NovelToon NovelToon

Semestaku Semestamu

Nayla : Aku Uda Lupa Rasanya Pulang Tenggo

"MAU SAMPAI KAPAN SIH KITA KAYAK GINI, NAY???" Regina mengeluh sambil meletakkan kepalanya di atas meja.

Dia membuatku berpaling sejenak dari laptop.

"Ingat, Sis, kita bukan bagian dari Keluarga Cendana. Kalau mau kaya, kita harus kerja keras bagai kuda!" Aku mengingatkannya.

"HALAH! Kayak lembur-lembur gini bisa bikin gue kaya aja! Yang ada cowok gue kabur karena gak pernah gue service lagi!"

"Ya elah, selesai lembur ini kan lo bisa lanjut shift lembur kedua. Na-enaaa sama cowok lo."

"Boro-boro! Gue sempat cuci muka aja udah syukur!"

Aku tertawa, “Udah ah. Biar cepat pulang hari ini.”

Lalu, kami kembali bekerja dengan laptop kami masing-masing.

Baiklah, saatnya aku memperkenalkan diri. Namaku Nayla. Aku bekerja sebagai seorang senior auditor di sebuah Kantor Akuntan Publik di Jakarta.

Umurku sekarang 28 tahun. Kata orang, usia yang ideal untuk menikah.

Ideal? Udah telat malah.

Tapi bagaimana mau menikah?

Lihat saja sekarang ini. Di hari Sabtu yang sakral ini, di saat orang lain sedang liburan berdua di Bali dengan pacarnya atau paling tidak sedang netflix and chill - yang kata orang-orang selalu berakhir dengan raba atas dan raba bawah - tapi aku malah terdampar di sebuah gerai kopi di selatan kota Jakarta, untuk memeriksa kerjaan juniorku.

Aku bisa melihat pantulan wajahku di laptop. Ya ampun, ini kantong mata semakin hitam saja. Efek sudah empat bulan pulang kantor selalu di atas jam 2 pagi.

Pekerjaanku adalah suamiku. Aku akan siap sedia melayaninya 24 jam. Bahkan aku sudah lupa bagaimana rasanya pulang tepat waktu.

Ngomong-ngomong, kalian pernah mendengar tentang profesi Auditor?

Kalau kata orang-orang awam, itu loh yang kerjanya kayak KPK.

Tapi salah.

Hahaha.

Auditor adalah pihak ketiga yang ditunjuk untuk memeriksa dan membuat opini tentang wajar atau tidaknya laporan keuangan sebuah perusahaan. Kami harus memeriksa data-data klien untuk mendukung opini kami.

Jadi, keseharianku hanya diisi dengan meminta data dan mencecar klien dengan pertanyaan-pertanyaan. Beberapa klien benci dengan auditor. Katanya kami kelewat ingin tahu dan hanya menambah pekerjaan mereka saja.

Padahal ya, I just need to finish my job. I just need to pay my cicilan Iphone, tas branded dan sepatu Louboutin ini, which I bought to impress no one.

(Padahal ya, aku cuma butuh menyelesaikan pekerjaanku. Aku cuma butuh membayar cicilan Iphone, tas branded dan sepatu Louboutin ini, yang aku beli bukan untuk membuat terkesan siapapun).

Karena itu tadi, aku single.

Aku tidak pernah berpikiran untuk menikah.

Because I have married my job for 5 years.

(Karena aku seperti telah menikahi pekerjaanku sendiri selama bertahun-tahun.)

Tapi tadi pagi berbeda.

Aku bangun pagi dengan perasaan hampa. Aku mendapati diriku merasa sangat kesepian. Aku bahkan sampai harus cepat-cepat beranjak dari tempat tidur dan mencari Laki, anjingku.

Aku memeluknya dengan erat, meski dia melolong kecil tanda tidak rela diganggu tidurnya. Tapi aku tidak peduli. Ini kan balas jasa yang harus diberikannya padaku atas makanan yang bahkan kadang lebih mahal dari makananku sendiri.

Saat memeluk Laki, aku tiba-tiba teringat kata-kata Mama.

“Mau sampai kapan kamu sendiri, Nay?”

Aku menghela nafas. Masalahnya, bukan aku tidak ingin menikah. Tapi aku belum menemukan seseorang yang bisa membuatku rela untuk menukar seluruh dunia untuknya.

I used to have. But I lost him.

(Aku dulunya punya, tapi aku kehilangan dia).

Aku menutup mata, ternyata masih merasakan nyeri setiap kali mengingat dia.

Aku kembali mengubur dalam-dalam emosi itu dengan mengetik angka-angka di Microsoft Excel. Inilah caraku melarikan diri dari rasa sakit.

Menghujani diriku dengan pekerjaan menumpuk, agar tidak sedetikpun waktuku berlalu untuk mengenang dia.

“Nay, handphone lo bunyi tuh.”

Regina menyenggol tanganku. Aku melirik. Nama Angga, managerku, terpampang disana.

“Mau berita baik atau berita buruk dulu?” tanyanya begitu aku menjawab telepon.

“Berita baik dulu deh, Ngga.”

“Berita baiknya, PT Handani uda dapat persetujuan tanda tangan dan cetak dari Bu Ningsih.”

“Wah, senang banget. PT Handani release, Gin.” Aku menyiku Regina. Dia langsung bersorak.

“Yes, congrats, Team, kalian hebat! Makasih banget ya buat semua kerja keras kalian selama ini. Ntar minta tolong Regina reservasi restoran mewah untuk makan-makan bareng Bu Ningsih juga.”

“Budget berapa, Bos?”

“Terserah lo deh. Margin gue masih gede ini.” Dia terkekeh.

“Asyik. Makan-makan kita, Gin.”

Regina langsung menjerit senang.

“Terus, lo siap gak buat berita buruknya?"

“Boleh berhenti ngobrol disini aja gak?”

“Hahaha. Ya, gak boleh.”

“Apaan tuh, Bos?” Firasatku langsung tidak enak.

“Ryan mau resign, Nay.”

“APAAAAA?”

“Iya, sayang banget."

Aku terduduk lemas. Ryan adalah teman kantor kesayanganku. Teman yang sangat enak untuk diajak bercerita. Ryan resign adalah berita buruk buatku. Apalagi kalau Angga yang menyampaikan hal ini...

“Ngga, jangan bilang...”

"Iya, pikiran lo bener, Nay.”

“ENGGAAAAK! Gue gak mau, Ngga. Gue gak mau pegang PT Ataya. Oh my God, please, Ngga. Accounting managernya tuh cewek, galak banget. Ryan yang cowok aja gak berhasil naklukin dia. Gimana gue?”

“Nay, kalau aja gue punya orang yang lain, gue gak bakal letakin lo di Ataya. Gue tau lo udah cape banget.”

“Ngga... please...”

“Nay, gue gak punya pilihan lain. Gue uda coba telepon Yeri, yang ngaturin jadwal staff, tapi dia bilang semua orang lagi penuh.”

“Gue cuti minggu depan, Ngga. Lagian ini PT Jantaka belom kelar juga.”

“Gak apa, Nay. Gue bantuin kerjaan Jantaka.”

“Bantuin yang mana? Ini audit reportnya udah jadi, working paper anak-anak juga tinggal revenue yang belom gue review.”

Hanya Angga satu-satunya atasan yang berani aku tentang. Itu pun karena aku sudah sangat lama bekerja bersama dia.

“Nay, maaf banget. Sekali ini aja tolongin gue. Ntar pas penilaian performance, gue janji bakal bantuin lo habis-habisan supaya lo dipromosiin jadi manager tahun ini. Gue janji.”

“Ngga, please...”

“Gue bener-bener gak bisa nemuin orang lain lagi, Nay.”

“Gue kan harusnya cuti minggu depan, Ngga...”

“Setelah Ataya, gue janji ke lo, lo mau ambil cuti berapa lama pun gue kasih. Ntar gue bakal bilang lo masih kerjain klien gue yang lain. Please, Nay, for me?”

“Gue bisa bilang apa lagi, Bos?”

“Maaf banget ya, Nay. Tapi lo harus tau, gue uda ngusahain segala macam cara. Please jangan resign juga. Ataya salah satu klien gue yang gede, Nay, kalau gue lepas ke manager lain, bisa-bisa gue gak promote lagi tahun ini.”

Dan Angga memainkan kartu as-nya. Angga memang manager kesayanganku, dia sudah lima tahun bertengger di posisi yang sama. Tahun ini memang dia mengambil banyak klien agar dia dipromosikan menjadi senior manager. Sudah sewajarnya dia naik. Apalagi tahun ini anaknya masuk SD, bagaimana aku tega membiarkan dia tidak dipromosikan lagi setelah semua kerja kerasnya tahun ini? Dan curhatan panjangnya tentang setumpuk biaya hidup yang harus menunggu dia...

Aku menghela nafas, “Untuk kali ini aja ya, Ngga.”

“Thank you, Nay. Dan maaf sekali lagi, Senin lo ama Regina uda masuk ke Ataya ya. Paginya ikut meeting bareng gue dan Bu Ningsih, mau kick off meeting dulu sama CFO-nya. Jantaka ntar langsung gue take over.”

Aku semakin lemas. Lalu kuakhiri telepon.

Mata Regina langsung menatapku nanar.

“Ataya nih?”

“Yep.”

“Resign. Gue harus resign sekarang juga.”

“Bunuh aja gue langsung kalau lo resign juga.”

“Kita lagi ngomongin PT Ataya, Nay. Klien dengan pembukuan paling berantakan di dunia ini. Gak cuma datanya yang kacau, orang-orangnya juga gak ngebantu banget.”

“Gue juga gak mau, Gin. Tapi gue bisa bilang apa kalau Angga bawa-bawa promotion dia tahun ini?”

“Ini gak adil.”

Regina mengacak-acak rambutnya.

Aku hanya bisa terduduk lemas di kursiku.

Sebuah whatsapp masuk ke handphoneku.

Nathan

✔ Landing di Soetta.

✔ Masih kerja ya?

✔ Jangan lupa makan malam di Bogor.

✔ Jam 8 malam.

Aku langsung menggaruk kepalaku, frustasi. Bisa-bisanya aku lupa. Harusnya malam ini aku akan pulang ke Bogor, ke rumah orangtuaku, dan leha-leha disana selama seminggu ke depan. Karena abangku, Nathan, balik ke Jakarta hari ini. Dan sebelumnya aku sudah berjanji kalau minggu depan aku bantu-bantu dia mengurus beberapa surat-surat administrasi dengan Felis, istrinya.

Gila. Ini gila.

***

IG Author : @ingrid.nadya

Azel : I’m A Jerk for All Girls, Except One...

“Zel? Kamu dengar aku gak?"

Sally mengangkat tangan sambil menggoyang-goyangkan tangannya di hadapan gue.

“Eh, sorry, kamu bilang apa tadi?"

“Kamu uda berhari-hari nyuekin aku begini, Zel. Kamu tuh kenapa sebenarnya?"

“Gak apa-apa. Ada urusan kantor aja yang lagi ganggu pikiran aku."

Padahal sih boro-boro urusan kantor, hari ini saja gue sedang cuti. Gue hanya merasa bosan dengan obrolan Sally, yang itu-itu saja.

“Are you getting bored with me?”

(Kamu bosen ya sama aku?)

Syukurlah, akhirnya sadar juga.

“Sal, please don’t do drama with me.”

(Sal, please jangan drama deh sama aku.)

“Kamu yang jangan bikin aku begini, Zel.” Suaranya meninggi.

Orang-orang di sekitar kami langsung melihat kami.

“Sal, jangan membuat keributan deh. Kita udah bukan anak-anak lagi. Jadi tolong, jangan begini."

Gue tetap memotong steak dengan santai.

“Kalau kamu bosan sama aku, ngomong, Zel. Jangan cuekin aku terus-terusan kayak gini.”

“Kita baru nyampe disini setengah jam yang lalu. Dan aku baru gak dengerin kamu mungkin cuma sekitar lima menit.”

"You want to break up, Zel?"

(Kamu mau putus, Zel?)

“Don’t put your words on my mouth, Sally...”

(Jangan letakin kata-kata kamu di mulutku, Sally...)

“Kamu tega banget sih!”

Air matanya menggenang. Namun gue bergeming, sama sekali tidak berniat menenangkannya.

Sally Anthony, seorang gadis keturunan Belanda berumur 30 tahun. Dia salah satu public figure dan artis sinetron. Belum terlalu terkenal, tapi gue yakin suatu saat nanti dia akan meraih beberapa penghargaan. Lihat saja sekarang, kemampuan aktingnya patut diacungi jempol.

Pikiran gue melayang ketika pertama kali gue diperkenalkan dengan Sally. Tepatnya dua bulan yang lalu. Gue dikenalkan oleh Dave, seorang teman SMA yang merupakan sutradara film. Dave tahu tipe wanita yang gue kencani dan dia bilang gue bakal cocok dengan Sally.

Dalam dua jam perkenalan saja, gue sudah bisa menebak kelanjutan hubungan gue dengan Sally.

She loved my money and I loved her body. Simbiosis mutualisme. I showered her with branded bags, shoes and jewelries. After that, I would have the most unforgettable night ever. Hehehe.

(Dia suka uang gue, gue suka tubuhnya. Simbiosis mutualisme. Gue hujani dia dengan tas branded, sepatu mewah dan perhiasan. Setelah itu, gue bakal mendapatkan malam-malam tidak terlupakan. Hehehe.)

Tapi sama seperti dengan wanita-wanita sebelumnya, setelah beberapa malam menggairahkan yang kami lalui, gue pun merasa bosan.

Gue selalu seperti ini. Berumur tiga puluh delapan tahun tidak membuat gue menjadi dewasa sama sekali.

“I want to go home."

(Aku mau pulang.)

“Mau diantar?”

Dia menatap gue tidak percaya. Ketenangan gue sebegitunya mengusik dia.

“I hate you!”

(Aku benci kamu.)

Gue tersenyum. Airmatanya mengalir. Lalu dia pun pergi meninggalkan gue sendirian.

Perasaan gue? Tidak ada apa-apa tuh.

Gue bahkan menghabiskan terlebih dahulu steak sebelum gue beranjak pulang.

Begitulah wanita, mencari masalahnya sendiri lalu menyalahkan laki-laki. Dave memang mengenalkan gue pada Sally, tapi dia sudah memperingatkan Sally tentang betapa brengseknya gue. Tapi Sally tetap maju, karena ya, itu tadi, materi. Padahal gue tidak sekaya Dave, yang punya pulau pribadi dan koleksi mobil mentereng.

Sudah dua bulan kami menjalani hubungan, siapa sangka dia benar-benar menaruh hati dengan gue?

Dia mulai mengekang. Dia mulai tidak terima jika gue tidak punya waktu untuknya.

So, I need to cut this fast. This relationship is purely physical for me. Don’t try to reach my heart, Baby, it died long time a go.

(Jadi gue harus cepat-cepat menyudahinya. Hubungan ini hanya sebatas hubungan fisik buat gue. Jangan mencoba untuk mengambil hatiku, Sayang, sudah mati sejak lama.)

***

Besoknya...

Setelah memarkir mobil, gue berjalan ke dalam gedung sekolah di depan gue. Gue lihat ada beberapa ibu-ibu memandang gue sambil berbisik.

Sekarang, gue jadi benar-benar menyesal menjalin hubungan dengan Sally. Memang berhubungan dengan public figure tidak pernah berhasil buat gue.

“Pa!”

Suara cicitan kecil mengalihkan perhatian gue.

Rara menggandeng tangan gue. Gue meliriknya.

Berdirilah disana Grace Aurora, anak cantik kebanggaan gue. Panggilannya Rara. Gue pun refleks mengelus dan mencium puncak kepalanya.

“Gimana tadi sekolahnya?”

“Seru, tadi belajar tentang simbiosis mutualisme.”

Seperti hubungan gue tadinya dengan Sally.

Kami pun masuk ke dalam mobil.

Tiba-tiba handphone gue berbunyi, sebuah whatsapp masuk.

Nathan

✔ Bro, gue baru landing di Soekarno Hatta.

✔ See you in Bogor!

Gue hampir lupa! Hari ini kan Nathan, sahabat gue, kembali ke Indonesia. Keluarganya mengadakan pesta penyambutan kecil-kecilan dan gue diundang. Dulu memang gue lumayan dekat dengan keluarga Nathan.

“Rara hari ini mau ikut Papa ketemu sama Om Nathan gak?”

Rara terlihat berpikir sejenak, lalu menggeleng, “Gak mau.”

“Loh? Kenapa? Biasanya kangen banget sama Om Nathan?”

“Ada PR, Pa. Terus Senin ada kuis.”

“Apa Papa gak pergi aja?”

Rara menggeleng, ”Jangan! Rara nginep di rumah Mama aja, Pa.”

Gue berpikir sejenak.

“Papa telepon Mama dulu.”

Gue jarang sekali meninggalkan Rara di rumah Diana, mamanya. Biasanya kalau gue ada jadwal ketemu teman (kebanyakan wanita hehe) di malam hari, gue bakal dari jauh-jauh hari ngomong untuk menitip Rara ke Diana. Tapi kali ini gue benar-benar lupa ada acara di rumah Nathan. Terpaksa gue menanyakan Diana apakah malam ini dia bisa menjaga Rara.

Sebelum kalian bingung terlalu lama. Gue Azel, laki-laki berumur tiga puluh delapan tahun, duda beranak satu. Gue cerai dari Diana sudah hampir 3 tahun. Gue mendapat hak asuk Rara, karena memang dia yang selingkuh dari gue. Diana juga sempat ketahuan kecanduan obat tidur setelah gue meninggalkan dia, jadi pengadilan memutuskan gue yang mendapat hak asuh.

Terlepas dari kelakuannya. Diana itu wanita tercantik, terhebat, termenyenangkan, yang pernah gue temui selama ini. Dia itu mantan pemenang acara ratu kecantikan Indonesia, dia juga masih aktif jadi MC di dunia hiburan. Di umurnya yang menginjak 35 tahun, masih banyak om-om konglomerat dan brondong-brondong baru naik daun yang sangat tergila-gila padanya. Sudah bisa membayangkan cantiknya seperti apa?

Tapi ya itu tadi, selingkuh tetaplah selingkuh. Dia sudah berkali-kali ketahuan selingkuh dari gue, tapi gue maafkan, karena hanya sebatas flirting-flirting dan makan malam. Namun, seorang brondong berhasil menaklukan dan menidurinya. Meskipun gue pernah mencintainya mati-matian sama dia, tapi membayangkan dia tidur dengan orang lain, selain gue suaminya, membuat semuanya jadi tak tertahankan.

Sorry, Honey, I’d rather die alone without a wife.

(Maaf, Sayang, gue lebih baik meninggal tanpa seorang istri.)

Sekarang mungkin lebih gampang mengatakan semua ini.

But, I had suffered a lot back then.

(Tapi gue pernah benar-benar menderita di masa lalu.)

Sebelum pengkhianatan Diana, gue bukanlah seseorang player. Selain Diana, perempuan lain terlihat kabur. Tapi setelah kejadian itu? Gue bisa bilang gue telah berubah menjadi lelaki paling brengsek yang ada di muka bumi. Gue gonta-ganti pacar seenak jidat. Rekor paling lama 3 bulan, paling cepat yaaa… 3 minggu.

There is no love attached, I only need some physical touch.

(Tidak ada cinta, hanya murni sentuhan fisik.)

Dan lagi, gue gak pernah mengenalkan wanita-wanita itu pada Rara, karena gue tidak pernah berniat punya long term relationship dengan siapapun. Bagaimana pun juga, gue ini single parent yang diberikan hak asuh anak, gue harus menjaga attitude gue. Gue tidak pernah minum lagi, bahkan berhenti merokok. Gue tidak membawa wanita ke rumah, mungkin sesekali gue pergi bermalam ke rumah mereka dan itu hanya terjadi di saat Diana bisa menjaga Rara. Semuanya gue atur. Karena Rara itu dunia gue, anak ajaib yang buat gue bangkit dari pengkhianatan mantan istri brengsek itu. Meskipun umurnya saat ini baru menginjak 12 tahun, dan perceraian terjadi saat dia berumur 8 tahun, dia tidak banyak mengeluh dan bertanya ketika tau Papa dan Mamanya berpisah, katanya dia tidak mau gue sedih. Dan hebatnya Rara, dia mampu membuat gue memaafkan Diana, gue sudah bisa menerima bahwa dia tetaplah ibu dari anak gue. Rara adalah satu-satunya wanita yang tidak akan pernah gue sakiti.

Gue keluar sebentar dari mobil, hendak menelepon Diana. Hanya butuh satu nada panggil untuknya menjawab telepon gue.

“Hey babe, miss me?” tanyanya dari ujung sana.

(Hey, Sayang, kangen ya?)

“Don’t babe me, Dee.”

(Jangan panggil gue sayang, Dee.)

Dia tertawa, sudah terbiasa dengan nada sinis gue.

“Malam ini bisa bantuin jaga Rara?”

“Hormon’s calling…” ejek Diana.

(Hormon memanggil...)

“Bukan. Nathan uda balik ke Indo. Mau ada acara di rumahnya.”

“Oh, boleh kalau gitu. Gue batalin acara gue deh buat Rara. Udah lama gak ngajak Rara ngemall.”

“Enak aja. Mending dia ikut gue. Kalo ama lo kan dia pasti gak enak nolak."

“Lah, terus?”

“Dia mau belajar, Dee. Katanya banyak PR, dan senin ada kuis.”

“Babe, lo jangan didik anak gue jadi kutu buku dong.”

“Hahaha, brengsek lo. Sekali lagi gue bilang, don’t babe me.”

“Hahaha, galak amat lo sekarang, kayak perempuan lagi PMS. Ya udah, gue juga uda kangen sama Rara. Bawa aja dia kesini.”

“Oke. Nanti gue telepon lagi ya."

Gue mematikan telepon. Setelah itu gue mengajak Rara makan dulu sebelum ke rumah Diana.

***

IG Author : @ingrid.nadya

Nayla : My Long Lost Crush..

Handphone-ku bergetar.

Pak Ujang

✔Non, saya uda di depan.

Aku langsung menoleh pada Regina, “Gin, balik yuk? Ini uda kelar semua kok. Tinggal direview Angga.”

“Finally! Cowok gue uda nunggu di apartemen daritadi. Hehe. Masih punya tenaga deh buat lembur shift kedua!"

“Anjiiir! Pantesan lo diajak ngobrol gak nyambung lagi. Pasti otak lo udah mesum mulu daritadi.”

“Sudah pasti. Makanya cari cowok gih, biar gak galak. Gak pernah digrepe lagi sih lo.”

“Bangke!"

“Cabut dulu yak. Bye, perawan tua!”

“Apa lo bilang???" Aku bersiap melempar tissue kotor kepada Regina, tapi dia sudah terlebih dahulu melesat, meninggalkanku.

Aku hanya bisa tertawa melihat kelakuan bejat juniorku itu. Setelah selesai membereskan barang-barangku, aku pun berjalan ke arah parkiran, mencari Pak Ujang. Sesampainya di mobil, aku duduk dan menyandarkan badanku ke jok mobil. Ah, nyaman sekali.

“Maaf ya, Pak Ujang, harus repot-repot jemput dari Bogor. Jalanan pasti macet banget ya?”

“Tidak apa-apa, Non, sudah tugas saya. Ini mau jemput Laki dulu kan, Non?”

“Iya, Pak. Kasian sendirian di pet care.”

Pak Ujang mengangguk, lalu kami melaju menuju pet care. Setelah mengambil Laki, kami pun langsung bertolak ke Bogor.

Sesampainya di rumah, aku mendapati beberapa mobil saudara dekat kami sudah terparkir.

Sebenarnya aku sangat malas untuk kumpul keluarga seperti ini. Rasanya lelah sekali ditanyakan perihal jodoh dan menikah. Bahkan ada beberapa yang berusaha menjodohkanku dengan kenalan-kenalan mereka.

Dan benar saja, baru juga sampai di teras rumah, Mila, sepupuku yang sudah menikah dan memiliki tiga anak menyambutku dengan segala kepura-puraannya.

“Hai, Sis! Baru pulang kerja ya?” Dia mencium pipiku, kanan dan kiri.

“Iya nih. Ha ha ha.”

Ketawa palsu ala Nayla.

“Duh, lo gimana mau punya pacar? Lo kerja mulu sih.”

“Iya nih, mau cepat-cepat beli resort di Bali soalnya.”

Aku tersenyum dibuat-buat, dia balas tersenyum sinis.

“Gimana mau cepet-cepet nimang anak, Nay, kalau lo keasyikan miara anjing?”

Dia melirik Laki.

“Iya nih, gue kudu sabar. Latihannya melihara anjing dulu biar gak kaget, terus stres, terus cepat ubanan.” Aku melirik beberapa helai rambut putih di rambutnya.

“Lo juga kantong matanya iteman deh.” Dia masih juga membalas.

“Ditinggal tidur juga sembuh kalau yang ini, Sis. Oh iya, temen gue ada jualan eye cream yang bagus loh untuk ngurangin kerutan mata. Lo mau?”

Dia mendengus. Aku tersenyum.

“Gue masuk dulu ya.”

Aku pun melenggang masuk ke dalam rumah. Dalam hati memaki. Mau jomblo sampe mati kek, memangnya urusan dia?

Hatiku melunak ketika kulihat Nathan sedang menuangkan air dari dispenser.

“NATHAAAAAN!” Aku berlari lalu menubruk dan memeluknya.

Dia sampai kaget dan berusaha agar air dalam gelasnya tidak tumpah.

“Santai, woi!”

“Gilaaaaaaa! Jelek banget lo sekarang!"

“Tapi ngangenin kan abang lo ini?”

“Enggak!” Aku menyangkal tapi malah menambah erat pelukanku.

“Dua tahun atau tiga tahun ya kita gak ketemu.”

“Hampir tiga tahun, tau!"

Nathan mengelus kepalaku. Kangen juga dia ternyata.

Tiba-tiba Laki menggonggong, tanda bahwa dia kesakitan di antara pelukanku dan Nathan.

“NAAAAAAAAAAAAAY!” Felis, istri Nathan, bergabung dalam pelukan kami. It becomes group hug. Aku memeluk Felis dengan erat sekali. Biasanya ipar jarang sekali akrab. Tapi beda halnya dengan hubunganku dan Felis. Dia sudah seperti kakakku sendiri. Felis adalah ipar kebangganku yang lembut dan sangat penyayang. Dia menghujaniku dengan ciuman.

“Kangen banget gueeeee!” katanya.

Lolongan Laki semakin keras karena semakin terjepit di antara tiga orang. Felis langsung merebut Laki dari tanganku.

“Hai, anak nakal! Makin gendut aja, makin buntel aja!” Dia juga menciumi Laki dengan membabi buta. Begitulah Felis. Love language nya adalah memeluk dan mencium orang yang dia sayang.

“Lo makin gendut, Nath. Olahraga dong.”

“Salahin Felis, Nay. Masakan dia makin enak sekarang.”

Nathan merangkul pinggang Felis lalu mencium puncak kepalanya. Felis dan Nathan memang sudah tinggal selama delapan tahun di London. Nathan bekerja sebagai Bankir disana. Baru dua bulan lalu dia mendapat tawaran untuk mengelola cabang baru kantornya di Indonesia, tepatnya Jakarta. Nathan langsung menerima pekerjaan itu.

Felis melepaskan Laki. Lalu mengusap punggung Nathan. Mereka benar-benar saling mencintai. Kadang aku benar-benar tidak terima, kenapa pasangan sesempurna ini, sepenuh cinta kasih ini, masih belum diizinkan Tuhan untuk menerima buah hati.

Inilah salah satu yang menjadi alasan mereka pulang. Mereka sedang berencana mengadopsi seorang anak. Dan mereka ingin membesarkan calon keponakanku itu disini.

“Anyway, udah berapa hari nginep di kantor? Berantakan banget lo.”

“Mending gak usah tanya.” Aku menggedikkan bahu. Dia tertawa, paham betul bahwa pekerjaanku melebihi romusha zaman penjajahan Jepang.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

“Fel, lo inget kan beliin gue parfum Jo Malone titipan gue?”

“Inget dong. Ntar ingetin gue lagi ya, masih di koper soalnya. Lo nginep kan?”

“Malam ini iya. Tapi besok enggak, Fel. Gue harus masuk kerja Senin. Maaf banget ya gue gak bisa nemenin kalian ngurusin ini itu. Ada kerjaan yang urgent banget. Gue baru dikabarin hari ini.”

“It’s okay, Nay.”

Mereka tersenyum, tapi aku tahu mereka kecewa.

“I will make up this mistake, I promise.”

“Tapi pastiin kamu ada waktu kita uda ketemu panti asuhan yang tepat.”

“Of course. I promise.”

Nathan mengelus kepalaku lagi

Tiba-tiba Nathan seperti teringat sesuatu, "Oh iya, lo masih inget Azel gak, Nay?”

Aku tertegun sejenak. Azel? Well, bagaimana mungkin aku melupakan nama itu? Nathan pun menarik tanganku untuk mengenalkanku dengan sosok laki-laki yang terlihat familiar. Dia sedang bercanda dengan Papaku.

Lalu mata kami bertemu. Laki-laki itu tersenyum dengan segala kesempurnaannya, membangkitkan beberapa kenangan yang sempat tersimpan rapi di sudut kepalaku.

“Ini beneran Nayla? Gila! Udah gede banget sekarang. It’s so nice to meet you, Nay.”

Dan berdirilah di hadapanku, seseorang yang menyerupai patung dewa yunani kuno. Zeus, Apollo, Hermes, you named it, mereka kalah.

Azel is as handsome as ever.

(Azel tetap setampan sebelumnya.)

Ini aneh sekali. Bahkan mataku, yang sedang kelelahan dan otakku yang melambat karena kurang tidur, tetap tidak bisa menolak kenyataan bahwa Azel telah menjelma menjadi the hottest man alive. Daridulu emang aku sudah melihat potensinya, tapi aku tidak menyangka bahwa dia benar-benar menjadi sesempurna ini.

Kusambut jabatan tangannya.

Tangan yang kuat.

Pikiranku seperti terhipnotis dan hanya bisa mengucapkan, “Hi, Zel...”

Ah, we meet again, my long lost crush...

(Ah, kita bertemu lagi, cinta yang telah lama hilang.)

***

IG Author : @ingrid.nadya

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!