengobatan, keinginan mendapat jodoh dalam waktu dekat, pelet, guna-guna, sakit hati, dendam, ingin kebal sampai keinginan naik jabatan pun ada yang datang.
Sekarang Kakek Darmo sudah tiada. Siang nanti akan di makamkan. Semua keluarga besar dan jiran tetangga sudah berdatangan melayat.
Dari tadi malam sejak mendapat telepon dari paman Veri. Bela merasakan keanehan ia merasa ada yang mengikutinya. Padahal ia sendiri berada di rumah Kakek bersama sepupu dan keluarga besar yang lain.
Bela merasakan ada angin panas berhembus kearah dirinya tadi malam. Ia susah untuk terlelap tidur.
Bela berdoa dengan sungguh-sungguh seperti yang diajarkan oleh Ayahnya. Berulang ia mencoba untuk fokus berdoa, tetapi pikirannya seakan ada yang mengganggu. Biarlah hatiku yang menghadap kepada Tuhan ucap Bela sambil menangis.
Bela sangat merasa aneh. Tetapi mau cerita sama siapa, Ayahnya pun masih di rumah sakit. Rasanya tidak mungkin untuk sekarang bercerita. Ia tidak tidur sampai pagi datang.
Bela berpikir dan merasa tidak wajar jika Kakek menciumnya seorang. Padahal di dekatnya banyak cucu-cucunya yang lain. Bela merasakan ada hal yang aneh dari perlakuan Sang Kakek.
Mungkin karena Bela terlahir pada malam hari yaitu tepat pukul 24.00WIB sehingga itu artinya milik mereka. Juga karena cucu Kakek Darmo yang tertua sehingga Iblis itu menginginkan Bela.
Bela memang cucu sulung, yang terlahir di pada pergantian malam. Apapun alasannya dan kalaupun terjadi Bela bukan keturunan Iblis, Bela bukan pengabdi setan seperti Kakek. Cukup hanya Kakek, itulah yang Bela tekadkan sambil mengepalkan tangan.
Tiga malam sudah Kakek Darmo di makamkan. Hari ini sanak keluarga pulang ke rumah masing-masing setelah acara tiga harian tadi malam.
Hanya Om Veri yang masih lajang tinggal di rumah bersama Nenek Usni. Bela dan orang tuanya pulang ke rumah mereka siang hari.
Bela pulang berboncengan dengan Ayahnya. Di tengah perjalanan tiba-tiba ada suara seperti pesawat mau mendarat diatasnya.
"Yah, dengar enggak ada suara kayak gasingan, seperti pesawat mau mendarat yah?" Tanya Bela.
"Ayah nggak dengar Bel, mungkin karena kamu nggak tidur tadi malam jadi kepalamu pusing." Kata Pak Kusman menenangkan anaknya.
Tiba-tiba dari arah samping kiri Bela. Segerombolan hewan aneh datang menghampirinya dari atas.
"Mulai sekarang kami ikut dengan mu Bela whahahaha." Kata seorang nenek tua sambil tertawa menggelegar.
Bela sangat ketakutan, tetapi sebisa mungkin ia mempertahankan keseimbangannya. Ia harus sadar bahwa tidak ada yang bisa membantunya saat ini.
Bela ingin menceritakan kepada Ayahnya apa yang ia lihat. Tapi niatnya Bela urungkan karena sang Ayah lagi mengendarai motor.
Bela melihat dalam rombongan itu, seekor kura-kura raksasa, seekor cacing raksasa yang menggeliat-geliat besarnya sekitar sebesar pohon kelapa, seekor harimau besar, seekor burung elang, seekor kera besar, dan seorang Nenek tua berpakaian serba hitam yang mengerikan.
Selebihnya Bela tidak memperhatikan. Bela tetap pada pendiriannya bahwa semesta, termasuk dirinya adalah milik Tuhan Sang Pencipta.
"Pergilah saya tidak ingin kalian ikuti." Gumam Bela.
"Tidak bisa Bela, Kakek mu sudah mengikat perjanjian dengan kami. Sekarang kami lapar." Kata nenek tua dengan mata yang menyala-nyala.
Nenek itu mengibarkan tongkat yang menyala kepada Bela. Ia memejamkan mata pasrah sambil memegang erat jaket yang dipakai Ayahnya.
"Pergilah, jangan ganggu Bela." Kata Bela berteriak.
"Ada apa Bela?" Tanya Ayah Kusman.
"Nggak Yah. Memangnya Ayah tidak melihat tadi?" Tanya Bela kembali.
"Lihat apa Bel? Ayah tidak lihat siapa-siapa." Kata Ayah Kusman.
"Oh, tidak apa-apa Yah. Mungkin Bela salah lihat." Jawab Bela menenangkan diri.
Akhirnya mereka tiba di rumah. Mama Iren dengan motor yang berbeda pun beriringan sampai dengan motor yang di kendarai Ayah Kusman.
Mereka duduk di ruang tamu. Melepas lelah setelah mengurus Kakek Darmo yang sakit sampai dengan pemakamannya.
Bela duduk memegang ponselnya. Ia mencoba menerka maksud dari makhluk yang mendatanginya tadi.
"Ma." Kata Bela melirik Mama Iren.
"Kenapa Bel?" Tanya Mama Iren.
"Ma, apa Mama pernah lihat nenek tua pakai baju hitam temannya Kakek Darmo?" Tanya Bela penasaran.
"Teman Kakek yang mana Bel?" Tanya Mama Iren.
"Yang mengikuti Kakek waktu ke sungai itu Ma? Habis Kakek cium kening Bela." Jelas Bela.
Mama Iren emosi karena Bela bicara yang tidak-tidak, di tambah badan dan pikiran Mama Iren masih lemah setelah kematian Kakek Darmo.
Ayah Kusman melihat emosi istrinya yang tidak stabil. Dan juga anak perempuannya sangat penasaran tentang mertua yang sudah meninggal. Ayah Kusman mengajak istrinya kebelakang meninggalkan anak mereka.
"Ma, yuk." Kata Ayah Kusman.
"Iya Yah." Jawab Mama Iren.
Setelah sampai di pekarangan belakang. Ayah Kusman mempersilahkan istrinya duduk di bangku kayu yang ada di pekarangan.
"Ma, Saya tau Mama sedang bersedih hati dengan meninggalnya Ayah." Kata Pak Kusman.
"Iya, Yah... Mama maaf." Jawab Mama Iren menghela napasnya.
"Percaya atau tidak, Ayah merasa memang ada sesuatu yang menggangu Bela setelah kematian Ayah Darmo." Jelas Pak Kusman.
"Maksud Ayah?" Selidik Mama Iren.
"Mama, ingat kan malam waktu Ayah Darmo belum dimakamkan. Bela terus saja kepanasan, yang Mama kipas-kipas itu." Jelas Pak Kusman.
"Memang ada apa yah?" Tanya Mama Iren sungguh-sungguh.
"Ayah hanya pastikan, itu tidak wajar. Masa semua orang memakai jaket tebal karena kedinginan. Diluar juga hujan lebat dari sore hari." Kata Ayah Kusman.
"Iya juga Yah." Kata Mama Iren mengangguk.
"Dan tadi waktu dijalan, Bela mengusir seseorang. Ayah merasa Bela ketakutan, Ia memegang erat jaket Ayah. Setelah agak tenang ia memeluk Ayah. Tetapi Ayah benar-benar tidak melihat siapa pun sedang berpapasan dengan kami." Jelas Ayah Kusman.
"Terus bagaimana Yah dengan putri kita?" Tanya Mama Iren.
"Mama yang sabar saja, kalau anak kita bertanya boleh Mama jawab setau Mama. Serta beri kekuatan kepada dia." Kata Ayah Kusman.
Suami istri itu kembali menemui anak mereka yang memainkan ponsel di depan tv. Bela sengaja tidak menghiraukan sekelilingnya yang terasa semakin aneh.
"Bela, mau makan nak?" Tanya Mama Iren kepada anaknya.
"Ma boleh Bela mengatakan sesuatu?" Tanya Bela menunduk.
"Ada apa sayang?" Tanya Mama Iren balik.
"Iya, ceritakan lah sayang." Kata Pak Kusman menimpali.
"Ayah, Mama. Mengapa semua makhluk itu mengikuti Bela? Dan Nenek tua itu berkata bahwa Bela adalah milik mereka." Kata Bela menangis.
"Nggak sayang, Bela adalah anak Ayah sama Mama." Kata Pak Kusman.
"Tapi mereka maksa untuk ikut dengan Bela Yah, Kakek Darmo mengikat perjanjian dengan mereka." Kata Bela menunduk.
"Bagaimana ini Yah? Mengapa bisa anak kita?" Kata Mama Iren merasa bersalah.
"Karena Bela adalah anakmu dan keturunan Ayah Darmo. Bagaimana bisa ia tega melakukan perjanjian dengan iblis." Ayah Kusman lemas.
"Maafin Mama Nak." Kata Mama Iren.
"Iya Ma, Bela tidak apa-apa." Kata Bela.
"Bel, mulai sekarang kamu tidur ditemani sama Mama. Dan ingat bahwa kita ini adalah manusia ciptaan Tuhan, Iblis tidak berhak atas kita. Ingat juga Tuhan tidak pernah menyakiti ciptaannya. Kamu harus kuat Nak." Kata Ayah Kusman.
"Iya Yah, Bela akan ingat pesan Ayah." Jawab Bela.
Tidak lama kemudian terdengar suara elang dari arah belakang. Mama Iren memeriksa ke halaman belakang.
Ia melihat Elang hitam sedang memakan sisa nasi di dekat sumur. Memang di atas sumur tidak di kasih atap.
Mama Iren melihat tidak ada luka di badan elang. Dan di kakinya terdapat gelang seperti emas berkilauan.
Bela dan Pak Kusman menyusul kebelakang. Kemudian Elang itu ingin hinggap di bahu Bela. Segera Pak Kusman mengusirnya. Kemudian Elang itu terbang ke tower yang ada di belakang rumah.
"Yah, Elang siapa itu? Jarang ada Elang jinak seperti itu?" Kata Mama Iren.
"Terluka juga enggak, biasanya juga Elang di dalam hutan." Mama Iren merasa sedikit aneh.
"Entahlah Ma, Ayah juga tidak tau." Jawab Pak Kusman.
"Yah, itu Elang yang tadi Bela lihat di jalan bersama nenek tua." Bisik Bela kepada Ayahnya.
Setelah berbisik kepada Ayahnya, Bela berlalu masuk ke dalam kamar. Ia ingin menenangkan pikirannya sejenak.
Seminggu kemudian, sehabis makan malam Bela membaringkan tubuhnya di ranjang kamar. Ia lelah seharian berada di sekolah.
Belum sempat Ia memejamkan matanya. Dari jendela terlihat seperti sosok laki-laki. Bela kemudian mendekati jendela, tetapi sosok itu sudah berlari kearah sungai belakang rumah.
Bela berjalan dengan waspada, tanpa penerangan apapun di bawa nya. Sekitar pukul 8.00WIB, Bella menyebrangi sungai.
"Perasaan sudah malam, tapi kok arah sungai ini masih terang benderang?" Gumam Bela.
Bela sedang menyebrangi sungai di depannya nampak mulut gua. Ia tak sengaja melihat keatas mulut gua tersebut.
Seketika Bela menutup mulutnya. Di atas gua nampak istana dan orang sedang berpesta.
Ketika Bela sampai di mulut gua, Tiba-tiba seorang laki-laki tampan menyapa. Bersamaan dengan itu tangga yang sepertinya terbuat dari nilon emas di turunkan ke arah mereka.
"Selamat siang Putri Arabella, selamat datang di Kerajaan abadi permaisuriku." Kata laki-laki itu.
"Maaf, nama saya Belacia. Kamu siapa kok bisa ada disini?" Tanya Bela.
"Menurut ketentuan, saya akan menikahi mu dan akan memerintah kerajaan bersama Ratu Arabella." Kata laki-laki itu.
Sebenarnya Bela sadar bahwa tidak ada istana di atas gua pada siang hari. Bela juga sadar bahwa tadi Ia sedang tiduran di kamar.
Semakin aneh, Ia merasa tidak mungkin dirinya bisa menyebrangi sungai besar dan deras itu.
Tetapi semua logika itu Ia tolak. Rasa ingin taunya melebihi rasa takutnya saat ini. Bela hanya memastikan apa benar ada istana di atas gua ini.
"Silahkan naik duluan Tuan Putri." Kata laki-laki itu.
Bela mencoba menyusuri tangga yang di turunkan dari atas tadi. Ia merasa ada yang aneh dengan laki-laki ini.
"Maaf nama kamu siapa?" Tanya Bela menyusuri anak tangga di ikuti laki-laki tersebut.
"Gedion." Jawab laki-laki itu.
Tapi di telinganya, Bela mendengar kata "Legion", yang di ucapkan oleh banyak orang sambil tertawa. "Ngeri sekali tempat ini." Kata Bela dalam hati.
Bela dan laki-laki itu sudah sampai di halaman istana. Semua orang yang ada di situ membungkuk kepada Bela.
"Silahkan duduk Tuan Putri." Kata Gedion yang sudah duduk di singgasananya.
Singgasana yang lain masih kosong. Singgasana itu di balut dengan emas murni.
Hanya tempat duduknya saja terlihat seperti benda empuk berwarna ungu. Lengkap dengan tiga orang dayang di sisi kiri dan kanannya.
"Ayo, silahkan duduk. Jangan takut." Kata laki-laki bernama Gedion itu.
Dua orang pelayan mendekati Bela. Mereka mempersilahkan Bela untuk duduk di singgasana. "Apa salahnya saya coba." Bela meyakinkan niatnya setelah Ia berdoa sejenak.
Bela dengan hati-hati dan tetap waspada berjalan mendekati singgasana tersebut. Ia pelan-pelan duduk, diiringi tepuk tangan yang gemuruh dan tawa yang mengerikan. "Penyambutan apakah seperti ini?" Tanya Bela dalam hati.
"Sekarang waktunya penobatan bagi Putri." Kata seorang dari mereka.
Seorang wanita membawakan barang seperti mangkok hitam. Lebih tepatnya seperti batok kelapa. Ia membawa benda itu dan menyerahkannya kepada Bela.
"Sekarang minumlah anggur keabadian itu, Permaisuriku." Kata Gedion dengan senyum diiringi tawa menggelegar.
Bela memperhatikan isi dari benda tersebut. Sebisa mungkin Ia menyadarkan dirinya. Ia tidak ingin terpengaruh dengan apa yang Ia lihat sekilas ini.
Dengan kesadaran penuh, Bela melihat darah segar di dalam mangkok tersebut. Berisikan hati dan jantung, di dalam mangkok juga ada seperti jani manusia. Bela tidak bisa memastikan apa benar itu janin, atau hanya mirip.
"Maaf, Bela tidak biasa memakan ini." Kata Bela.
Suasana menjadi riuh, mereka menampakan wajah yang marah. Seketika itu juga Bela melihat dalam tubuh semua orang yang ada di situ adalah serpihan tulang yang rapuh.
Bela melirik sejenak kepada Gedion di singgasananya. Tetapi Bela tidak melihat perubahan dari tubuh Gedion.
"Semua diam, tetap tenang." Kata Gedion memerintah.
Suasana menjadi seperti semula. Mereka sepertinya takut dan tunduk kepada Gedion.
"Kamu mau ganti makanan sayang?" Tanya Gedion dengan wajah yang di buat selembut-lembutnya.
"Maaf sepertinya saya mau pulang." Kata Bela tegas.
"Tapi Putri inilah rumah kamu. Istana kita." Kata Gedion menahan amarah.
"Saya rindu sama Bapak dan Ibu." Dalih Bela.
Dalam sekejap datang kedua orang tuanya Bela dari depan istana. Tapi Bela tidak ingin percaya, karena Ia tau ini adalah perangkap baginya.
"Maaf, ini bukan orang tua saya. Kalian bukanlah manusia." Kata Bela.
Bela tidak tau harus berjalan ke arah mana. Tidak mungkin juga Ia melewati jurang dan sungai tadi. Hal itu mustahil baginya tanpa kekuatan gaib.
Bela meninggalkan tempat itu tanpa arah. Ia tidak menoleh kebelakang, tetapi mata batinnya melihat bahwa di belakangnya hanya lah hutan yang gelap.
Sedikit Bela merasa takut, tapi Ia tetap ingin memastikan apa benar yang di lihat indra keenamnya itu. Bela memutar badan, "Astaga, ternyata benar tempat ini hanyalah hutan gelap." Gumam Bela.
Bela terus berjalan terseok-seok, tanpa penerangan tanpa tau arah utara atau selatan yang harus di tempuh.
Sesuatu melayang di depannya dalam gelap. Hanya sinar bulan yang nampak setengah lingkaran menjadi penerang. Bela mengira itu adalah elang atau burung besar yang lewat.
"Hahahahaha... Keturunan Darmo, kamu tidak bisa lepas dari kutukan ini." Suara yang di kenal Bela.
Suara itu adalah suara nenek tua yang menampakan diri tempo hari. Bela tidak menghiraukan suara itu. Ia tetap berjalan menyusuri hutan.
"Raja penguasa sudah baik kepadamu, keturunan Darmo, dengan mengangkat dirimu sebagai Ratu kerajaan." Suara nenek tua menggelegar di kelamnya malam.
"Bela bukan keturunan setan, ingat itu baik-baik. Pergilah atau kita harus bertarung?" Ancam Bela sudah tidak merasa takut.
Entah takut atau tidak mau bertarung dengan Bela. Suara dan bayangan hitam itu menghilang. Tidak berapa lama sekitar sepuluh menit, Bela mendengar suara motor dari kejauhan.
Ia mendekati suara motor tersebut. Benar saja Bela mendapati jalan menuju daerah persawahan. Ia sudah hapal dengan jalan tersebut.
Bela mengikuti jalan ke arah rumahnya. Suara motor tersebut mendekat ke arah Bela.
Tittt Titttt
Suara klakson motor tepat dibelakang Bela berdiri. Ia menoleh ke belakang dan melihat saudara sepupu Ayahnya.
"Uwak Gerson?" Kata Bela kaget.
"Bela? Kenapa kamu malam-malam berjalan sendirian di sini?" Tanya Uwak Gerson lebih kaget.
"Iya Uwak, Bela tidurnya ngigau." Kata Bela menutupi.
"Ayok, naik Uwak antar pulang." Kata Uwak Gerson.
Bela berboncengan dengan Uwak Gerson tanpa bicara. Bela merasakan bajunya kotor dan basah.
"Bela apa yang terjadi nak?" Tanya Uwak Gerson.
Bela bingung mau dijawab apa pertanyaan dari Uwak Gerson. Lama Bela berpikir, akhirnya mereka sampai di depan rumah Bela. "Selamat, syukur-syukur." Kata Bela dalam hati.
Setelah berpamitan dan mengucapkan terimakasih, Bela masuk kedalam. Sedangkan Uwak Gerson mampir dan ngobrol dengan Pak Kusman, Ayah Bela.
*Uwak (Kakak/Kakak sepupu laki-laki dari orang tua kita)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!